• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: Knowledge, Attitudes, Women of Reproductive Age, Badapu Tradition.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: Knowledge, Attitudes, Women of Reproductive Age, Badapu Tradition."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR

YANG BELUM MENIKAH TENTANG TRADISI BADAPU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL

KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2013

Eliana Tarigan¹, Ernawati Nasution², Albiner Siagian²

¹ Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ² Staff Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

ABSTRACT

Aceh Singkil community has a tradition of eating certain foods taboo to implement the post partum mother at Badapu tradition. Badapu tradition is a tradition passed down for generations that should be done by the post partum mother from body heat to do on the abstinence of some foods. Because women of reproductive age who are unmarried will undergo a period of post partum later, so it is necessary to know of how their knowledge and attitudes about Badapu tradition.

The study was a descriptive cross-sectional design. This study aims to describe the knowledge and attitudes of women of reproductive age who are not married on Badapu tradition in the Community Health Centers Singkil. Population is women of reproductive age who are unmarried. Sampling was done by purposive sampling in 16 villages. Sample of 100 people selected by proportional allocation. Collecting data on the characteristics, knowledge and attitudes through interviews using questionnaires. Data were analyzed descriptively and presented in a frequency distribution table.

The results showed that the majority of women of reproductive age who are not married have a good knowledge of the tradition Badapu (93%) and have a good attitude about tradition Badapu (49%), while the correlation between knowledge and attitude of women of reproductive age have no significant relationship (p> 0.904)

There should be a counseling approach and performed by Nutrition Workers of Community Health Centers and Midwive to provide the KIE of Nutrition and correct direction in implementing Badapu tradition.

Keywords: Knowledge, Attitudes, Women of Reproductive Age, Badapu Tradition.

PENDAHULUAN

Masa nifas dikenal sebagai masa involusi yaitu kembali organ-organ tubuh seperti sebelum hamil maka pada masa ini banyak terjadi perubahan-perubahan, diantara perubahan-perubahan tersebut adalah perubahan sistem tubuh yg meliputi peningkatan nadi, tekanan darah, suhu, perubahan laktasi dan pemberian air susu ibu, perubahan sistem lain seperti perubahan sistem ginjal, sistem kardiovaskular, perubahan sistem renal dan dan terjadi luka pada perineum (Wulanda, 2011)

Di negara maju dan negara berkembang perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa

kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya. Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama dari 150.000 kematian ibu setiap tahun di dunia dan hampir 4 dari 5 kematian karena perdarahan pasca persalinan (Prawirohardjo, 2008).

Banyak praktek-praktek budaya yang berpengaruh secara negatif terhadap perilaku kesehatan masyarakat, sehingga lebih besar untuk mengalami infeksi. Pada beberapa budaya, pantang makan pada ibu hamil dan ibu nifas dapat berpengaruh pada asupan gizi (Suprabowo, 2006 ).

Pada masyarakat Aceh Singkil juga ada satu kebudayaan atau tradisi pantang

(2)

2 makan makanan tertentu yang ditetapkan

kepada ibu nifas yaitu tradisi Badapu. Tradisi ini dilakukan oleh ibu nifas dimulai pada hari ketujuh sampai dengan hari ke 60 untuk kelahiran anak pertama dan 40 hari untuk anak berikutnya. Pada saat menjalankan tradisi Badapu, ibu nifas dilarang mengkonsumsi beberapa jenis bahan makanan seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, pepaya , pisang, nenas, dan cabe juga juga buah-buahan yang dianggap banyak mengandung air seperti jeruk, semangka dan lain-lain.

Dampak lain yang ditimbulkan dari budaya yang melakukan pantangan makan pada ibu nifas adalah terjadinya anemia. Penyebab anemia pada masa nifas yang pertama terjadi karena infeksi, apalagi bagi ibu yang ketika persalinan mengalami perdarahan, proses melahirkan yang sangat lama atau bisa jadi ibu sudah mengalami anemia pada masa kehamilan dan kemudian hal ini diperberat lagi dengan melakukan pantangan makan pada masa nifas maka ibu akan mengalami anemia berat (Harnany, 2006)

Anemia juga akan meningkatkan resiko terjadi kematian ibu 3,7 kali lebih tinggi jika dibandingkan ibu yang tidak anemia. Hal ini menjadi salah satu penyumbang tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, yaitu 307/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tersebut berada di atas AKI Negara ASEAN lainnya (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deri (2009) dari 45 orang ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sebanyak 82,2% atau 37 orang ibu nifas mengalami anemia dengan rata-rata kadar hemoglobin 9,01 ± 1,48 gr/%.

Anemia terjadi karena ibu nifas kurang mengkonsumsi zat besi (Fe). Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat besi terutama diperlukan dalam pembentukan darah (Sediaoetama, 2008). Pada ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat kurang mengonsumsi makanan sumber utama zat besi yang banyak terdapat pada daging sapi, ayam, telur dan

sayuran berwarna hijau. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya ibu nifas mengonsumsi sayuran serta buah-buahan yang mengandung asam askorbat atau vitamin C yang berfungsi untuk meningkatkan absorbsi Fe dalam tubuh.

Wanita usia subur adalah wanita yang berusia 15-49 tahun yang masih produktif untuk mempunyai keturunan (Depkes RI, 2011). Wanita usia subur yang belum menikah adalah sebagai generasi penerus wanita-wanita modern yang akan menjadi seorang ibu pada saatnya nanti. Mereka juga akan mengalami proses kehamilan, persalinan dan masa nifas. Biasanya pada masa ini pemahaman mereka tentang tradisis Badapu masih sebatas melihat dari pengalaman orang lain.

Kurangnya pengetahuan tentang gizi pada mereka juga merupakan salah satu penyebab wanita usia subur nantinya akan melakukan tradisi Badapu. Pendidikan tentang gizi pada masa hamil dan nifas sebenarnya sudah dapat diberikan kepada wanita usia subur sejak dini sehingga mereka akan dapat mempersiapkan diri untuk menjalani masa nifasnya nanti. Karena tradisi tidak harus dihilangkan tetapi bisa dilakukan bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari survei yang telah dilakukan sebelumnya kepada beberapa wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu mereka mempunyai pemahaman yang berbeda-beda tentang tradisi tersebut. Ada yang beranggapan bahwa tradisi memang harus tetap dilaksanakan dan tradisi tidak boleh dihilangkan tanpa mengetahui ada beberapa faktor resiko yang akan dialaminya, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa tradisi Badapu tetap dilaksakan tetapi hanya seperlunya saja.

Berdasarkan latar belakang inilah yang mendasari perlunya dilakukan kajian ilmiah untuk mengetahui lebih lanjut gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

(3)

3 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain penelitian cross sectional (pengamatan sesaat) untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu diwilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang belum menikah di wilayah kerja Puskesmas Singkil yang berjumlah 1015 orang. Penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling di 16 desa di Kecamatn Singkil. Besar sampel masing-masing desa dihitung secara alokasi proporsional sehingga diperoleh sampel sebanyak 100 orang.

Pengumpulan data tentang karakteristik, pengetahuan dan sikap dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Kemudian data dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu dan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap data di analisa secara analisis statistik melalui Uji Chi Square kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.

HASIL PENELITIAN

Adapun karakteristik WUS yang belum menikah meliputi umur, pendidikan, dan status pekerjaan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden

No Kelompok Umur Jumlah %

1. 17-22 tahun 41 41,0 2. 23-28 tahun 41 41,0 3. 29-34 tahun 15 15,0 4. 35-40 tahun 1 1,0 5. > 40 tahun 2 2,0 Jumlah 100 100,0 Tingkat Pendidikan Jumlah % 1. Tamat SD 3 3,0 2. Tamat SMP 15 15,0 3. Tamat SMA 47 47,0 4. Sarjana 35 35,0 Jumlah 100 100,0

Status Pekerjaan Jumlah %

1. Bekerja 44 44,0

2. Tidak Bekerja 56 56,0

Jumlah 100 100,0

Karakteristik responden menurut umur, dapat dilihat bahwa responden adalah wanita usia subur yang produktif yang berumur 17 – 45 tahun. Usia yang terbanyak ada pada kategori uisa 17-28 tahun masing-masing sebanyak 41 orang (41%), ini adalah usia WUS yang masih menempuh pendidikan SMA, tamat SMA dan Sarjana. Pendidikan responden yang paling banyak adalah tamat SMA sebanyak 47 orang (47%), responden yang berpendidikan sarjana sebanyak 33 orang (37%). Dari status pekerjaan responden sebanyak 56 orang (56%) tidak bekerja hal ini dikarenakan faktor pendidikan dan sebagian besar dari responden juga masih berstatus pelaj

Tabel 2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan

No Pengetahuan Jumlah %

1. Baik 93 93,0

2. Cukup 7 7,0

Jumlah 100 100,0 Sebagian besar responden (93%) mempunyai pengetahuan yang baik dan sisanya (7%) mempunyai tingkat pengetahuan cukup. Hal ini dapat diketahui dari jawaban responden dari pertanyaan tentang pengetahuan Badapu dapat dijawab dengan baik oleh responden. Mereka mengetahui tentang pengertian Badapu dan mengetahui tahapan pada pelaksanaannya serta makanan apa yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan pada pelaksanaan tradisi tersebut. Distribusi hasil pengetahuan responden.

Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Sikap No Sikap Jumlah % 1. Baik 49 49,0 2. Cukup 41 41,0 3. Kurang 10 10,0 Jumlah 100 100,0 Sikap responden sebagian besar (49%) baik dan sebanyak 41(10%) responden mempunyai sikap cukup dan sisanya (10%)

(4)

4 mempunyai sikap yang kurang tetang tradisi

Badapu, hal ini dapat dilihat dari Tabel 3 diatas. Sikap yang baik dan cukup dalam hal ini karena responden menyatakan bahwa tradisi Badapu mempunyai manfaat dan mereka masih akan tetap melaksanakan tradisi tersebut nantinya dan sikap yang kurang menyatakan bahwa mereka tidak akan melaksanakan tradisi Badapu karena merasa tidak ada manfaatnya.

Tabel 4 Distribusi Sikap Responden Menurut Pengetahuan

No Sikap

Pengetahuan Baik Cukup Jumlah

n % n % n %

1. Baik 46 49,5 3 42,9 49 100,0 2. Cukup 38 40,9 3 42,9 41 100,0 3. Kurang 9 9,7 1 14,3 10 100,0 Dari Tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa dari 93 orang responden mempunyai pengetahuan baik sebanyak 46 orang (49,5%) mempunyai sikap baik dan dari 7 orang responden yan mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 3 orang (42,9%).

Setelah dilakukan analisa data dengan menggunakan Uji Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap wanita usia subur yang belum menikah dengan nilap p > 0,904.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (93%) pengetahuan WUS yang belum menikah tentang tradisi Badapu mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini karena mereka masih sangat dekat dengan kehidupan masyarakat setempat yang masih memegang erat tradisi dan WUS mendapatkan banyak pengetahuan dari lingkungan sekitar tentang tradisi tersebut, baik melalui informasi yang didengar maupun melalui pelaksanaan langsung dari tradisi Badapu. Pelaksanaa tradisi juga sangat dipengaruhi oleh peran keluarga dalam hal ini orang tua, ibu mertua dan suami yang menganjurkan ibu nifas untuk melaksanakan tradisi tersebut (Deri, 2009). Kekurangan pengetahuan tentang kesehatan

dalam hal ini pengetahuan tentang gizi yang baik pada masa nifas juga akan mengarahkan WUS untuk tetap melakukan tradisi Badapu.

Semakin tinggi pendidikan seseorang juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan karena semakin mudah untuk dapat menyerap dan memahami informasi yang mereka terima. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan tingkat pendidikan yang berbeda dari tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan sarjana sebagian besar (93%) mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang tradisi Badapu.

WUS yang belum menikah mempunyai pengetahuan yang baik tentang tradisi Badapu karena pengalaman yang dilihat dan didengar dari sekitar lingkungan mereka meskipun mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda. Demikian juga jika dilihat dari kelompok umur dan status pekerjaan maka sebagian besar wanita usia subur yang belum menikah mempunyai pengetahuan baik yang di peroleh dari pengalaman dan informasi yang diterima dari lingkungan mereka. Dengan kata lain pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan.

Tradisi Badapu merupakan suatu kegiatan budaya yang sebagian dari pelaksanaannya tidak sesuai dengan kaidah kesehatan khususnya pada masa nifas dimana ada beberapa larangan terhadap ibu nifas untuk mengonsumsi bahan makanan yang seharusnya memang harus dikonsumsi oleh ibu seperti sumber bahan makanan yang berprotein tinggi, sumber vitamin dan mineral, sumber zat besi dan konsumsi air yang tidak dibatasi (Deri, 2009). Dari pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh ibu nifas dalam pola makan hal ini dapat menimbulkan permasalahan gizi yaitu lamanya penyembuhan luka pasca melahirkan, terhambatnya produksi ASI dan anemia. (Suprabowo, 2006)

Tetapi jika dilihat dari hasil penelitian ternyata tidak semua wanita usia subur dengan tingkat pengetahuan yang baik akan melaksanakan tradisi Badapu dengan

(5)

5 mematuhi semua aturan-aturan yang ada,

karena sebagian besar WUS (63%) akan melakukan tradisi Badapu sesuai dengan kebutuhan mereka yang masih mempunyai nilai positif pada masa nifas misalnya, dengan meminum minuman ramuan mentah dan minuman periuk yang dianggap dapat mempercepat penyembuhan luka pasca bersalin.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa WUS yang belum menikah sebagian besar (49%) mempunyai sikap yang baik dan sebanyak 41% mempunyai sikap yang cukup tentang tradisi Badapu.

Jika dilihat dari tingkat pendidikan sebagian besar WUS juga mempunyai sikap yang baik, dan hanya sebagian kecil mempunyai sikap kurang yaitu dari tingkat pendidikan tamat SMA dan Sarjana. Hal ini menyatakan bahwa WUS mempunyai pengetahuan gizi yang baik sehingga mereka mempunyai sikap yang kurang tentang tradisi Badapu. Demikian juga dari kelompok umur dan status pekerjaan, sebagian besar WUS mempunyai sikap baik dan hanya sebagian kecil WUS yang mempunyai sikap kurang tentang tradisi Badapu.

Ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi WUS yang belum menikah dalam melakukan suatu tindakannya.

Sedangkan dari sebagian kecil (10%) WUS yang belum menikah mempunyai sikap kurang dapat diketahui dari pernyataan yang menyatakan bahwa mereka tidak akan melakukan tradisi Badapu pada saat nifas karena beranggapan bahwa jika tidak melakukan tradisi tersebut tidak akan terjadi masalah dan tidak akan menghambat pemulihan kesehatan mereka.

Pada hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 93 orang WUS yang belum menikah dengan pengetahuan baik sebanyak 49,5 % memiliki sikap baik dan 40,9% dengan sikap cukup, dan 9,7% sikap kurang, sedangkan dari 7 orang WUS yang belum menikah dengan tingkat pengetahuan cukup sebanyak 42,9% memiliki sikap baik, 42,9% sikap cukup dan 14,3% sikap kurang.

Hasil penelitian setelah dilakukan analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi Square maka di peroleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah.

Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengetahuan yang baik mempunyai tingkatkan sikap yang bervariasi dari wanita usia subur yang belum menikah, bahwa pengetahuan mereka tentang tradisi Badapu yang baik tidak diikuti dengan sikap yang baik dari semua WUS yang belum menikah.

Taylor (1995) dalam penelitian Simorangkir (2012) menyatakan perilaku sehat sangat efektif bila didukung oleh situasi sosial yang baik. Keluarga, teman dekat, teman kerja dan lingkungan sekitar merupakan komponen penting dari terbentuknya kebiasaan sehat. Bila lingkungan mendukung kebiasaan sehat dan mengerti tentang hakekat kesehatan maka tidak sulit bagi WUS yang belum menikah untuk tidak melakukan tradisi Badapu. Begitu pula sebaliknya perilaku sehat sulit terwujud ketika lingkungan tidak mendukung, sehingga dapat diketahui bahwa faktor sosial dapat berfungsi sebagai terbentuknya perilaku sehat dan tidak sehat.

Tingkat pengetahuan yang baik dan sikap yang baik tentang tradisi Badapu pada wanita usia subur yang belum menikah menyatakan bahwa nantinya mereka akan melakukan tradisi tersebut dengan mengikuti semua aturan-aturan dari tradisi tersebut dan hal ini dapat mengakibatkan ibu nifas akan mengalami beberapa masalah terhadap kesehatannya terutama yang berhubungan dengan gizi, karena pada masa ini ibu nifas melakukan pantangan terhadap beberapa jenis bahan makanan tertentu, dalam hal ini bahan makanan yang mempunyai sumber protein tinggi, sumber vitamin dan mineral, juga zat besi. Ada banyak mitos yang dipercayai oleh masyarakat yang sangat bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya, diantaranya bahwa ibu nifas tidak boleh makan telur, ikan dan daging agar luka jahitannya cepat sembuh, tidak boleh makan yang berkuah dan banyak

(6)

6 minum air putih agar luka jahitan tidak

basah, tidak makan buah-buahan selama menyusui agar bayi tidak diare, tidak boleh banyak makan agar ibu tetap langsing. (Romana, 2013). Akibat dari pantang makan ini zat gizi ibu nifas tidak terpenuhi dengan baik karena biasanya konsumsi ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu berada dibawah Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (Deri, 2009)

Tradisi Badapu tidak akan bisa dihilangkan dari kehidupan masyarakat Singkil. Tradisi Badapu adalah sebuah budaya, menurut Poerwanto (1997) manusia dan budaya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu pendukung budaya adalah manusia itu sendiri. Sekalipun manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan kepada keturunannya, demikian seterusnya.

Tradisi atau budaya yang sudah ada sejak turun temurun tidak dapat dihilangkan, tetapi bagaimana caranya agar budaya atau tradisi dapat diterapkan secara bersamaan dalam kehidupan masyarakat seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengetahuan WUS yang belum menikah tentang tradisi Badapu baik namun demikaian bukan berarti WUS yang belum menikah mempunyai pengetahuan kurang terhadap gizi untuk masa nifas.

Sikap WUS yang belum menikah tentang tradisi Badapu sebagian besar baik dan mereka akan melaksanakan tradisi Badapu pada saat masa nifas dan sikap WUS yang belum menikah pada kategori cukup menyatakan bahwa tradisi Badapu tetap akan dilaksanakan tetapi dengan tidak melakukan pantangan terhadap makanan.

Tingkat pengetahuan WUS yang belum menikah baik tidak menyatakan bahwa semua WUS mempunyai sikap yang baik juga, karena tidak semua WUS yang belum menikah akan melaksanakan tradisi Badapu.

Saran

Perlu diberikan penyuluhan tentang bagaimana anjuran gizi yang baik pada masa nifas dan melakukan pendekatan kepada wanita usia subur dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) atau kelompok perwiridan/pengajian ibu-ibu dan kelompok organisasi pemuda agar pelaksanakan tradisi Badapu menjadi lebih baik sesuai dengan kaidah kesehatan. Menghimbau kepada Bidan Desa dan Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas untuk memberikan KIE gizi dan arahan yang benar dalam melaksanakan tradisi Badapu secara berkala kepada masyarakat terutama pada kelompok wanita usia subur dan tokoh-tokoh masyarakat dalam hal pola makan pada masa nifas yaitu dengan pemilihan dan pengolahan bahan makanan yang bergizi.

DAFTAR PUSTAKA

Deri, F. 2009. Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan masyarakat USU, Medan.

Depkes RI. 2003. Gizi Dalam Angka. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. 2011. Data Penduduk Sasaran Program Kesehatan 2011-2014. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Harnany, S, A, 2006. Pengaruh Tabu Makan, Tingkat Kecukupan Gizi, Konsumsi Tablet Besi, Dan The Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Di Kota Pekalongan Tahun 2006. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan masyarakat UNDIP, Semarang.

(7)

7 Poerwanto, H. 1997. Manusia, Kebudayaan

dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan dan Budaya, Jakarta.

Prawiroharjo, S. 2008. Sinopsis Obstretri II. EGC, Jakarta.

Romana, T. 2013. Mitos Keliru Seputar Makanan Ibu Nifas-Kompasiana Kesehatan. Health.kompas.com diakses tanggal 14 Agustus 2013.

Simorangkir, L. 2012. Hubungan

Pengetahuan Dan Motivasi Dengan Pencegahan Hipertensi Pada Pria Usia 25-45 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan masyarakat USU, Medan.

Sediaoetama, A.D. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi Jilid II. Dian Rakyat, Jakarta.

Suprabowo, E. 2006. Praktik Budaya Dalam Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas Pada Suku Dayak sanggau, Tahun 2006. Jurnal Kesehatan masyarakat Nasional Volume 1 FKM UI, Jakarta.

Wulanda, F, A. 2011. Biologi Reproduksi. Salemba Medika, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Perusahaan yang mendaftar sebanyak 27 (Dua puluh Tujuh) Perusahaan. TRISAKTI MUSTIKA GRAPHIA. ROYAL STANDARD JAYA LESTARI c. Metode evaluasi yang digunakan adalah

Pendataan guru bersertifikat pendidik yang akan mengikuti sertifikasi untuk bidang tugas yang baru (sertifikasi kedua), sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah

This study aims to find translation procedures from source language (English) to target language (Indonesian) used in translating the Eclipse novel which have

[r]

diterima, dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered

Memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan

kendi perhari. Anak kecil itu terjatuh dan menumpahkan air yang dibawanya. Ia tidak boleh mengambil air lagi. Pemanasan global menyebabkan kekeringan dan air laut juga