SKRIPSI
SKRIPSI
Oleh : Oleh : AHMAD NURJIHAN AHMAD NURJIHAN 111.070.038 111.070.038PRODI TEKNIK GEOLOGI
PRODI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONALUNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”“VETERAN”
YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2 0 11
2 0 11
GEOLOGI DAGEOLOGI DAN N PENGARUH SESAR PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPANMENDATAR TUTUPAN TERHADAP PERBEDAAN PERINGKAT BATUBARA
TERHADAP PERBEDAAN PERINGKAT BATUBARA SEAM SEAM T120T120 BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT
DAERAH TUTUPAN SELATAN DAERAH TUTUPAN SELATAN
KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
SKRIPSI
SKRIPSI
Oleh : Oleh : AHMAD NURJIHAN AHMAD NURJIHAN 111.070.038 111.070.038Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi
Yogyakarta,
Yogyakarta, 26 26 September September 20112011 Menyetujui,
Menyetujui, Pembimbing
Pembimbing I I Pembimbing Pembimbing IIII
Ir.
Ir. H. H. Achmad Achmad Rodhi, Rodhi, M.T. M.T. Ir. Ir. Ediyanto, Ediyanto, M.T.M.T. NIP
NIP : : 19540511 19540511 198303 198303 1 1 001 001 NIP. NIP. 19600331 19600331 199203 199203 1 1 001001 Mengetahui,
Mengetahui, Ketua Jurusan Ketua Jurusan
Ir. Sugeng Raharjo, M.T. Ir. Sugeng Raharjo, M.T. NIP. 19581208 199203 1 001 NIP. 19581208 199203 1 001 GEOLOGI D
GEOLOGI DAN AN PENGARUH SESAR PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPANMENDATAR TUTUPAN TERHADAP PERUBAHAN PERINGKAT BATUBARA
TERHADAP PERUBAHAN PERINGKAT BATUBARA SEAM SEAM T120T120 BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT
DAERAH TUTUPAN SELATAN DAERAH TUTUPAN SELATAN
KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
SKRIPSI
SKRIPSI
Oleh : Oleh : AHMAD NURJIHAN AHMAD NURJIHAN 111.070.038 111.070.038Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi
Yogyakarta,
Yogyakarta, 26 26 September September 20112011 Menyetujui,
Menyetujui, Pembimbing
Pembimbing I I Pembimbing Pembimbing IIII
Ir.
Ir. H. H. Achmad Achmad Rodhi, Rodhi, M.T. M.T. Ir. Ir. Ediyanto, Ediyanto, M.T.M.T. NIP
NIP : : 19540511 19540511 198303 198303 1 1 001 001 NIP. NIP. 19600331 19600331 199203 199203 1 1 001001 Mengetahui,
Mengetahui, Ketua Jurusan Ketua Jurusan
Ir. Sugeng Raharjo, M.T. Ir. Sugeng Raharjo, M.T. NIP. 19581208 199203 1 001 NIP. 19581208 199203 1 001 GEOLOGI D
GEOLOGI DAN AN PENGARUH SESAR PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPANMENDATAR TUTUPAN TERHADAP PERUBAHAN PERINGKAT BATUBARA
TERHADAP PERUBAHAN PERINGKAT BATUBARA SEAM SEAM T120T120 BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT
DAERAH TUTUPAN SELATAN DAERAH TUTUPAN SELATAN
KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dan rosulnya Muhammad SAW berkat rahmat Puji syukur kehadirat Allah SWT dan rosulnya Muhammad SAW berkat rahmat
Nya-Nya-lah penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “lah penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “ Geologi danGeologi dan Pengaruh Sesar Mendatar Tutupan Terhadap Perbedaan Peringkat Batubara
Pengaruh Sesar Mendatar Tutupan Terhadap Perbedaan Peringkat Batubara SeamSeam T120T120 Berdasarkan Parameter Nilai Reflektan Vitrinite Daerah Tutupan Selatan, Kecamatan Berdasarkan Parameter Nilai Reflektan Vitrinite Daerah Tutupan Selatan, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan.
Tanjung, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan.
Laporan tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum Laporan tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum program Strata-1 di Prodi Teknik Geologi Falkutas Teknologi Mineral Universitas program Strata-1 di Prodi Teknik Geologi Falkutas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Yogyakarta.
Pembangunan Nasional “ Veteran “ Yogyakarta.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
1. Almarhum Ayah dan Ibunda tercinta, atas semangat, bimbingan, nasehat, doaAlmarhum Ayah dan Ibunda tercinta, atas semangat, bimbingan, nasehat, doa dan bantuan materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
dan bantuan materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2.
2. Ir. H. Sugeng Rahardjo, MT selaku Ketua ProdiIr. H. Sugeng Rahardjo, MT selaku Ketua Prodi Teknik Geologi, UPN ” VeteranTeknik Geologi, UPN ” Veteran ” Yogyakarta
” Yogyakarta. Bapak Ir. H.Achmad Rodhi, MT selaku pembimbing I di Prodi. Bapak Ir. H.Achmad Rodhi, MT selaku pembimbing I di Prodi Teknik Geologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta, atas segala ilmu, waktu dan Teknik Geologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta, atas segala ilmu, waktu dan bimbingan yang
bimbingan yang diberikan kepada diberikan kepada penulis. Ir.Ediyanto, MT penulis. Ir.Ediyanto, MT selaku pembimbingselaku pembimbing II di Prodi
II di Prodi Teknik Geologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta, atas segala ilmu, waktuTeknik Geologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta, atas segala ilmu, waktu dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
dan bimbingan yang diberikan kepada penulis. 3.
3. PT. Adaro Indonesia atas kesempatan, dukungan, sarana dan prasarana selamaPT. Adaro Indonesia atas kesempatan, dukungan, sarana dan prasarana selama penelitian, Bapak Dwin Deswantoro selaku pembimbing di lapangan PT.Adaro penelitian, Bapak Dwin Deswantoro selaku pembimbing di lapangan PT.Adaro Indonesia, dan seluruh karyawan PT. Adaro Indonesia yang telah banyak Indonesia, dan seluruh karyawan PT. Adaro Indonesia yang telah banyak membantu dan telah memberikan suasana yang menyenangkan selama membantu dan telah memberikan suasana yang menyenangkan selama penelitian.
penelitian. 4.
4. Keluarga Besar Pangea Cruiser atas semua ilmu dan pengalaman yang telahKeluarga Besar Pangea Cruiser atas semua ilmu dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis dan saudara-saudara angkatan 2007 Teknik Geologi diberikan kepada penulis dan saudara-saudara angkatan 2007 Teknik Geologi UPN ”V” Yogyakarta, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, UPN ”V” Yogyakarta, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan doanya.
5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu - persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan skripsi ini.
Akhir kata, semoga laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna untuk dipahami bagi para pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya serta dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, amin yaa rabbal
a’lamin.
Yogyakarta, 20 Agustus 2011 Penulis
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan kepada :
Keluarga Tercinta, Almarhum Ayahanda Harun Alrasyid dan Ibunda Sri Hartati yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa yang tiada henti.
serta kedua saudaraku Eko Nurrahmanto dan Fajar Dwi Astuti
Keluarga Besar Pangea Cruiser, sebagai tempat bermain dan belajar.
Keluarga Basecamp PC, Adie Pulung Saputro, RY Rahman, Rudi Prastiono
Keluarga Besar staff dosen dan asisten dosen Laboratorium Geologi Struktur.
Selvy Indah Era Wardani yang telah banyak memberikan semangat.
Teman-teman Geologi terutama “Pangea 2007”, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan bantuan kalian semua.
GEOLOGI DAN PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPAN TERHADAP PERUBAHAN PERINGKAT BATUBARA SEAM T120 BERDASARKAN
PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT DAERAH TUTUPAN KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN Ahmad Nurjihan
111.070.038
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah dijumpai banyak seam batubara dengan ketebalan mencapai 28 meter dan struktur geologi yang cukup kompleks, sehingga tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keadaan geologi dan karakteristik struktur geologi daerah telitian serta perubahan peringkat batubara (coal rank ) berdasarkan tingkat kematangan bahan organik (reflektan vitrinit) yang dikontrol oleh perubahan tekanan dan temperatur akibat dari pengaruh sesar mendatar Tutupan. Lokasi Penelitian ini dilakukan pada salah satu kuasa pertambangan milik PT. Adaro Indonesia, yaitu di Blok Tutupan Selatan Pit Hill 11. Secara administrasi lokasi daerah telitian berada pada daerah Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan, secara geografis terletak pada 11528’0” BT - 11528’53.2” BT dan 214’10.8” LS - 215’0” LS.
Metode penelitian yang digunakan adalah berupa pemetaan geologi permukaan (Surface Mapping) dengan pengambilan data langsung di lapangan. Beberapa analisis yang dilakukan antara lain: struktur geologi dan petrografi batubara (maseral dan reflektan vitrinit) yang digunakan untuk penentuan peringkat batubara pada daerah telitian.
Satuan geomorfologi daerah telitian antara lain: bukit homoklin berlereng miring (S1), perbukitan homoklin berlereng landai (S2), kolam penampungan air/ sump hasil penambangan (H1), lereng curam high wall hasil penambangan (H2), lereng curam low wall hasil penambangan (H3), lereng curam end wall hasil penambangan (H4) dan dataran berlereng landai-miring hasil penambangan (H5). Stratigrafi daerah telitian dari tua ke muda yaitu : Satuan batupasir kuarsa Warukin yang diendapkan pada lingkungan Upper delta plain pada Kala Miosen Tengah, selaras di atasnya Satuan batulempung Warukin yang diendapkan pada lingkungan Transitional lower delta plain pada Kala Miosen Tengan dan tidak selaras di atasnya Satuan Endapan Alluvial yang diendapkan pada lingkungan fluviatil (darat) pada Kala Holosen. Struktur geologi pada daerah telitian berupa kekar dan cleat dengan arah umum NW-SE, homoklin dengan strike ke arah NE-SW dan dip miring ke arah SE, sesar mendatar Tutupan berarah WNW-ESE, serta sesar naik Hill 11 diperkirakan berarah NE-SW. Secara umum, peringkat batubara (coal rank ) berdasarkan nilai reflektan vitrinit di daerah telitian mempunyai peringkat batubara Sub-Bituminous B menurut klasifikasi ASTM, 1986. Sedangkan pada seam T120 yang tersesarkan (pengambilan sampel pada zona sesar) terjadi perbedaan peringkat batubara dengan peringkat High Volatile Bituminous C yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan dan temperatur karena pergerakan sesar mendatar Tutupan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR FOTO ... ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR TABEL ... ... xi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 1 1.3. Batasan Masalah ... ... 2
1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian ... ... 2
1.5. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian ... 3
1.6. Hasil Penelitian ... 6
1.7. Manfaat Penelitian ... 7
1.8. Peneliti Terdahulu ... 7
BAB II. METODE PENELITIAN 2.1.Metodologi Penelitian ... 8
BAB III. DASAR TEORI 3.1. Genesa Batubara ... 14
3.2. Faktor Pembentuk Batubara ... 17
3.3. Petrografi Batubara ... ... 19
3.4. Peringkat Batubara (Coal Rank ) ... ... 17
3.5. Lingkungan Pengendapan ... 31
3.7. Karakteristik Sesar Naik dan Sesar Mendatar ... 35
BAB IV. GEOLOGI REGIONAL 4.1. Fisiografi Regional ... ... 39
4.2. Kerangka Tektonik Regional ... 40
4.3. Stratigrafi Regional ... ... 43
4.4. Struktur Geologi Regional ... ... 48
BAB V. GEOLOGI DAERAH TELITIAN 5.1. Geomorfologi Daerah Telitian ... ... 50
5.3. Struktur Geologi Daerah Telitian ... 70 5.4. Sejarah Geologi Daerah Telitian ... 84 BAB VI. PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPAN TERHADAP PERINGKAT BATUBARA SEAM T120 BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT DAERAH TELITIAN
5.1. Peringkat Batubara (Coal Rank ) Daerah Telitian ... 84 5.2.Pengaruh Sesar Mendatar Tutupan Terhadap Peringkat Batubara Seam T120 ... 88 BAB VII. KESIMPULAN... 92 DAFTAR PUSTAKA ... xii DAFTAR LAMPIRAN ... ... xiii
DAFTAR FOTO
Foto Hal
5.1. Kenampakan arah kemiringan lapisan batuan pada daerah telitian
...
525.2. Kenampakan satuan Geomorfologi bukit homoklin berlereng miring (S1) dan perbukitan lemah homoklin berlereng landai (S2) di bagian tenggara daerah telitian ... ... 53
5.3. Kenampakan satuan kolam penampungan (sump) di daerah telitian ... 54
5.4. Kenampakan satuan geomorfik aspek manusi pada daerah telitian ... 56
5.5. Kenampakan woody structur (struktur kayu) pada LP 109 ... 59
5.6. Litologi batupasir kuarsa daerah telitian pada LP 2 ... 59
5.7. a. Litologi batulempung dengan sisipan batubara tipis pada LP 82 ... 60
5.7. b. Lithologi batulempung karbonan dengan struktur menyerpih pada LP 90 . 60 5.8. Litologi batubara T110 bagian floor pada lintasan MS end wall timur laut .... 61
5.9. a. Cleat pada batubara seam T110 pada LP 164 ... 62
5.9. b. Kenampakan resin/amber pada seam batubara T110 pada end wall timut laut ... 62
5.10. Kontak satuan batuan (garis merah) pada end walltimur laut daerah telitian 64 5.11. Litologi batulempung dengan struktur masif pada LP 101 ... 65
5.12. Litologi batupasir kuarsa dengan struktur silang siur pada LP 10 ... 65
5.13. Litologi batulanau dengan fosil cetakan daun ( plant remain) LP 102 ... 66
5.14. Satuan Endapan Alluvial yang terdapat pada kolam penampungan / sump .... 69
5.15. Kekar pada lithologi batulanau LP 71 ... 71
5.16. Kenampakan cleat pada daerah telitian ... 73
5.17. Struktur homoklin pada daerah telitian ... 75
5.18. Kenampakan offset, bidang sesar, zona milonit pada daerah telitian ... 76
5.19. Kenampakan bidang sesar, slickenside dandrag fold di daerah telitian ... 77
5.20. Kenampakan lipatan berupa drag fold di dearah telitian pada LP 78 dan LP 79 ... 81
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal.
1.1. Peta lokasi daerah telitian yang termasuk dalam wilayah konsesi PT. Adaro
Indonesia ... ... 5
1.2. Petunjuk letak peta dan peta lokasi daerah telitian ... 6
2.1. Diagram alir tahapan dan metode penelitian ... 13
3.1. Proses kematangan batubara ... 23
3.2. Model Lingkungan Pengendapan Batubara (Horne,1978) ... 26
3.3. Penampang Singkapan dan Rekontruksi Upper Delta Plain-Fluvial (Horne,et all, 1978) ... ... 29
3.4. a. Rekontruksi dari lingkungan transitional lower delta plain ... 31
3.4. b. Urutan umum vertikal melalui endapan transitional lower delta plain ( Horne,et all, 1978 ) ... 31
3.5. Kemungkinan terbentuknya splitting lapisan batubara yang disebabkan perubahan pergerakan sesar selama pengendapan gambut berlangsung ... 33
3.6. Plan of wrench system under North – South sample(Moddy and Hill, 1961) 38 3.7. En Echelon Structures pada zona strike slip faults (Harding,1974 and Bartlett et all,1981) ... ... 38
4.1. Peta fisiografi pulau Kalimantan ... ... 39
4.2. Elemen Tektonik Kalimantan (Kusuma & Darin, 1989) ... 42
4.3. Barito Basin-Makassar Strait cross section ... 42
4.4. Peta geologi Regional daerah penelitian (Heryanto,dkk.1994) ... 46
4.5. Model Struktur Regional (PT. Adaro Indonesia)... 49
4.6. Tatanan Tektonik Cekungan Barito ... 49
5.1. Diagram Rosset dan Kontur face cleat daerah telitian ... 74
5.2. Diagram kontur face cleat pada zona sesar dengan kekudukan umum N370E/550 ... 78
5.3. Diagram analisis sesar mendatar Tutupan ... 78
5.4. Analisis stereografis drag fold pada daerah telitian ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel Hal.
3.1 Tahap – tahap perkembangan gambut menjadi meta-antrasit (Thomas, 2002 .. ) 16
3.2 Klasifikasi Maseral Batubara (AS 2856, 1986) ... 22
3.3 Coal Rank Classifications (ASTM Standard, 1983) And Relation to vitrinite reflectance(modified from Meissner, 1984) ... ... 24
4.1 Stratigrafi cekungan Barito (Adaro Resources Report, 1999) ... 46
4.2 Kolom stratigrafi daerah Tutupan (PT. Adaro Indonesia) ... 47
5.1 Klasifikasi Kemiringan Lereng (Zuidam dan Cancelado, 1979) ... 51
5.2 Klasifikasi satuan geomorfik daerah telitian ... 59
5.3 Kolom Stratigrafi Daerah Telitian ... 70
5.4 Tabulasi Data Face Cleat Daerah Telitian ... 72
5.5 Tabulasi Data Kedudukan Sayap Drag Fold ... ... 79
6.1 Peringkat batubara Tutupan (ADARO) ... ... 84
6.2Coal rank ADR_T100 ... 85
6.3Coal rank ADR_T120 ... 85
6.4Coal rank ADR_T300 ... 86
6.5 Hasil analisis reflektan vitrinit dan penentuan coal rank (ASTM,1986), seam T120 pada daerah telitian ... ... 87
6.6 Klasifikasi coal rank T120 AH-1 LP 105 (ASTM,1983 modified from Meissner,1984) ... 88
6.7 Klasifikasi coal rank T120 AH-2 LP 6(ASTM,1983 modified from Meissner,1984) ... 88
6.8 Klasifikasi coal rank T120 AH-2 LP 6(ASTM,1983 modified from Meissner,1984) ... 89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Batubara adalah bahan bakar hydro-karbon yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali. Secara garis besar batubara terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral. Petrologi batubara memberikan dasar untuk pemahaman genesa , sifat-sifat dan arti penting unsur organik di dalam batubara. Material organik berasal dari berbagai macam tumbuhan dan sebagian bercampur dengan sedimen anorganik selama tahap pembentukan gambut.
Pada tahap pembentukan batubara merupakan tahap pembentukan dari gambut menjadi batubara yang lebih tinggi derajatnya (coal rank ) yaitu mulai dari lignit, subbituminous, bituminous dan antrasit, yang merupakan akibat dari kenaikan temperatur yang berlangsung pada waktu dan tekanan tertentu (Cook, 1982). Cook (1982), juga menjelaskan bahwa tahap pembatubaraan terdiri dari derajat dan pematangan bahan organik pada fase metamorfosa tingkat rendah, dimana material organik lebih peka terhadap metamorfosa tingkat rendah dari pada mineral anorganik.
Aktifitas tektonik dapat menimbulkan efek tekanan terutama pada shearing force atau gaya lintang. Aktivitas tektonik sangat berpengaruh terhadap kondisi lapisan batubara baik fisik maupun kimianya. Tentunya pada daerah patahan juga menghasilkan akibat yang sama karena adanya perubahan tekanan dan temperatur di zona sesar.
Kondisi geologi terutama batubara pada daerah Tutupan selatan yang merupakan wilayah konsesi PT. Adaro Indonesia, dijumapi banyak seam batubara dan ada yang mempunyai tebal mencapai 30 meter serta kondisi struktur geologi pada daerah tersebut yang cukup kompleks. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan peringkat batubara (coal rank ) berdasarkan tingkat kematangan bahan organik yang dikontrol oleh perubahan tekanan dan temperatur akibat dari pengaruh
struktur geologi, yang secara ekonomis akan sangat menguntungkan karena ketebalan seambatubara pada daerah telitian ini mencapai hingga 28 meter.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dimunculkan adalah :
1. Bagaimana karakteristik struktur geologi yang ada pada daerah telitian?
2. Bagaimana pengaruh struktur geologi terhadap peringkat batubara (coal rank ) berdasarkan parameter nilai reflektan vitrinit pada daerah telitian?
1.3. Batasan Masalah
Penelitian yang dilaksanakan dibatasi dan menitikberatkan khususnya pada lapisan batubara seam T120 dan struktur geologi berupa sesar mendatar Tutupan. Dimana nantinya akan dibandingkan peringkat batubara pada zona sesar dan jauh dari zona sesar menggunakan parameter nilai reflektan vitrinit rata-rata dengan pengaruh sesar mendatar Tutupan pada daerah telitian. Data yang digunakan adalah data outcrop permukaan dari hasil pemetaan peneliti di daerah Tutupan Selatan, konsesi PT. Adaro Indonesia, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan serta menggunakan hasil analisis petrografi batubara dengan sampel yang diambil pada daerah telitian. Seam T120 dipilih karena merupakan seam yang paling jelas tersesarkan dibandingkan seam yang lain dan merupakan seam kunci dengan ketebalan hingga 28 meter pada daerah telitian.
1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan kurikulum Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, maka mahasiswa yang telah memenuhi syarat
diwajibkan untuk melaksanakan Tugas Akhir dengan melakukan pemetaan geologi lapangan. Hal ini sebagai syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan pada program S1 di Jurusan Teknik Geologi UPN “V” Yogyakarta
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kondisi geologi daerah telitian.
2. Mengetahui struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian.
3. Mengetahui pengaruh sesar mendatar Tutupan terhadap perbedaan peringkat batubara (coal rank ) seam T120 yang ditinjau dari nilai reflektan maseral (vitrinit) di daerah telitian.
I.5. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan pada salah satu kuasa pertambangan milik PT. Adaro Indonesia, yaitu di Blok Tutupan Selatan pit Hill 11. Secara administrasi lokasi daerah telitian berada pada daerah Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan (sekitar 210 km ke arah Timur Laut dari Kota Banjarmasin) dan daerah telitian terletak pada koordinat UTM N 9751209 – N 9752768 dan E 329486 – E 331068, secara geografis terletak pada 11528’4.6” BT - 11528’53.2” BT dan 214’1.8” LS - 215’1.6” LS dengan luas daerah telitian adalah 1 x 1,3 km (Gambar 1.1 dan 1.2).
Pertambangan batubara PT. Adaro Indonesia dibatasi dalam wilayah kuasa Pertambangan Eksploitasi DU. 182/Kal – Sel. Areal kuasa penambangan batubara PT.Adaro Indonesia terdapat di empat lokasi, yaitu daerah Paringin, Tutupan, Wara dan Warukin.
Daerah operational PT.Adaro Indonesia secara geografis berada pada :
115º33’30” sampai dengan 115º26’10” Bujur Timur 2º7’30” sampai dengan 2º55’30” Lintang Selatan.
Lokasi penambangan berjarak 210 km kearah Timur Laut Kota Banjarmasin. Secara administratif, PT. Adaro Indonesia meliputi tiga belas kecamatan dan tiga kabupaten yang terdapat di dua propinsi (Gambar 1.1). Di daerah tingkat I Kalimantan Selatan meliputi Kabupaten Tabalong (Kecamatan Muara Harus, Murung Pudak, Upau, Tanta, dan Kelua), Kabupaten Hulu Sungai Utara (Kecamatan Paringin : Lampihong, Juai, Awayan, dan Batu Mandi). Sedangkan di Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah
meliputi Kabupaten Barito Selatan (Desa Kelanis Kecamatan Hulu Sungai Hilir/Mangkatip dan Desa Rangga Ilung Kecamatan Jenamas serta Pasar Panas).
Rute perjalanan yang ditempuh dari Yogyakarta ke lokasi areal tambang adalah sebagai berikut:
1) Yogyakarta – Banjarbaru (Kalimantan Selatan) selama ± 1 jam 30 menit dengan menggunakan pesawat udara.
2) Banjarbaru – Tanjung, Kabupaten Tabalong dengan menggunakan transportasi darat jarak tempuh ± 230 km selama ± 4-5 jam perjalanan dengan kondisi jalan beraspal cukup baik.
3) Tanjung – Kantor Pusat PT. Adaro Indonesia Wara km 73 dengan menggunakan transportasi darat jarak tempuh ± 15 km selama ± 30-45 menit dengan kondisi jalan beraspal cukup baik.
4) Kantor Pusat PT. Adaro Indonesia Wara km 73 – Lokasi Penelitian dapat ditempuh dengan trasportasi darat (mobil roda 4) jarak tempuh ± 6 km selama 10-15 menit dengan kondisi jalan berupa haul road dan jalan tambang.
Gambar 1.1. Peta lokasi daerah telitian yang termasuk dalam wilayah konsesi PT. Adaro Indonesia
Gambar 1.2. Petunjuk letak peta dan peta lokasi daerah telitian
I.6. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk: 1. Peta lintasan dan lokasi pengamatan.
2. Peta geomorfologi 3. Peta geologi
4. Peta struktur dan peringkat batubara seam T120. 5. Penampang stratigrafi terukur
I.7. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari beberapa sudut pandang berupa:
1. Keilmuan, dapat diketahui bagaimana pengaruh struktur geologi terhadap komposisi maseral batubara.
2. Kegunaan penelitian bagi perusahaan, memberikan informasi dan data geologi terbaru kepada perusahaan yang menjadi tempat dilaksanakannya penelitian ini.
I.8. Peneliti Terdahulu
Daerah telitian termasuk ke dalam Cekungan Barito, secara fisiografi merupakan bagian dari cekungan di Kal-Tim. Beberapa peneliti terdahulu, meneliti daerah lebih luas yang mencakup daerah penelitian penulis, antara lain:
1. Gunawan Sabta Eko, Skripsi, 2007, Kendali Geologi Terhadap Karaktristik Cleat Batubara Seam T210,T220,T200 Pada Blok Tambang PT. Bukit Makmur Mandiri
Utama Daerah Tutupan Wilayah Konsesi PT. Adraro Indonesia Kabupaten Tabalong Kal-Sel, UPN “V”. Yogyakarta.
2. Hariyadi, Skripsi, 2008, Pola Sebaran Lapisan Batubara Seam A, B, C, D, E, F Pada Formasi Warukin Berdasarkan Data Permukaan Daerah Utara TutupanWilayah Konsesi PT. Adaro Indonesia , , Kabupaten Tabalong, Kal-Sel, UPN “V”. Yogyakarta.
3. Heryanto, R, 2009, Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Tanjung di daerah Binuang dan sekitarnya, Kalimantan Selatan
,
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 4 Desember 2009: 239-252.4. Kusnama, 2008, Batubara Formasi Warukin di daerah Sampit dan sekitarnya, Kalimantan Tengah,Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 1 Maret 2008: 11-22
5. Sikumbang, N. dan Heryanto, R., 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan Selatan skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
BAB II
METODELOGI PENELITIAN
2.1. Metodelogi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan di daerah penelitian adalah berupa pemetaan geologi permukaan ( Mapping surface). Dalam penelitian ini masalah yang akan dijumpai terutama masalah yang berhubungan dengan obyek penelitian itu sendiri seperti permasalahan geologi, geomorfologi, struktur geologi maupun stratigrafi. Maka untuk memecahkan masalah tersebut, metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian di lakukan dalam beberapa tahap yang meliputi antara lain: tahap pendahuluan ( pra-lapangan), pelaksanaan (lapangan) dan tahap pasca-lapangan (pengolahan data dan laporan akhir).
a. Tahap Pendahuluan ( Pra-lapangan)
Segala hal mengenai daerah penelitian sangat berguna bagi penelitian lebih lanjut, untuk itu hasil-hasil penelitian terdahulu sangat penting sebagai referensi dan perbandingan. Adapun pengenalan lapangan dan persiapan-persiapan yang harus dilakukan meliputi :
Persiapan proposal penelitian dan perijinan.
Persiapan peralatan dan perlengkapan.
Pada penelitian ini bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Sarana Pengamatan: Kompas geologi, palu geologi, kaca pembesar (lup), komparator butir, meteran 30 m, HCL dan kantong sampel.
2. Sarana Perekam: Peta topografi, buku catatan lapangan, kamera digital dan GPS.
3. Alat Tulis : Pena, pensil, pensil berwarna, spidol marker , spidol OHP, clipboard , penggaris, busur derajat, kertas HVS.
4. Pengolahan data menggunakan software: AutoCad, MapSource, ArcGis, Dips, Global Mapper, Surfer danCorel Draw.
Studi pustaka daerah penelitian dan geologi regionalnya, untuk dapat mengetahui kondisi geologi daerah penelitian berdasarkan informasi-informasi yang berupa literatur dan publikasi dari peneliti terdahulu.
Melakukan interpretasi awal dengan menggunakan peta topografi daerah penelitian sebagai peta dasar dan sebagai tahap awal penelitian dengan memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam peta tersebut.
b. Tahap Pelaksanaan (lapangan)
Dalam tahap pelaksanaan/lapangan ini dilakukan pekerjaan lapangan dan pengumpulan data dilapangan pada daerah penelitian yang merupakan konsesi PT. Adaro Indonesia. Data yang didapatkan peneliti dari pengamatan lapangan merupakan data primer. Data yang diperoleh antara lain:
Observasi lapangan: Dilakukan untuk mengenali medan dan kondisi lapangan dari daerah penelitian dan juga untuk mengetahui gambaran morfologi dan keadaan geologi secara umum guna menentukan langkah-langkah dalam penelitian selanjutnya.
Penggambilan data lapangan: Pengamatan lapangan dan pengambilan data geologi merupakan unsur utama dalam pemetaan geologi permukaan ( Mapping surface) karena keakuratan data yang diambil akan sangat mempengaruhi hasil akhir penelitian ini. Data yang perlu diambil pada daerah penelitian, antara lain:
1. Pengukuran data kedudukan lapisan batuan.
Tujuan dari pengambilan data ini ialah untuk mengetahui sebaran litologi daerah penelitian dan kondisi geologi daerah penelitian.
2. Deskripsi singkapan, baik iu singkapan batubara, batuan lainnya, morfologi sekitar dan unsur-unsur struktur geologi yang dijumpai.
3. Profil singkapan pengamatan dan penampang stratigrafi terukur
Tujuan dari pembuatan profil dan penampang stratigrafi terukur adalah untuk mengetahui hubungan satuan batuan, sejarah geologi dan juga dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan dari satuan batuan pada daerah penelitian.
4. Pengukuran struktur geologi
Data pengukuran struktur geologi dapat dipakai untuk mengetahui proses-proses geologi yang bekerja serta sebagai data utama pada kajian khusus pada daerah penelitian.
5. Pengukuran azimuth singkapan
Pengukuran azimuth singkapan dilakukan untuk mengetahui arah dari singkapan yang ditemui.
6. Dokumentasi (foto)
Dokumentasi dimaksudkan untuk merekam kenampakan-kenampakan litologi maupun singkapan yang ada, sehingga akan memudahkan penulis untuk menunjukannya kepada pembaca. Dokumentasi tersebut dapat berupa foto singkapan, foto bentang alam maupun foto close up dari litologi dan struktur sedimennya.
7. Pegambilan sampel untuk uji laboratorium, diantaranya sampel petrografi, sampel paleontologi dan sampel batubara untuk uji petrografi dan maseral batubara.
c. Tahap Analisis Data
Tahap pemprosesan data yaitu dengan melakukan penggabungan dari hasil studi pustaka dan literatur yang dilakukan di studio dengan hasil pengamatan serta pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisa laboratorium, yang meliputi : analisis struktur geolo, analisa paleontologi, analisa petrografi, analisa struktur geologi serta analisa data-data lapangan yang dibuat menjadi penampang terukur (profil) agar
dicapai kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan tetang penelitian yang dilakukan yang akan ditampilkan dalam bentuk:
1) Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan 2) Peta Geomorfologi
3) Peta Geologi
4) Penampang Stratigrafi Terukur
5) Peta Struktur dan peringkat Batubara seam T120
Beberapa analisa yang dilakukan untuk melengkapi data pemetaan ini antara lain: a. Analisis Petrografi
Untuk menganalisis petrografi dari sampel-sampel batuan yang mewakili satuan batuan di daerah penelitian.
b. Analisis Mikropaleontologi
Untuk menganalisis kandungan mikrofosil ( fosil bentos maupun plankton) yang terkandung dalam sampel batuan yang diduga mengandung fosil untuk penentuan umur dari satuan batuan yang diwakili.
c. Analisis Struktur Geologi
Untuk menganilisis struktur geologi meliputi analisa stereografi untuk penggambaran stereografi kedudukan struktur geologi yang dijumpai baik itu kekar, sesar, micro fold, maupun cleat.
d. Analisis Penampang Stratigrafi Terukur
Untuk menganilisis penampang stratigrafi terukur berdasarkan cirri-ciri fisik, kimia dan biologi dari batuan untuk selanjutnya menentukan lingkungan pengendapan.
e. Analisis Petrografi dan Maseral Batubara
Untuk mengetahui komposisi dan penyusun apa saja yang terkandung dalam batubara. Serta menentukan peringkat batubara (coal rank ) dari lapisan batubara menggunakan analisis reflektan vitrinit dari maseral batubara.
f. Pembuatan peta-peta, yaitu peta lintasan dan lokasi pengamatan, peta struktur dan peringkat batubara seam T120, peta geomorfologi dan peta geologi daerah penelitian.
d. Penyusunan Laporan
Pelaporan merupakan tahap akhir dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan dan disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang merangkum semua permasalahan yang diangkat penulis beserta hasil analisa guna menjawab permasalahan di atas.
BAB III
DASAR TEORI
3.1. Genesa Batubara
Menurut Badan Standarisasi Nasional dalam SNI (1997), batubara adalah endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses lithifikasi untuk membentuk lapisan batubara, material tersebut telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologi. Bahan-bahan organik yang terkandung dalam lapisan batubara mempunyai berat > 50% volume bahan organik.
Batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses pembentukan batubara yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi (gambut) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 m. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach et al, 1982 ). Gambut merupakan tahap paling awal dari proses pembentukkan batubara. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukkan gambut :
Evolusi tumbuhan, hara merupakan unsur utama pembentuk batubara dan sebagai penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Metode yang digunakan untuk mengenal jenis tumbuhan pembentuk batubara yaitu paleobotani atau maseral.
Iklim, kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan gambut. Iklim tropis dapat membentuk gambut lebih cepat karena kecepatan tumbuh dari tumbuhan lebih besar, lebih banyak ragam tumbuhan, dalam waktu 7-9 tahun dapat mencapai ketinggian 30 m.
Sedangkan pada iklim sedang dapat mencapai ketinggian 5-6 m dalam jangka waktu yang sama.
Paleografi dan Tektonik, syarat terbentuknya formasi batubara adalah kenaikan muka air tanah yang lambat, adanya perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai dan terdapat energi yang relatif rendah.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pambatubaraan (coalification) yang merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach et al, 1982, dalam Susilawati, 1992). Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan presentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, dalam Susilawati, 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit (Tabel 3.1.). Meningkatnya peringkat batubara dari lignit hingga berubah menjadi subbitumin dan antrasit disebabkan oleh kombinasi antara proses fisika dan kimia serta aktifitas biologi (Teichmuller dan Teichmuller, 1968; Stach et al., 1975 dalam Galloway dan Hobday, 1983).
Tabel 3.1. Tahap – tahap perkembangan gambut menjadi meta-antrasit (Thomas, 2002) Tahap Pembatubaraan Kisaran peringkat batubara menurut ASTM
Proses yang dominan Perubahan fisika-kimia yang dominan
1. Penggambutan Gambut Maserasiasi, humifikasi,
jelifikasi, fermentasi
Pembentukan zat humik, peningkatan pada aroma 2. Dehidrasi Lignit – subbituminus Dehidrasi, penghilangan
kompaksi
Pengurangan kandungan air dan rasio O/C,
peningkatan nilai panas, pertumbuhan cleat 3. Bituminisasi Subbituminus A – bituminous A kaya volatile Pembentukan dan pengikatan hidrokarbon, depolimerisasi matriks, penambahan ikatan hydrogen Peningkatan vitrinit Ro, peningkatan fluorescence, pengurangan densitas, peningkatan kekuatan 4. Debituminisasi Bituminous A kaya volatile – bituminous A rendah volatile Coalescence, pelepasan hydrogen dan nitrogen
Pengurangan fluorescence, pengurangan berat molekul, pengurangan rasio H/C, pengurangan kekuatan, pertumbuhan cleat 5. Grafitisasi Semi-antrasit – antrasit – meta-antrasit Pengurangan rasio H/C, anisotropic, kondensasi kekuatan cincin dan perbaikan cleat
Genesa batubara berdasarkan tempat dibedakan menjadi dua (Sukandarrumidi, 1995, hal.17) yaitu :
a. Teori Insitu
Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan itu mati, sebelum terjadi proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sediment dan mengalami proses coalification. Batubara dengan proses ini penyebarannya luas, merata dan kualitasnya baik.
b. Teori Drift
Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sediment dan terjadi
proses coalification. Batubara dengan proses drift penyebarannya tidak luas tetapi banyak dan kualitasnya kurang baik.
3.2. Faktor Pembentuk Batubara
Menurut Bambang Kuncoro, 1996 ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan batubara, faktor-faktor tersebut adalah:
a. Posisi Geoteknik
Yaitu suatu keadaan batubara yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik dengan adanya pengaruh dari gaya-gaya tersebut akan mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan lingkungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya.
b. Topografi
Topografi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk. Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keberadaanya bergantung pada posisi geoteknik. Bentuk muka bumi yamg berupa cekungan akan sangat berpengaruh dan dapat menentukan arah penyebaran batubara.
c. Iklim
Keberadaan memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisis yang sesuai. Iklim tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi geoteknik. Temperatur yang lembab pada iklim tropi sdan subtropis pada umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih dingin. Pada iklim tropis atau subtropis umumnya akan membentuk batubara yang mengkilap, sedangkan pada daerah yang lebih dingin batubara terbentuk lebih kusam.
d. Tumbuhan (Flora)
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara yang tumbuh pada masa Karbon dan Tersier terdiri berbagai jenis tumbuhan. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu.
e.
e. DekomposisiDekomposisi
Dekomposisi flora merupakan transformasi biokimia dari organik yang merupakan Dekomposisi flora merupakan transformasi biokimia dari organik yang merupakan titik awal untuk seluruh altersi, bila tumbuhan tertutup air dengan capat maka titik awal untuk seluruh altersi, bila tumbuhan tertutup air dengan capat maka pembusukan tidak akan terjadi tetapi akan di integrasiatau penguraian hewan pembusukan tidak akan terjadi tetapi akan di integrasiatau penguraian hewan mikrobiologi, bila tumbuhan yang mati berada di udara terbuka maka kecepatan mikrobiologi, bila tumbuhan yang mati berada di udara terbuka maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang sehingga bagian keras saja yang tertinggal. pembentukan gambut akan berkurang sehingga bagian keras saja yang tertinggal. f.
f. Penurunan CekunganPenurunan Cekungan
Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik, jika penurunan Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik, jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang maka akan menghasilkan lapisan batubara yang dan pengendapan gambut seimbang maka akan menghasilkan lapisan batubara yang tebal. Pergantian transgresi dan regresi akan mempengaruhi pertumbuhan flora dan tebal. Pergantian transgresi dan regresi akan mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapannya yang menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineralnya, hal pengendapannya yang menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineralnya, hal ini mempengaruhi kualitas batubara yang terbentuk.
ini mempengaruhi kualitas batubara yang terbentuk. g.
g. Umur geologiUmur geologi
Merupakan umur formasi pembawa lapisan batubara. Proses geologi menentukan Merupakan umur formasi pembawa lapisan batubara. Proses geologi menentukan berkembangnya evoluasi kehidupan berbagai macam tumbuhan, berpengaruh pada berkembangnya evoluasi kehidupan berbagai macam tumbuhan, berpengaruh pada sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Dimana makin tua umur sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Dimana makin tua umur pembawa lapisan batubara maka akan semakin tinggi nilai kalorinya.
pembawa lapisan batubara maka akan semakin tinggi nilai kalorinya. h.
h. Sejarah Setelah PengendapanSejarah Setelah Pengendapan
Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geoteknik yang Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geoteknik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses biokimia dan metamorfosa organik sesudah pengendapan gambut, terjadi proses biokimia dan metamorfosa organik sesudah pengendapan gambut, secara geologi intrusi menyebabkan terbentuknya struktur cekungan batubara berupa secara geologi intrusi menyebabkan terbentuknya struktur cekungan batubara berupa perlipatan, sesar, intrusi. Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya perlipatan, sesar, intrusi. Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya mengalami defornasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara mengalami defornasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk-bentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensif dengan bentuk-bentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensif menyebabkan bentuk lapisan batubara tidak menerus.
menyebabkan bentuk lapisan batubara tidak menerus. i.
i. Metamorfosa organik Metamorfosa organik
Pada tingkat penimbunan oleh sedimen baru, proses degradasi biokimia tidak Pada tingkat penimbunan oleh sedimen baru, proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tidak di dominasi oleh proses dinamokimia yang menyebabkan berperan lagi tidak di dominasi oleh proses dinamokimia yang menyebabkan
perubahan gambut menjadi batubara dan menjadi berbagai macam. Selama Prosesini perubahan gambut menjadi batubara dan menjadi berbagai macam. Selama Prosesini terjadi pengurangan air lembab, oksigen, zat terbang, serta bertambahnya prosentase terjadi pengurangan air lembab, oksigen, zat terbang, serta bertambahnya prosentase karbon padat, belerang dan kandungan abu.
karbon padat, belerang dan kandungan abu.
3.3. Petrografi Batubara 3.3. Petrografi Batubara
(Dalam Ediyanto dan Basuki Rahmad, 2008 : Petrografi Bartubara)
(Dalam Ediyanto dan Basuki Rahmad, 2008 : Petrografi Bartubara) SecaraSecara mikroskopis bahan-bahan organik pembentuk batubara disebut maseral (
mikroskopis bahan-bahan organik pembentuk batubara disebut maseral ( maceralmaceral),), analog dengan mineral dalam batuan. Istilah ini pada awalnya diperkenalkan oleh analog dengan mineral dalam batuan. Istilah ini pada awalnya diperkenalkan oleh Stopes, 1935 (dalam buku Stach, dkk. (1982) untuk menunjukkan material terkecil Stopes, 1935 (dalam buku Stach, dkk. (1982) untuk menunjukkan material terkecil penyusun batubara yang hanya dapat diamati di bawah mikroskop sinar pantul.
penyusun batubara yang hanya dapat diamati di bawah mikroskop sinar pantul.
Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik dan bukan Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik dan bukan organik pembentuk batubara. Untuk mempelajari petrologi batubara umumnya ditinjau organik pembentuk batubara. Untuk mempelajari petrologi batubara umumnya ditinjau dalam 2 aspek yaitu jenis (
dalam 2 aspek yaitu jenis (coal typecoal type) dan peringkat batubara () dan peringkat batubara (coal rank coal rank ).). Coal typeCoal type berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara, dan perkembangannya berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara, dan perkembangannya dipenagaruhi oleh proses biokimia selama penggambutan. Dengan demikian batubara dipenagaruhi oleh proses biokimia selama penggambutan. Dengan demikian batubara bukan benda homogen, melainkan terdiri dari bermacam-macam komponen dasar. bukan benda homogen, melainkan terdiri dari bermacam-macam komponen dasar. Asosiasi yang berkaitan dengan maseral adalah litotipe (lapisan-lapisan tipis pada Asosiasi yang berkaitan dengan maseral adalah litotipe (lapisan-lapisan tipis pada singkapan batubara) seperti : vitrain (berbentuk lapisan atau lensa, tebal 3
singkapan batubara) seperti : vitrain (berbentuk lapisan atau lensa, tebal 3 – – 5 mm,5 mm, pecahan kubik, kaya vitrinite); clarain (lapisan tipis cemerlang dan buram, kaya vitrinite pecahan kubik, kaya vitrinite); clarain (lapisan tipis cemerlang dan buram, kaya vitrinite dan liptinite); fusain (hitam, kilap sutera, musah diremas, kaya akan fusinite); durain dan liptinite); fusain (hitam, kilap sutera, musah diremas, kaya akan fusinite); durain (kilap berminyak, kaya liptinite dan inertinite).
(kilap berminyak, kaya liptinite dan inertinite).
Maseral dalam batubara dapat dikelompokkan dalam 3 grup (kelompok) utama Maseral dalam batubara dapat dikelompokkan dalam 3 grup (kelompok) utama yaitu grup (kelompok) vitrinit, liptinit dan inertinit. Pengelompokan ini didasarkan pada yaitu grup (kelompok) vitrinit, liptinit dan inertinit. Pengelompokan ini didasarkan pada bentuk morfologi, ukuran, relief, struktur dalam, komposisi kimia, warna pantulan, bentuk morfologi, ukuran, relief, struktur dalam, komposisi kimia, warna pantulan, intensitas refleksi dan tingkat pembatubaraannya (dalam “Coal Petrology”, oleh Stach, intensitas refleksi dan tingkat pembatubaraannya (dalam “Coal Petrology”, oleh Stach, dkk. 1982). Dalam hal ini pembagiannya mulai dari grup (kelompok) maseral,
dkk. 1982). Dalam hal ini pembagiannya mulai dari grup (kelompok) maseral, subsub-grup-grup maseral dan jenis maseral yang mengacu pada
maseral dan jenis maseral yang mengacu pada Australian Standard: Australian Standard: AS2856 AS2856 (1986)(1986) (Tabel
(Tabel 3.2). Kelebihan 3.2). Kelebihan sistem Australian sistem Australian Standart ini Standart ini adalah adalah pembagian komposisipembagian komposisi maseralnya berlaku untuk semua peringkat batubara, baik untuk batubara
maupun
maupun brown coalbrown coal, dan sistem ini cukup sederhana. Sedangkan sistem standart yang, dan sistem ini cukup sederhana. Sedangkan sistem standart yang lain biasanya dibedakan antara
lain biasanya dibedakan antara hard coalhard coaldandanbrown coal.brown coal. Grup vitrinit
Grup vitrinit berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat kayuberasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat kayu ((woody tissuewoody tissue) seperti batang kayu, akar, dahan dan serat daun. Vitrinite umumnya) seperti batang kayu, akar, dahan dan serat daun. Vitrinite umumnya merupakan bahan penyusun utama batubara (>50%). Melalui pengamatan mikroskop merupakan bahan penyusun utama batubara (>50%). Melalui pengamatan mikroskop refraksi, grup vitrinit memperlihatkan warna coklat kemerahan sampai gelap, tergantung refraksi, grup vitrinit memperlihatkan warna coklat kemerahan sampai gelap, tergantung dari tingkat ubahan batubara, semakin tinggi peringkat batubara semakin gelap warna dari tingkat ubahan batubara, semakin tinggi peringkat batubara semakin gelap warna maseralnya, demikian pula sebaliknya. Melalui pengamatan miskroskop refleksi, grup maseralnya, demikian pula sebaliknya. Melalui pengamatan miskroskop refleksi, grup vitrinit memperlihatkan warna pantul lebih terang, mulai dari abu tua sampai vitrinit memperlihatkan warna pantul lebih terang, mulai dari abu tua sampai abu-abu terang tergantung dari peringkat batubara, semakin tinggi peringkat batubara abu terang tergantung dari peringkat batubara, semakin tinggi peringkat batubara semakin terang warna pantul yang dihasilkan. Berdasarkan morfologinya grup vitrinit semakin terang warna pantul yang dihasilkan. Berdasarkan morfologinya grup vitrinit dibagi menjadi 3 sub grup maseral (Tabel 3.2)
dibagi menjadi 3 sub grup maseral (Tabel 3.2) Grup liptinit
Grup liptinit berasal dari organ tumbuhan (ganggang/algae, spora, kotak spora,berasal dari organ tumbuhan (ganggang/algae, spora, kotak spora, kulit luar (kutikula), getah tanaman (resin) dan serbuk sari /pollen). Grup liptinit kulit luar (kutikula), getah tanaman (resin) dan serbuk sari /pollen). Grup liptinit memiliki kandungan hidrogen paling banyak dan kandungan karbon paling sedikit bila memiliki kandungan hidrogen paling banyak dan kandungan karbon paling sedikit bila dibandingkan dengan grup maseral lainnya. Di bawah miskroskop refleksi menunjukkan dibandingkan dengan grup maseral lainnya. Di bawah miskroskop refleksi menunjukkan pantulan
pantulan berwarna berwarna abu-abu abu-abu sampai sampai gelap, gelap, mempunyai mempunyai reflektivitas reflektivitas rendah rendah dandan flouresens tinggi (Teichmueller, 1989). Berdasarkan morfologi dan sumber asalnya, flouresens tinggi (Teichmueller, 1989). Berdasarkan morfologi dan sumber asalnya, grup liptinit dapat dibedakan seperti : sporinit (berasal dari spora, serbuk sari); cutinit grup liptinit dapat dibedakan seperti : sporinit (berasal dari spora, serbuk sari); cutinit (berasal dari kulit ari, daun,tangkai, akar); suberinit (berasal dari kulit kayu); resinit (berasal dari kulit ari, daun,tangkai, akar); suberinit (berasal dari kulit kayu); resinit (resin, lemak,parafin); liptodetrinit (berasal dari pecahan liptinite); exsudatinit (minyak, (resin, lemak,parafin); liptodetrinit (berasal dari pecahan liptinite); exsudatinit (minyak, dimana bitumen yang keluar selama proses pembatubaraan), flourinit (berasal dari dimana bitumen yang keluar selama proses pembatubaraan), flourinit (berasal dari lipids, minyak); alginit (berasal dari sisa-sisa ganggang); dan bituminite (Tabel 3.2). lipids, minyak); alginit (berasal dari sisa-sisa ganggang); dan bituminite (Tabel 3.2).
Grup inertinit
Grup inertinit diperkirakan berasal dari tumbuhan yang sudah terbakardiperkirakan berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar ((charcoalcharcoal) dan sebagian lagi diperkirakan akibat proses oksidasi dari maseral lainnya) dan sebagian lagi diperkirakan akibat proses oksidasi dari maseral lainnya atau proses
atau proses decarboxylationdecarboxylation yang disebabkan oleh jamur atau bakteri (proses biokimia)yang disebabkan oleh jamur atau bakteri (proses biokimia) atau hasil ubahan (biokimia) dari kayu dan serat-serat kayu selama penggambutan. atau hasil ubahan (biokimia) dari kayu dan serat-serat kayu selama penggambutan. Dengan adanya proses tersebut kelompok inertinit memiliki kandungan oksigen relatif Dengan adanya proses tersebut kelompok inertinit memiliki kandungan oksigen relatif tinggi, kandungan hidrogen rendah, dan ratio O/C lebih tinggi dari pada grup vitrinit dan tinggi, kandungan hidrogen rendah, dan ratio O/C lebih tinggi dari pada grup vitrinit dan
liptinit. Grup inertinit memiliki nilai reflektensi tertinggi diantara grup maseral lainnya. Dibawah miskroskop refleksi , inertinit memperlihatkan warna abu-abu hingga abu-abu kehijauan, tetapi pada sinar ultra violet tidak menunjukan flouresens. Berdasarkan struktur dalam, tingkat pengawetan dan intensitas pembakaran, grup inertinit dibedakan menjadi beberapa maseral, yaitu fusinit, semifusinit, sclerotinit, icrinit, inertodetrinit dan macrinit (Tabel 3.2).
Cook (1982), menjelaskan bahwa jenis batubara (coal type) berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara dimana dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh
diagenesa tingkat awal. Parks dan Donnel (dalam Cook, 1982), menjelaskan bahwa batasan jenis batubara (coal type) dipergunakan untuk mengklasifikasi berbagai jenis pembentuk batubara, sedangkan menurut Shierly (dalam Cook, 1982) menjelaskan bahwa jenis batubara (coal type) merupakan dasar klasifikasi petrografi batubara yang terdiri dari berbagai macam unsur tumbuhan sebagai penyusun batubara dengan kejadian yang berbeda-beda. Petrologi batubara memberikan dasar untuk pemahaman genesa , sifat-sifat dan arti penting unsur organik di dalam batubara. Material organik berasal dari berbagai macam tumbuhan dan sebagian bercampur dengan sedimen anorganik selama tahap pembentukan gambut, oleh karena itu jenis batubara (coal type) ditentukan pada tahap biokimia yang dapat dipergunakan untuk mengetahui lingkungan pengendapan batubara, terutama berdasarkan material organiknya. Penentuan jenis batubara ( coal type) dapat secara mikroskopis dan makroskopis yang didasarkan pada konsep maseral, microlitotype dan litotype.
Pada tahap pembentukan batubara merupakan tahap pembentukan dari gambut menjadi batubara yang lebih tinggi derajatnya (coal rank ) yaitu mulai dari lignit, subbituminous, bituminous dan antrasit, yang merupakan akibat dari kenaikan temperatur yang berlangsung pada waktu dan tekanan tertentu (Cook, 1982). Tahap pembatubaraan merupakan perubahan dari rombakan sisa-sisa tumbuhan dari kondisi reduksi, dimana prosentase karbon semakin besar, sedangkan prosentase oksigen dan hidrogen semakin berkurang. Cook (1982), menjelaskan bahwa tahap pembatubaraan terdiri dari derajat dan pematangan bahan organik pada fase metamorfosa tingkat
rendah. Material organik lebih peka terhadap metamorfosa tingkat rendah dari pada rendah. Material organik lebih peka terhadap metamorfosa tingkat rendah dari pada mineral anorganik.
mineral anorganik.
Tabel
Tabel 3.2. Klasifikasi 3.2. Klasifikasi Maseral Maseral Batubara Batubara (AS (AS 2856, 1986)2856, 1986)
3.4. Peringkat Batubara (
3.4. Peringkat Batubara (Coal RankCoal Rank)) Coal rank
Coal rank atau peringkat batubara merupakan suatu urutan dari tingkatan-atau peringkat batubara merupakan suatu urutan dari tingkatan-tingkatan kematangan material organik pada batubara yang didasarkan pada material tingkatan kematangan material organik pada batubara yang didasarkan pada material vegetasi yang terubah yang disebut maseral.
mengetahui jumlah kandungan kimia batubara antara lain
mengetahui jumlah kandungan kimia batubara antara lain total moisture, ash, volatiletotal moisture, ash, volatile matter, fix carbon, calori value, dan total sulfur
matter, fix carbon, calori value, dan total sulfur ..
Material organic yang terubah menjadi batubara melalui tingkatan sikuen. Material organic yang terubah menjadi batubara melalui tingkatan sikuen. Perubahan fisika dan kimia dapat diamati. Perubahan fisik dan kimia sejalan dengan Perubahan fisika dan kimia dapat diamati. Perubahan fisik dan kimia sejalan dengan meningkatnya tingkat kematangan yang terlihat pada batuan induk
meningkatnya tingkat kematangan yang terlihat pada batuan induk marine kerogen-marine kerogen-bearing
bearing, dan dapat digunakan pada penunjuk yang serupa untuk mengevaluasi potensi, dan dapat digunakan pada penunjuk yang serupa untuk mengevaluasi potensi coalbed methane
coalbed methane dari areadari area coal-bearing.coal-bearing. Perubahan tersebut paling sering digunakanPerubahan tersebut paling sering digunakan sebagai indicator dari kematangan material organic yaitu nilai kalori, kandungan sebagai indicator dari kematangan material organic yaitu nilai kalori, kandungan kelembaban atau kapasitas mempertahankan kelembaban, prosentase zat
kelembaban atau kapasitas mempertahankan kelembaban, prosentase zat volatile,volatile, vitrinite reflectance
vitrinite reflectance, , dan dan kandungan kandungan karbon. karbon. Beberapa Beberapa perubahan perubahan kimiakimia mengindikasikan tingkat kematangan lebih sesuai pada tahap-tahap tertentu. Sebagai mengindikasikan tingkat kematangan lebih sesuai pada tahap-tahap tertentu. Sebagai contoh, kelembaban lapisan
contoh, kelembaban lapisan (ash-free)(ash-free) dan nilai kaloridan nilai kalori (moist; ash-free)(moist; ash-free) banyak terdapatbanyak terdapat pada peat sampai medium-volatile bitumonuos. Perubahan unsur diatas terukur dan pada peat sampai medium-volatile bitumonuos. Perubahan unsur diatas terukur dan terprediksikan oleh meningkatnya suhu diikuti meningkatnya kedalaman penimbunan. terprediksikan oleh meningkatnya suhu diikuti meningkatnya kedalaman penimbunan.
Gambar 3.1. Proses kematangan batubara (
Gambar 3.1. Proses kematangan batubara ( Evaluation of Coalbed Methane Evaluation of Coalbed Methane Reservoirs,
Reservoirs,prepared for University Of Oviedo, Spain, prepared byprepared for University Of Oviedo, Spain, prepared by Holditch-Reservoirs Technologies Consulting Services, Pittsburg, Holditch-Reservoirs Technologies Consulting Services, Pittsburg,
Pennsylvania, May 24-25, 2001,
Pennsylvania, May 24-25, 2001, Schlumberger Schlumberger ))
Petrografi batubara dapat digunakan untuk menentukan peringkat batubara ( Petrografi batubara dapat digunakan untuk menentukan peringkat batubara (coalcoal rank
dengan melihat besarnya nilai pemantulan vitrinit atau
dengan melihat besarnya nilai pemantulan vitrinit atau vitrinite reflectancevitrinite reflectance (Ro) dalam(Ro) dalam bentuk persen (%)
bentuk persen (%).. Penentuan peringkat batubara dengan metode analisis reflektansiPenentuan peringkat batubara dengan metode analisis reflektansi maseral (vitrinit) didasarkan pada konsep bahwa pertambahan tingkat kematangan maseral (vitrinit) didasarkan pada konsep bahwa pertambahan tingkat kematangan (peringkat) suatu lapisan batubara akan diikuti oleh peningkatan reflektansi maseralnya, (peringkat) suatu lapisan batubara akan diikuti oleh peningkatan reflektansi maseralnya, sehingga analisis reflektansi maseral (vitrinit) dapat digunakan untuk menentukan sehingga analisis reflektansi maseral (vitrinit) dapat digunakan untuk menentukan peringkat batubara (Tabel 3.3).
peringkat batubara (Tabel 3.3).
Tabel. 3.3 Tabel. 3.3 Coal Rank Classifications
Coal Rank Classifications (ASTM Standard, 1983)(ASTM Standard, 1983) And Relation to And Relation to vitrinite reflectance
3.5.Lingkungan Pengendapan Batubara
Secara umum endapan sedimen pembawa lapisan batubara di Indonesia di endapkan di lingkungan delta plain dan rawa. Batubara berada pada system sungai meander, endapannya terdiri dari:
1. Endapan Overbank ,merupakan endapan limpah banjir yang diendapkan di rawa -rawa, terdiri dari litologi fraksi halus (mudstone, shally coal, coally shale dan batubara) . Secara umum endapan overbank di lapangan tersingkap menerus dan di beberapa tempat sering dipotong oleh endapan crevasse splay dan channel batupasir.
2. Endapan Crevasse Splay , merupakan sedimen distributary channel berbutir kasar menerobos dinding tanggul sungai saat terjadi banjir, terendapkan di daerah limpah banjir yaitu di rawa-rawa, pengendapan splay deposit di rawa bisa secara lokal bahkan bisa menerus. Secara umum litologi splay deposit terdiri batupasir halus – kasar, campuran batulanau, massif, berlapis, struktur sedimen yang umum berkembang climbing ripple cross-laminasi, struktur imbrikasi (orientasi fragmen), flaser laminasi, terdapat pita-pita batubara (coal string), campuran karbon, komposisi mineral kuarsa, feldspar, sedikit orthoklas.
3. Endapan Levee , merupakan endapan tanggul di sisi sungai dalam system sungai meander. Ciri litologi adalah interbedded dari berbagai variasi ukuran butir, seperti perselingan siltstone, batupasir dan batulempung.
4. Endapan Channel , dalam sistem aliran sungai meander , channel merupakan factor utama dalam pembentukan jenis endapan -endapan sepe rti tersebut di atas, khususnya terkait dengan pembentukan rawa batubara. Channel dalam sistim meandering mempunyai karakteristik khusus yaitu berpindah tempat (migrasi) secara lateral, akibat migrasi channel menyebabkan gangguan terhadap facies batubara yaitu terhambatnya pertumbuhan vegetasi sehingga akumulasi gambut juga akan terganggu. Dampak lain akibat gangguan channel adalah aliran washout
yang berupa aliran batupasir channel yang mengerosi lapisan batubara. Ciri -ciri litologi channel adalah :
a). Struktur sedimen gradded bedding (perlapisan bergradasi), litologinya adalah batupasir konglomeratan, batupasir kasar.
b). Struktur sedimen lateral akresi, dicirikan oleh batupasir berlapis melengkung seperti terlipat, kemudian bagian tepinya secara berangsur berubah litologinya menjadi mudstone atau siltstone, bagian bawah struktur lateral akresi terdapat endapan lag (gravel) terorientasi secara secara teratur.
Kriteria utama pengenalan lingkungan pengendapan telah dikemukakan oleh Horne dkk, 1978. Identifikasi bermacam lingkungan pengendapan purba dari sayatan stratigrafi didasarkan pada pengenalan bermacam variasi dibandingkan dengan system pengendapan fluvial, delta, dan barrier modern (saat sekarang). Selanjutnya pembahasan masing – masing lingkungan pengendapan batubara lebih mengacu kepada pembagian yang dikemukakan oeleh Horne et al, 1978 (Gambar 3.2). Adapun lingkungan pengendapan batubara menurut Horne et al (1978) dibagi menjadi 5 (lima) lingkungan, yakni sebagai berikut :
2.4.1. Lingkungan Barrier.
Lingkungan barrier mempunyai peran penting, yaitu menutup pengaruh oksidasi dari air laut dan mendukung pembentukan gambut dibagian dataran.
Kriteria utama mengenal lingkungan barrier adalah hubungan lateral dan vertical dari struktur sediment dan pengenalan tekstur batupasirnya. Kearah laut batupasir butirannya menjadi halus dan selangseling dengan serpih gampingan merah kecoklatan sampai hijau. Batuan karbonat dengan fauna laut kearah darat bergradasi menjadi serpih berwarna abu – abu gelap sampai hijau tua yang mengandung fauna air payau.
2.4.2. Lingkungan Back-Barrier.
Lingkungan ini jika kearah darat, berangsur menjadi lingkungan “lagoon back-barrier”. Penyusun utama lingkungan ini adalah urutan perlapisan serpih abu – abu gelap yang kaya bahan organic dan batulanau yang terus diikuti oleh batubara yang secara lateral tidak menerus dan zona siderite yang berlubang.
2.4.3. Lower Delta Plain.
Batubara yang dihasilkan relatif tipis dan terbelah (split ) oleh sejumlah endapan crevasse splay. Lapisan batubara cendrung menerus sepanjang jurus pengendapan, tetapi sering juga tidak menerus sejajar dengan pengendapan kerena batubara digantikan tempatnya oleh material bay fillsecara anterdistribusi.
Sekuen yang terbentuk dari butiran halus atau sediment organic, termasuk batubara mungkin sebagian mengisi channel-chnnel ini. Fasies lain didalam endapan lower delta plain termasuk endapan crevasse splay yang mengkasar keatas, biasanya ditemukan pada sekuen bay fill dan dengan sortasi buruk, endapan irregularbedded levee yang berasosiasi dengan bagian channel fill. Akhirnya komponen utama dari lower delta plain adalah “creavase splay”. Ketebalan endapan creavase splay lebih dari 12 m dengan pelamparan horizontal berkisar 30 m – 8 km.
2.4.4. Upper Delta Plain.
Endapannya didominasi oleh bentuk linier, tubuh batupasir lentikuler tebalnya 15-25 m dan lebarnya 1,5-11 km. pada tubuh batupasir terdapat gerusan dibawahnya,
permukaannya terpotong tajam, tetapi lateral pada bagian atas batupasir ini melidah dengan serpih abu-abu, batulanau dan lapisan batubara.
Mineralogi batupasir bervariasi mulai lithic grey wacke sampai arkose, ukuran butir menengah sampai kasar. Diatas bidang gerus terdapat kerikil lepas dan hancuran batubara yang melimpah pada bagian bawah, makin ke atas butiran menghalus pada batupasir. Perlapisan pada batupasir masif pada bagian bawah terdapat “ festoon cross
beds” tebal, keatas batupasir massif berubah menjadi lapisan point bar yang maju (kemiringan rata-rata 17º), mengandung festoon cross beds dengan skala yang lebih kecil. Lapisan ini ditutupi oleh batupasir dan batulanau dengan akar tanaman dan struktur “climbing ripples”. Semua sifat khas ini, menunjukan energi besar pada channel flank disekitar rawa kecil dan danau – danau. Dari bentuk batupasir dan pertumbuhan
lapisan point bar -nya menunjukan bahwa hal ini dikontrol oleh meandering. Batupasir ini memperlihatkan susunan yang enechelon masuk ke daerah rawa belakang (backswamps).
Sekuen endapan backswamp dari bawah keatas, terdiri dari “seat earth”, batubara, serpih dengan fosil tanaman yang melimpah dan jarang pelecypoda air tawar, batulanau, batupasir, “seat earth” dan batubara. Batupasir secara lateral menebal dan akhirnya bergabung dengan tubuh utama batupasir. Batupasirnya tipis (1,5-4,5m), berbutir halus, mengkasar keatas. Sekuen ini tipe endapan pada tubuh air terbuka, mungkin rawa dangkal atau danau. Pelamparan lateral endapan ini antara 1,5-8 km.
Endapan levee dicirikan oleh sortasi yang buruk, perlapisan batupasir dan batulanau yang tidak teratur hingga menembus akar. Ketebalannya dapat mencapai lebih dari 8 m, terutama di dekat channel yang aktif dan ketebalan serta ukuran buturnya akan berkurang bila menjauhi channel. Lapisan batubara pada endapan upper delta plain cukup tebal (lebih dari 10 m), tetapi secara lateral tidak menerus, kadang sering mencapai 150 m. lapisan pembentuk endapan alluvial plain (Gambar 3.3). Kedudukan lapisan batubaranya cendrung sejajar dengan kemiringan pengendapan, tetapi sedikit yang menerus dibandingkan dengan fasies lower delta plain. Sehubungan dengan sedikitnya jumlah bagian yang teratur mengikuti channel sungai, maka
lapisan-lapisannya sangat tebal dengan jarak yang relative pendek dengan sejumlah split (membelah) mungkin berkembang dalam hubungannya dengan endapan tanggul ( Levee) yang kontenporer. Bentuk lapisan juga dimodifikasi secara besar-besaran oleh adanya perkembangan washout pada tingkat akhir dari proses pengendapan.
Gambar 3.3 Penampang Singkapan dan Rekontruksi Upper Delta Plain-Fluvial (Horne,et all, 1978)
Pada endapan upper delta plain ini juga sering terjadi kenampakan Washout, dimana Washout ini merupakan tubuh lentikuler sedimen yang menonjol ke bawah, biasanya barupa batupasir dan menggantikan sebagian atau seluruh lapisan batubara yang ada. Ukurannya sangat bervariasi, baik tebal dan pelamparannya. Sebagian besar struktur Washout ini di isi oleh batupasir, meskipun krikil batubara atau konglomerat kerikilan juga dapat hadir. Hal ini mencerminkan lingkungan meander cut-off dan channel. Washout merupakan masalah utama didalam proses penambangan, yakni
ketebalan batubara berkurang atau tidak menerusnya suatu lapisan batubara kerena terpotong oleh Washout . Sehingga sangat mempengaruhi didalam kepentingan perencanaan penambangan dan pengembangannya.
2.4.5 Transitional Lower Delta Plain.
Zona diantara lower dan upper delta plain dijumpai zona teransisi yang mengandung karakteristik litofasies dari kedua sekuen tersebut. Sekuen bay-fill dicirikan butirannya halus, lebih tipis (1,5-7,5m) dari lower delta plain. Bagaimanapun sekuen bay-fill tidaklah sama dengan sekuen upper delta plain, zona ini mengandung fauna air payau sampai fauna marin serta struktur burrowed yang meluas.
Endapan channel menunjukan kenampakan migrasi lateral lapisan point-bar accretion menjadi channel pada upper delta plain. Channel pada “Transitional delta plain” ini berbutir halus dari pada di upper delta plain.
Endapan channel ini menunjukan sekuen “single-storied ” yang migrasi lateralnya hanya satu arah, bagaimanapun batupasir channel upper delta plain merupakan satuan “multi-stroried ”yang migrasi keberbagai arah.
Levee berasosiasi dengan channel yang menebal (1,5-4,5m) dan menembus akar secara meluas dari pada lower delta plain. Batupasir tipis splay (1,5-4,5m) umum pada endapan ini, tetapi sedikit lebih dari pada lower delta plain dan tidak semelimpah di upper delta plain.
Kemampuan membentuk berbagai endapan dalam sebuah kolom stratigrafi tunggal dapat dipergunakan sebagai perkiraan secara cepat sejumlah besar kejadian sedimentasi. (Gambar 3.4).