• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN DETEKTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN DETEKTOR"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Di Buat Oleh:

APRILLIA S. ANGGRAENI

6513040114

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2015

LAPORAN TUGAS BESAR SPPK

PERANCANGAN DETEKTOR

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran merupakan salah satu musibah yang paling sering terjadi baik di beberapa kota besar maupun di pedesaan. Hampir setiap hari kita membaca di koran atau melihat siaran di televisi tentang musibah kebakaran yang terjadi baik dalam rumah penduduk, gedung perkantoran, hotel, pertokoan atau pasar. Bencana kebakaran sangat berbahaya karena dapat memakan korban jiwa. Selain itu kebakaran yang terjadi di kawasan penghunian ataupun perdagangan akan menimbulkan kerugian material dan ekonomi yang besar

Contoh kasus yang terjadi adalah, “Pabrik pengolahan makanan ringan di Desa Astapada, Kecamatan Tengah Tani, Rabu malam (12/11) terbakar. Tiga unit kendaraan pemadam kebakaran dari Pos Damkar Weru langsung terjun untuk memadamkan si jago merah. Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar di lokasi kejadian, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 22.30 WIB. Sebelum api membesar, sempat terdengar ledakan. Khawatir berbahaya, para buruh shift sore yang hendak pulang secara spontan langsung berlari menuju tempat aman. “Kami lari keluar pabrik, api berasal dari salah satu mesin produksi yang menimbulkan panas kemudian meledak dan kena oli sehingga muncul api,” ujar salah seorang pekerja pabrik, Asep, kepada Radar. Untuk mencegah merembetnya api, instalasi listrik pabrik yang mengolah jelly powder ini diputus sementara. Tiga mobil pemadam kebakaran datang ke lokasi untuk memadamkan lokasi kebakaran yang terletak di blok bagian belakang pabrik. Sebelumnya, aparat kepolisian dari Mapolsek Kedawung tiba terlebih dahulu untuk mengamankan lokasi. “Tiga mobil pemadam sudah ada di dalam,” imbuhnya. Kebakaran ini tentu saja membuat panik sebagian besar para pekerja dan penghuni di sekitar pabrik. Walaupun demikian, terlihat ada beberapa pekerja yang ikut membantu memadamkan api. “Kami lari semua, takut ada apa-apa,”

(3)

imbuhnya. Sampai dengan sekarang, proses penyelidikan dari aparat kepolisian terkait peristiwa tersebut masih berlangsung. Warga yang penasaran, tampak duduk-duduk di depan pintu gerbang pabrik yang dijaga ketat oleh pihak sekuriti.” dikutip dari www.radarcirebon.com/pabrik-jelly-powder-di-astapada-tebakar.html

Dari kasus kita dapat mengerti bahwa pentingnya mengatasi keterlambatan dalam penanganan kebakaran awal yang lebih mudah pemadamannya diperlukan suatu sistem yang dapat mendeteksi, mencegah api menjadi lebih besar dan memberikan peringatan baik kepada pemilik maupun orang–orang yang berada disekitar bangunan tersebut. Untuk menangani kebakaran pada saat ini memang sudah banyak gedung yang memasang alat penyemprot air otomatis untuk menangani kebakaran yang mungkin terjadi pada malam hari. Akan tetapi pemilik bangunan tetap perlu mendapatkan berita kebakaran tersebut secara cepat agar dapat mengambil tindakan lebih lanjut untuk mencegah kerugian lebih besar dan membantu usaha pemadaman api dan memudahkan akses bagi pemadam kebakaran ke dalam gedung atau bangunan.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana menentukan jenis dan jumlah detektor pada PT. SURYA INDOALGAS ?

2. Bagaimana menentukan peletakan detektor pada PT. SURYA INDOALGAS ?

1.3 Tujuan

1. Menentukan jenis dan jumlah detektor yang dibutuhkan PT. SURYA INDOALGAS.

2. Menentukan peletakan detektor pada pabrik dan kantor PT. SURYA INDOALGAS.

(4)

1.4 Manfaat

Adapun tujuan dari dibuatnya makalah Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran tentang detektor adalah :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan type, komponen kelengkapan, serta fungsi dari system detektor kebakaran.

2. Untuk merencanakan suatu sistem detektor pada sistem plant di PT. SURYA INDOALGAS.

3. Sebagai masukan untuk PT. SURYA INDOALGAS untuk menerapkan peletakkan detektor pada gedung produksi yang ada disana berdasarkan peraturan yang berlaku dan standart.

(5)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prinsip Terjadinya Kebakaran

Kebakaran bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan, namun adanya suatu proses atau tahapan-tahapan yang terjadi bisa disebut juga dengan diagram fenomena kebakaran seperti gambar 2.1 dibawah ini:

Gambar 2.1 Diagram Fenomena Kebakaran

(6)

2.1.1 Teori Segitiga Api

Unsur pokok terjadinya api dalam teori klasik yaitu teori segitiga api (Triangle of fire) menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu : bahan yang dapat terbakar (Fuel), Oksigen (O2) yang cukup dari udara atau dari bahan oksidator, dan panas yang cukup.

Gambar 2.2 Segitiga Api (Sumber: http://www.firesafe.org.uk)

2.1.2 Fire Tetra hedron

Selama bertahun-tahun konsep dari api telah ditandai dengan segitiga api. Pembakaran dan dimulai dari adanya bahan bakar, panas dan oksigen. Namun seiring dengan perkembangan maka reaksi pembakaran mempunyai tambahan yang terdiri dari empat unsur yaitu bahan bakar, panas, oksigen, dan suatu reaksi rantai bahan kimia.

Gambar 2.3 Fire Tetrahedron (Sumber: http://www.firesafe.org.uk)

(7)

2.2 Prinsip Dasar Pemadaman Kebakaran (Fire Fighting Tehnique)

Pada dasarnya teori pemadaman kebakaran dapat dilakukan dengan cara menghilangkan salah satu atau lebih dari unsur yang terdapat pada bidang empat api (Tetrahedron). Prinsip tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Starvation

Teknik pemadaman starvation ini adalah teknik pemadaman yang dilakukan dengan cara mengambil bahan bakar atau mengurangi bahan bakar yang terbakar sampai di bawah batas bisa terbakar bawah (Lower Flammable Limit).

b. Smothering

Smothering adalah teknik pemadaman yang dilakukan dengan cara

memisahkan atau mengisolasi udara dengan bahan bakar yang terbakar pada proses pembakaran.

c. Dilution

Dillution adalah merupakan suatu pemadaman dengan cara

mengurangi atau melakukan pengenceran kadar O2 di udara sampai di bawah batas minimum sehingga pembakaran tidak lagi dapat berlangsung. Teknik pemadaman ini dilakukan misalnya dngan menggunakan CO2 atau gas inert

d. Break Chain Reaction

Teknik pemadaman ini dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu secara fisis dan kimiawi. Secara fisis misalnya dilakukan dengan cara peledakan atau dengan cara menebas api. Sedangkan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menyemprotkan sejumlah media pemadam seperti halon 1301 pada proses pembakaran. e.

Cooling (Pendinginan) Teknik pemadaman ini dilakukan dengan

cara pendinginan (Cooling) terhadap material yang terbakar sampai titik dimana bahan bakar tidak cukup untuk cukup mengeluarkan uap yang dapat terbakar.

(8)

2.3 Integrated system

Integrated system adalah suatu sistem yang terdiri dari sistem

deteksi, sistem alarm dan sistem pemadam secara otomatis. Sistem tersebut digabung atau diintegrasikan menjadi 1 sistem secara utuh.

2.3.1 Sistem Deteksi & Sistem Kebakaran (Detektor)

Fungsi dari alat pengindera otomatis adalah sebagai pengindera kebakaran dan penyampaian isyarat sedini mungkin dapat mencegah atau menanggulangi kebakaran sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar, baik jiwa, harta benda maupun lingkungan. Alat-alat ini dipasang pada langit-langit atau plafon suatu bangunan dan akan bekerja apabila ada panas, asap atau radiasi. Kondisi ini akan dapat diidentifikasi dengan cepat, karena adanya perkembangan lebih lanjut sebagai akibat terjadinya kebakaran seperti:

1. Setelah penyalaan terjadi dan terlepasnya hasil pembakaran 2. Jika asap kebakaran telah mulai timbul

3. Jika kebakaran telah menghasilkan nyala api

4. Jika suhu akibat kebakaran meningkat dengan cepat

Secara umum sistem deteksi dan sistem alarm kebakaran bekerja berdasarkan sinyal kondisi fisik dari sumber kebakaran, misalnya suhu, nyala api, asap dan gas yang dihasilkan dari sumber kebakaran. Kemudian sinyal fisik tersebut di tangkap oleh detektor berdasarkan jenis-jenis sensor detektor yang dipasang di dalam detektor. Setelah itu detektor mengubah sinyal yang ditangkap menjadi energy listrik yang dialirkan ke panel indikator yang secara otomatis akan menyalakan switch alarm kebakaran. Jenis-jenis alat deteksi kebakaran untuk mencegah/mengantisipasi perkembangan terjadinya kebakaran adalah:

1. Detektor asap (smoke detektor) 2. Detektor panas (heat detektor) 3. Detektor api (flame detektor)

(9)

Pemilihan alat deteksi kebakaran tergantung pada resiko bahaya kebakaran yang mungkin terjadi. Bagaimanaupun alat deteksi yang digunakan harus dapat diandalkan, kuat, dan ekonomis pada umumnya.

1. Detektor asap (smoke detektor) Alat ini berfungsi untuk pengindera adanya produk hasil pembakaran yang berupa asap sebagai akibat terjadinya kebakaran. Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-layang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu pembakaran. Sesuai dengan cara kerjanya smoke detektor dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Ionisation Detektor

Alat ini berfungsi untuk penginderaan akan adanya produk hasil pembakaran yaitu semenjak asap mulai timbul. Pendeteksian cara ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang tidak kelihatan (ukuran lebih kecil dari 1 mikron) yang diproduksi oleh kebanyakan nyala kebakaran. Reaksinya agak lebih rendah terhadap partikel yang lebih besar dari kebanyakan api tanpa nyala. Secara umum gambaran prinsip pendeteksian ionization detektor adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4 Pendeteksian Ionisation Detector (Sumber: http://www.osha.gov)

(10)

Suatu detektor asap jenis ionisasi ini mempunyai sejumlah kecil bahan radio aktif yang mengionisasikan udara di dalam ruang penginderaan, dengan demikian menjadikan udara bersifat konduktif dan membolehkan arus mengalir menembus dua elektroda yang bermuatan. Ini menjadikan kamar pengindera suatu konduktivitas listrik yang efektif. Ketika partikel asap memasuki daerah ionisasi, partikel ini menurunkan konduktansi dari udara dengan jalan mengikatkan diri ke ion-ion. Mengakibatkan penurunan mobilitas. Ketika konduktansi rendah dibandingkan suatu tingkat yang ditentukan terlebih dahulu, detektor akan bereaksi.

Pada kondisi normal, dimana daerah ionisasi bebas dari asap maka electrical circuit dalam keadan balance atau seimbang. Electrical circuit ini berfungsi sebagai switch atau sakelar maknetik guna mengaktifkan relay pada alarm jika terjadi kebakaran. Sewaktu asap masuk ruangan ionisasi akan menyebabkan terhambatnya perpindahan ion yang mengakibatkan elektrical circuit tidak seimbang. Hal ini berakibat voltage yang mengalir ke relay terhambat kemudian relay aktif dan mengaktifkan alarm sebagai sinyal pertanda terjadinya kebakaran.

b. Optical Detektor

Bila ionisation detektor dapat mengindera produk pembakaran yang tidak bisa dilihat (invisible light), maka

optical detektor berfungsi untuk mengindera produk

pembakaran yang bisa dilihat (visible light), misalnya partikel-partikel carbon dan bahan-bahan kimia yang apabila terbakar menghasilkan asap. Optical detektor memiliki 2 komponen penting, yaitu sumber cahaya dan

(11)

adalah karena adanya cahaya yang masuk pada

photoelectric cell. Sumber cahaya dan photo-electric cell

berada dalam ruangan yang kedap cahaya dan dirancang agar asap kebakaran dapat masuk keruangan tersebut. Bila tidak ada asap yang masuk (tidak terjadi kebakaran) maka posisi cahaya dari sumber cahaya akan lurus (tidak mengarah pada photo-electric cell).

Gambar 2.5 Pendeteksian Photoelectric Detector (Sumber: http://www.osha.gov)

Sedang pada saat terjadi kebakaran, maka partikel-partikel asap kebakaran akan masuk keruangan tersebut, sehingga cahaya dari sumber akan membelok dan mengarah ke photo-electric cell sebagai akibat dari terkena asap kebakaran. Dengan membeloknya cahaya ke photo-electric cell maka dapat mengatifkan aliran listrik dalam circuit 13

detektor yang ditangkap oleh amplifier untuk

menggerakkan relay alarm. 2. Detektor panas (Heat detektor)

Detektor Panas (Heat detektor) adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Heat detektor dirancang untuk mengindera adanya kebakaran pada tingkatan yang lebih besar lagi, dimana temperatur lokasi yang dilindungi oleh ini mulai meningkat.

(12)

Gambar 2.6 Detektor Panas

(Sumber: http://www.promptfire.com/image/heat-detector-250x250.jpg) Panas sebagai akibat dari kebakaran adalah prinsip dasar cara bekerjanya heat detektor ini, yaitu :

1. Melelehnya material karena panas 2. Memuainya padatan, gas atau cairan 3. Listrik akibat kebakaran

Macam Heat detektor :

 Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas tertentu (fixed temperature).

 Detektor yang bekerjanya berdasarkan kecepatan naiknya temperatur (Rate of Rise).

 Detektor kombinasi yang bekerjanya berdasarkan kenaikan temperatur dan batas temperatur maksimum yang ditetapkan.

Heat detektor menggunakan metal campuran yang

meleleh pada waktu kena panas. Metal campuran biasanya akan meleleh pada temperatur rendah, yaitu antara 55° - 180°C. Yang perlu diperhatikan adalah temperatur kamar dimana alat ini hendak dipasang, sehingga dapat dihindari terjadinya alarm palsu.

(13)

3. Detektor nyala api (flame detektor)

Detektor Nyala Api adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api, yaitu:

 Detektor Nyala Api Ultra Violet

 Detektor Nyala Api Infra Merah

Gambar 2.7 Detektor Nyala Api (Sumber: http://lctech-engineering.com/v2/wp-content/uploads/2012/11/sierramonitor-IR3.jpg)

2.3.1.2 Zone Detection

Zone Detection adalah suatu kawasan yang diawasi oleh satu kelompok detektor.

2.3.1.3 Ruang Efektif

Ruang efektif adalah ruang yang menampung aktifitas yang sesuai dengan sesuai bangunan.

2.3.1.3 Ruang Sirkulasi

Ruang sirkulasi adalah suatu ruang penghubung dan merupakan suatu sistem pengudaraan yang memudahkan seseorang untuk bersirkulasi atau tidak ada pemisah di dalam suatu bangunan.

(14)

2.4 Prosedur Perencanaan Sistem Pencegahan Kebakaran 2.4.1 Kriteria Desain Detektor

Dalam pemasangan detektor tidak bisa dilakukan secara sembarangan namun memiliki aturan-aturan yang harus dilakukan. Aturan-aturan tersebut dilaksanakan guna mendapatkan keefektifan kerja dari detektor itu sendiri.

Pemasangan komponen-komponen detektor harus memiliki merk dagang, terdaftar sebagai pengesahan kualitas standart, memperoleh rekomendasi dari instansi yang berwenang, dan harus dilengkapi dengan sertifikat dari laboratorium. Pemilihan jenis detektor juga harus sesuai dengan fungsi ruangan dan juga luas lantai bangunan.

Tabel 2.1 Jenis Detektor Sesuai Fungsi Ruangan

(15)

Keterangan: BT = Detektor bertemperatur tetap

KNT =Detektor berdasarkan kecepatan naiknya temperature

ROR = Rate-of Rise Detektor

2.4.2 Smoke Detektor

Kriteria desain dalam pemasangan smoke detektor (detektor asap) adalah harus memenuhi aturan-aturan sebagai berikut : 1. Detektor asap optic digunakan untuk mendeteksi kebakaran yang menghasilkan asap tebal, seperti kebakaran PVC.

2. Detektor asap ionisasi digunakan untuk mendeteksi asap kebakaran yang terdiri dari partikel-partikel kecil yang biasanya berupa pembakaran sempurna.

3. Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.

4. Pada atap datar, detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm dari langit-langit

Gambar 2.8 Penempatan Detektor Asap pada Atap Datar (Sumber: SNI 03-3985-2000)

(16)

5. Balok-balok pada langit-langit dengan tebal dan tingginya sama atau kurang dari 20 cm maka dapat dianggap sebagai langit-langit rata.

6. Untuk atap pelana, deretan detektor dipasang didaerah atap yang berjarak 90 cm dari puncak atap yang diukur mendatar. Deretan detektor asap yang lain dipasang sesuai dengan jarak yang diperbolehkan.

Gambar 2.9 Penempatan Detektor Asap pada Atap Pelana (Sumber: SNI 03-3985-2000)

7. Penempatan dan jarak pemasangan detektor asap harus disesuaikan dengan bentuk dan pemukaan langit-langit, tinggi langit-langit, dan sistem ventilasi ruangan.

8. Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 meter dari lubang udara masuk.

(17)

Gambar 2.10 Penempatan Detektor dari lubang udara masuk (Sumber: SNI 03-3985-2000)

9. Detektor asap harus dipasang pada daerah dekat lubang udara balik, dengan jarak kurang dari 1,5 meter.

Gambar 2.11 Penempatan Detektor dari lubang udara balik (Sumber: SNI 03-3985-2000)

10. Pada setiap luas lantai 92 m2 dengan tinggi langit-langit 3 m, harus dipasang sebuah alat detektor.

11. Untuk langit-langit yang terbagi-bagi dalam balok-balok, pemasangan detektor sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :

Gambar 2.12 Penempatan Detektor asap pada langit-langit yang terbagi dalam balok-balok

(18)

(Sumber: SNI 03-3985-2000)

12. Zona detektor harus dibatasi maksimal 20 detektor asap yang dapat melindung area seluas 1000 m2 luas lantai. 13. Penentuan zona dan jumlah zona untuk suatu bangunan

dipengaruhi oleh luas ruangan dan bentuk bangunan.

2.4.3 Radiation Detektor

Kriteria desain dalam pemasangan Radiation detektor (detektor radiasi) adalah harus memenuhi aturan-aturan sebagai berikut:

1) Penempatan detektor radiasi harus sesuai dengan fungsi ruangan.

1) Zona detektor harus dibatasi maksimal 20 detektor asap yang dapat melindung area seluas 1000 m2 luas lantai. 2) Untuk atap pelana, deretan detektor dipasang didaerah

atap yang berjarak 90 cm dari puncak atap yang diukur mendatar. Deretan detektor asap yang lain dipasang sesuai dengan jarak yang diperbolehkan.

Gambar 2.13 Penempatan Detektor radiasi pada atap pelana (Sumber: SNI 03-3985-2000)

(19)

3) Untuk langit-langit yang terbagi-bagi dalam balok-balok, pemasangan detektor harus pada bagian bawah balok. Dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut :

Gambar 2.14 Penempatan Detektor radiasi pada langit-langit yang terbagi dalam balok-balok

(Sumber: SNI 03-3985-2000)

4) Detektor tidak boleh dipasang terhalang oleh sesuatu pada daerah yang akan diproteksi.

5) Detektor harus dilindungi terhadap gangguan sinar yang tidak dikehendaki (yang mungkin dapat menyebabkan alarm palsu)

2.4.4 Heat Detektor

Kriteria desain dalam pemasangan Heat detektor (Detektor panas) adalah harus memenuhi aturan-aturan sebagai berikut :

1. Detektor harus dipilih berdasarkan temperatur kerja, dimana pembagian detektor panas sebagai berikut :

(20)

Tabel 2.2 Klasifikasi detektor panas berdasarkan temperature

2. Penempatan detektor panas harus sesuai fungsi ruangan. 3. Pada atap atau langil-langit yang datar, pemenpatan

detektor tidak boleh kurang dari 30 cm dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm dari langit-langit.

Gambar 2.15 Penempatan Detektor panas pada atap datar (Sumber: SNI 03-3985-2000)

4. Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1.5m dari lubang udara masuk

Gambar 2.16 Penempatan Detektor panas dari lubang udara masuk (Sumber: SNI 03-3985-2000)

(21)

5. Detektor panas harus dipasang seperti tabel.

6. Jarak antara detektor (s) tidak boleh lebih besar dari yang ditentukan pada gambar dan jarak detektor kedinding tidak boleh lebih besar dari yang ditentukan tersebut. 7. Jarak antara detektor harus sesuai dengan tinggi

langit-langit.

8. Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 meter dari lubang udara masuk

9. Detektor panas harus dipasang pada daerah dekat lubang udara balik, dengan jarak kurang dari 1,5 meter.

10. Untuk atap pelana, deretan detertor dipasang didaerah atap yang berjarak 10 cm dari puncak atap yang diukur mendatar. Deretan detektor panas yang lain dipasang sesuai dengan jarak yang diperbolehkan. Seperti pada pemasangan detktor asap

11. Bila ada, balok-balok dengan ketinggian dari langit-langit tidak lebih dari 10 cm dapat dianggap sebagai langit-langit rata

12. Bila tinggi balok lebih dari 10 cm maka jarak antara detektor panas yang tegak lurus dari balok beton tersebut harus 2/3 S.

13. Bila ada balok yang tingginya lebih besar dari 46 cm dan letaknya lebih besar dari 2,5 meter dari tengah-tengah ruangan yang dibatasi oleh balok tadi, harus dianggap sebagai ruangan terpisah

14. Untuk langit-langit tang terbagi oleh balok-balok pemasangannya sama dengan detetktor asap.

15. Untuk ketinggian langit-langit antara 3-9 meter, jarak antara detektor harus dikalikan.

(22)

a) Pada suatu kelompok detektor, tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah detektor.

b) untuk setiap ruangan dengan luas 46 m2 dan tinggi langit-langit 3 meter harus dipasang satu alat detektor panas.

c) jarak antara detektor panas tidak boleh lebih dari 7 m. Untuk setiap ruangan efektif dan tidak boleh lebih dari 10 m. untuk ruangan sirkulasi.

d) jarak detektor panas dengan dinding pembatas paling jauh 3 m. pada ruang efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi serta paling dekat 30 cm dari dinding pembatas.

e) dipuncak lekukan langit-langit, pada ruangan tersembunyi harus dipasang sebuah detektor panas untuk setiap jarak memanjang 9 m.

Gambar 2.16 Penempatan Detektor panas dari lubang udara masuk (Sumber: SNI 03-3985-2000)

2.5 Perancangan Pemasangan Detektor

Untuk perhitungan jumlah dan penempatan detektor dilakukan per ruangan. Ada 4 tahap yang akan dilakukan dalam perancangan Detektor :

(23)

2.5.1 Pemillihan Jenis Detektor Harus Disesuaikan Dengan Fungsi Ruangan

Pemilihan jenis detektor harus disesuaikan dengan fungsi ruangan yaitu dengan melihat tabel 2.1.

2.5.2 Penentuan Faktor Pengali Sesuai Dengan Ketinggian Langit-Langit

Penentuan faktor pengali harus sesuai dengan ketinggian langit-langit yaitu dengan melihat tabel dibawah ini :

Tabel 2.3 Faktor Pengali Sesuai Ketinggian Langit-langit

Untuk menghitung jumlah detektor dalam satu ruangan dilakukan dua kali yaitu menghitung secara memanjang dan melintang dengan menggunakan rumus :

∑ detektor memanjang = atau ∑ detektor melintang = atau

(24)

2.5.3 Perhitungan Jarak Antar Detektor

Dalam perhitungan jarak detektor terdapat 2 kompnen yang harus diperhatikan. Ruangan tersebut apakah termasuk ruang efektif atau ruang sirkulasi. Dimana ruang efektif adalah ruang yang digunakan sesuai dengan peruntukkannya. Sedangkan ruang sirkulasi adalah ruangan yang memudahkan seseorang untuk bersikulasi atau tidak ada pemisah. Misalnya untuk detektor asap, jarak detektor untuk ruangan efektif adalah 12 m sedangkan untuk ruang sirkulasi adalah 18 m.

Tabel 2.4 Jarak Detektor Maksimum Menurut Jenis Ruangan Jarak Detektor (maks) R. Efektif R.Sirkulasi Panas 7 m 10 m Asap 12 m 18 m Gas 12 m 12 m

Untuk menghitung jarak detektor dengan persamaan :

S = jarak detektor maks (efektif atau sirkulasi) x faktor pengali

2.5.2 Perhitungan Jumlah dan Jarak Detektor Dari Dinding

Untuk menghitung jumlah detektor, dilakukan 2 kali perhitungan dengan arah memanjang dan melintang, namun jumlah detektor bukan merupakan akumulasi dari perhitungan memanjang dan melintang karena hal itu merupakan matrics. Sedangkan untuk perhitungan jarak detektor dari dinding adalah

(25)

Catatan : Pengecualian diberikan pada kasus dimana terdapat

balok beton , detektor dapat dipasang pada dasar balok beton. Karena pada gedung ini terdapat balok beton pada langit-langit maka penempatan detektor berada di dasar beton balok (buku training sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran).

2.6 Persyaratan Umum

1. Peralatan serta komponen yang akan dipasang harus mempunyai merek dagang, terdaftar sebagai pengesyahan kualitas standar dan memperoleh rekomendasi dari instansi yang berwenang.

2. Hal tersebut harus dilengkapi sertifikat dari laboratorium. 3. Pemilihan jenis detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan.

Pemilihan sistem menurut fungsi, jumlah dan luas lantai bangunan. Tabel 2.5 Pemilihan Sistem Menurut Fungsi, Jumlah Dan Luas Lantai

Bangunan

Kel. Fungsi Nama Kel.

Fungsi Bangunan & Bagiannya Jumlah Lantai Jumlah Luas Minimum Tiap Lantai (m2) Sistem 1 2 3 4 5 6 I II III Rumah *) sederhana Perumahan lainnya Institusional Rumah bertingkat Rumah sakit & perawatan 1 2-4 >4 1 2-4 t.d. 375 t.a.b. t.a.b. t.a.b. t.d. Manual Otomatik & manual Manual Otomatik & manual

(26)

IV V VI VII Perkantoran Pertokoan Pabrik *) Bangunan umum Sekolah Asrama Perkantoran Pertokoan & pasar Hotel Tempat ibadah >4 1 2-4 >4 1 2-4 >4 1 2-4 >4 1 2-4 >4 1 2-4 >4 1 2-4 >4 t.a.b. t.d. 375 t.a.b. t.d. t.a.b. t.a.b. 185 t.a.b. t.a.b. 185 t.a.b. t.a.b. 185 t.a.b. t.a.b. t.d. 375 t.a.b. Otomatik & manual t.d. Otomatik & manual Otomatik & manual t.d. Manual Otomatik & manual Manual Otomatik & manual Otomatik & manual Manual Otomatik & manual t.d. Manual Otomatik & manual t.d. Manual Otomatik & manual Otomatik &

(27)

Tempat liburan & musium 1 2-4 >4 t.a.b. t.a.b. t.a.b. manual Manual Otomatik & manual Otomatik & manual

Keterangan: t.d. = Tidak dipersyaratkan t.a.b. = Tidak ada batasan luas *) = Tidak diatur dalam panduan

2.7 Perencanaan Konsep

Untuk merencanakan instalasi sistem pencegahan kebakaran harus diperhatikan beberapa faktor yang menentukan antara lain: 1. Klasifikasi gedung menurut tinggi dan jumlah lantai, yaitu:

Klasifikasi Bangunan Ketinggian dan Jumlah Lantai A Tidak Bertingkat B Tidak Bertingkat C Bertingkat Rendah D Bertingkat Tinggi E Bertingkat Tinggi

Ketinggian sampai dengan 8 meter atau (satu) lantai (lapis)

Ketinggian lebih dari 8 meter atau 2 (dua) lantai (lapis)

Ketinggian sampai dengan 14 meter atau 4 (empat) lantai (lapis)

Ketinggian sampai dengan 40 meter atau 8 (delapan) lantai (lapis)

Ketinggian lebih dari 40 meter atau diats 8 (delapan) lantai (lapis)

2. Klasifikasi sifat hunian.

Klasifikasi sifat hunian ditentukan berdasarkan jenis kegiatan, bahan-bahan yang digunakan konstruksi bangunan dan jumlah serta sifat penghuni.

(28)

a. Bahaya kebakaran ringan ialah hunian yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah, serta menjalarnya api lambat. Yang termasuk hunian bahaya kebakaran ringan antara lain:

 Ibadat  Klub  Tempat Pendidikan  Tempat Perawatan  Lembaga  Perpustakaan  Museum  Perkantoran  Perumahan  Rumah Makan  Hotel  Rumah Sakit  Penjara

b. Bahaya kebakaran sedang kelompok I, yakni hunian yang mempunyai kemudahan terbakar rendah penimbunan bahan yang mudah terbakar sedang dengan tinggi ntidak lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang. Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I antara lain:

 Parkir Mobil  Pabrik Roti  Pabrik Minuman  Pengalengan  Binatu  Pabrik Susu  Pabrik Elektronika

(29)

 Pabrik Permata

c. Bahaya kebakaran sedang kelompok II, yakni hunian yang mempunyai nilai kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang. Berikut adalah yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II antara lain:

 Penggilingan Gandum atau Beras

 Pabrik Bahan Makanan

 Pabrik Kimia

 Pertokoan Dengan Pramuniaga Kurang Dari 50 Orang d. Bahaya kebakaran sedang kelompok III, yakni hunian yang

mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. Berikut adalah yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III antara lain:

 Pameran

 Pabrik Ban

 Pabrik Permadani

 Bengkel Mobil

 Studio Pemancar

 Gudang (Cat, Minuman Keras)

 Pertokoan Yang Pramuniaga lebih dari 50 orang

 Penggergajian Kayu

 Pabrik Pengolahan Tepung

e. Bahaya kebakaran berat, yakni hunian yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi dan penjalaran api cepat. Berikut adalah yang termasuk hunian bahaya kebakaran berat:

 Pabrik Kimia, Bahan Peledak dan Cat

(30)

 Pemintalan Benang, Pabrik Korek Api, Kembang Api

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Pengerjaan

Dalam pengerjaan tugas ini diperlukan tahap-tahap yang terstruktur dan sistematis. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan latar belakang

Tahap ini merupakan tahap awal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal dan penyebab mengapa perlunya dilakukan perancangan deteksi kebakaran pada perusahaan yang terkait.

2. Perumusan masalah, penetapan tujuan, manfaat dan batasan masalah

Pada tahap ini merupakan acuan agar mendapatkan data yang sesuai dengan target yang diharapkan.

3. Studi literatur

Sebelum melakukan perancangan detektor pada perusahaan, dibutuhkan teori-teori yang mengacu pada standar-standar yang berlaku. Pada tugas ini standar yang digunakan yaitu SNI 03-3985-2000.

4. Pengumpulan data

Setelah melakukan tahap studi literatur, selanjutnya dilakukan tahap pengumpulan data. Adapun data yang digunakan berupa gambar denah atau layout area gedung. Pada tugas ini data yang akan dilakukan perancangan detektor yaitu pada gedung PT. SURYA INDOALGAS.

5. Pengolahan data

Pada tugas ini tahap-tahap yang dilakukan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Menentukan detektor yang akan dipasang dalam ruangan 2. Menghitung jarak antar detektor

(32)

3. Menghitung jumlah detektor secara memanjang dan melintang

4. Menghitung jarak detektor dari dinding horizontal 5. Menghitung jarak detektor dari dinding vertikal 6. Merancang peletakan detektor

6. Analisa dan pembahasan

Setelah dilakukan pengolahan data pada perusahaan, dilakukan analisa dan pembahasan mengenai hasil perancangan yang telah disesuaikan dengan standar yang digunakan.

7. Kesimpulan dan saran

Setelah dilakukan analisa dan pembahasan, maka akan didapatkan kesimpulan dari perancangan yang telah dilakukan. Sedangkan saran digunakan untuk tugas selanjutnya agar dapat lebih baik.

(33)

3.2 Flowchart

Mulai

Menentukan Latar Belakang

Perumusan Masalah, Penetapan Tujuan, dan

Manfaat

Studi Literatur

Pengumpulan Data (Layout Gedung PT. SURYA

INDOALGAS)

Pengolahan data yang disesuaikan dengan SNI

03-3985-2000

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

(34)

BAB IV

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Gedung pada PT. SURYA INDOALGAS merupakan gedung dengan 2 (dua) lantai yang memiliki karakteristik berbeda, yaitu pabrik pada lantai 1 dan kantor pada gedung lantai 2. Gedung ini memiliki tingkat bahaya yang berbeda di setiap lantainya. PT. SURYA INDOALGAS yang memiliki luas area 5520 m2 adalah perusahaan yang bergerak dalam usaha pembuatan bubuk agar-agar dan bubuk karagenan. Kondisi tempat kerja di PT. SURYA INDOALGAS ini yaitu antara kantor dilantai dua dan unit produksi dilantai satu. Proses produksi yang dihasilkan dari industri ini tiap harinya 10.000 pak, maka perusahaan ini memiliki bahan baku yang berupa rumput laut kering dalam jumlah yang cukup besar dan beberapa bahan tambahan untuk pembuatan produk sehingga perusahaan ini dapat dikategorikan sebagai bangunan yang memiliki tingkat Bahaya kebakaran sedang II. Menurut Kepmenaker No. KEP. 186/ MEN/ 1999 klasifikasi tingkat potensi bahaya.

Pada PT. SURYA INDOALGAS lantai 1 ini merupakan pabrik atau bagian produktif dari gedung ini yang mana di lantai 1 ini memiliki beberapa ruangan proses dan beberapa mesin produksi seperti :

1. Ruang pembuatan agar-agar bubuk 2. Ruang pembuatan bubuk karagenan 3. Ruang finishing

4. Laboratorium

5. Ruang penyimpanan bahan mentah dan gudang T1. Tangki air

T2. Tangki pencucian rumput laut T3. Tangki NaOH

(35)

M2. Mesin pelembutan M3. Mesin pemasakan M4. Mesin pengering

Gambar 4.1 Layout Lantai 1 PT. Surya Indoalgas

Pada lantai 2 merupakan gedung perkantoran yang memiliki aktifitas yang berbeda dengan lantai satu sehingga tingkat bahaya yang berpeluang terjadi juga berbeda. Pada gedung lantai 2 ini memiliki tingkat bahaya ringan seperti kebakaran kertas, arus pendek dan lain-lain. Pada gedung lantai 2 ini memiliki beberapa ruangan yaitu :

6. Ruang server 7. Ruang monitoring 8. Ruang control 9. Ruang arsip operasi 10. Ruang kantor 11. Musholla

(36)

12. Toilet pria 13. Toilet wanita

Gambar 4.2 Layout Lantai 2 PT. Surya Indoalgas

4.2 Perhitungan Detektor

Sebelum memberikan detektor pada ruangan-ruangan dalam gedung ini, langkah yang paling utama adalah menghitung kebutuhan detektornya terlebih dahulu sehingga dapat diketahui standart jumlah detektor beserta jenis detektor yang diberikan sampai berapa buah. Berikut adalah contoh cara bagaimana menghitung kebutuhan detektor berdasarkan SNI 03-3985-2000:

 Ruang Pembuatan Agar - agar Panjang = 66 m

Lebar = 23 m Tinggi Langit-langit = 7 m

(37)

Jarak antar detektor = 12 m x 52 % = 6,24 m ≈ 6 m Jarak dari dinding maksimal = = 3 m

Jumlah detektor memanjang = =

Jarak detektor memanjang = ∑ =

Jumlah detektor melintang = =

Jarak detektor melintang = ∑ =

(38)

Tabel 4.1 Perhitungan Jenis dan Jumlah Detektor

(Sumber: Hasil Pengamatan dan Perhitungan, 2015) No. Nama Ruang Panjang

(m) Lebar (m) Tinggi-tinggi Langit (m) Faktor Pengali Jenis Detektor Jenis Ruangan Jarak Detektor Maksimum (m) Jarak Detektor Sesungguhnya (s) Pembulatan S Jarak dari Dinding Maksimal ∑ Detektor Memanjang Jarak dari Dinding Memanjang (m) ∑ Detektor Melintang Jarak dari Dinding Melintang (m) 1 Ruang Pembuatan Agar-agar Bubuk 66 23 7 0.52 Asap R. Efektif 12 6.24 6 3 11 3 4 2.5 2 Ruang Pembuatan Karagenan Bubuk 62 23 7 0.52 Asap R. Efektif 12 6.24 6 3 10 3 4 2.5 3 Ruang Finishing 23 6 7 0.52 Asap R. Efektif 12 6.24 6 3 4 3 1 3 4 Laboratorium 23 10 7 0.52 Panas R. Efektif 7 3.64 4 2 6 2 3 1 5 Penyimpanan Bahan Mentah dan

Gudang 48 46 7 0.52 Asap R. Efektif 12 6.24 6 3 8 3 8 2

No. Nama Ruang Panjang (m) Lebar (m) Tinggi-tinggi Langit (m) Faktor Pengali Jenis Detektor Jenis Ruangan Jarak Detektor Maksimum Jarak Detektor Sesungguhnya (s) Pembulatan S Jarak dari Dinding Maksimal ∑ Detektor Memanjang Jarak dari Dinding Memanjang (m) ∑ Detektor Melintang Jarak dari Dinding Melintang (m) 6 Ruang Server 46 16 5 0.71 Asap R. Efektif 12 8.52 9 4.5 5 5 2 4 7 Ruang Monitoring 35 10 5 0.71 Asap R. Efektif 12 8.52 9 4.5 4 5 1 5

Ruang Kontrol 1 25 19 5 0.71 3 5 2 5

Ruang Kontrol 2 21 14 5 0.71 2 11 2 3

Ruang Kontrol 3 11 10 5 0.71 1 6 1 5

9 Ruang Arsip Operasi 21 5 5 0.71 Asap R. Efektif 12 8.52 9 4.5 2 5 1 3 10 Ruang Kantor 31 21 5 0.71 Asap R. Efektif 12 8.52 9 4.5 3 5 2 6 11 Musholla 10 8 5 0.71 Asap R. Efektif 12 8.52 9 4.5 1 5 1 4 12 Toilet Pria 8 5 13 Toilet Wanita 8 5 Koridor 1 46 29 5 0.71 5 5 3 6 Koridor 2 31 24 5 0.71 3 16 3 3 Koridor 3 46 15 5 0.71 5 23 2 3 Lantai 1 Lantai 2 14 Asap R. Efektif 12 8.52 8 R. Efektif 12 8.52 4.5 4.5 9 9 Asap

(39)

Tabel 4.2 Jumlah Detektor yang Diperlukan untuk PT. SURYA INDOALGAS

No Lantai Jumlah Detektor Asap (Buah) Jumlah Detektor Panas (Buah)

1 Lantai 1 50 8 2 Lantai 2 55 -

Total 105 8 (Sumber: Hasil Perhitungan, 2015)

(40)

4.3 Peletakkan Detektor

Gambar 4.1 Contoh Peletakkan Detektor Panas Pada Ruang Produksi Agagr-agar Bubuk (Lantai 1 Gedung Produksi PT. SURYA

INDOALGAS)

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari hasil perhitungan dan perancangan detektor sebagai Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran dapat disimpulkan bahwa:

1. Jumlah detektor asap yang diperlukan untuk gedung PT. SURYA INDOALGAS adalah 105 buah detektor asap dengan rincian 50 buah untuk lantai 1, 55 buah untuk lantai 2.

2. Jumlah detektor panas yang diperlukan untuk gedung PT. SURYA INDOALGAS adalah hanya 8 buah detektor yang akan di pasang pada ruang Laboratorium (lantai 1).

3. Penetuan jenis detektor disesuaikan dengan jenis ruangan yang terdapat di Gedung PT. SURYA INDOALGAS.

4. Penetuan peletakkan detektor disesuaikan dengan hasil perhitungan jarak yang telah diperoleh.

5.2. Saran

1. Dapat ditambahkan detektor jenis lain misalnya detektor radiasi untuk menjangkau ruang-ruang yang khusus seperti ruang-ruang yang vital 2. Perhitungan mengenai biaya yang diperlukan untuk pemasangan

detektor dan alarm perlu dihitung agar dapat dijadikan pertimbangan oleh perusahaan tersebut.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

SNI 03-3985-2000

Handoko, Lukman. 2005. Modul Tugas Perencanaan Sistem Pencegahan

dan Penanggulangan Kebakaran, Lab Automatic Fire Extinguisher,

Safety Engineering, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS. Bagian Pemadam Kebakaran PT. Petrokimia Gresik. (2004). Pencegahan

dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran, Politeknik Perkapalan

Negeri Surabaya – ITS.

Bagian Pemadam Kebakaran PT. Petrokimia Gresik, (2004), Training

Material Keselamatan dan Kesehatan Bidang Penanggulangan Kebakaran, Petrokimia Gresik

http://www.firesafe.org.uk, diakses pada tanggal 5Desember 2015.

http://www.osha.gov, diakses pada tanggal 7 Desember 2015.

http://www.promptfire.com/image/heat-detector-250x250.jpg, diakses pada tanggal 7 Desember 2015.

http://lctech-engineering.com/v2/wpcontent/uploads/2012/11/sierramonitor-IR3.jpg, diakses pada tanggal 7 Desember 2015.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Fenomena Kebakaran
Gambar 2.4 Pendeteksian Ionisation Detector  (Sumber: http://www.osha.gov)
Gambar 2.5 Pendeteksian Photoelectric Detector  (Sumber: http://www.osha.gov)
Gambar 2.6 Detektor Panas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Balai Latihan Kerja Rengat/ Air Molek : Kabupaten Indragiri Hulu,

Gonad ikan lidah ( C.lingua) jantan (a) dan betina (b) di perairan Ujung Pangkah.. Persentase tingkat TKG ikan lidah jantan (a) dan betina (b) berdasarkan selang

Scientific Inquiry (Inkuiri Ilmiah/Penemuan Ilmiah) adalah model pembelajaran yang membawa Pebelajar ke proses ilmiah dan dibantu mengumpulkan dan

Berawal dari kegemaran penulis yang senang akan produk susu serta sering mengunjungi beberapa tempat kuliner yang sedang banyak diminati oleh masyarakat terutama

Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Jasa Konstruksi Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Luar Gedung, KPP Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Soekarno Hatta

[r]

Anjing pemburu yang dimiliki responden di Kecamatan Palembayan harus diberi pakan dengan komposisi terukur seperti dog food, memandikan anjing harus menggunakan sabun

This study concludes that the promotion of Hidangan Ekonomi Kecil (HEK) kampongs for the prevention and control of tuberculosis, and the improvement of social