• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP

KESADARAN GENDER

(Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia)

ALWIN TAHER I34051845

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

ii

ABSTRACT

ALWIN TAHER. PERCEPTION OF COLLEGE STUDENT UPON GENDER CONSCIOUSNESS. Case Student of Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat on 2006 Years, Fakultas Ekologi Manusia. (Supervised by AIDA VITAYALA S. HUBEIS)

The objective of this study is analyzing: 1) the perception of college student upon gender consciousness; 2) the relation between primary socialization (sex, religion, nation tribe, education level of parents, parents occupation, and salary level of parents),) with perception of college student upon gender consciousness; 3) the relation between secondary socialization (living area, organization activity, mass media interaction, relationship with friend, grade of gender and development lecture, and cumulative achievement indeks) with perception of college student upon gender consciousness.

The samples of this study are collegian of Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. This study started on May until June 2009 which using total sample are 70 respondents. Data were analyzes by using SPSS 14 program.

The result of the study indicates that: 1) The perception of college student upon gender consciousness are high (39 respondents) and the others (31 respondents) have medium perception level of college student upon gender consciousness; 2) The primary socialization that have significant relationship with perception of college student upon gender consciousness is only sex and the others don’t have significant relationship with perception of college student upon gender consciousness; 3) all secondary socialization (living area, organization activity, mass media interaction, relationship with friend, grade of gender and development lecture, and cumulative achievement indeks) don’t have significant relationship with perception of college student upon gender consciousness

Key words: Perception, gender consciousness, primary socialization, secondary socialization, intellectual level

(3)

iii

RINGKASAN

ALWIN TAHER. PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER. Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia. (Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS).

Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, yang diukur melalui alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang dilekatkan baik pada laki-laki maupun perempuan yang berlaku di masyarakat dan tidak mengandung unsur kesetaraan gender. Semakin banyak mahasiswa tersebut tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gender akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak mahasiswa tersebut setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gendernya akan semakin rendah. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender adalah sosialisasi primer (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan sosialisasi sekunder (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, indeks prestasi kumulatif dan nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan)

Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Responden yang dipilih adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan tahun masuk 2006 yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan sejumlah 70 orang. Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun masuk 2006 dipilih sebagai

(4)

iv sebagai responden dikarenakan mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun masuk 2006 telah mendapatkan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan dari departemennya sehingga dirasa sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender mahasiswa.

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui pengisian kuesioner dan wawancara mendalam. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan pada saat pengisian kuesioner dan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan sosialisasi primer dan sekunder. Setelah data dikumpulkan, dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan melakukan uji hipotesis penelitian menggunakan alat uji statistik Chi-Square dan korelasi Spearman. Analisis kualitatif disajikan berupa kutipan wawancara atau penjelasan dalam bentuk paragraf.

Departemen Sains KPM merupakan kelanjutan kesatuan dan kematangan dari beragam mayor yang mengasuh program-program pendidikan dan penelitian untuk ilmu-ilmu sosial di Institut Pertanian Bogor. Mayoritas mahasiswa Departemen Sains KPM yang menjadi responden sebanyak 49 orang (70 persen) berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 21 orang (30 persen) berjenis kelamin laki-laki.

Persepsi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun masuk 2006 yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender sebagian besar adalah tinggi yaitu sebanyak 39 responden (56 persen) dan sisanya memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang yaitu sebanyak 31 responden (44 persen). Hal yang

(5)

v menarik adalah bahwa tidak ada satu pun mahasiswa yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang rendah.

Sosialisasi primer yang memiliki hubungan signifikan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender adalah jenis kelamin. Sedangkan sosialisasi primer lainnya seperti agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan persepsi terhadap kesadaran gender. Sosialisasi sekunder seperti tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, nilai mutu mata kuliah gender dan indeks prestasi kumulatif tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan persepsi terhadap kesadaran gender.

(6)

vi

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP

KESADARAN GENDER

(Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia)

Oleh ALWIN TAHER

I34051845

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(7)

vii DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun: Nama : Alwin Taher

NRP : I34051845

Judul : Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender

(Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia)

dapat diterima sebagai syarat menerima gelar sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis NIP. 19470928 197503 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001

(8)

viii PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (KASUS

MAHASISWA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT TAHUN MASUK 2006, FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA)” BELUM DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIANLAH PERNYATAAN INI SAYA BUAT SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG-JAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2009

Alwin Taher I34051845

(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta 3 Mei 1985. Penulis adalah anak kedua dari pasangan suami isteri Abdul Lian Siregar dan Deliana Harahap. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 02 Pesanggrahan Jakarta Selatan. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 177 Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan lagi ke Sekolah Menengah Umum 47 Jakarta Selatan.

Pada tahun 2005, Penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis memilih mayor Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah menjabat sebagai ketua komisi internal DPM periode 2006-2007 dan ketua masa perkenalan Fakultas Ekologi Manusia tahun 2006.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender (Kasus Mahasiswa Departemen Sains dan Komunikasi Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia)”.

Tujuan dari penyusunan skripsi ini untuk memahami dan menganalisis persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, hubungan antara sosialisasi primer (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender serta hubungan antara sosialisasi sekunder (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan serta indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.

Penulis menyadari bahwa dalam proses peyusunan skripsi ini masih banyak keterbatasan, kekurangan, dan kelemahan. Oleh karena itu, sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk membantu proses penyempurnaan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

(11)

xi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini telah berhasil diselesaikan dan tidak lepas dari bantuan, bimbingan, petunjuk, saran, kritik dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih tidak luput diberikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis. Selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta kesabarannya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Ratri Virianita, S.sos, MSi. selaku dosen penguji departemen. Terima kasih atas saran dan kritik yang membangun.

3. Mama dan papa yang telah mendukung dan berdoa untuk penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Helen, Bang Kemal, Oki atas dukungannya.

4. Bang Iqbal serta seluruh mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 43 yang telah membantu dan mendukung selama penelitian berlangsung.

5. Arnas, Novida, Eka WL, dan Wardina atas masukan dalam pengolahan data. 6. Saudara angkatan 42 atas kebersamaan kita selama ini, khususnya Dipa,

Wahyu, Ikhwan, Laweh, Gina, dan Anindra.

7. Teman-teman KPM 42, terima kasih atas dukungan dan masukannya.

8. Penghuni Griya MBL dan kost Pondok Asad, khususnya Om Ratno, Faqih, Zuanda, Fredy dan Eko, atas saran, diskusi serta dukungannya.

(12)

xii 9. Sofa Marwa Minsarila, terima kasih atas pengorbanan, dukungan, kepercayaan, dan harapan sekaligus sudah menjadi “teman” bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dan berhubungan dengan penulisan skripsi ini hingga selesai.

(13)

i

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Gender ... 8

2.2 Peran Gender ... 10

2.3 Persepsi Terhadap Kesadaran Gender ... 14

2.4 Mahasiswa ... 16

2.5 Mata Kuliah Gender dan Pembangunan ... 17

2.6 Kerangka Pemikiran ... 17

2.7 Hipotesis Penelitian ... 21

2.8 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 22

III. METODE PENELITIAN... 27

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2 Teknik Penentuan Responden ... 27

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 29

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 30

4.1 Gambaran Umum Lokasi ... 30

4.2 Gambaran Umum Mahasiswa ... 32

4.2.1 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 32

4.2.2 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Agama ... 33

4.2.3 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Suku Bangsa ... 33

4.2.4 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tempat Tinggal ... 34

4.2.5 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Kegiatan Organisasi... 34

4.2.6 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Interaksi dengan Media Massa ... 35

(14)

ii 4.2.8 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Hubungan dengan

Teman ... 38

4.2.9 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 39

4.2.10 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua. 40 4.2.11 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Penghasilan Orang Tua ... 41

V. PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER ... 45

5.1 Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Peranan ... 45

5.2 Persepsi Mahasiswa Terhadap Hak ... 46

5.3 Persepsi Mahasiswa Terhadap Kewajiban ... 47

5.4 Persepsi Mahasiswa Terhadap Tanggung Jawab ... 48

5.5 Persepsi Mahasiswa Terhadap Harapan ... 49

VI. HUBUNGAN ANTARA SOSIALISASI PRIMER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER ... 52

6.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 52

6.2 Hubungan Antara Agama dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 54

6.3 Hubungan Antara Suku Bangsa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 55

6.4 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 57

6.5 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 58

6.6 Hubungan Antara Pekerjaan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 59

6.7 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 60

6.8 Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Orang Tua dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 61

VII. HUBUNGAN ANTARA SOSIALISASI SEKUNDER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER ... 63

7.1 Hubungan Antara Tempat Tinggal dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 63

7.2 Hubungan Antara Kegiatan Organisasi dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 64

7.3 Hubungan Antara Interaksi dengan Media Massa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 65

(15)

iii 7.4 Hubungan Antara Teman dan

Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 66

7.5 Hubungan Antara Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 68

7.6 Hubungan Antara Indeks Prestasi Kumulatif dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 69

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

8.1 Kesimpulan ... 71

8.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(16)

iv DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 33 2. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Agama ... 33 3. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Suku Bangsa ... 33 4. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tempat Tinggal .. 34 5. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan

Kegiatan Organisasi dan Jenis Kelamin ... 35 6. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan

Interaksi dengan Media Massa dan Jenis Kelamin ... 36 7. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat

Intelektual (Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan)

dan Jenis Kelamin ... 37 8. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat

Intelektual (Indeks Prestasi Kumulatif) dan Jenis Kelamin ... 38 9. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Hubungan

dengan Teman dan Jenis Kelamin ... 38 10. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Ayah... 40 11. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Ibu ... 40 12. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Ayah .. 41 13. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Ibu ... 41 14. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan

Penghasilan Orang Tua ... 42 15. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Persepsi Mahasiswa Terhadap

Kesadaran Gender ... 52 16. Hubungan Antara Agama dan Persepsi Mahasiswa Terhadap

Kesadaran Gender ... 54 17. Hubungan Antara Suku Bangsa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap

(17)

v 18. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ayah dan Persepsi

Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 57 19. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dan Persepsi

Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 59 20. Hubungan Antara Pekerjaan Ayah dan Persepsi Mahasiswa

Terhadap Kesadaran Gender ... 59 21. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dan Persepsi Mahasiswa

Terhadap Kesadaran Gender ... 60 22. Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Orang Tua dan Persepsi

Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 61 23. Hubungan Antara Tempat Tinggal dan Persepsi Mahasiswa

Terhadap Kesadaran Gender ... 63 24. Hubungan Antara Kegiatan Organisasi dan Persepsi Mahasiswa

Terhadap Kesadaran Gender ... 64 25. Hubungan Antara Interaksi dengan Media Massa dan Persepsi

Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 66 26. Hubungan Antara Teman dan Persepsi Mahasiswa

Terhadap Kesadaran Gender ... 67 27. Hubungan Antara Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Persepsi

Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ... 69 28. Hubungan Antara Indeks Prestasi Kumulatif dan Persepsi

(18)

vi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah

Gender dan Pembangunan Terhadap Kesadaran Gender ... 21 2. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44 3. Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Peranan

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46 4. Persepsi Mahasiswa Terhadap Hak

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47 5. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kewajiban

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48 6. Persepsi Mahasiswa Terhadap Tanggung Jawab

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49 7. Persepsi Mahasiswa Terhadap Harapan

(19)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner ... 76 2. Panduan Wawancara ... 82 3. Struktur Organisasi Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat ... 84 4. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Jenis Kelamin ... 86 5. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Agama... 87 6. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Suku Bangsa ... 88 7. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Tempat Tinggal ... 89 8. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Pekerjaan Orang Tua ... 90 9. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Interaksi Media Massa ... 92 10. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan ... 93 11. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Indeks Prestasi Kumulatif ... 94 12. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Hubungan dengan Teman ... 95 13. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

dan Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 96 14. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini yang lebih menekankan pada faktor pendidikan, karena beliau berharap apabila perempuan Indonesia mempunyai pendidikan, akan terbuka peluang bagi mereka untuk menjadi lebih bermartabat dan sejahtera. Setelah Indonesia merdeka, kaum perempuan tidak pernah berhenti berjuang bersama kaum laki-laki dalam mengisi kemerdekaan. Disadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah atau swasta maupun masyarakat, sangat tergantung dari peran laki-laki dan perempuan.

Menurut Dzuhayatin (1997) dalam Nauly (2002), pada kenyataannya, perempuan di Indonesia telah diberi peluang yang sama dengan laki-laki di bidang pendidikan, namun persepsi masyarakat terhadap perempuan tidak mengalami perubahan yang berarti. Lebih lanjut Dzuhayatin (1997) dalam Nauly (2002) menjelaskan, masih kuatnya anggapan bahwa pendidikan pada perempuan tujuannya adalah agar ia lebih mampu mendidik anak-anaknya. Perempuan tetap saja dianggap sebagai the second sex. Perempuan direndahkan ketika ia hanya di rumah dan dieksploitasi ketika mereka berada di tempat kerja. Persepsi demikian tidak hanya dianut oleh kalangan awam, tetapi juga oleh para cendekiawan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi yaitu pemerintah juga membenarkan persepsi tersebut dalam

(21)

2 kebijakan pembangunan yang diungkapkan dalam panca tugas perempuan: sebagai istri dan pendamping suami, sebagai pendidik dan pembina generasi muda, sebagai pekerja yang menambah penghasilan negara dan sebagai anggota organisasi masyarakat, khususnya organisasi perempuan dan organisasi sosial (Dzuhayatin 1997

dalam Nauly 2002).

Transformasi dan partisipasi perempuan dituntut lebih aktif sejak kebijakan pemerintah yang dikeluarkan melalu Instruksi Presiden No.9/2000 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG). Dengan terbitnya Inpres ini, pemerintah diharuskan mereformulasi kebijakan yang bias gender menjadi responsif gender dan ini tercermin dalam program/proyek/kegiatan di berbagai bidang pembangunan. Berdasarkan Inpres No.9/2000 disebutkan bahwa gender merupakan konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Sedangkan kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan juga keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Dengan definisi tersebut maka perempuan, selain juga laki-laki, diharapkan dapat ikut serta secara aktif berkiprah dalam pembangunan sesuai dengan kemampuannya, jadi bukan berarti memberikan pengecualian ataupun kuota, khususnya pada perempuan. Strategi yang harus ditempuh agar kebijakan pembangunan nasional responsif gender adalah melalui pengarusutamaan gender. Oleh karena itu, melalui Inpres No. 9 tahun 2000, ditegaskan bahwa strategi pengarusutamaan gender adalah sebagai salah satu strategi pembangunan nasional.

(22)

3 Van Gliken (2004) dalam Effendi (2005) menyatakan bahwa pendidikan mempunyai 3 tugas pokok, yakni menciptakan, mentransfer dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Pendidikan juga sangat vital peranannya dalam mentransfer nilai-nilai dan jati diri bangsa (van Glinken 2004

dalam Effendi 2005). Maka bisa dipahami jika dalam sejarah pergerakan nasional

Indonesia, pendidikan dalam arti proses maupun kelembagaannya dicatat sebagai motor penggerak sekaligus sumber inspirasi dari pergerakannya. Dalam hal ini tokoh-tokoh pergerakan nasional berkeyakinan, bahwa untuk menuju Indonesia merdeka dan mewujudkan cita-cita kemerdekaannya sebagaimana yang diabadikan dalam Pembukaan UUD. 1945, haruslah didukung oleh warga negaranya yang berpendidikan. Bahkan sejarah pergerakan nasional pun telah mencatat bahwa gerakan kebangkitan nasional bukanlah digerakkan oleh gegap gempitanya massa, melainkan oleh sekelompok pemuda, pelajar dan mahasiswa (Fajar 2008).

Menurut Karsidi (2000), perguruan tinggi memiliki peranan makro, yaitu: 1. Perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi

perubahan-perubahan suatu masyarakat. Peran dan fungsi perguruan tinggi dapat diwujudkan dalam bentuk membangun gerakan pembelajaran masyarakat untuk mendorong segera terciptanya transformasi sosial.

2. Kini, masih saja terjadi jarak yang lebar antara perguruan tinggi dengan basis-basis perubahan masyarakat yang ada. Tidaklah berlebihan sekiranya perguruan tinggi diharapkan dapat berperan lebih progresif dalam mempengaruhi perubahan masyarakat secara lebih sistematis dan berdampak luas di masa-masa mendatang. Untuk itu, kedekatan perguruan tinggi dan masyarakat harus diusahakan melalui program kemitraan kelompok-kelompok masyarakat dengan perguruan tinggi.

(23)

4 3. Perguruan tinggi dituntut untuk menentukan dan memilih kebijakan yang

benar-benar strategis bagi perubahan-perubahan masyarakat yang lebih baik dan bagi penyelesaian masalah-masalah mendasar bangsa saat ini, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Namun demikian, kemajuan yang telah dicapai masih menyisakan permasalahan yang memprihatinkan, yaitu peranserta kaum perempuan belum dioptimalkan. Berbagai pembedaan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab, serta kedudukan antara laki-laki dan perempuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta dampak dari peraturan perundang-undangan dan kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan. Salah satu penyebabnya adalah telah berakarnya pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan dari sisi adat, norma ataupun struktur masyarakatnya. Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai perbedaan jenis kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya tentang peran, fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Kondisi masyarakat yang belum sadar gender mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sehingga terjadi diskriminasi terhadap laki-laki dan perempuan (BPS, 2006).

Peran mahasiswa sangat penting dan strategis pada semua fungsi pendidikan. Dalam rangka mempersiapkan diri menuju kehidupan yang demokratis, yang di dalamnya antara lain ditandai oleh nilai-nilai kehidupan yang egalitarian, peran mahasiswa sangat penting sebagai agen sosialisasi gender. Mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperolehnya dari perkuliahan di Perguruan Tinggi.

(24)

5 Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat merupakan salah satu departemen yang mengadakan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan yang diharapkan berperan serta dalam membentuk mahasiswa yang dapat menjelaskan konsep dan perspektif gender, menemukan isu gender dalam pembangunan, serta memilih metode yang efektif untuk penelitian berorientasi gender.

Sejauh ini masih belum banyak diketahui bagaimana persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender dan faktor-faktor apa saja yang dapat membentuk atau mempengaruhi persepsi mahasiswa tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tingkat persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender.

1.2 Perumusan Masalah

Sejauh ini persoalan gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif laki-laki sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum lelaki.

Apabila kita ingin melihat persoalan gender secara lebih berimbang, tentu saja, kita perlu mengkaji apa sesungguhnya yang ada di "kepala" laki-laki dan perempuan tentang soal yang klasik ini. Dengan perkataan lain semestinya diperlukan perhatian yang lebih serius tentang isu-isu gender pada laki-laki, bukan melulu mendekati dari sisi perempuan.

(25)

6 Terkait permasalahan gender di Indonesia, sampai sekarang hegemoni pandangan mengenai perempuan sebagai ibu rumah tangga masih teramat kuat, sehingga baik pemerintah maupun media massa terus-menerus berbicara tentang peran ganda. Menurut Budiman (1985) dalam Nauly (2002) jika perempuan masih harus membagi hidupnya menjadi dua, satu di sektor domestik dan satu lagi di sektor publik, maka laki-laki yang mencurahkan perhatian sepenuhnya pada sektor publik akan selalu memenangkan persaingan di pasaran tenaga kerja. Tampaknya mustahil untuk mengatasi permasalahan gender ini hanya dari sudut pandang perempuan, atau dengan perkataan lain hanya dengan berusaha merubah perempuan sebagai individu, dan juga masalah tidak akan selesai hanya dengan menyalahkan laki-laki. Namun, penting untuk memahami laki-laki secara empatik, apa permasalahannya, bagaimana kaitannya dengan struktur patriarki masyarakat, yang tentunya terkait dengan budaya dari suatu masyarakatnya.

Mahasiswa diharapkan dapat berubah dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam peran gender, yaitu menjadi mahasiswa yang sadar gender. Berkaitan dengan kesadaran gender, mahasiswa sebagai praktisi akademis dirasa perlu untuk diukur persepsi terhadap kesadaran gendernya. Berkaitan dengan hal tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender?

2. Bagaimana hubungan antara sosialisasi primer mahasiswa (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender?

(26)

7 3. Bagaimana hubungan antara sosialisasi sekunder mahasiswa (tempat tinggal,

kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisis:

1. Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender.

2. Hubungan antara sosialisasi primer mahasiswa (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. 3. Hubungan antara sosialisasi sekunder mahasiswa (tempat tinggal, kegiatan

organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender mahasiswa, sehingga diharapkan dapat mendukung studi lain yang terkait dengan masalah gender.

(27)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gender

Gender adalah kodrat perempuan yang secara perlahan-lahan tersosialisaiskan secara evolusional dan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin merupakan konsep yang kurang tepat. Mansour Fakih (1996) dalam bukunya menyebutkan bahwa konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah-lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Lebih lanjut Mansour Fakih (1996) menjelaskan bahwa pada zaman dahulu kala di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki tetapi pada zaman yang lain dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah di pedesaan lebih kuat dibandingkan kaum laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.

(28)

9 Senada dengan Mansour Fakih, Wiliam-de fries (2006) dalam bukunya yang berjudul Gender Bukan Tabu (Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi) mengemukakan Gender sama sekali berbeda dengan pengertian jenis kelamin. Gender bukan jenis kelamin. Gender bukanlah perempuan ataupun laki-laki. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, laki-laki yang memakai tato di badan dianggap hebat oleh masyarakat dayak, tetapi di lingkungan komunitas lain seperti Yahudi misalnya, hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat diterima.

Wiliam-de fries (2006) juga menambahkan bahwa gender juga berubah dari waktu ke waktu sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contohnya, di masa lalu perempuan yang memakai celana panjang dianggap tidak pantas sedangkan saat ini dianggap hal yang baik untuk perempuan aktif. Pertanyaannya sekarang, apakah Gender melanggar kodrat? Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa kita analisa dari rangkaian pertanyaan berikut:

1. Apakah Gender berkaitan dengan ciri-ciri biologis manusia? 2. Apakah Gender bersifat tetap dari waktu ke waktu?

3. Apakah fungai Gender tidak boleh berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya?

4. Apakah fungsi Gender tidak bisa dipertukarkan?

Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah TIDAK, maka jelas bahwa Gender tidak melawan kodrat. Peran Gender tidak akan mengubah kodrat manusia,

(29)

10 tidak mengubah jenis kelamin, tidak mengubah fungsi-fungsi biologis dalam diri perempuan menjadi laki-laki dan tidak juga dimaksudkan untuk mendorong perempuan mengubah dirinya menjadi seorang laki-laki, ataupun sebaliknya.

Pengertian yang lebih kongkrit dan lebih operasional dikemukakan oleh Nasarudin Umar (1999) dalam bukunya yang berjudul Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur-an, yang mengemukakan bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, perilaku dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial.

Lebih lanjut Nasarudin Umar (1999) menjelaskan bahwa penentuan peran gender dalam berbagai sistem masyarakat, kebanyakan merujuk kepada tinjauan biologis atau jenis kelamin. Masyarakat selalu berlandaskan pada diferensiasi spesies antara laki-laki dan perempuan. Organ tubuh yang dimiliki oleh perempuan sangat berperan pada pertumbuhan kematangan emosional dan berpikirnya. Perempuan cenderung tingkat emosionalnya agak lambat. Sementara laki-laki yang mampu memproduksi dalam dirinya hormon testosterone membuat ia lebih agresif dan lebih obyektif.

2.2 Peran Gender

Peran gender menurut Myers (1996) dalam Nauly (2002) merupakan suatu set perilaku yang diharapkan (norma-norma) untuk laki-laki dan perempuan. Bervariasinya peran gender di antara berbagai budaya serta jangka waktu menunjukkan bahwa budaya memang membentuk peran gender kita. Berdasarkan pemahaman itu, maka peran gender dapat berbeda di antara satu masyarakat dengan

(30)

11 masyarakat lainnya sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan, dapat berubah dan diubah dari masa ke masa sesuai dengan kemajuan pendidikan, teknologi, ekonomi dan sebagainya, dan dapat ditukarkan antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini berarti, peran gender bersifat dinamis.

Berkaitan dengan hal tersebut, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut: (1) Peran produktif (peran di sektor publik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. (2) Peran reproduktif (peran di sektor domestik), adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, membantu anak belajar, berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari, membersihkan rumah, mencuci alat-alat rumah tangga, mencuci pakaian dan lainnya. (3) Peran sosial adalah peran yang dijalankan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, untuk berpartisipasi di dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama (Sudarta, 2004).

Menurut Vitayala (1995) dalam Hastuti (2004), dalam era globalisasi yang diiringi dengan daya saing ekonomi yang semakin rumit,kesulitan mencari pekerjaan, dampak rekayasa dan desiminasi inovasi alat kontrasepsi, bentuk-bentuk keluarga akan menjadi sangat kecil. Maka prospek dan pengembangan citra peran perempuan dalam abad XXI, akan berbentuk menjadi beberapa peran yaitu:

(31)

12 1. Peran tradisi, yang menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi. Hidupnya 100 persen untuk keluarga. Pembagian kerja jelas perempuan di rumah, laki-laki di luar rumah.

2. Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari yang lain. Pembagian tugas menuruti aspirasi gender, gender tetap eksis mempertahankan keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab perempuan.

3. Dwiperan, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia; peran domestik-publik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau keresahan. 4. Peran egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar.

Dukungan moral dan tingkat kepedulian laki-laki sangat hakiki untuk menghindari konflik kepentingan

5. Peran kontemporer, adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendirian. Meskipun jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari dominasi laki-laki yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan akan meningkatkan populasinya.

Menurut Frieze (1978) dalam Nauly (2002), peran budaya pada perkembangan peran gender yang dimulai dengan peran yang mendikte pengkategorisasian dan penggeneralisasian dalam proses kognitif seorang anak. Selanjutnya melalui berbagai alternatif, model budaya juga menyediakan suatu daya dorong dalam perubahan skema kognitif seseorang.

Peran budaya ini dimulai dari keluarga, dimana anak mengamati adanya perbedaan perilaku pada keluarga ke dalam sistem kategorinya. Pada skala yang lebih besar, struktur dan organisasi sosial, misalnya struktur keluarga dalam suatu masyarakat merupakan sumber data dimana seorang anak mempergunakannya untuk

(32)

13 membentuk stereotip peran gender. Jadi aspek-aspek budaya dari suatu masyarakat mendikte perilaku seseorang melalui model peran anak yang pertama. Selain itu budaya juga mendikte perilaku dari model-model peran yang diproyeksikan dalam setiap kenyataan pada jaringan media. Karakter TV, memerankan stereotip budaya. Media massa menunjukkan konsekuensi dari pelanggaran norma-norma gender, menggambarkan hadiah bagi yang conform (menyesuaikan diri) dengan norma gender dan hukuman bagi yang melakukan penyimpangan. Teman-teman sebaya anak juga menyingkapkan informasi budaya yang sama, budaya mempengaruhi perilaku dari model teman-teman sebaya. Budaya juga mempengaruhi respons-respons orang lain terhadap anak. Dimana kemudian respons-respons masyarakat secara luas juga memberikan masukan sebagai dasar dari stereotip anak (Frieze 1978 dalam Nauly 2002).

Kesimpulannya menurut Frieze (1978) dalam Nauly (2002) bila anak berhadapan dengan pola-pola stimulus sosial, ia akan membentuk suatu stereotip gender yang conform dengan stereotip yang ada pada masyarakat tersebut. Namun, bila terdapat model yang tidak sesuai dengan pola stereotip yang ada pada masyarakat tersebut, anak akan memiliki alasan untuk bertanya tentang kebenaran stereotip dan menyesuaikan skema peran peran gender yang dimilikinya. Jadi dalam hal ini budaya berinteraksi dengan perkembangan kognitif dalam perolehan peran gender. Melalui perilaku model-model dan melalui respon-respon terhadap anak, budaya memberikan masukan sensoris yang menyajikan dasar dari stereotip gender pada anak.

(33)

14 2.3 Persepsi Terhadap Kesadaran Gender

Persepsi adalah inti dari komunikasi. Sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini jelas tampak menurut Cohen (1994) dalam Mulyana (2001) bahwa persepsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal serta pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. Ahli komunikasi lain (De vito, 1997) mendefinisikan persepsi sebagai proses dengan mana seseorang menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indranya. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang diserap dan apa makna yang diberikan kepada seseorang ketika orang tersebut mencapai kesadaran.

Louisser dan Poulos (1997) dalam Mugniesyah (2005) mengemukakan lima tipe jenis/bias yang mempengaruhi persepsi, dan dua diantaranya adalah stereotip dan harapan. Stereotip diartikan sebagai suatu proses penyederhanaan dan generalisasi perilaku individu-individu dari anggota kelompok tertentu (etnis, agama, suku bangsa, jenis kelamin, gender, pekerjaan, dan lain sebagainya). Stereotip digunakan pada saat kita sedang menilai seseorang, juga digunakan oleh individu dalam berkomunikasi dengan maksud untuk humor, perlakuan diskriminatif bahkan pelecehan, yang seluruhnya akan menghasilkan pengaruh negatif terhadap hubungan antar manusia (komunikasi interpersonal).

Faktor-faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi diri seseorang secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan. Menurut Mulyana (2001) adalah agama,

(34)

15 ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan dan cita rasa sebagai faktor-faktor internal yang jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu realitas.

Subakti (1994) dalam Munandar (1994) mengartikan kesadaran gender sebagai kesadaran akan konstruksi sosial gender yang mengatur alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang diletakkan baik pada laki-laki maupun perempuan. Jang Mutalib (1994) dalam Munandar (1994) juga menekankan bahwa kesadaran gender tidak hanya berfokus pada peranan perempuan saja, tapi juga pada peranan laki-laki, dan selalu melihat bagaimana keduanya saling terkait dan saling mengisi. Kesadaran gender yang tinggi menurutnya menunjukkan kemampuan analisis mengidentifikasi masalah-masalah ketimpangan gender yang tidak begitu jelas dari permukaan, sehingga memerlukan pengkajian dan analisis untuk mengungkapkan pola ketimpangan dan diskriminasi gender.

Kesadaran gender mengisyaratkan tingkat penyadaran gender yang tinggi dalam melihat masalah-masalah perempuan dalam pembangunan yang menyangkut kesadaran bahwa hambatan yang dihadapi perempuan bukan terutama yang disebabkan oleh kekurangan diri mereka melainkan karena sistem sosial yang mendiskriminasikan mereka. Diskriminasi itu tidak dilakukan secara sadar oleh laki-laki terhadap perempuan tetapi merupakan dampak dari sosio-kultural yang membentuk pola perilaku dalam masyarakat sehingga dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Gender sebagai kesadaran sosial adalah perbedaan sifat dan peran posisi laki-laki dan perempuan yang merupakan konstruksi sosial dan bukan takdir tuhan (Mufidah, 2002).

Menurut Agusni (2005) perlu disadari kesadaran gender (gender awareness) tidak dapat sekaligus dimengerti dan dilaksanakan oleh masyarakat. Penyadaran

(35)

16 gender perlu waktu untuk terjadinya perubahan pola pikir dan tingkah laku, sehingga diperlukan kesabaran dan ketekunan untuk mengubah nilai dan kebiasaan masyarakat. Senada dengan hal tersebut, Vitayala (1995) dalam Hastuti (2004) menyatakan bahwa kesadaran gender berarti laki-laki dan perempuan bekerja bersama dalam suatu keharmonisan cara, memiliki kesamaan dalam hak, tugas, posisi, peran dan kesempatan, dan menaruh perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan spesifik yang saling memperkuat dan melengkapi.

2.4 Mahasiswa

Susantoro (2003) dalam Rahmawati (2006) mengatakan bahwa mahasiswa adalah kalangan muda yang berumur antara 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Susantoro(2003)

dalam Rahmawati (2006) menjelaskan bahwa sosok mahasiswa juga kental dengan

nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan obyektif, sistematis, dan rasional.

Lebih lanjut Kartono (1985) dalam Rahmawati (2006) menjelaskan bahwa mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:

1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.

2. Yang karena kesempatan di atas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

(36)

17 3. Diharapkan dapat menjadi “daya penggerak yang dinamis bagi proses

modernisasi”.

4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional.

2.5 Mata Kuliah Gender dan Pembangunan

Kuliah merupakan kegiatan yang membedakan pendidikan formal dan non formal (Suwardjono, 2005). Sedangkan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah mata kuliah elektif yang diasuh oleh Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang menjelaskan konsep gender, perkembangan kajian gender dan pembangunan, isu-isu gender dalam pembangunan, penelitian berorientasi gender, serta gender dan perubahan sosial (IPB, 2008).

2.6 Kerangka Pemikiran

Mengacu pada tinjauan teoritis, persepsi terhadap kesadaran gender adalah pandangan terhadap kesadaran akan konstruksi sosial gender yang mengatur alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang diletakkan baik pada laki-laki maupun perempuan.

Mahasiswa adalah seorang individu yang telah mengalami sosialisasi individu. Menurut Berger & Luckmann (1990), sosialisasi primer adalah sosialisasi yang pertama yang dialami individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu ia menjadi anggota masyarakat. Proses sosialisasi primer yang dialami mahasiswa terjadi dalam lingkungan keluarga dan mengalami proses internalisasi akan norma

(37)

18 dan nilai sosial. Internalisasi dalah pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai pengungkapan suatu makna; artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif bagi diri individu itu sendiri (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa mengalami internalisasi nilai dan norma sosial melalui ajaran orang tuanya lewat peran dan fungsi dirinya di dalam keluarga. Sebagai contoh proses internalisasi, mahasiswa laki-laki yang di rumahnya tidak pernah disuruh oleh orang tuanya melakukan kegiatan mengepel, memasak, dan mencuci akan menjadi individu yang memahami bahwa laki-laki tidak boleh mengepel, mencuci, memasak. Hal tersebut selanjutnya akan melekat kuat di dalam pikiran mahasiswa laki-laki bahwa tugas mengepel, memasak, dan mencuci merupakan tugas untuk perempuan karena di dalam keluarganya yang biasa melakukan kegiatan tersebut adalah pihak perempuan. Peran orang tua dalam menginternalisasi pemahaman mahasiswa sangatlah kuat sehingga tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua sebagai sosialisasi primer menjadi faktor-faktor yang dianggap berhubungan dengan pembentukan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.

Tiap individu dilahirkan ke dalam suatu struktur sosial yang obyektif dimana ia menjumpai orang-orang yang berpengaruh dan yang bertugas mensosialisasikannya (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa dilahirkan dari suatu struktur sosial yang obyektif yaitu dilahirkan dengan memeluk suatu agama, memiliki suku bangsa, dan memiliki jenis kelamin yang semuanya itu dapat mempengaruhi dan mensosialisasikan pemahaman mereka. Sebagai contoh, mahasiswa yang lahir dari suku batak akan mengalami proses sosialisasi yang kuat

(38)

19 bahwa laki-laki sangat berperan penting di dalam setiap kehidupan. Hal tersebut selanjutnya akan membentuk suatu pemahaman mahasiswa bahwa laki-laki merupakan pihak yang lebih penting atau hebat dibandingkan pihak perempuan. Pemahaman mahasiswa tersebut tidak terlepas dari lingkungan keluarga yang selalu menginternalisasi kuat di pikirannya mengenai nilai-nilai akan suku bangsa yang harus dipatuhi dan dikerjakan. Oleh karena itu, baik suku bangsa, jenis kelamin, dan agama merupakan faktor yang terjadi dalam sosialisasi primer khususnya dalam lingkungan keluarga yang turut juga berhubungan atau mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.

Sosialisasi sekunder adalah setiap proses berikutnya yang mengimbas individu yang sudah disosialisasikan ke dalam sektor-sektor baru dunia obyektif masyarakatnya (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa setelah mendapat sosialisasi primer melalui keluarganya juga mendapat proses sosialisasi berikutnya (sekunder) melalui hubungan pertemanan, kegiatan organsisasi yang pernah diikutinya, dan juga interaksi dengan media massa. Melalui sosialisasi sekunder, mahasiswa memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan peranannya. Sebagai contoh, mahasiswa laki-laki yang mengikuti kegiatan organsisasi yang dipimpin oleh seorang perempuan akan memperoleh pengetahuan baru bahwa perempuan dapat juga menjadi pemimpin atau ketua organisasi. Mahasiswa mendapatkan banyak pengetahuan baru yang dapat mengubah pemahaman atau pemikirannya. Oleh karena itu, sosialiasi sekunder yang dalam hal ini kegiatan organsiasi, hubungan dengan teman, dan interaksi dengan media massa merupakan faktor yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa teehadap kesadaran gender.

(39)

20 Dalam sosialisasi sekunder, keterbatasan biologis semakin kurang penting bagi tahap-tahap belajar, yang sekarang ditentukan menurut sifat-sifat intrinsik dari pengetahuan yang hendak diperoleh (Berger & Luckmann 1990). Sebagai contoh, untuk dapat memahami kesadaran gender, mahasiswa harus terlebih dahulu mengetahui konsep gender dan kesadaran gender yang salah satunya didapatkannya melalui mengikuti mata kuliah gender. Nilai mata kuliah gender dan indeks prestasi kumlatif adalah salah satu bagian dari mengikuti mata kuliah gender yang merupakan suatu tahap belajar dalam sosialisasi sekunder.

Intelektual mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan akan mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Hal tersebut berdasarkan pada ungkapan Mulyana (2001) menyatakan bahwa agama, ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan dan cita rasa sebagai faktor-faktor internal yang jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu realitas. Mata Kuliah Gender dan Pembangunan merupakan sebuah sosialisasi sekunder yaitu suatu proses yang memberikan pengetahuan baru kepada mahasiswa yang mengikuti mata kuliah tersebut mengenai konsep gender. Hasil dari mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah nilai mutu dan indeks prestasi kumlatif. Oleh karena itu, nilai mutu dan indeks prestasi kumlatif merupakan faktor yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender

Mengacu pada hasil sintesis konsep dan teori yang telah dikemukakan di atas maka persepsi peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender diduga berhubungan dengan sosialisasi primer (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan sosialisasi sekunder (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi

(40)

21 dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) Dengan demikian, faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender adalah sosialisasi primer dan sekunder yang dialami oleh mahasiswa. Berdasarkan pada penjelasan tersebut di atas, hubungan antar variabel dalam penelitian ini dituangkan ke dalam suatu diagram sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.

: Berhubungan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap Kesadaran Gender.

2.7 Hipotesis Penelitian

Agar penelitian lebih terarah sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian.

Faktor Sosial 1. Sosialisasi Primer

Jenis Kelamin Agama Suku Bangsa

Tingkat Pendidikan Orang tua

Pekerjaan Orang Tua Tingkat Penghasilan Orang

Tua

2. Sosialisasi Sekunder

Kegiatan Organisasi Interaksi dengan Media

Massa

Hubungan dengan Teman Tempat Tinggal

Nilai Mutu Gender Indeks Prestasi Kumulatif

Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ( Alokasi

Peranan, Hak, Kewajiban, Tanggung Jawab, dan

(41)

22 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara sosialisasi primer mahasiswa (jenis

kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara sosialisasi sekunder mahasiswa (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.

2.8 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Jenis Kelamin yaitu identitas biologis mahasiswa yang terbagi atas dua kategori, yaitu perempuan dan laki-laki.

2. Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama terbagi atas lima kategori, yaitu Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.

3. Suku bangsa adalah preferensi etnik mahasiswa yang ”diwarisi” dari etnik salah satu atau kedua orang tuanya, dibedakan ke dalam

kategori: Batak, Minangkabau, Jawa, Sunda, Tionghoa, dan etnik lainnya.

4. Tempat tinggal adalah tempat mahasiswa tinggal selama mengikuti mata kuliah yang terbagi atas dua kategori yaitu tinggal di

(42)

23 5. Hubungan dengan teman yaitu kedekatan hubungan mahasiswa

dengan teman-teman yang dimiliki oleh responden. Hubungan dengan teman diukur dari dua pertanyaan (Lampiran 1, No. 11 & 12) yang kemudian jawaban diberi skor dan dikategorikan menjadi: biasa saja (skor 1-2) dan dekat (skor 3-5).

6. Kegiatan organisasi adalah keikutsertaan mahasiswa dalam suatu kegiatan organisasi diluar kegiatan kuliah. Kegiatan organsasi diukur dari jumlah kegiatan yang diikuti responden yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu: sedikit ( < 4 kegiatan) dan banyak ( ≥ 4 kegiatan). 7. Interaksi dengan media massa yaitu media massa yang sering

digunakan oleh responden untuk memperoleh hiburan dan atau mencari informasi, baik media cetak seperti koran, tabloid, majalah, maupun media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Interaksi mahasiswa dengan media massa dikategorikan menjadi: rendah ( ≤ 2 media massa), sedang ( 3 sampai 4 media massa), dan tinggi ( ≥ 5 media massa).

8. Nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah nilai yang didapat setelah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan. Nilai mutu dikategorikan menjadi: tinggi (A), sedang (B dan C), rendah ( D dan E).

9. Indeks prestasi kumulatif merupakan nilai bobot rata-rata perkredit dari sejumlah semester yang sudah diambil sampai pada suatu saat dan dihitung sebagai rata-rata dari jumlah semua perkalian nilai bobot suatu matakuliah dengan bobot kredit mata kuliah dibagi oleh jumlah

(43)

24 bobot kredit mata kuliah dari semua mata kuliah yang diambil seorang mahasiswa sampai pada saat tertentu. Indeks prestasi kumulatif

dikategorikan menjadi: rendah (ipk < 2,75), sedang (ipk 2,75 – 3,50), tinggi (ipk > 3,50).

10. Tingkat pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh kedua orang tua mahasiswa baik ayah maupun ibunya; dibedakan ke dalam tiga kategori: tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan SD), sedang (SLTP dan SMU), dan tinggi ( Diploma dan Sarjana).

11. Pekerjaan orang tua adalah mata pencaharian yang dimiliki oleh orangtua baik ayah maupun ibu mahasiswa. Dikategorikan sebagai berikut:

1. Tidak Bekerja 2. PNS 3. Guru/dosen 4. TNI/Polri 5. Buruh 6. Swasta 7. Pedagang 8. Lainnya

12. Tingkat penghasilan orang tua adalah jumlah uang dalam rupiah yang dihasilkan oleh orang tua mahasiswa setiap bulan. Penghasilan orang tua diukur berdasarkan penggabungan penghasilan ayah dan ibu responden setiap bulan, yang dikategorikan menjadi: rendah ( < Rp. 1.000.000), sedang ( Rp. 1.000.000 sampai Rp. 5.000.000), dan tinggi ( > Rp. 5.000.000)

13. Alokasi peranan adalah pembentukan karakter tertentu yang biasanya ditujukan kepada jenis kelamin tertentu dan skor alokasi peranan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

(44)

25 1. Rendah : 7 ≤ Skor ≤ 16

2. Sedang : 17 ≤ Skor ≤ 26 3. Tinggi : 27 ≤ Skor ≤ 35

14. Hak adalah kesempatan yang dimiliki oleh seseorang untuk

mengakses sesuatu dan skor hak dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu 1. Rendah : 4 ≤ Skor ≤ 9

2. Sedang : 10 ≤ Skor ≤ 15 3. Tinggi : 16 ≤ Skor ≤ 20

15. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang, berkaitan dengan peran yang dijalaninya dan skor kewajiban dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Rendah : 4 ≤ Skor ≤ 9 2. Sedang : 10 ≤ Skor ≤ 15 3. Tinggi : 16 ≤ Skor ≤ 20

16. Tanggung jawab adalah keadaan wajib yang harus ditanggung atas segala sesuatu/akibat yang berkaitan dengan peran/perbuatan yang dijalaninya, dan skor tanggung jawab dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Rendah : 4 ≤ Skor ≤ 9 2. Sedang : 10 ≤ Skor ≤ 15 3. Tinggi : 16 ≤ Skor ≤ 20

17. Harapan adalah keinginan yang ditujukan kepada jenis kelamin tertentu berkaitan dengan peran yang dijalaninya, dan skor harapan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

(45)

26 1. Rendah : 4 ≤ Skor ≤ 9

2. Sedang : 10 ≤ Skor ≤ 15 3. Tinggi : 16 ≤ Skor ≤ 20

18. Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, yang diukur melalui alokasi peranan, hak, kewajiban,

tanggung jawab, dan harapan yang dilekatkan baik pada laki-laki maupun perempuan yang berlaku di masyarakat dan tidak

mengandung unsur kesetaraan gender. Semakin banyak mahasiswa tersebut tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka tingkat persepsi terhadap kesadaran gender akan semakin tinggi dan

sebaliknya semakin banyak mahasiswa tersebut setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran

gendernya akan semakin rendah. Skor persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender diperoleh dari penjumlahan beberapa skor sub variabel, yaitu: skor peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan sehingga skor tingkat kesadaran gender dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Rendah : 23 ≤ Skor ≤ 54 2. Sedang : 55≤ Skor ≤ 86 3. Tinggi : 87 ≤ Skor ≤ 11

(46)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Fakultas Ekologi Manusia Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi adalah secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan efisiensi biaya, jarak, dan waktu dari peneliti. Selain itu, mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dipilih sebagai sebagai responden dikarenakan mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pernah mendapatkan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan dari departemennya sehingga dirasa sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender mahasiswa.

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2009. Pada bulan Mei dilakukan penyusunan masalah, penentuan tujuan penelitian, penentuan hipotesis penelitian, dan penentuan metode penelitian yang disajikan dalam proposal penelitian. Pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2009 dilakukan pengambilan data melalui penyebaran kuesioner kepada mahasiswa yang sudah terpilih menjadi responden penelitian selanjutnya dilakukan input data, pengolahan data, interpretasi data, dan penyusunan laporan skripsi.

3.2 Teknik Penentuan Responden

Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut

(47)

28 Pertanian Bogor. Responden yang dipilih adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan tahun masuk 2006 yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan sejumlah 70 mahasiswa (49 orang perempuan dan 21 orang laki-laki).

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan kualitatif melalui wawancara mendalam. Penarikan responden dilakukan dengan Teknik Puposive Sampling atau dikenal juga dengan sampling pertimbangan yaitu teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan dan Akdon, 2005). Pemilihan responden berdasarkan pertimbangan bahwa responden telah mendapatkan nilai mutu dari Mata Kuliah Gender dan Pembangunan yang menjadi salah satu indikator dari intelektual mahasiswa yang mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Alasan lainnya yaitu mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan tahun masuk 2006 dapat dengan mudah ditemui secara langsung karena masih aktif mengikuti perkuliahan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan pada saat pengisian kuesioner dan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan karakteristik mahasiswa, karakteristik keluarga, dan intelektual mahasiswa.

Skala pengukuran yang digunakan di dalam mengukur persepsi mahasiswa peserta mata kuliah dan gender pembangunan terhadap tingkat kesadaran gender

(48)

29 adalah skala Likert. Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur (Riduwan dan Akdon, 2005).

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah menggunakan program SPSS 14. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang sosialisasi primer dan sekunder. Tabel tabulasi silang akan dipergunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap tingkat kesadaran gender berdasarkan sosialisasi primer dan sekunder.

Uji Chi-Square digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan data minimal nominal. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan data minimal ordinal. Hasil wawancara mendalam disajikan untuk mendukung dan menguatkan hasil interpretasi data kuantitatif

(49)

30

BAB IV

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi

Lokasi Departemen Sains Komuniaksi dan pengembangan Masyarakat (KPM) terletak di Wing 1 Level 5, Jalan Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat berawal saat didirikannya Faculteit voor Landbouwwetenschappen (Fakultas untuk Ilmu-ilmu Pertanian) dengan dua jurusan yaitu jurusan pertanian dan kehutanan. Fakultas ini semula bernaung di bawah Universteit Van Indonesia. Benih ini mulai bertunas pada tahun 1960 yakni saat didirikannya Fakultas Pertanian Universitas Indonesia dengan tiga departemen, yakni Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (Sosek), Departemen Pengetahuan Alam, dan Departemen Kehutanan. Pada tanggal 1 September 1963, Institut Pertanian Bogor berdiri, Departemen Sosek mulai berkembang secara mantap dan pasti. Pada tahun 2005, Departemen Sosek terbagi menjadi beberapa departemen seiring proses departemenisasi kebijakan IPB dan salah satunya adalah Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Institut Pertanian Bogor Nomor: 001/K13/PP/2005 Tanggal 10 Januari 2005, mandat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB yaitu Pengembangan Ilmu Sosiologi, Antropologi, Psikologi, Politik, Kependudukan, Komunikasi, Ekologi Manusia, Pendidikan Penyuluhan, dan Pengembangan Masyarakat untuk Mendorong Pemberdayaan Masyarakat Pertanian, Peternakan, Kehutanan, serta Perikanan dan Pesisir.

Gambar

Gambar  1.  Kerangka  Pemikiran  Persepsi  Mahasiswa  Peserta  Mata  Kuliah  Gender  dan Pembangunan Terhadap Kesadaran Gender
Gambar  2.  Persepsi  Mahasiswa  Terhadap  Kesadaran  Gender  Berdasarkan  Jenis  Kelamin, Bogor 2009 0510152025303540
Gambar  4.  Persepsi  Mahasiswa  Terhadap  Hak  Berdasarkan  Jenis  Kelamin, Bogor 2009
Gambar 5. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kewajiban Berdasarkan Jenis  Kelamin, Bogor 2009
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bahwa pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia dalam rangka mengisi cita-cita Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Dalam pikiran konsumen, kemasan adalah produk. Bagi banyak produk, konfigurasi fisik mewujudkan identitas visual suatu merek. Struktur dan material digunakan sebagai tempat

Terakhir penulis ucapkan untuk para informan penulis yang telah memberikan informasi-informasi kepada penulis selama proses penelitian, terutama kepada Bu Lasmaria yang

Dari data yang diperoleh nampak bahwa pada penggunaan skimmer yang dipasang saat larva berumur 6 hari mempunyai persentase gelembung renang lebih banyak bila dibandingkan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis matematik pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran

Begitu juga sebaliknya semakin sedikit waktu yang diberikan untuk melangsungkan proses hidrolisis makan semakin sedikit pula enzim selulase bekerja untuk menghidrolisis selulosa