• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FILOSOFI RANCANGAN MAKAM TIONGHOA DI KABUPATEN BENGKALIS - RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FILOSOFI RANCANGAN MAKAM TIONGHOA DI KABUPATEN BENGKALIS - RIAU"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FILOSOFI RANCANGAN

MAKAM TIONGHOA DI KABUPATEN

BENGKALIS - RIAU

Juwita Gunawan Wijaya, Ningsih, Sugiato Lim

Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir/45, Palmerah, Jakarta barat, 021-53276730

Xin_jufenny@yahoo.com ; ningsih_topaz@yahoo.co.id ; slim@binus.edu

ABSTRACT

Bengkalis public cemetery (Indonesia) has a very long history which constitutes many different structures of tombs. For example, it has turtle-shaped tombs, chair-shaped tombs and chair-with-feng tombs. The difference in structures portrays the variations in cultures among individuals who live in the premises. This interest hence induces the following research to explore the meaning behind the different shapes of tombs, the variety of images on every tombstone and the philosophy behind their development. The research used qualitative approach which comprised interviews with the locals and renowned literatures reviews. The outcome concludes that every different shape has a different meaning: turtle-shaped tombs depict longevity, shaped tombs depict high ranking while chair-with-feng tombs depict prosperity and wealth. Images crafted on the tombstones are mostly mountains, water and trees. These drawings are presumed by the community to be able to bring luck to the family of the deceased. Furthermore, the research also shows three different concepts behind their development, the concepts of loyalty, the existence of the soul and ancestry. These concepts are manifestation of the human’s interest to be protected by the deceased(JN).

Keywords: Bengkalis Regency, Chinese, Tombs, Meaning, Philosophy

ABSTRAK

Pemakaman umum kabupaten Bengkalis telah memiliki sejarah yang panjang dengan beragam bentuk makam di dalamnya. Seperti makam berbentuk kura-kura, kursi dan perpaduan kursi dengan huruf Feng. Pada tiap makam mencerminkan kebudayaan dari masyarakat Tionghoa setempat, sehingga dari penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terkandung pada bentuk makam, makna gambar-gambar yang terdapat pada struktur makam serta filosofi yang melatarbelakangi pembangunan pola bentuk makam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan bantuan narasumber wawancara, dan data yang diambil melalui studi pustaka. Dari hasil penelitian menunjukkan tiap bentuk makam memiliki makna tersendiri seperti makam bentuk kura-kura memiliki makna panjang umur, bentuk kursi menyimbolkan makna kedudukan yang makmur serta makam perpaduan kursi-feng memilik makna kekayaan yang berlimpah. Gambar yang terdapat pada struktur makam kebanyakan bertema alam seperti gunung, air dan pepohonan. Dari gambar tersebut di yakini dapat membawa keberuntungan bagi keluarga almarhum. Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 3 konsep yang melatarbelakangi pembangunan pola bentuk makam. Diantaranya yaitu konsep bakti, konsep kekekalan jiwa dan konsep pemujaan leluhur. Konsep-konsep ini merupakan perwujudan dari pikiran manusia untuk dilindungi oleh almarhum(JN).

(2)

PENDAHULUAN

Kota Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di provinsi Riau. Bengkalis terletak di bagian utara Sumatera. Luas permukaan kabupaten Bengkalis mencapai 938,40 km2. Berdasarkan BPS kabupaten Bengkalis, jumlah penduduk Bengkalis mencapai 90 ribu orang dimana terdiri dari suku Melayu, Tionghoa, Jawa dan lain sebagainya. Salah satu objek wisata Tionghoa yang terdapat di kabupaten Bengkalis yaitu tempat pemakaman umum masyarakat Tionghoa. Pemakaman umum ini telah memiliki sejarah yang panjang dengan beragam bentuk makam di dalamnya. Seperti makam berbentuk kura-kura, kursi dan perpaduan tulisan aksara Tiongkok Feng yang dinamai dengan Shuanghuan Mu.

Makam tidak hanya merupakan objek untuk mengenang leluhur, namun ia memiliki makna yang mendalam bagi keluarga almarhum. Makam selalu dikaitkan dengan keberuntungan sebuah keluarga, terutama konsep Fengshui yang sering dijadikan panduan oleh masyarakat Tionghoa dalam membangun makam leluhur. Contohnya dari tahap pemilihan tempat pemakaman hingga arah sebuah makam selalu diatur berdasarkan Fengshui. Adapun konsep-konsep tradisional yang mempengaruhi manusia dalam mengelolah sebuah makam, seperti yang dijelaskan Chen Huawen (2007) bahwa pada zaman dahulu manusia sudah mulai mempercayai konsep jiwa yang kekal. Jiwa manusia yang meninggal dapat menggunakan berbagai cara untuk berkomunikasi dengan keluarganya, bahkan memiliki kekuatan supranatural untuk memberkati maupun membawa malapetaka bagi keturunannya. Maka menimbulkan sebuah pandangan bagi manusia bahwa mengurus ritual pemakaman dengan baik, akan menciptakan sebuah kepuasan bagi almarhum, maka keluarganya akan diberkati begitu juga sebaliknya.

Dari konsep jiwa yang kekal menimbulkan konsep baru yaitu pemujaan terhadap jiwa leluhur atau penghormatan terhadap leluhur. Maka dapat diketahui dalam kebudayaan pemakaman Tionghoa konsep tradisional turut mempengaruhi pandangan manusia terhadap sebuah makam. Untuk memenuhi kebutuhan keharmonisan batin manusia yang takut akan bencana yang menimpanya, memohon kehidupan yang lebih baik bagi keluarga almarhum, masyarakat Tionghoa mulai menggunakan simbol-simbol keberuntungan dalam kebudayaan Tiongkok untuk dipadukan pada kebudayaan pemakaman terutama pada makam. Sehingga menciptakan rancangan bentuk makam yang unik namun penuh dengan makna tersirat didalamnya. Sehingga beranjak dari fenomena diatas, penulis tertarik untuk meneliti makna yang tersirat pada bentuk-bentuk makam, makna gambar-gambar keberuntungan yang terdapat pada makam serta filosofi yang melatarbelakangi pembangunan pola bentuk makam leluhur masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis.

Berdasarkan penelitian Chen Jinguo (2005) Makam bentuk kura-kura dan kursi sudah ada pada zaman dulu. Bentuk makam demikian banyak tersebar luas di daerah Zhejiang, Fujian, Taiwan dan lain sebagainya. Dinamai bentuk kura-kura maupun kursi dikarenakan bentuk luar makam memiliki persamaan bentuk dengan kura-kura maupun kursi. Sedangkan dari segi makna, bentuk makam kursi memiliki keterkaitan makna dengan kedudukan sosial seseorang. Peneliti lain Ardian Cangiato (2013) menjelaskan bahwa makam Tionghoa di pulau Dungkek yang berbentuk perahu. Beliau berargumen makam dinding pelindung gundukan tanah yang berbentuk tunas perahu, posisi makam seolah-olah menggambarkan sebuah perahu yang sedang berhenti di daratan untuk mencari kehidupan yang baru. makam perahu merupakan suatu upaya mengenal sejarah jejak orang Tionghoa di Dungkek, yang menggambarkan kedatangan mereka dari suatu tempat yang jauh, melintasi lautan dan mendarat dengan perahu di tempat yang baru. Dari arah makamnya mengarah ke selatan menghadap laut seolah-olah memandang laut sebagai asal mereka datang ke Dungkek dan menetap disana.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif dengan bantuan para pakar dan pemilik makam sebagai narasumber wawancara. Penulis melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber yang berhubungan dengan topik penelitian penulis. Proses pengumpulan data wawancara dilakukan selama dua minggu guna untuk menghasilkan penelitian yang akurat sedangkan data lainnya diambil melalui studi pustaka .

Sumber data primer yang diperoleh melalui wawancara terhadap ahli Fengshui, juru makam, keluarga pemilik makam serta masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis yang berumur 45 tahun keatas. Hasil wawancaranya ditranskrip dalam bentuk karangan. Kemudian bersamaan sumber data sekunder yaitu data pustaka berupa bahan bacaan dari buku, jurnal, penelitian terdahulu untuk dilakukan analisis data.

(3)

HASIL DAN BAHASAN

Menurut catatan sejarah, setelah laksana Chengho melakukan ekspedisi ke Indonesia, saat itulah banyak penduduk Tiongkok yang berpindahan ke Indonesia dengan tujuan melakukan perdagangan maupun menghindari peperangan yang terjadi disana. Sehingga berkembanglah populasi etnis Tionghoa di Indonesia. Berdasarkan nama tempat kampung leluhur yang tertulis di batu nisan, bahasa Hokkian dan tradisi pemakamannya menunjukkan bahwa masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis merupakan keturunan dari penduduk Tiongkok bagian selatan yaitu Fujian, Tiongkok. Masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis sangat memperhatikan upacara maupun pembangunan makam leluhur. hal ini dianggap adanya hubungan antara ketenangan orang yang meninggal dengan kehidupan orang yang masih hidup. Untuk menghormati orang yang meninggal, tujuan menolak bala menciptakan keharmonisan, sering dijumpai beragam jenis simbol kepercayaan orang Tiongkok di dalam budaya pemakaman. Contohnya makam Tionghoa yang mempadukan simbol Tiongkok pada badan makam, seperti : makam berbentuk kura-kura, kursi dan makam berbentuk Shuanghuan (perpaduan kursi dan aksara Tiongkok Feng) yang masing-masing memiliki makna tersendiri. Maka dapat dijelaskan dengan menggunakan teori interprestasi budaya dari Clifford Greetz yang menyatakan budaya adalah suatu sistem pengetahuan yang mengorganisasikan simbol-simbol. Suatu simbol terdapat konsep, emosional, pengetahuan manusia didalamnya. Dalam menggunakan simbol-simbol, seseorang biasanya selalu melakukan berdasarkan aturan untuk mengkombinasinya. Melalui penelitian terhadap rancangan makam Tionghoa di kabupaten Bengkalis, hasil penelitian penulis sebagai berikut :

1. Makna bentuk makam :

Gambar 1 Makam Bentuk Kura-kura

1.1. Makam Bentuk Kura-kura.

Makam kura-kura hampir memiliki persamaan bentuk dengan makam yang terdapat di daerah Fujian dan Taiwan, Tiongkok. Makam almarhum Chen Jiageng, salah satu pengusaha terkenal Tiongkok juga berbentuk kura-kura. Karakteristik makam Tionghoa Bengkalis ini terletak pada Gundukan tanah yang bentuknya menyerupai Tempurung kura-kura. Bentuk makam ini terbagi 2 jenis : bentuk lonjong, dimana bentuk ini dibangun sesuai dengan panjang ukuran peti jenazah. Sedangkan bentuk bulat memiliki keterkaitan dengan salah satu cara pemakaman yang dikenal “二 次葬”,pemakaman kedua kali. Bentuk disesuaikan dengan besar-kecilnya pundi yang ditanamkan. Makam kura-kura ini juga mempunyai saluran air yang terletak di dinding pembatas gundukan tanah.

Karakteristik makam kura-kura memiliki keterkaitan makna dengan simbol kebudayaan Tiongkok. Berdasarkan informasi yang penulis terima dari keluarga dan juru makam, bahwa makam kura-kura berhubungan dengan kepercayaan makhluk suci mitologi Tiongkok yaitu kura-kura di pandang sebagai makhluk pembawa keberuntungan. Pada masyarakat Tionghoa Bengkalis, anak yang berumur 1 bulan akan merayakan tradisi Manyue, salah satu makanan perayaan di dalamnya yang membawa keberuntungan yaitu kue berwarna merah yang berbentuk tempurung kura-kura. Selain makanan, kura-kura juga dijadikan peliharaan di rumah masyarakat Tionghoa Bengkalis. Dikarenakan kura-kura memiliki makna panjang umur, menolak bala menciptakan keselamatan. Adapun penelitian terdahulu yang menerangkan dalam dialek Hokkian selatan, Taiwan menyebut kura-kura sebagai rumah, memiliki makna penampungan kekayaan. Maka dapat di ketahui begitu kentalnya pemujaan masyarakat terhadap kura-kura, sehingga meminjam karakteristik kura-kura sebagai bentuk makam, supaya dapat membawa makna-makna bagus bagi keturunannya. Fungsi dari makam kura-kura dapat

(4)

melindungi peti jenazah supaya tidak mudah rapuh. Namun dikarenakan faktor rancangan yang rumit dan faktor perubahan zaman, bentuk makam kura-kura sudah jarang digunakan untuk bentuk makam leluhur.

Gambar 2 Makam Bentuk Kursi 1.2. Makam Bentuk Kursi.

Makam Tionghoa Bengkalis kebanyakkan berbentuk Kursi. Bentuk makam ini juga dapat dijumpai di Malaka, Malaysia. Berdasarkan peneliti Tiongkok makam bentuk Kursi pertama kali muncul di dinasti Song. Bentuk makam ini mirip dengan kursi yang dijadikan tempat duduk oleh para petinggi negara. Masyarakat Tionghoa Bengkalis lebih menyukai bentuk makam kursi. Tingkat kesulitan rancangan makam ini cukup tinggi dibandingkan makam yang lain. Dari segi biaya juga tidak terlalu mahal. Struktur rancangan makam bagian nisan lebih tinggi dari pegangan makam, altar pemujaan diibaratkan sebagai kursi kedudukan. Bagian belakang terdiri dari dinding gundukan tanah yang menyatu dengan pegangan tangan. Karakteristik dari makam ini bagian belakang lebih tinggi daripada depan serta bagian depan berbentuk persegi dengan pegangan tangan menyerupai kursi. Setiap komponen makam mempunyai makna. Seperti dinding gundukan tanah yang tinggi diibaratkan sebagai sebuah gunung dari empunya makam. Dinding gundukan yang tinggi tidak hanya berfungsi menambah keindahan makam, namun ia mempunyai fungsi melindungi gundukan tanah, supaya tanah diatas makam tidak mudah terkikis oleh air hujan. Masyarakat Tionghoa setempat mempercayai dinding gundukan tanah yang tinggi menandakan semakin kokohnya sebuah makam, maka dipercayai dapat membawa berkah bagi keturunannya. Bagian samping kiri batu nisan dan pegangan tangan makam selalu memperhatikan keseimbangan. Ada sebagian orang dengan tingkat perekonomian yang mapan, akan menambah lukisan pada makam untuk keindahan makam dan makna baik. Ukuran besar kecil makam diukur dengan penggaris Fengshui. Pedomannya yaitu tulisan bagus yang terdapat pada penggaris.

Bentuk makam kursi mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap bentuknya. Memaknai bentuk makam kursi sebagai singgasana raja yang begitu megah. Menampilkan kharisma orang yang mendudukinya. Dari masyarakat Tionghoa sendiri memiliki satu sebutan jika almarhum menduduki tempat yang megah, kehidupan anak cucu damai sentosa. Mereka juga mempercayai makam di bangun sedemikian rupa supaya almarhum dapat duduk dengan tenang menerima pemujaan dari keturunannya. Maka dari alam baka dapat memberkati anggota keluarga yang masih hidup dilimpahi dengan kehidupan yang baik.

(5)

1.3. Makam Bentuk Shuanghuan.

Makam Shuanghuan di kabupaten Bengkalis merupakan makam yang mewah, dengan taraf rancangan yang cukup sulit. Bagian depan tersusun oleh makam berbentuk kursi, sedangkan gundukan bagian belakang tersusun oleh dua dinding yang melingkari. Antara dua dinding ini terdapat aliran air. Makam Shuanghuan merupakan bentuk makam baru. Dikarenakan biaya pembangunan makam cukup tinggi, maka makam bentuk Shuanghuan belum banyak digunakan. Dari penelitian yang dilakukan, makam dibangun dua dinding juga bertujuan untuk melindungi makam dari curah hujan. Air yang turun mengalir masuk ke makam melalui saluran yang terletak di antara dinding gundukan tanah, air tersebut akan disalurkan melalui lubang pembuangan yang berada di samping bawah makam, Sehingga makam dapat terlindungi. Saluran air berfungsi sebagai tempat mengalirnya air, sedangkan dalam kebudayaan Tiongkok air dilihat sebagai sumber rezeki, maka air yang mengalir diibaratkan uang yang terus mengalir. Merupakan sebuah pengharapan bahwa kekayaan dapat seperti air yang mengalir tanpa terputus. Ahli Fengshui juga menerangkan makam yang dirancang demikian rupa dapat memperbesar area makam, hal ini dilihat dari lebarnya gundukan tanah makam. Tanah makam yang lebar menurut Fengshui dapat menampung hawa positif dan akan bermanfaat bagi keluarga almarhum. Masyarakat Tionghoa Bengkalis juga memperhatikan cara penulisan nama di batu nisan. Menurut juru kunci makam setempat, sebuah nisan terdiri dari tiga ruas tulisan vertikal dengan informasi yang berbeda. Bagian kiri merupakan nama dari anak cucu almarhun, bagian kanan merupakan tanggal meninggalnya almarhum, sedangkan bagian tengah menuliskan informasi mengenai tanah asal leluhur dan nama almarhum sendiri. jumlah kata dalam batu nisan disusun berdasarkan urutan lima kata ini : “hidup, tua, sakit, mati dan derita”. Huruf terakhir dari tulisan yang ada di ruas kiri-kanan nisan harus jatuh pada urutan kata “hidup”, sedangkan huruf terakhir tulisan di ruas tengah harus jatuh pada urutan kata “tua”. Apabila huruf terakhir yang ada di ruas kiri-kanan nisan jatuh pada urutan kata “sakit, mati, atau derita”, maka dianggap akan membawa petaka bagi keturunan yang ditinggalkan.

2. Makna gambar keberuntungan pada makam Tionghoa :

Dalam rancangan sebuah makam selain memperhatikan sisi keindahannya, tetapi juga memperhatikan konsep keberuntungan di dalamnya. Penggunaan gambar pada makam sudah ada semenjak ribuan tahun yang lalu, misalnya pahatan lukisan dinding makam yang ada pada zaman dinasti. Lukisan dinding pada makam selain menonjolkan status sosial seseorang, juga dikarenakan adanya pengaruh dari kepercayaan, tradisi, filosofi, dan lain sebagainya yang menyebabkan orang-orang mulai menggunakan gambar keberuntungan pada makam. Seperti gambar keberuntungan pada makam kabupaten Bengkalis yang biasanya diukir di daerah telinga makam dan di tangan makam. gambar-gambar ini sebagian besar bertema alam seperti gunung, air, dan pepohonan. Masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis merancang gambar keberuntungan pada makam leluhur dikarenakan mereka mempercayai makna yang berada dibalik gambar keberuntungan ini dapat membawa keberuntungan bagi keturunannya dan leluhur juga dapat menikmati keindahan gambar-gambar ini. Di bawah ini merupakan beberapa pola keberuntungan yang terdapat pada dinding makam:

Gambar 4 Lukisan Air dan Pegunungan 2.1 Lukisan air dan pegunungan.

Lukisan makam Tionghoa di kabupaten Bengkalis hampir sama dengan lukisan yang terpajang di ruang tamu maupun ruang kantor yang bertema air dan pegunungan. Dari hasil wawancara pemilik makam mengatakan bahwa lukisan air dan pegunungan ini mencerminkan pemandangan alam di dunia lain. Dari kebudayaan Tiongkok sendiri simbol gunung diibaratkan sebagai sebuah sandaran, sebagai makhluk sosial tiap manusia membutuhkan bantuan orang di sekitarnya. Sedangkan air diibaratkan sebagai sumber kekayaan, perpaduan antara air dan pegunungan dapat membawa

(6)

kebahagiaan bagi keturunannya. Ahli Fengshui Ma Decai menjelaskan bahwa tiap komponen gambar yang terdapat pada lukisan air dan pegunungan memiliki unsur makna yang berbeda, seperti “pegunungan” sendiri yang bermakna sandaran, memiliki arti hubungan relasi yang banyak. Pegunungan yang berliku-liku dan kokoh menunjukkan dalam setiap sisi kehidupan akan bertemu dengan orang hebat yang senantiasa bersedia mendukung dan membantu. “air” mempunyai makna sumber kekayaan. Air meluap yang tiada habis-habisnya menunjukkan sumber kekayaan yang terus- menerus datang dan tiada habis-habisnya. “ danau” diibaratkan sebagai tempat memupuk kekayaan. “ perahu” diibaratkan sebagai segala usaha lancar, seperti perahu yang berlayar dengan lancar. “manusia” diibaratkan mempunyai banyak anak cucu, kesuksesan dan kemakmuran. Komponen gambar yang lain seperti pohon, rumah, air terjun dan sebagainya mengkombinasikan suatu makna keberuntungan yang kompleks.

Gambar 5 Lukisan Li Yue Long Men

2.2 Lukisan Li Yue Long Men (ikan koi melompati gerbang naga)

Struktur pola Li Yue Long Men bukan hanya memiliki keindahan tetapi juga memiliki arti yang mendalam. Makam yang mempunyai ukiran lukisan ini memiliki arti keberuntungan, di dalam kebudayaan Tiongkok bunyi “ ikan” memiliki bunyi homofon yang berarti mempunyai kekayaan yang lebih. Juru makam Lü Liangwen menjelaskan bahwa masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis gemar memelihara ikan di rumahnya. Mereka beranggapan bahwa ikan membawa arti keberuntungan, kekayaan yang lebih. Lukisan ikan koi pada dinding makam juga memiliki arti yang sama yang berarti memiliki kekayaan yang lebih, semoga keturunannya memiliki kekayaan. Dalam ilmu Fengshui, lukisan 9 ekor ikan koi yang ada di dinding makam melambangkan keberuntungan dan kebahagiaan dalam jangka panjang. Li (ikan koi)memiliki bunyi homofon yang berarti lancar. Oleh sebab itu ikan koi dalam kebudayaan Tiongkok memiliki makna pengharapan terus berkembang dan jaya (Li Xueling, 2010). Gambar lain seperti Bunga teratai diibaratkan mempunyai anak, nanas diibaratkan sebagai kebahagiaan, makna dari simbol-simbol ini sangatlah cocok dengan konsep keberuntungan (Wang Baoyü, 2004). Jadi, dari struktur makam Tionghoa kabupaten Bengkalis dapat kita ketahui bahwa masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis membangun sebuah makam tidak hanya memperhatikan penampilan makam tetapi juga memperhatikan makna konsep keberuntungan didalamnya. Makna-makna keberuntungan merupakan doa anak cucu terhadap leluhurnya untuk diberikan anugerah.

3. Filosofi yang melatarbelakangi pembangunan makam Tionghoa kabupaten Bengkalis :

Kematian merupakan fenomena fisiologis alami, tetapi bagaimana menghadapi kematian, menangani tahap demi tahap proses ritual pemakaman almarhum hingga akhir merupakan fenomena budaya yang sangat kompleks. Tiap tahap dari upacara merupakan cerminan dari pikiran manusia. Masyarakat kabupaten Bengkalis selama mengurus pemakaman keluarga yang sudah meninggal, baik dalam proses upacara pemakaman maupun pada tahap pembangunan makam, semua ini tidak lepas dari konsep tradisional, adat-istiadat, kepercayaan, kondisi sosial dan aspek lainnya. Pada proses pembangunan Makam, demi untuk memenuhi kebutuhan batin tujuan menolak bala menciptakan hal baik, masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis meminjam berbagai jenis simbolik Tiongkok untuk dirancang pada makam leluhur. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa makam Tionghoa tidak hanya kaya akan makna didalamnya, tetapi juga mencerminkan filosofi masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis.

(7)

3.1 Filosofi bakti.

Dalam mengurus proses pemakaman almarhum, masyarakat Tionghoa lebih menekankan konsep bakti. Orang tua semasa hidup berkorban untuk anak-anaknya, maka sudah sepantasnya menerima balasan budi dari anaknya. Seperti yang dikatakan Konfusius pada buku Lunyü: orang tua semasa hidup sudah membesarkan anak-anaknya hingga dewasa dan mandiri, maka semasa hidup kita patut melayani mereka berdasarkan ajaran sila, setelah meninggal, upacara kematiannya juga harus diurus menggunakan sila dan wajib memujanya dengan sila juga. Ini merupakan salah satu alasan yang menyebabkan munculnya cara pemakaman kubur. Masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis beranggapan pemakaman kubur merupakan cara pemakaman tradisional yang sudah mendarah daging. Sedangkan pemakaman kremasi merupakan model pemakaman yang lebih banyak digunakan orang pada saat ini. Namun, cara kremasi ini tidak sejalan dengan pandangan mereka terhadap filosofi ketenangan setelah kembali ke tanah. Maka pembangunan bentuk makam Tionghoa Bengkalis merupakan cerminan filosofi bakti keluarga yang ditinggalkan, makam adalah simbol untuk mengenang leluhur dan harus di bangun sebaik mungkin. Tetapi dari sudut pandang masyarakat sosial, makam yang megah malah mencerminkan status ekonomi seseorang yang mapan. Seperti yang dikatakan salah satu masyarakat yang diwawancarai oleh penulis, jika ingin mengetahui seseorang itu kaya atau tidak, dapat dilihat dari bangunan makam leluhurnya.

3.2 Filosofi kekekalan jiwa.

Kekekalan jiwa merupakan filosofi keagamaan yang paling awal pada peradaban manusia. Budayawan inggris Edward Taylor dari karyanya yang berjudul "budaya primitif" menerangkan konsep bahwa setiap makhluk hidup memiliki jiwa. Dari konsep ini beliau menunjukkan dua alasan yang mendukung argumen ini yaitu jiwa yang meninggalkan badan jasmani akan tetap ada dan hanya tidak dilihat dengan mata manusia. Filosofi ini tetap digunakan masyarakat Tionghoa dalam menerangkan sebuah kematian. Seperti pandangan Tionghoa kabupaten Bengkalis bahwa orang yang sudah meninggal jiwanya tetap ada dan melangsungkan kehidupan yang sama di alam lain. Hal ini dapat diterangkan berdasarkan adanya upacara pemanggilan roh, ritual bulan tujuh yang biasa disebut bulan hantu maupun upacara sembahyang kuburan. Bahkan di dalam suatu keluarga jika ada yang sakit maupun tertimpa masalah yang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat, masyarakat Tionghoa akan mengaitkannya dengan hal-hal mistis. Mereka akan mencari orang pintar sebagai perantara komunikasi antara manusia dengan jiwa manusia yang sudah meninggal tersebut, dan mencari solusi penyelesaian masalahnya. Dikarenakan adanya konsep kekekalan jiwa, upacara kematian dipandang sama pentingnya dengan upacara manusia pada umumnya. Sehingga dapat kita ketahui rancangan bentuk makam mencerminkan tempat bagi almarhum untuk melanjutkan kehidupan yang sama pada semasa hidupnya.

3.3 Filosofi pemujaan leluhur.

Filosofi pemujaan terhadap leluhur muncul setelah adanya filosofi kekekalan jiwa. Leluhur adalah akar dari sebuah kehidupan setiap manusia, praktek pemujaan leluhur sudah dilaksanakan oleh masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis secara turun-temurun. Mereka sangat mementingkan aspek-aspek pemujaan leluhur, mulai dari ritual upacara sampai penempatan terakhir almarhum harus diurus dengan semaksimal mungkin untuk mencukupi kebutuhan almarhum dan membuat mereka berbahagia di akhirat. Dengan kebahagiaan almarhum diyakini dapat membawa berkah bagi keturunannya. Masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis percaya bahwa setelah seseorang meninggal jiwanya memiliki kemampuan yang luar biasa, mampu berinteraksi dan mempengaruhi anggota keluarga yang masih hidup. Budayawan inggris Edward Taylor pada teori "pandangan animisme" menjelaskan bahwa setelah kematian jiwa leluhur dapat naik kejajaran tingkat dewa. Jiwa manusia yang telah meninggal dapat mempengaruhi atau mengontrol segala sesuatu di dunia termasuk kehidupan manusia saat ini dan akan datang serta beranggapan bahwa roh leluhur dengan manusia itu saling berintraksi. Setiap sikap manusia dapat menyebabkan kesenangan dan kemarahan roh leluhur. Seperti yang dikatakan bapak Lü Liangwen peletakan altar penghormatan leluhur yang salah dapat mempengaruhi nasib keturunannya. Oleh karena itu, dari proses pemakaman leluhur sampai akhir, masyarakat Tionghoa kabupaten Bengkalis selalu memperhatikan dampak bagi keturunannya. Bahkan untuk mendoakan leluhur, keturunannya kadang berkonsultasi dengan ahli Fengshui terkait pembangunan makam leluhur.

SIMPULAN DAN SARAN

Makam leluhur bagi setiap masyarakat Tionghoa mempunyai makna yang mendalam. Makam dianggap sebagai tempat istirahat yang tenang bagi para leluhur dan harus diurus dengan baik. Penulis menemukan 3 filosofi utama yang melatarbelakangi pembangunan bentuk makam yaitu : filosofi bakti,

(8)

filosofi kekekalan jiwa dan filosofi pemujaan leluhur. Meskipun leluhurnya telah meninggal, namun hubungan almarhum dengan keluarganya masih tetap berlangsung, serta mempercayai leluhur yang telah meninggal memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi kehidupan anggota keluarga yang masih hidup. Maka pemakaman bertujuan untuk memastikan jiwa yang meninggal merasa nyaman dan tentram sehingga dapat memberi peruntungan bagi keturunannya. Begitu juga sebaliknya. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan keharmonisan batin manusia memohon kehidupan yang lebih baik dari almarhum. Masyarakat Tionghoa mulai menggunakan simbol-simbol keberuntungan dalam kebudayaan Tiongkok untuk dipadukan pada kebudayaan pemakaman terutama pada makam.

Makam Tionghoa selain memiliki rancangan yang unik, juga penuh dengan makna yang membawa manfaat bagi keturunannya, seperti: bentuk makam kura-kura yang berarti panjang umur, makam kursi yang berarti mempunyai kehidupan sosial yang makmur, dan makam Shuanghuan yang berarti sumber kekayaan yang tiada habis-habisnya. Simbol–simbol pada makam dibuat oleh manusia agar leluhurnya dapat tenang di alam lain dan dapat membawa berkah bagi keturunannya. Namun perlu diketahui, manusia tidak boleh terlalu terikat dengan pandangan bahwa meminjam simbol keberuntungan pada makam sudah dapat menciptakan keberuntungan bagi keluarganya, ini hanyalah sebuah kepercayaan tradisional. Namun ada yang jauh lebih penting dari semua ini yaitu ketulusan kita dalam menghormati leluhur. Dalam proses pemakaman yang kita harus ditekankan adalah bakti, melalui pemakaman sakral ini, dapat memberi contoh pada generasi muda untuk lebih menghargai leluhurnya, dan membangkitkan rasa hormat dan syukur terhadap budi orang tua dan leluhur.

REFERENSI

Cangianto, A. 2013, Tionghoa Dungkek dan pulau Sapudi (pulau Madura) dan Kuburan Tionghoa Berbentuk Perahu. Diakses 09 Juli 2015 dari

http://www.academia.edu/6616269/Tionghoa_Dungkek_dan_Pulau_Sapudi_Pulau_Madura_da n_Makna_Kubur_Berbentuk_Perahu

Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures. New York : Basic Books. Badan Pusat Statistik. (2013). diakses 09 April 2015 dari

http://bengkaliskab.bps.go.id/webbeta/frontend/linkTabelStatis/view/id/3

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Riau.2009. Diakses 29 November 2014 dari http://budpar.riau.go.id/index.html. [1] 陈华文.丧葬史[M].上海:上海文艺出版社, 2007. [2] 陈进国.坟墓形制与风水信仰——福建与琉球(冲绳)的事例[J].新世纪 宗教研究(宗教出版社), 2005,4(1). [3] 范玉梅.试论中华象征文化[J].民族研究, 1994,(1). [4] 何彬.江浙汉族丧葬文化[M].北京:中央民族出版社, 1992. [5] 黄金信.中华五福吉祥图典[M].北京:华语教学出版社, 2003. [6] 李木南.诞辰与丧葬文化[M].河南:河南大学出版社, 2005. [7] 李木南.思想文化[M].河南:河南大学出版社, 2005. [8] 李雪玲.中国古代青花“鱼化龙”纹饰考[C].第九届全国陶瓷艺术设计创新评 比暨首届中国陶瓷艺术大会论文集, 2010,(7). [9] 李永球.魂气归天[M].马来西亚:漫延书房,2012. [10] 林开世.风水作为一种空间的实浅:一个人类学的反思[J].台湾人类学刊 (民族所出版), 2007,5(2). [11] 覃娜娜.当代中国象征人类学研究评述[J].中南民族大学学报(人文社会 科学版), 2010,30(5). [12] 王 玉宝. 试论 中 国 传统 吉 祥 观[J]. 内 蒙 古农 业 大 学 学报( 社 会 科 学 版), 2004,6(2). [13] 王琛发.华人义山与墓葬文化,论华人墓葬文化内涵的思想意识[DB/OL]. http://www.xiaoen.org/cultural/library.asp?cat=22&loc=en&id=9.2 014-12-10. [14] 王毓翔.清代新竹地区坟墓建筑调查研究[D].台北:台北科技大学建筑与 都市设计研究所, 2005. [15] 张 亦 平 . 西 方 宗 教 学 名 著 提 要 [M]. 台 北 : 知 书 房 出 版 社 , 2003.

(9)

[16] 赵小芳,赵金洁.试析浙南地区的墓式制度—以温州椅子坟为例[J].青春 岁月, 2013,(16).

RIWAYAT PENULIS

Juwita Gunawan Wijaya, lahir di kota Palembang, 10 Juli 1991. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Paulus, Bandung pada tahun 2011. Penulis menamatkan Pendidikan S1 di Binus University dalam bidang sastra pada tahun 2015.

Ningsih, lahir di kota Bengkalis, Riau, 30 Maret 1993. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Negeri 1 Bengkalis, Riau pada tahun 2011. Penulis menamatkan Pendidikan S1 di Binus University dalam bidang sastra pada tahun 2015.

Sugiato Lim, lahir di kota Mentok Bangka, 20 Juli 1988. Menamatkan S1 jurusan Chinese Language and Culture di BLCU(Beijing Language and Culture University) pada 2010 dan S2 Jurusan Master of Teaching Chinese to Speakers of Other Languages di BLCU(Beijing Language and Culture University) pada tahun 2012. Saat ini bekerja sebagai FM SCC Sastra China Universitas Bina Nusantara.

Gambar

Gambar 1 Makam Bentuk Kura-kura
Gambar 3 Makam Bentuk Shuanghuan
Gambar 4 Lukisan Air dan Pegunungan  2.1    Lukisan air dan pegunungan.
Gambar 5 Lukisan Li Yue Long Men

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menjawab berbagai masalah di atas maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan jumlah populasi kurang lebih 40 anggota keluarga

Selain itu, semestinya tingkat bunga dapat diturunkan minimal sama dengan KKP-E, tidak mewajibkan agunan untuk pinjaman sampai dengan jumlah tertentu, lebih gencar

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Kerajaan Malaysia sentiasa mengingatkan syarikat Malaysia yang melabur di negara lain untuk menghormati dan mematuhi undang- undang tempatan serta mengamalkan

(2) Untuk mendapatkan cuti sakit, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada Direksi atau Pejabat

Digitalisasi yang dilakukan oleh Kozok meliputi naskah Surat Incung temuan baru dan naskah Surat Incung yang pernah diteliti oleh Voorhoeve pada tahun 1941, termasuk empat

Pada perlakuan umbi lapis, didapatkan hasil bahwa pada perlakuan Pada perlakuan umbi lapis, didapatkan hasil bahwa pada perlakuan  bawang merah dipotong 1/3

Setiap warga negara mempunyai hak pilih dalam demokrasi politik, salah satunya adalah dalam memilih Kepala Daerah, sehingga jika pemilihan Kepala Daerah dilakukan oleh