• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Fungsi Pendidikan Nasional

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut tertuang dalam Permendikanas No.22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 Tentang Satandar Isi

2.1.2 Hakekat dan tujuan pembelajaran PKn

 Program pendidikan berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

 Mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,sosial,budaya,bahasa,usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas,terampil, dan berkarakter yang dilandasi Pancasila dan UUD’45.

Branson (1999:7) tujuan PKn (Civic Education) adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal,negara bagian, dan nasional.Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006;49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:

1. Berpikir kritis,rasional dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.

2. Berpikir secara cerdas dan tanggung jawab,serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

(2)

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama bangsa-bangsa lain.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi dan informasi.  Djahiri (1994/1995:10) tujuan PKn adalah sebagai berikut:

1. Secara umum,tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional,yaitu:”Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,memiliki kemampuan mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

2. Secara khusus,tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat….

2.1.3 Model Value Clarification Technique (VCT)

VCT adalah pendekatan pendidikan nilai untuk mengungkap nilai-nilai yang sudah ada pada diri peserta didik. Adisusilo (2012: 141) mengartikan teknik klarifikasi nilai (VCT) peserta didik tidak disuruh menghafal dan tidak “disuapi” dengan nilai-nilai yang sudah dipilihkan pihak lain, melainkan dibantu untuk menemukan, menganalisis, mempertanggungjawabkan, mengembangkan, memilih, mengambil sikap, dan mengamalkan nilai-nilai hidupnya sendiri. Dalam model VCT, peserta didik dibantu menjernihkan, memperjelas dan mengklarifikasi nilai-nilai hidupnya, lewat value problem solving, diskusi, dialog dan presentasi. Misalnya peserta didik dibantu menyadari nilai hidup mana yang sebaiknya diutamakan dan dilaksanakan, lewat pembahasan kasus-kasus hidup yang sarat dengan konflik nilai atau moral.

Sanjaya (Taniredja, 2011: 87) menyatakan bahwa Value Clarification Technique atau sering disingkat VCT merupakan pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Sementara itu, Djahiri (Asyfahania, 2011:5) mengemukakan bahwa melalui VCT

(3)

peserta didik dibina kesadaran emosional nilainya melalui cara yang kritis rasional melalui pengujian kebenaran, kebaikan, kelayakan, keadilan, dan ketepatannya. Dalam rangka untuk mengarahkan pada pencapaian nilai-nilai/tingkatan perkembangan moral yang lebih tinggi, maka nilai-nilai yang sudah ada pada diri peserta didik perlu untuk diungkap.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli mengenai pengertian dari Value Clarification Technique(VCT), bisa disimpulkan VCT ialah suatu teknik yang menuntut siswa untuk mengklarifikasi nilai yang ada di dalam dirinya melalui menganalisis suatu permasalahan sehingga ia bisa menentukan suatu nilai yang dianggap baik bagi dirinya.

Tujuan menggunakan VCT dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Value Clarification Technique (VCT) memiliki berbagai tujuan. Taniredja (2011: 88) menyatakan tujuan menggunakan VCT dalam pembelajaran PKn ialah:

1. Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.

2. Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki untuk selanjutnya ditanamkan ke arah peningkatan dan pencapaian target nilai.

3. Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara rasional (logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran bukan kewajiban moral.

4. Melatih siswa dalam menerima-menilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.

Senada dengan pendapat diatas, Adisusilo (2013: 142) menyatakan tujuan dari VCT ialah:

1. Membantu peserta didik untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain;

2. Membantu peserta didik agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berkaitan dengan nilai-nilai yang diyakininya;

3. Membantu peserta didik agar mampu menguatkan akal budi dan kesadaran emosionalnya untuk memahami perasaan, nilai-nilai dan pola tingkah lakunya sendiri.

(4)

4. Secara umum tujuan dari VCT ialah untuk membantu peserta didik menyadari, menemukan, serta menerapkan nilai-nilai sehingga akan berguna bagi dirinya sendiri. Selain itu, dapat mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.

Sebelum menerapkan VCT, perlu diketahui bahwa model VCT memiliki berbagai macam jenis. Djahiri (Taniredja, 2011: 90) menyatakan ada beberapa bentuk VCT diantaranya ialah:

1. VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversial, suatu cerita yang dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan kemudian dianalisa bersama.

2. VCT dengan menggunakan matrik. Jenis VCT ini meliputi; Daftar baik-buruk, daftar tingkat urutan, daftar skala prioritas, daftar gejala kontinum, daftar penilaian diri sendiri, daftar membaca perkiraan orang lain tentang diri kita, dan perisai.

3. VCT dengan menggunakan kartu keyakinan, kartu sederhana ini berisikan; pokok masalah, dasar pemikiran positif dan negatif dan pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan sikap siswa terhadap masalah tersebut.

4. VCT melalui teknik wawancara; cara ini melatih keberanian siswa dan mampu mengklarifikasi pandangannya kepada lawan bicara dan menilai secara baik, jelas, dan sistematis.

5. VCT dengan teknik inkuiri nilai dengan pertanyaan yang acak random,dengan cara ini siswa berlatih berpikir kritis, analitis, rasa ingin tahu dan sekaligus mampu merumuskan berbagai hipotesa/asumsi, yang berusaha mengungkap suatu nilai atau sistem nilai yang ada atau dianut, atau yang menyimpang.

Dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan model VCT perlu diketahui berbagai bentuknya, diantaranya ialah: (1) VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversial, (2)VCT dengan menggunakan matriks, (3) VCT dengan menggunakan kartu keyakinan, (4)VCT melalui teknik wawancara, dan (5) VCT dengan inkuiri nilai. Masing-masing bentuk atau jenis memiliki karakteristik masing-masing.

(5)

2.1.4 Kelebihan VCT

Seperti halnya model-model pembelajaran lainnya, VCT memiliki berbagaikeuntungan dalam penerapannya pada kegiatan pembelajaran. Djahiri(Taniredja,2011:91) VCT memiliki keunggulan diantaranya ialah:

1. Mampu membina dan menanamkan nilai dan moral pada ranah internal side;

2. Mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/moral;

3. Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral dari siswa, melihat nilai yang ada pada orang lain dan memahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata;

4. Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap;

5. Mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan;

6. Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan memadukan berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang;

7. Memberi gambaran nilai moral yang patut diterima dan menuntun serta memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Adisusilo (2013: 153) menyatakan kelebihan VCT ialah: (1) memberikan penghargaan yang tinggi kepada peserta didik sebagai individu yang mempunyai hak dan kebebasan untuk memilih, menentukan, bertindak dan bersikap berdasarkan nilainya sendiri; (2) Metode pengajarannya juga sangat fleksibel, selama dipandang sesuai dengan rumusan proses menilai dan empat garis panduan yang ditentukan, dapat dipadukan dengan inkuiri, diskusi kelompok,cooperative learning, analisis kasus yang berdilema moral, moral problem solving, presentasi dan tanya jawab di antara peserta didik; (3) membantu peserta didik untuk mengkritisi nilai-nilai kehidupan baik yang bersifat personal maupun sosial agar akhirnya mempunyai nilai-nilai yang diyakini dan menjadi landasan kuat dalam

(6)

menghadapi berbagai persoalan hidup yang kompleks.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas, bahwasannya VCT memiliki keuntungan seperti dapat mengembangkan nilai-nilai dan moral pada peserta didik, dan membantu peserta didik dalam menelaah dan mengkritisi nilai-nilai dalam kehidupan sehingga ia dapat menghadapi persoalan hidup yang kompleks. Selain itu, dengan penerapan VCT mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap.

2.1.5 Kekurangan VCT

Selain memiliki berbagai kelebihan dalam kegiatan pembelajaran, VCT juga memiliki berbagai kekurangan yang harus dipertimbangkan. Menurut Djahiri (Taniredja, 2011: 92) VCT memiliki kelemahan diantaranya ialah:

1. Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan keterbukaan, saling pengertian dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi/palsu.

2. Sistem nilai yang dimiliki dan tertanam guru, peserta didik dan masyarakat yang kurang atau tidak baku dapat menganngu tercapainya target nilai baku yang ingin dicapai/nilai etik. Sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar terutama memerlukan kemampuan/keterampilan, bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam diri peserta diidk.

3. Memerlukan kreativitas guru dalam menggunakan media yang tersedia di lingkungan terutama yang aktual dan faktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.

2.1.6 Langkah-langkah VCT

Dalam penerapan VCT perlu diketahui dan dipelajari mengenai langkah- langkah kegiatan pembelajaran yang menjadi ciri khas dalam VCT. Djahiri (Asyfahania, 2011:6) menyatakan bahawa langkah-langkah VCT ialah sebagai berikut:

(7)

b. Penyajian situasi (pengalaman belajar) melalui membacakan atau peragaan dengan melibatkan peserta didik, dengan cara: pengungkapan pokok masalah, identifikasi fakta, menentukan kesamaan pengertian, dan menentukan masalah utama yang akan dipecahkan.

c. Penentuan posisi/pendapat melalui: penentuan pilihan individual, penentuan pilihan kelompok dan kelas, klarifikasi atas pilihan-pilihan tersebut.

d. Menguji alasan dengan: meminta argumentasi, memantapkan argument dengan analogi, mengkaji akibat-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan dari kenyataan.

e. Penyimpulan dan pengarahan. f. Tindak lanjut.

Secara lebih lengkapnya tentang langkah-langkah pembelajaran VCT oleh Hall (Adisusilo, 2013:160) tergambar dalam tabel berikut.

1. Pembukaan, penjelasan topik 2. Menjelaskan istilah-istilah 3. Mengelompokkan fakta-fakta

4. Menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyelidik

Sementara itu Kertawisastra (2003) menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog, antara lain:

(a) Hindari penyampaian proses pemberian nasehat,yaitu memberikan pesan moral yang dianggap guru baik.

(b) Jangan memaksakan siswa untuk memberikan respon tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya.

(c) Usahakan dialog dilakukan secara bebas dan terbuka sehingga siswa akan mengungkapkan perasaanya secara jujur dan apa adanya.

(d) Dialog dilaksanakan kepada individu,bukan kelompok kelas.

(e) Hindari respon yang dapat menyebabkan siswa terpojok,sehingga ia menjadi defensive.

(f) Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu. (g) Jangan mengorek alas an siswa lebih dalam.

(8)

(h) Tidak monoton,guru tidak mendominasi seluruh waktu peserta didik,perataan aktivitas potensi diri serta keanekaragaman kemampuan peserta didik lebih dapat terlayani.

Pembelajaran VCT mengundang dan melibatkan serta mendialogkan seluruh struktur potensi afektual peserta didik maupun struktur kognitif dan psikomotorinya. Proses pembelajaran menggunakan model VCT dapat melatih kepekaan dan kemantapan keterampilan afektual serta memberikan berbagai pengalaman.

2.1.7 Sintak Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)

Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) memiliki sintak pembelajaran sebagai berikut.

Tabel 2.2

Sintak Model Pembelajaran Value Clarification Techcnique (VCT)

NO Kegiatan Guru

Langkah-Langkah VCT

Kegiatan Siswa

1.1 Guru menyiapkan video/ gambar media stimulus, berupa contoh keadaan/ perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan topik pembelajaran

Penentuan situasi bersifat

dilematik

3.1 Siswa memilih stimulus sesuai pilihanya

2.1

2.2 2.3

2.4

Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan gambar foto,atau video sesuai topik Guru menyampaikan topik Guru menyampaikan pertanyaan - pertanyaan yang bersifat menyelidik

Guru menjelaskan istilah – istilah

Penyajian situasi dilematik

1.1 Siswa mendalami dilema

1.2 Siswa secara bebas bereaksi dan berargumen sesuai stimulus yang diberikan

1.3 Siswa bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami tentang topik yang diberikan

(9)

3.1

3.2

Guru membagi siswa dalam kelas menjadi kelompok-kelompok kecil

Guru memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa berdialog sendiri atau sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi.

Penentuan posisi; Kelompok/ individu

3.1 Siswa melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru,baik secara kelompok, individual,atau klasikal 3.2 Siswa memikirkan dan menentukan

dilemma

3.3 Siswa.menentukan tindakan-tindakan dan alasan – alas an

3.4 Siswa menyusun laporan kelompok 4.1

4.2

Guru

merangsang,mengundang,dan melibatkan potensi afektual siswa /penanaman target nilai Guru meminta perwakilan kelompok untuk

mempresentasikan diskusinya

Menguji alasan dan Meminta argumen

1.1 Guru bersama dengan siswa melakukan Pembahasan atau pembuktian argument

1.2 Siswa menentukan argument dan klarifikasi pendirian (memulai pertanyaan guru dan bersifat individual, kelompok dan klasikal). 5.1

5.2

Guru memberi tanggapan Guru memberi penguatan tentang nilai-nilai yang dipilih siswa

Penyimpulan dan

Pengarahan

1.1 Siswa mengajukan pertanyaan 1.2 Siswa mengklarifikasi nilai

6.1 Guru memperdalam penghayatan nilai-nilai yang diperoleh dengan memberi tugas membuat tulisan bagaimana menerapkan

Tindak Lanjut 6.1 Siswa melaksanakan tugas dan hal yang

terjangkau oleh pengetahuan dan potensi afektual siswa(ada dalam lingkungan kehidupan siswa).

(10)

globalisasi dalam kehidupan sehari-hari.

Guru memberikan tes tertulis

6.2 Siswa mengerjakan tugas berupa tes tertulis

Gambar 2.1

Skema Model Pembelajaran VCT

Dari Skema model VCT, dapat dijelaskan karakteristik pembelajaran VCT yakni: (1) Siswa terlibat secara aktif dalam mengembangkan pemahaman dan pengenalanya

Guru Stimulus cerita,gambar, video Penentuan posisi/kelompok . Pengujian alasan dan argument . Penyimpulan dan Pengarahan . Tindak lanjut

1. Sikap terhadap globalisasi

mencerminkan nilai-nilai

PKn yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila

2. Keaktifan dalam bekerjasama

meskipun dalam suasana

pembelajaran yang variatif dalam budaya maupun agama

3. Selektif dalam menyikapi

masalah-masalah globalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dalam

(11)

terhadap nilai-nilai pribadi,mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan keputusan pribadi,(2) Mendorong siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai,dan (3) Menggali dan mempertegas nilai-nilai yang dimiliki oleh siswa.

2.2 Sikap

Menurut Azwar, sikap tidak hanya merupakan aspek mental saja, melainkan mencakup pula aspek respons fisik. Jadi, sikap ini harus ada kekompakan antara mental dan fisik secara serempak. Jika mental saja yang dimunculkan, maka belum tampak secara jelas sikap seseorang yang ditunjukkannya. Didalam setiap sikap terdapat tiga komponen yang disebut dengan istilah kognisi,afeksi dan konasi (Mar’at,1982:13).Komponen kognisi berhubungan dengan keyakinan (belief,ide dan konsep).Komponen afeksi menyangkut kehidupan emosional seseorang sedangkan konasi merupakan kecenderungan untuk berperilaku.Dengan demikian timbulnya sikap terhadap suatu obyek tidak bias dilepaskan dari komponen kognisi,afeksi dan konasi.

Dari penjelasan tentang sikap di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap terdiri atas 3 ranah, yaitu ranah kognisi, afeksi, dan konasi. Ranah kognisi berkaitan dengan pemahaman siswa, afeksi berkaitan dengan sikap siswa dalam proses pembelajaran, dan konasi adalah kecenderungan untuk berbuat atau bertindak. Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah dipaparkan tersebut, jelas ada hubungannya dengan model yang akan Peneliti angkat yaitu VCT karena dengan menggunakan VCT seorang pendidik dapat mengetahui nilai-nilai yang ada pada peserta didik dengan cara mengungkap dan membawanya kearah tingkatan nilai atau perkembangan moral yang lebih tinggi.

2.3 Model pembelajaran

Snelbecker (1974:32) menyatakan:” A model is a concretization of a theory wich is meant to be analogous to or representative of the process and variables involved in the theory”(Model adalah konkretasi dari sebuah teori yang dimaksudkan untuk

(12)

menggambarkan proses-proses dan variabel-variabel yang terdapat dalam sebuah teori).John J.O.I ihalaw (2004:123) menyatakan bahwa model hakekatnya sama dengan teori yaitu system dalil-dalil atau sebuah rangkaian terpadu dari dalil-dalil.Lebih lanjut dijelaskan bahwa model berbeda dari teori dilihat dari abstraksinya.Sebuah model dibangun dari serangkaian dalil-dalil aras abstraksi rendah(sehingga lebih kongkrit);Sedangkan teori dibangun dari dalil-dalil aras abstraksi tinggi.

Soetarno Joyoatmojo (2010) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran, mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan/ kompetensi dan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran yang melukiskan prosedur sistematis.

Joyce dan Weil (2011; 31) menggolongkan model-model pembelajaran kedalam empat kelompok.Keempat kelompok model pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kelompok model-model pengolahan informasi

Model-model pembelajaran dalam rumpun ini bertitik tolak dari prinsip-prinsip pengolah informasi,yaitu merujuk pada cara-cara bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, dan mengorganisasi data, mengenali masalah,menyusun konsep,memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol. Jenis model-model pembelajaran yang termasuk kedalam rumpun pengolahan informasi ini adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.2.1

Model-model Pembelajaran Pengolahan Informasi

No Model Tokoh Tujuan/misi/manfaat

1 Berpikir Induktif

Hilda Taba

Terutama ditujukan untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya. 2 Latihan penelitiaan Richard Suchman s.d.a 3 Induktif Kata- Emily Calhoun s.d.a

(13)

gambar 4 Pembentukan

Konsep

Jerome Bruner Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif,tetapi juga untuk pengembangan konsep dan analisis

(Bruce Joyce dan Marsha Weil,2011;31)

2. Kelompok model-model Personal

Model-model pembelajaran yang termasuk pada rumpun ini menekankan pada pengembangan pribadi.Fokus pembelajaran ditekankan untuk membantu individu dalam mengembangkan hubungan produktif dengan lingkunganya dan untuk melihat dirinya sendiri dengan lebih baik,bertanggung jawab pada pendirianya agar lebih kuat,lebih sensitive dan lebih kreatif. Jenis-jenis model pembelajaran personal seperti tercantum pada tabel berikut:

Tabel 2.2.2

Model-model Pembelajaran Personal

Model Tokoh Misi/Tujuan

Pengajaran Tanpa Arahan

Carl Roger Penekanan pada pembentukan kemampuan belajar sendiri untuk mencapai pemahaman dan penemuan diri sehingga terbentuk konsep diri

Meningkatkan Harga diri

Abraham Maslow Bruce Joyce (Bruce Joyce dan Marsha Weil,2011;35) 3. Kelompok Model-model Pengajaran Sosial

Model-model ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain, memfokuskan pada proses dimana realitas adalah negosiasi social. Pembelajaran kelompok ini memberikan prioritas pada peningkatan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dalam meningkatkan proses demokratis,dan belajar

(14)

dalam masyarakat secara produktif.Jenis-jenis model pembelajaran kelompok Pengajaran Sosial adalah seperti dalam table berikut:

Tabel 2.2.3

Model-model Pembelajaran Pengajaran Sosial

Model Tokoh Misi/Tujuan

Kerja kelompok (investigation group) Herbert Thelen John Dewey Mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk berperan dalam kelompok yang menekankan keterampilan komunikasi interpersonal dan inkuari ilmiah. Aspek-aspek pengembangan pribadi merupakan hal yang penting dari model ini.

Bermain peran Fannie Shaftel Dirancang untuk membantu siswa mengumpulkan dan mengolah informasi tentang masalah-masalah social melalui tingkah laku mereka sendiri dan nilai-nilai yang menjadi sumber dari penyelidikan itu.

Jurisprudential Donald Oliver James P.Shaver

Pengembangan keterampilan in-terpersonal dan kerja kelom-pok untuk mencapai, kesadar-an dkesadar-an fleksibilitas pribadi

Didisain utama untuk melatih kemampuan mengolah infor-masi dan menyelesaikan isu kemasya-rakatan dengan kerangka acuan atau cara ber-pikir Jurisprudensial (ilmu ten-tang hukum-hukum manusia)

(15)

4. Kelompok Model-model Perilaku

Semua model pembelajaran rumpun ini didasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada teori perilaku, seperti teori belajar,teori belajar social,modifikasi perilaku,atau perilaku terapi. Model-model pembelajaran rumpun ini memanipulasi penguatan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki. Jenis-jenis model pembelajaran perilaku adalah seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2.4

Jenis-jenis Model Pembelajaran Perilaku

Model Tokoh Misi/Tujuan

Mastery learning (Belajar Menguasai)

Benjamin Bloom James Block

Mengembangkan potensi siswa untuk belajar mandiri melalui media yang sesuai, dari keterampilan dasar hingga materi yang sesuai. Instruksi Langsung Tom Good Memfasilitasi pembelajaran

melalui aktifitas yang berhubungan dengan sasaran.

Simulasi Carl & Mery Smith Pembelajaran yang

dibangun dari gambaran tentang kondisi kehidupan nyata.

Pembelajaran Sosial Albert Bandura Carl Torensen (Bruce Joyce dan Marsha Weil,2011;40)

Mawardi (2012: 51-52) menjelaskan bahwa keempat rumpun model pembelajaran diatas,masing-masing memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1) Sintak (Syntax) yaitu urutan

(16)

langkah pengajaran yang menunjuk pada fase-fase/tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila ia menggunakan model pembelajaran tertentu.Misalnya model deduktif akan menggunakan sintak yang berbeda dengan model induktif. 2) Prinsip Reaksi (Principle of Reaction) berkaitan dengan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para siswa,termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa.3) Sistem Sosial (The Social System) adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran(situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam penggunaan model pembelajaran tertentu); 4) Sistem Pendukung (Support System) yaitu segala sarana,bahan dan alat yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya proses pembelajaran secara optimal; serta 5) Dampak Instruksional(Instructional effects).Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai atau yang berkaitan langsung dengan materi pembelajaran,sementara dampak pengiring adalah hasil belajar iringan yang dicapai sebagai akibat dari penggunaan model pembelajaran tertentu.

2.4 Kajian Penelitian yang Relevan

a) Rika Nur Rahmatika,2014 dengan judul “Penerapan Value Clarification Technique (VCT) Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Kesadaran Nilai Demokrasi Siswa”. Peningkatan kesadaran nilai demokrasi siswa setelah diterapkan model VCT meningkat, hasil observasi aktivitas siswa meningkat disetiap siklusnya, siklus I persentase skor yang diperoleh adalah sebesar 48% dengan kategori cukup, dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 74% dengan kategori baik.

b) Sri Wijianti, 2014 dengan judul” Penerapan Model Value Clarification Technique (VCT) Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn Materi Nilai Kebersamaan Dalam Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara Bagi Siswa Kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015”. Hasil dari penelitian ini adalah jumlah siswa dengan aktivitas belajar kategori aktif mengalami peningkatan dari sebesar 15,38% pada kondisi awal, meningkat menjadi 30,77% pada tindakan siklus I, kemudian meningkat menjadi 53,85% pada tindakan siklus II. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 66.46. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan

(17)

menjadi 69.85 pada akhir tindakan pembelajaran siklus I. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran siklus II meningkat menjadi sebesar 74.00. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 53.85%, dan di akhir tindakan pembelajaran siklus I mengalami peningkatan menjadi 69.23%, kemudian meningkat menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran siklus II.

c) Gustin Indra Setiani, 2012 dengan judul”Penerapan Model Pembelajaran Value Clarification Technique Permainan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn Pada Siswa Kelas II SD Negeri Kemandungan 3 Kota Tegal”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran VCT Permainan ini dapat dilihat pada peningkatan hasil pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa yang diperoleh pada siklus II jika dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus I, aktivitas belajar siswa yang diperoleh yaitu 72,43%, sedangkan pada siklus II, aktivitas belajar siswa meningkat sebanyak 4,99% menjadi 77,42%. hasil belajar siswa kelas II SD Negeri Kemandungan 3 Kota Tegal yang mengalami peningkatan pada siklus II jika dibandingkan dengan perolehan hasil belajar pada siklus I. Rata-rata hasil belajar siswa yang diperoleh pada siklus I yaitu 75,33 dengan ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 73,33%. Pada siklus II, rata-rata hasil belajar siswa yang diperoleh yaitu sebesar 84,50 dan ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 93,55%. Berdasarkan hasil tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II sebesar 9,17 dan peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 20,22%.

d) Putra Wahyu Perdana,2012 dengan judul” Peningkatan Hasil Belajar PKn Melalui Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Pada Siswa Kelas V A SD Muhammadiyah 10 Tipes Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pada pelaksanaan siklus I pertemuan 1, siswa yang mengalami ketuntasan belajar adalah 16 siswa dari 28 siswa yang hadir (57,14%). Pada pelaksanaan siklus I pertemuan 2, siswa yang

(18)

mengalami ketuntasan belajar adalah 17 siswa dari 28 siswa yang hadir (60,71%). Pada pelaksanaan siklus II, siswa yang mengalami ketuntasan belajar adalah 23 siswa dari 28 siswa yang hadir (82,14%).

e) Herniwati, 2011 dengan judul” Menanamkan Nilai Nasionalisme Melalui Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PTK Pada Siswa Kelas VI SDN 88 Perumnas UNIB Bentiring”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran VCT hasil belajar afektif menanamkan nilai nasionalisme mengalami peningkatan yang signifikan yaitu siklus I rata-rata sedang dengan prosentase 74,4% kendala yang dialami guru yaitu guru kurang memfungsikan media gambar/alat peraga dalam kegiatan pembelajaran, siklus II sudah lebih baik dengan prosentase 82,6% karena siswa disiplin dalam menghadiri upacara bendera, menunjukkan sikap dan perilaku melalui penjelasan, pandangan, pendapat, dan penilaian terhadap diri sendiri tentang keinginan meneruskan cita-cita pahlawan, siklus III sangat baik dengan prosentase 91,3%.

F) Gst.Ayu Dwi Lestari, I Wyn.Darsana, I Km.Ngurah Wiyasa, 2013 dengan judul” Pendekatan Induktif Berbasis VCT Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V SD Gugus VII Blahbatuh Tahun Ajaran 2013/2014”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol (76,53> 70,00), sehingga dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn siswa yang dibelajarkan melalui pendekatan induktif berbasis VCT dengan siswa yang dibelajarkan melalui konvensional (thitung = 3,08 > ttabel = 2,00) dengan taraf signifikan 5% dan dk = 73. Dengan demikian berarti bahwa pendekatan induktif berbasis VCT berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V SD Gugus VII Blahbatuh Tahun Ajaran 2013/2014.

G) Fairizah Haris,Ganes Gunansyah,2013 dengan judul” Penerapan Model Pembelajaran VCT (Value Clarifcation Technique) Untuk Meningkatkan Kesadaran Nilai Menghargai Jasa Pahlawan Pada Siswa Sekolah Dasar”. aktivitas siswa siklus I sebesar 64,5% Prosentase keberhasilan skala sikap (kesadaran nilai menghargai) pada siklus I mencapai skor 79,4% Pada siklus II skala sikap mengalami peningkatan mencapai skor 87,7% sudah mencapai indikator yang

(19)

ditentukan dalam penelitian. hasil peningkatan skala sikap (kesadaran nilai) siswa pada siklus III yankni mencapai skor 93,2%.

2.5 Kerangka Pikir

Pembelajaran PKn yang berlangsung selama ini masih cenderung menggunakan metode konvensional. Siswa lebih banyak menghafal materi-materi yang diajarkan oleh guru sehingga siswa hanya pintar secara teori (kognitif) sedangkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan sekolah kurang mencerminkan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai pada mata pelajaran PKn yang pada hakekatnya pembelajaran PKn lebih menekankan pada ranah afektif yaitu pembentukan sikap dan pengembangan nilai-nilai.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan model pembelajaran yang lebih menekankan pada sikap siswa yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang meliputi aspek kognisi, afeksi, dan konasi.

Metode pembelajaran nilai VCT jauh lebih efektif dalam kegiatan pembelajaran, yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode atau pendekatan lainnya. Pendekatan ini juga sesuai dengan alam demokrasi, yang memungkinkan setiap peserta didik memilih, menentukan, mengolah dan membentuk sikap siswa sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dengan pendampingan guru.

Berdasarkan uraian tentang duduk persoalan PTK ini, proses pembelajaran guru yang lebih menekankan pengetahuan belaka (kognitif) berdampak pada sikap siswa yang kurang mencerminkan nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila serta hakekat dari pembelajaran PKn. Hal tersebut akan dikembangkan dengan menerapkan model pembelajaran VCT.

Pembelajaran model VCT adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara mandiri maupun kelompok dalam memecahkan masalah kontekstual yaitu pada materi globalisasi. Siswa diberikan kebebasan untuk memilih nilai-nilai sesuai dengan pilihan siswa. Siswa kemudian diberikan kesempatan untuk mempertahankan dan berargumen sesuai pilihan siswa baik secara individu maupun kelompok, sehingga siswa dapat membentuk sikap yang sesuai dengan pilihan dan keyakinan siswa. Adapun tahap-tahap model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut:

(20)

2. Penyajian stimulus

3. Penyimpulan penentuan posisi atau pilihan 4. Menguji alasan melalui argumentasi siswa

5. Pengarahan (simpulan siswa/kelompok dan pengarahan guru) 6. Tindak lanjut berupa perbaikan dan pengayaan

Sikap terhadap globalisasi adalah sikap yang ditunjukkan siswa terhadap isu-isu global yang terdapat pada materi globalisasi mata pelajaran PKn. Siswa diminta untuk bersikap terhadap isu yang menyangkut KD 4.1 Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkunganya, KD 4.2 Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional, KD 4.3 Menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkunganya. Kerangka pikir untuk membentuk sikap terhadap globalisasi secara rinci disajikan melalui gambar 2.3 berikut.

1. Penentuan stimulus / dilema moral 2. Penyajian stimulus

3. Penentuan posisi / pilihan

4. Menguji alasan melalui argumentasi 5. Pengarahan ( simpulan siswa / kelompok dan pengarahan guru) 6. Tindak lanjut (perbaikan dan pengayaan)

1. Sikap terhadap globalisasi mencerminkan nilai PKn yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila

2. Keaktifan dalam bekerjasama meskipun dalam suasana pembelajaran yang variatif dalam budaya maupun agama

3. Selektif dalam menyikapi masalah-masalah globalisasi dalam kehidupan sehari-hari Sikap terhadap globalisasi kurang

mencerminkan nilai-nilai PKn yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila

Siswa meniru gaya hidup dan budaya negative luar negeri

Pembelajaran teacher centered

Penggunaan metode masih konvensional (ceramah dan Tanya jawab)

Pintar secara teori Implementasi kurang

Pembelajaran Model VCT

Gambar 2.2

(21)

2.6 Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah Penelitian yang secara teoretis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenaranya dan masih memerlukan pembuktian.Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Pembentukan sikap terhadap globalisasi KD 4.1 Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkunganya diduga diupayakan melalui pembelajaran model VCT (Value Clarification Technique)

2. Pembentukan sikap terhadap globalisasi KD 4.2 Mengidentifikasi jenis budaya daerah yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional diduga diupayakan melalui pembelajaran model VCT (Value Clarification Technique) 3. Pembentukan sikap terhadap globalisasi KD 4.3 Menentukan sikap terhadap

globalisasi di lingkunganya diduga diupayakan melalui pembelajaran model VCT (Value Clarification Technique)

(22)

Gambar

gambar  4  Pembentukan

Referensi

Dokumen terkait

Enter Model 1 Variables Entered Variables Removed Method. All requested

Tujuan dari penelitian ini, untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung limbah udang fermentasi dalam pakan burung puyuh petelur terhadap kualitas kimiawi telur

Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa semua konsentrasi kombinasi kitosan dan asam asetat mampu mempertahankan umur simpan mie basah matang hingga

Teman-teman satu angkatan Program Studi Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, yang selalu memberi semangat serta memberikan motivasi, semoga

Menjadi rahmat bagi seluruh alam juga berarti menjunjung tinggi harkat seluruh makhluk. Pengrusakan terhadap alam dan tindak kekerasan terhadap manusia adalah paradoks

Organizational Psychology: bidang psikologi yg menggabungkan hasil penelitian dlm bidang Psi sosial dan perilaku organisasi untuk diterapkan pada sisi emosional dan

Finish struktur adalah penutup atau pelapisan pada bagian/struktur utama dari sebuah bangunan. Finish Plafon Finish plafon adalah penutup atau pelapisan pada plafon dari

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode