• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Media Massa

Media massa merupakan kependekan dari media komunikasi massa, fungsinya adalah sebagai sumber dan penyebar informasi. Cangara, (2007 : 126) menyebukan bahwa :

“Media massa berupa alat yang digunakan dalam menyampaikan pesan dari simber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat – alat mekanis seperti surat kabar, majalah, film, radio, dan televisi”.

Berdasarkan pengertian tersebut maka media pada dasarnya berfungsi sebagai media penyalur pesan komunikasi ke komunikan (khalayak).

Ada empat fungsi media massa yaitu; penyalur informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi. Keempat fungsi tersebut pada dasarnya harus berjalan bersamaan dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Berdasarkan peran dan fungsi media tersebut, Hamad (2004 : 10) menyebutkan bahwa:

“Pada dasarnya media massa menceritakan peristiwa – peristiwa dan menyusun realitas dari berbagai peristiwa menjadi sebuah cerita awatu wacana yang bermakna”.

Dengan begitu, pesan dari suatu peristiwa yang disampaikan oleh media massa, tak lepas dari ideologii aktor atau komunikator yang terlibat di dalamnya.

2.2.1 Media Online

Media Online adalah sebutan umum untuk sebuah bentuk media yang berbasis telekomunikasi dan multimedia berupa komputer dan internet. Didalamnya terdapat portal, website (situs web), radio – online, TV – online, pers online, mail online, dll, dengan karakteristik masing – masing sesuai dengan fasilitas yang memungkinkan user memanfaatkannya. (Kurniawan, 2005: 20).

2.2 Konsep Wacana

(2)

“Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan disini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman”.

Berdasarkan pada pengertian tersebut maka wacana dapat dilihat sebagai aktivitas komunikasi yang terjadi antara komunikan dengan komunikator untuk memaparkan ide – ide juga ideologi antara komunikator atau sekelompok melalui bahasa.

2.3 Analisis Wacana

Wacana adalah praksis sosial dalam bentuk integrasi simbolis yang bisa terungkap dalam pembicaraan, tulisan, kial, gambar, diagram, film atau musik (N. Fairclough, 2010: 233; dan M. Bloor & Thomas, 2007: 1 – 2). AWK tertarik pada bagaimana cara bahasa dan wacana digunakan untuk mencapai tujuan – tujuan sosial termasuk untuk membangun kohesi sosial sosial atau perubahan – perubahan soasial. Wacana merupakan proses semiotik merepresentasikan dunia sosial. Maka objek AWK sumber data: dokumen, kertas diskusi, perdebatan parlemen, pidato, kartun, film, foto, koran, iklan, atau brosur. Wacana akan mengatur cara membahas sesuatu, mendefinisikan, bicara, menulis, dan bertindak. Itulah wacana merupakan praktik sosial.

Analisis wacana kritis (AWK) merupakan penerapan analisis wacana dengan perspektif interdisipliner. Apabila analisis wacana hanya difokuskan pada penggunaan bahasa alamiah dengan analisis semata-mata bersifat linguistis, AWK berusaha menjelaskan penggunaan bahasa dikaitkan dengan perspektif disiplin lain, seperti politik, gender, dan faktor sosiologis lain. Dalam praktik analisisnya AWK memanfaatkan sarana analisis wacana (biasa), tetap dengan perspektif dan interpretasi yang lebih “dalam”. Beberapa sarana analisis wacana yang dimanfaatkan dalam AWK adalah stuktur makro, yang meliputi antara lain tematik: tema/topik; dan struktur mikro yang meliputi semantik, sintaksis, stilistik, dan retorik. Beberapa topik AWK yang penting adalah ideologi, pengetahuan, struktur, intraksi dan makna.

Teori analisis wacana kritis (AWK) dikembangkan oleh Teun A. Van Djik yang merupakan pelopor analisis wacana. Analisis wacana kritis merupakan perspektif baru dalam analisis wacana.

(3)

Penerapan yang dilakukan AWK menggunakan pendekatan interdisipliner dengan proses penafsiran yang lebih sensitif dan kritis.1

Menurut Van Dijk, asumsi dasar AWK ialah bahwa bahasa digunakan untuk beragam fungsi dan bahasa mempunyai berbagai konsekuensi. Bisa untuk memerintah, memengaruhi, mendeskripsi, mengiba, memanipulasi, menggerakkan kelompok atau membujuk. Dalam bahasa terdapat retorika, menipulasi dan penyesatan. Para peneliti studi wacana kritis tertarik untuk mempelajari bagaimana wacana memproduksi dominasi sosial, yaitu penyalahgunaan kekuasaan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain, dan bagaimana kelompok yang didominasi berusaha melakukan perlawanan terhadap penyalahgunaan kekuasaan tersebut melalui wacana juga (Van Dijk, 2009 : 63).

Studi wacana kritis van Dijk tidak hanya menyoroti ketidakberesan sosial, namun menekankan juga studi tentang representasi mental dan proses – proses yang terjadi pada penggunaan bahasa ketika mereka memproduksi dan memahami wacana dan ambil bagian dalam interaksi verbal, juga sejauh mana mereka terlibat dalam interaksi pengetahuan, ideolgi atau kepercayaan kelompok tertentu (van Dijk, : 2009 : 64).

2.2.1 Prinsip – prinsip Studi Wacana Kritis

Haryatmoko mengutip pada buku yang diedit oleh van Dijk, Discourse as Structure and Process (1997), van Dijk mengemukakan prinsip – prinsip dalam melakukan analisa wacana (1997 : 29 – 33). Dia juga menyadari bahwa prinsip ini tidak definitif, tetapi menyejarahkan sehingga mungkin saja berubah dan berkembang. Van Dijk menetapkan dua belas prinsip dasar, yaitu :

 Teks dan pebicaraan sungguh terjadi sehingga data yang nyata. Berbeda dari cara kerja linguistik atau filsafat formal yang sering dianggap suka menggunakan contoh – contoh hasil bentukan atau diskonstruksi, dalam analisis wacana, contoh seperti itu harus dihindari, sedangkan yang dicari adalah data nyata dalam bentuk rekaman atau video dari percakapan, atau teks nyata yang dipakai media massa atau dunia pendidikan. Menurut van Dijk, sebaiknya data belum diedit, tetapi diteliti seperti apa adannya atau sedekat mungkin dengan penampakkannya sesuai dengan konteks aslinya.

(4)

 Ada konteks artinya wacana harus dipelajari sebagai bagian dari konteks lokal, global, sosial dan budayanya. Teks dan percakapan merupakan petunjuk relevansi kontekstualnya, maka struktur konteks dan konsekuensi – konsekuensi wacana perlu diamati dan dianalisis secara rinci. Setting-nya, para partisipannya dan peran komunikatif dan sosial, tujuannya pengetahuan, norma dan nilai sosial yang relevan, struktur organisasi dan kelembagaannya perlu dianalisis.

 Wacana sebagai pembicaraan mau menunjukkan bahwa studi wacana kritis berorientasi ke analisis interaksi verbal di dalam percakapan informal dan juga bentuk percakapan yang lain, yang lebih formal atau dialog kelembagaan. Sering pembicaraan dianggap sebagai bentuk primordial wacana. Tentu saja studi wacana kritis tidak mengabaikan bidang yang lebih luas dalam wacana tertulis.

 Wacana sebagai praktik sosial anggota – anggotanya berarti bahwa wacana baik lisan maupun tertulis merupakan bentuk praktik sosial di dalam konteks sosial budaya tertentu. Pengguna bahasa terlibat di dalam wacana bukan hanya atas nsma pribadi, tetapi juga sebagai anggota suatu kelompok, lembaga atau budaya tertentu. Melalui wacana, pengguna bahasa berperan, meneguhkan atau menentang struktur – struktur atau lembaga – lembaga sosial dan politik secara menyeluruh.

 Menghormati kategori – kategori milik pengguna bahasa berarti tidak boleh menentukan penertian dan kategori apriori peneliti / analisis, namun harus menghormati cara bagaimana anggota – anggota masyarakat menafsirkan, mengarahkan dan mengategorisasi ciri – ciri dunia sosialnya dan perilaku mereka, termasuk wacana itu sendiri. Namun bukakn berarti bahwa peneliti tidak boleh memakai teori secara sistematik dan secara terungkap supaya bisa memperhitungkan wacana sebagai praktik sosial.

 Keberurutan mau menunjukkan keterhubungan wacana melibatkan juga fungsinya, artinya unsur – unsur berikutnya memiliki fungsi khusus terhadap unsur – unsur sebelumnya. Jadi pengguna bahasa baik secara mental atau dalam interaksi melakukan penafsiran entah secara keliru atau coaba – coba, sering mencari kesempatan untuk mengoreksi atau memperbaiki tindakan – tindakan sebelumnya atau pemahaman sebelumnya.

(5)

 Aspek konstruktivitas mau menunjukkan bahwa wacana terdiri dari bangunan kesatuan yang dibangun karena fungsinya, dipahami atau dianalisis sebagai unsur yang lebih luas sehingga menciptakan struktur – struktur yang terhierarkisasi. Hierarkisasi ini berlaku baik pada bentuk maupun makna dan interaksi.

 Tindakan dan dimensi mau menunjukkan bahwa menganalisis secara teoretis cenderung membagi wacana ke dalam beragam lapisan, dimensi atau tingkatan dan sekaligus saling menghubungkan tingkatanya. Tingkatan ini merepresentasikan beragam tipe fenomena yang terlibat dalam wacana, seperti suara, bentuk, makna atau tindakan. Namun sekaligus pengguna bahasa secara strategis mengatur beraamm tingkatan atau dimensi itu.

 Makna dan fungsi menjadi tugas pokok baik pengguna bahasa maupun menganalisis. Di dalam analisis dan pemahaman, mereka akan menanyakan tentang “apa maknanya disini?” atau “bagaimana bisa mempunyai makna dalam konteks ini?” kedua prinsip ini mempunyai implikasi fungsional dan penjelasan “mengapa ini dikatakan atau dimaksud”.

 Aturan – aturan bahasa mau menjelaskan bahwa komunikasi maupun wacana diandaikan ditata oleh aturan yang baku. Teks dan pembicaraan dianalisis sebagai manifestasi atau penjabaran dari aturan tata bahasa, tekstual, komunikatif atau interaksional tersebut. Namun studi tentang wacana aktual memfokuskan pada bagaimana aturan itu mungkin dilanggar, diabaikan atau diubah dan apakah fungsi kontekstual dan diskursif mencerminkan pelanggaran – pelanggaran yang nyata atau hanya kelihatannya saja.

 Strategi – strategi mau menunjukkan bahwa pengguna bahasa juga mengetahui dan menerapkan strategi – strategi mental dan interaksional yang jitu di dalam pemahaman yang efektif dan pemenuhan wacana serta pewujudan tujuan – tujuan komunikasi dan sosial mereka. Relevansi strategi ini bisa dibandingkan dengan permainan catur: pemain perlu mengetahui aturan – aturannya supaya bisa menggunakan taktik, berspekulasi, bertaruh dan melakukan gerak – gerak khusus di dalam keseluruhan strategi untuk mempertahankan diri atau untuk menang.

 Kognisi sosial di dalam proses mental dan representasi mental di dalam produksi dan pemahaman teks dan pembicaraan. Sedikit dari aspek wacana yang telah di bicarakan

(6)

sebelumnya (makna, koherensi, tindakan) bisa dipajami dan dijelaskan secara tepat tanpa mengacu ke mental pengguna bahasa. Selain pengalaman dan ingatan pribadi akan peristiwa, representasi sosio – budaya bersama dari pengguna bahasa sebagai anggota kelompok berperan sangat mendasar dalam wacana.

Menurut van Dijk pada buku Haryatmoko, dominasi yang dipahami sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dilegimitasi oleh ideologi: melalui keyakinan sosial yang mengorganisir dan mengendalikan representasi sosial kelompok dan anggota – anggotanya (2009: 79).

“Analisis wacana kritis juga menggunakan pendekatan kritis, dalam menganalisis bahasa tidak hanya dilihat dari segi kebahasaan saja, namun melihat juga dari segi konteks yakni tujuan dan praktik tertentu yang ada dalam setiap wacana”. - (Jorgensen, 2007: 120)

Jadi di dalam setiap analisis wacana kritis, wacana tidak dipahami semata – mata sebagai studi bahasa saja walau pada faktanya wacana menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, lebih lanjut bahasa yang dianalisis relatif berbeda dengan studi dalam studi linguistik traditional karena dalam analisis wacana kritis menghubungkannya dengan konteks teks tertentu. Analisis wacana kritis tidak bisa dianggap sebagai pendekatan yang secara politik netral, tapi pendekatan ini secara politik ditujukan agar timbullah perubahan sosial

Hal ini juga diperkuat dengan adanya karakteristik analisis wacana kritis menurut Eriyanto yang mengutip tulisan Van Dijk, Fairclough,dan Wodak.

1. Tindakan. Jika wacana dipahami sebagai suatu tindakan, maka wacana dihubungkan sebagai bentuk interaksi. Terdapat beberapa konsekuensi dalam melihat wacana, yakni wacana dipandang sebagai suatu yang bertujuan dan konsekuensi ke dua wacana dilihat sebagai hal yang diekspresikan secara sadar dan terkendali.

2. Konteks. Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana dalam arti memperlihatkan latar, situasi, peristiwa, hingga kondisi tertentu

3. Historis. Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks tertentu. Konteks historis melihat suatu wacana timbul dalam situasi dan suasana politik yang ada pada saat itu.

(7)

4. Kekuasaan. Analisis wacana kritis mempertimbangkan elemen kekuasaan. Wacana dalam bentuk teks, baik percakapan atau apa pun tidak dipandang sebagai suatu yang alami, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan yang dimaksud adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dan masyarakat. Sehingga, analisis wacana kritis tidak membatasi diri pada detail teks atau struktur wacana saja, tetapi menguhubungkan dengan kekuatan saja melihat kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya tertentu.

5. Ideologi. Ideologi merupakan hak sentral dalam analisis wacana kritis karena setiap bentuk teks, percakapan dan sebagainya adalah praktik ideologi atau pencerminan ideologi tertentu.. Wacana bagi ideologi ialah medium memalui kelompok dominan mempersuasif dan mengkomunikasikan pada khalayak kekuasaan dan dominasi yang dimiliki sehingga nampak sah dan benar.

Penulis memilih menggunakan teori AWK dari van Dijk, karena studi wacana van Dijk tidak hanya menyoroti tentang ketidakberesan sosial, namun menekan juga studi tentang representasi mental dan proses – proses yang terjadi pada pengguna bahasa ketika mereka memroduksi dan memahami wacana dan ambil bagian di dalam interaksi verbal, juga sejauh mana mereka terlibat di dalam interaksi pengetahuan, ideologi atau kepercayaan kelompok sosial tertentu. Serta dalam tujuan akhir Analisis Wacana Kritis ini adalah untuk membongkar bentuk- bentuk dominasi, diskriminasi atau prasangka yang dibongkar kepentingan, nilai / ideologi di baliknya. Dalam melengkapi teori AWK dan van Dijk ini, penulis menggunakan 2 buku dari sumber yang berbeda namun tetapi satu teori agar dapat saling melengkapi dan memperkuat teori penulis. Buku dan sumber yang penulis pakai adalah dari Haryatmoko dan Eiyanto.

(8)

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini dimulai dari tersebarnya screenshot sebuah chat mesum milik Habib Rizieq dan Firda Husein pada sebuah media online, dan diunggah pula oleh Liputan6.com. Untuk mengetahui ideologi Liputan6 dan wacana yang berkembang, maka analisis metode kualitatif pendekatan wacana kritis model Teun. A. Van Dijk dipakai untuk mengkaji dan dapat mengungkap perspektif Liputan6 terhadap kasus chat mesum oleh Habib Rizieq dengan Firda Husein.

Perspektif Liputa6 terhadap kasus chat

mesum Chat Mesum Habib Rizieq dengan Firza

Husein

AWK Teun. A. van Dijk : 1. Kualitatif 2. Menggambarkan,

menganalisa, dan menginterpretasikan 3. Dimensi teks, kognisi

sosial, konteks sosial

Referensi

Dokumen terkait

Melalui studi kepustakaan dengan menggunakan metode pendekatan hukum empiris diperoleh kesimpulan, bahwa dalam kenyataannya, kesepakatan kerjasama Sosek Malindo yang

Langkah ketiga adalah find best pred, pada langkah ini dilakukan pencarian predikat terbaik dengan ketentuan jika nilai foilgain lebih besar dari nilai max gain maka predikat

a) Kesempatan untuk maju, yaitu ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja. b) Keamanan Kerja, faktor ini sering disebut

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul PERENCANAAN STRATEGIS TEKNOLOGI INFORMASI PADA PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH SITUBONDO DENGAN METODE WARDPEPPARD dalam rangka

Menerusi kajian ini, guru-guru pelatih UTM didapati telah melengkapkan diri mereka dengan kemahiran ICT yang amat baik dan ini selaras dengan harus fakulti yang ingin

With respect to occurrence of numerous landslides in the city of Sari over the past years, The main contribution if this paper reveals to the comprehensive criteria

The Application Of The English Past Tenses Knowledge To Recount Texts Of Writing I Students Of The English Education Study Program of Widya Mandala Catholic

Maksud pemerintah untuk memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia tidak tercapai, karena sekolah-sekolah bumi putra kelas II merupakan lembaga yang mahal