• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

i

FAKTOR RISIKO KOLONISASI Streptococcus pneumoniae

PADA NASOFARING BALITA

(Penelitian belah lintang pada bayi dan anak balita yang tinggal di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang)

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

THERESIA MEISKY G2A009114

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013

(2)
(3)

FAKTOR RISIKO KOLONISASI Streptococcus pneumoniae PADA NASOFARING BALITA

Theresia Meisky1, Helmia Farida2, Stefani Candra Firmanti2

ABSTRAK

Latar belakang: Pneumonia penyebab kematian terbesar pada balita.

Streptococcus pneumoniae adalah kuman penyebab terbesar. Balita

merupakan sumber kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring dan merupakan sumber penularan terhadap manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari perbedaan faktor risiko kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita di pinggiran dan tengah kota Semarang.

Metode: Penelitian observasional analitik dengan pengambilan data cross

sectional terhadap 174 balita usia 6-60 bulan dari 2 kecamatan di kota Semarang. Data diambil dengan melakukan swab nasofaring dan kuesioner. Kemudian dilakukan isolasi dan inkubasi pada inkubator CO2

5% dengan suhu 37% selama 48 jam pada media agar darah. Identifikasi dilakukan dengan tes optochin dan pengecatan gram. Data diolah dengan menggunakan uji Chi-square dan dilakukan perhitungan rasio prevalensi faktor-faktor risiko kolonisasi nasofaring oleh S.pneumoniae.

Hasil: Prevalensi subjek terkolonisasi S.pneumoniae adalah 13.2%.

Kecamatan Gayamsari (perkotaan) 24.4% dan kecamatan Gunungpati (pinggiran) 2.3%. Hasil analisis menunjukkan lokasi tempat tinggal menjadi faktor risiko (RP=13.892 CI= 3.144–61.379). Sedangkan, paparan asap rokok, kepadatan hunian dan riwayat penggunaan antibiotik 3 bulan terakhir tidak terdapat hubungan bermakna pada kolonisasi S.pneumoniae nasofaring balita.

Simpulan: Lokasi tempat tinggal merupakan faktor risiko kolonisasi

S.pneumoniae pada nasofaring balita. Sedangkan paparan asap rokok,

kepadatan hunian dan riwayat antibiotik 3 bulan terakhir bukan merupakan faktor risiko kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita.

Kata kunci: Faktor risiko, kolonisasi S.pneumoniae

1

Mahasiswa program S-1 kedokteran umum Fakultas Kedokteran Undip

2

(4)

ABSTRACT

Background: Pneumonia is the leading caused of death children.

Streptococcus pneumoniae the biggest causing germs. Childrens the most

source of colonization of S. pneumoniae in the nasopharynx and the source of transmission to another people. This study aims to analized differences abaout risk factors of colonization of S. pneumoniae in the toodlers nasopharyngeal between suburbs and urban in the Semarang city.

Methods: The study was analized by observational analytic cross

sectional and data was collected on 174 children in the range aged 6-60 months from 2 districts in the city of Semarang. Data from responden retrieved by taked nasopharyngeal swabs and questionnaires. Then do the isolation and incubation in 5% CO2 incubator at a temperature of 37% for 48 hours on blood agar media. Identification was done by optochin test and gram staining. Data were processed using Chi-square test and calculation of the ratio of the prevalence of risk factors of nasopharyngeal colonization

Results: The prevalence of subjects colonized with S. pneumoniae was

13.2%. Gayamsari district (urban) and 24.4% Gunungpati districts (suburbs) 2.3%. analysis shows the location of residence a risk factor (RP = 13,892 CI = 3144-61379). Meanwhile, exposure to cigarette smoke, residential density and 3-month history of antibiotic use is not there a significant relationship on S. pneumoniae nasopharyngeal colonization toddler.

Conclusions: Location of residence the only one risk factor for

nasopharyngeal colonization of S. pneumoniae in toodlers. While exposure to cigarette smoke, residential density and antibiotic history of 3 months is not a risk factor for nasopharyngeal colonization of S. pneumoniae in children.

(5)

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan yang mengenai parenkim paru dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak di seluruh dunia.1 Menurut Unicef dan WHO tahun 2006, pneumonia merupakan pembunuh anak yang menyebabkan kematian lebih tinggi dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria, dan campak.2 Di Indonesia sendiri, berdasarkan Survei Kematian Balita tahun 2005 sebagian besar disebabkan karena; pneumonia 23%, diare 5,3%, infeksi berat seperti sepsis dan meningitis 15,1 %, kematian neonatal 11,2 % , masalah lain termasuk kecelakaan 14, 7 %. 2-4

Bakteri potensial patogen respiratori penyebab pneumonia yang banyak ditemukan pada anak dan balita yaitu; Streptococcus pneumonia / pneumococcus (30-50 %) kasus dan Haemophilus influenzae type b/Hib (10-30%) kasus.5 Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Hikmawati menunjukkan bahwa koloniasi pada nasofaring anak adalah S.pneumoniae sebanyak 4 5,3 % .6 Penelitian Nugroho (2010) di RSUP dr.Kariadi Semarang diperoleh prevalensi kolonisasi

S.pneumoniae pada nasofaring 197 anak sehat sebanyak 43.1%.7 Penelitian

Rizwana et al. (2010) mendapatkan kolonisasi S. pneumoniae pada nasofaring sebanyak 13,5 %.8

S.pneumoniae juga dikenal sebagai pneumococcus, adalah bakteri Gram positif

berbentuk lanset, mempunyai simpai polisakarida dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, meningitis, dan proses infeksi lainnya.9 Bakteri potensial pada respiratori ini umumnya tidak menimbulkan manifestasi klinis atau asimpomatis, tetapi keberadaan bakteri-bakteri potensial patogen respiratori ini dapat menyebabkan Community Acquired Pneumonia (CAP) karena menjadi sumber penularan dan penyebaran pada orang lain dalam komunitas tersebut.6,8 Tidak seluruh individu akan menderita penyakit tersebut, tetapi saat dalam tubuh seseorang sudah terjadi kolonisasi bakteri, maka dia akan menjadi pembawa

(6)

sekaligus penyebar penyakit melalui partikel udara, misalnya pada saat bersin atau batuk serta kontak tubuh.10

Terbentuknya kolonisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam suatu waktu. Faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain, yaitu faktor host, agen, dan lingkungan. Faktor host antara lain usia,jenis kelamin dan respon imun; faktor bakteri antara lain jenis strain dan interferensi dengan bakteri lain; dan faktor lingkungan antara lain paparan asap rokok pasif, kepadatan hunian dan sosio-ekonomi. 9-11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rasini (2010), pada kelompok umur 6-60 bulan didapatkan data bahwa kepadatan setiap ruangan dalam hunian merupakan faktor risiko terjadinya kolonisasi S.pneumoniae sebesar 33.2%.12 Penelitian yang dilakukan Rejeki pada kelompok umur kurang dari 5 tahun, mendapatkan bahwa paparan rokok dari anggota keluarga lain dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran napas oleh S.pneumoniae sebesar 72%.13 Selain itu, didapatkan bahwa penggunaan antibiotik yang tidak sesuai aturan selama 3 bulan terkahir, khususya pennisilin, dapat menyebabkan Pennicilin-nonsusceptible

Streptococcus pneumonia (PNSP). Penelitian Nugroho (2010) menunjukkan

prevalensi kolonisasi pada nasofaring 197 anak sehat didapatkan 21.1% PNSP dengan riwayat pemberian antibiotik selama 3 bulan terkahir .14 Hasil penelitian Yochay et.al di California (2002), diperoleh kultur S.pneumoniae pada nasofaring anak usia <6 tahun yang tinggal di tengah kota padat dan tidak memakai antibiotik selama 6 bulan, sebesar 53%.15

Melihat Indonesia sendiri merupakan negara berkembang dan memiki sosiodemografi yang hampir serupa, oleh karena itu peneliti tertarik membandingkan kolonisasi S.pneumoniae di kota Semarang terutama pada dua tempat yaitu perkotaan dan pinggiran. Penelitian pengaruh faktor risiko kolonisasi

S.pneumoniae nasofaring pada balita ini sangat penting dilakukan sebagai awal

(7)

METODE

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan belah lintang. Pengambilan data berupa sampel swab nasofaring dan kuesioner di posyandu dan PAUD di kecamatan Gayamsari dan kecamatan Gunungpati. Identifikasi mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2013.

Sampel penelitian adalah balita yang tinggal di kecamatan Gayamsari dan kecamatan Gunungpati Semarang yang telah dipilih memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: balita yang sedang berada di posyandu dan PAUD pada saat penelitian dilakukan, balita atau orang tua balita yang bersedia atau tidak menolak saat dilakukan prosedur penelitian, yang meliputi swab nasofaring setelah diberi

informed consent ,subyek bebas dari gejala dan tanda infeksi saluran napas saat

pengambilan sampel.

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan cleaning, coding, tabulasi dan analisis data. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, bivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan Chi square. Perbedaan dianggap bermakna jika p < 0,05.

HASIL

Penelitian yang dilakukan pada 174 responden balita pada dua kecamatan, yang memenuhi kriteria inkluasi sebanyak 100 anak berjenis kelamin laki-laki dan 74 anak berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 18 responden berusia dibawah 1 tahun dan 156 responden berusia antara 13 bulan sampai 60 bulan. Karakteristik subyek penelitian ditunjukkan pada Tabel.1.

(8)

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian terhadap kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita

Distribusi faktor risiko kolonisasi S.pneumoniae berdasarkan kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi faktor risiko pada dua kecamatan Faktor Risiko Kecamatan

Gayamsari (n= 86) Kecamatan Gunungpati (n= 88) Total n= 174 Paparan asap rokok ya tidak 60 26 64 24 124 50 Kepadatan hunian ya tidak 37 49 7 81 44 130 Riwayat Karakteristik subyek penelitian Kecamatan Gayamsari Kecamatan Gunungpati Total Usia 0 – 12 bulan 13-60 bulan 9 77 9 79 18 156 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 55 31 45 43 100 74 Lokasi 86 88 174

(9)

antibiotik 3 bulan terakhir ya tidak 34 52 24 64 58 116

Distribusi faktor risiko terhadap kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita dihitung menggunakan analisis bivariat dan multivariat dalam tabel 3

Tabel.3. Analisis bivariat dan multivariat pengaruh faktor risiko terhadap kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita

Pada Tabel.3. diatas menunjukkan Kecamatan Gayamsari yang mewakili daerah perkotaaan diperoleh hasil 21 balita yang terkolonisasi S.pneumoniae. nilai

Faktor risiko Kolonisasi

S.pneumoniae (+) (-) Bivariat p Multivariat p RP (CI 95%)

Lokasi tempat tinggal Pinggiran Perkotaan 2 8 21 65 0.00 0.001 13.892 (2.598 – 44.433 )

Paparan asap rokok Terpapar Tidak terpapar 14 110 9 41 0.237 0.279 1.710 (0.647-4.520) Kepadatan hunian ≤1 org per 6m2 >1 orang per 6 m2 15 115 8 36 0.261 Riwayat antibiotik Minum Tidak minum 7 51 16 100 0.752

(10)

peluang chi-square menunujukkan nilai p= 0.001. Maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara kecamatan Gunungpati dan Gayamsari. Sedangkan paparan asap rokok dan kepadatan hunian tidak merupakan faktor risiko.

PEMBAHASAN

S. pneumoniae adalah suatu bakteri potensial patogen pada respiratori manuasia.

Pada umumnya umumnya, S.pneumoniae tidak menimbulkan manifestasi klinis atau asimpomatis, tetapi keberadaan bakteri-bakteri potensial patogen respiratori ini dapat menyebabkan Community Acquired Pneumonia (CAP) karena menjadi sumber penularan dan penyebaran pada orang lain dalam komunitas tersebut.6,8 Ada berbagai faktor yang mungkin berpengaruh terhadap kejadian kolonisasi

S.pneumoniae pada nasofaring anak dan balita sehat. Dalam penelitian ini, faktor

yang bermakna antara lain; lokasi tempat tinggal. Faktor risiko yang tidak bermakna antara lain; paparan asap rokok, kepadatan hunian dan riwayat penggunaan antibioti selama 3 bulan terakhir.

Setelah dilakukan analisis didapatkan hasil kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita sebanyak 13.2% dari 174 responden balita yang memenuhi kriteria inklusi. Pada kecamatan Gayamsari yang mewakili daerah perkotaan diperoleh sampel terkolonisasi S.pneumoniae sebanyak 21 (24.4%) responden dan pada kecamatan Gunungpati yang mewakili daerah pinggiran diperoleh hanya 2 (2.3%) balita yang terkolonisasi S.pneumoniae

Pengaruh lokasi tempat tinggal terhadap kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita

Lokasi tempat tinggal pada penelititan ini memiliki pengaruh yang bermakna dengan kolonisasi S.pnemoniae pada nasofaring balita. Hasil analisis menunjukkan nilai p=0.001, RP=13.892, (CI 95%= 3.144-61.379). Pada kecamatan

(11)

Gayamsari yang mewakili daerah perkotaan dari kota Semarang ditemukan 21 balita yang terkolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring, dari total sampel 174 bayi dan balita. Pada kecamatan Gunungpati yang mewakili daerah pinggiran dari kota Semarang, ditemukan hanya 2 balita yang terkolonisasi S.pneumoniae pada nasofaringnya. Hal ini sama dengan beberapa penelitian yang dilakukan sbelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Yochay et.al di California (2002), diperoleh kultur S.pneumoniae pada nasofaring anak usia <6 tahun yang tinggal di tengah kota padat sebesar 53%.15 Pada penelitian Yochay, sampel yang diambil adalah anak yang usianya kurang dari 6 tahun yang hanya tinggal di kota saja. Maka, terdapat perbedaan yang cukup besar pada hasil kolonisasi antara penelitian ini dengan penelitian Yochay.

Pengaruh paparan asap rokok pasif terhadap kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita

Dalam penelitian ini, kelompok balita yang terpapar asap rokok yang dimaksud adalah balita yang terpapar asap rokok oleh anggota keluarga dengan frekuensi setiap hari. Kemudian, balita yang tidak terpapar asap rokok yang dimaksud adalah balita yang sama sekali tidak memliki anggota keluarga atau orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan merokok. Setelah dilakukan analisis multivariat, pengaruh paparan asap rokok pasif memiliki pengaruh yang tidak bermakna bermakna p=0.279, RP=1.710, (CI 95%=0.647-4.520). Sebanyak 14 balita terpapar asap rokok setiap harinya dan 9 balita tidak terpapar asap rokok sama sekali.

Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rejeki (2002) yang menyatakan paparan asap rokok merupakan faktor risiko kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring anak usia 1-12 bulan. Perbedaan hasil ini disebabkan karena pernedaan subyek penelitian, dimana rentang usia bayi dan anak yang berbeda dan pada penelitian tersebut paparan rokok dihitung lebih rinci nerdasar jumlah batangrokok. Namun, hasil yang diperoleh sama dengan

(12)

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Rasini (2010) yang dilakukan pada 244 balita sehat, didapatkan hasil 58 balita tidak terpapar asap rokok dan 28 balita terpapar asap rokok (p=0.654 CI= 0.364-1.174).12

Pengaruh kepadatan hunian terhadap kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita

Pada penelitian ini, kepadatan hunian diukur dengan banyaknya orang tiap kamar tidur dengan standar 6m2/ orang. Menurut analisi bivariat yang dilakukan, didapatkan hasil kepadatan hunian tidak memiliki pengaruh bermakna terhadap kolonisasi S.penumoniae pada nasofaring balita sehat p= 0.261, RP=1.473, (CI 95%=0.534-4.068). Sebanyak 15 responden dengan kepadatan >1 orang/6m2 dan 8 responden dengan kepadatan <1 orang/6m2. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Derege yang menyatakan peningkatan faktor risiko dari infeksi saluran napas bawah dengan peningkatan jumlsh orang tiap kamar tidur. 38 Perbedaan terletak pada saat menanyakan kuesioner. Pada penelitian ini, informasi didapat dengan menanyakan perkiraan luas kamar kepada orangtua responden, sedangkan penelitian sebelumnya informasi diperoleh lebih akurat dengan menghitung luas lantai kamaar tiap responden. Namun, Rasini (2010) menyebutkan bahwa berdasarkan analisis multivariat diperoleh hasil yang tidak bermakna (p=0.609 CI= 0.341-1.089).12

Pengaruh riwayat penggunaan antibiotik 3 bulan terakhir terhadap kolonisasi

S.pneumoniae pada nasofaring balita

Dalam penelitian ini, diperoleh hasil bahwa penggunaan antibiotik selama 3 bulan terkahir tidak memiliki pengaruh bermakna terhadap kolonisasi p= 0.752, RP=1.143 (CI 95%= 0.498-2.622 ). Dari 23 responden yang terkolonisasi

S.pneumoniae, 7 responden menggunakan antibitoik 3 bulan terkahir dan 16

responden tidak menggunakan antibitoik selama 3 terakhir. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitians sebelumnya yang menyebutkan bahwa riwayat penggunaan

(13)

antibiotik merupakan faktor risiko terjadinya kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita. Namun, hasil tidak bermakna serupa,dikemukakan juga pada penelitian Nugroho (2010) (RP=2.62 CI= 0.87 – 7.81). Perbedaan penelitian terdapat pada usia subyek penelitian, dimana pada penelitian ini hanya dilakukan pada usia 6-60 bulan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang pengaruh faktor risiko terhadap kolonisasi S. pneumoniae pada nasofaring ballita, maka dapat diambil kesimpulan bahwa lokasi tempat tinggal daerah pinggiran kota Semarang yang diwakili kecamatan Gayamsari merupakan faktor risiko kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita. Selain itu, paparan asap rokok, kepadatan hunian dan riwayat penggunaan antibiotik selama 3 bulan terakhir tidak merupakan faktor risiko kolonisasi S.pneumoniae pada nasofaring balita.

Saran

Diharapkan pada penelitian selanjutnya, lebih memperhatikan kesiapan media dalam penelitian, terutama media transport yaitu STGG. Dalam membuat media pertumbuhan kuman antara lain agar darah, harus lebih teliti pada saat pembuatan, berkaitan dengan konsistensi dan perbandingan bahan. Pada saat pengambilan swab nasofaring teruatama pada balita, perlu dikajiulang agar lebih maksimal dalam memperoleh sampel swab.

UCAPAN TERIM KASIH

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Helmia Farida, M.Kes, Sp.A, dr.Stefani Candra Firmati, M.Sc , dr.Purnomo Hadi, M.Si dan dr. Endang Sri Lestari, Ph.D yang telah memberikan bimbingan dan saran bagi penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Pneumonia. (update November 2012; cited 2012 december 3rd); Avaible from: http://www.who.int/,ediacentre/factsheets/fs331/en/. 2. Situasi pneumonia balita di Indonesia.Buletin Jendela.

September.2010.

3. Wolf B, Gama A, Rey L, Fonseca W, Roord J, Fleer A, et al. Striking differences in the nasopharyngeal flora of healthy Angolan, Brazilian and Dutch children less than 5 years old. Annals Of Tropical Paediatrics. 1999 Sep.; 19(3): 287-92.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pneumoniae, Penyebab kematian Utama Balita. c2009 [update 2009 Nov 05; cited 2009 December 12].

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.Waspadai Penyakit IPD Pada Anak . Litbang Website. c2006 [update 2006 Jan 24; cited 2009 December 12]. Available from URL: http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/ipd240106. 6. Hikmawati. Perbedaan Pola Kolonisasi Bakteri Potensiak Patogen

Respiratori Pada Nasofaring Anak-Anak dan Orang Tua Sehat.2010 7. Nugroho R. Faktor Resiko Kolonisasi Penicilin- Nonsuspectible

Streptococcus pneumoniae Pada Nasofaring Balita.2010

8. Nita. Waspadai Infeksi Pneumokokus Pada Anak.[update 2008 Agust; cited2008December12].AvailablefromURL:http://medicastore.com/me d/artikel.php?id=241&judul=Waspadai%20Infeksi%20Pneumokokus %20pada%20Anak&UID=20080811081304125.208.146.56

9. Cardozo DM, Carvalho CMN, Andrade ALSS, Neto AMS, Daltro CHC, Brandao MAS, et al. Prevalence and risk factors for nasopharyngeal carriage of Streptococcus pneumonia among adolescents. J Med Microbiol. 2008; 57(2): 185-9.

10. McCool TL, Cate TR, Moy G, Weiser JN. The immune response to Pneumococcal proteins during experimental human carriage. J Exp Med. 2002; 195:359-365.

11. Lee NY, Ichiyama S, Yoshida R, Hirakata Y, Aswapokee N, Perera J, et al. Spread of Drug-Resistant Streptococcus pneumoniae in Asian Countries: Asian. Network for Surveillance of Resistant Pathogens (ANSORP) Study. Clinical Infectious Diseases. 1999 Jun;8(6): pp. 1206-1211

12. Rasini A.Faktor Risiko Kolonisasi Streptococcus pneumoniae Pada Nasofaring Anak.2010

(15)

14. Borer, Meirson, Peled N, Porat N, Dagan R, Fraser D et al. Antibiotic‐resistant Pneumococci carried by young children do not appear to disseminate to adult members of a closed community. Clin Infect Dis. 2001;33:436–44.

15. Regev G, Yochay, Meir R, Ron D, Nurith P, Bracha et al. Nasopharyngeal Carriage of Streptococcus pneumoniae by Adults and Children in Community and Family Settings .San Diego, California,September 2002 (abstract G-842).

Gambar

Tabel  1.  Karakteristik  subyek  penelitian  terhadap  kolonisasi  S.pneumoniae  pada  nasofaring balita

Referensi

Dokumen terkait

Faktor internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh: kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional; dan kondisi sosial, seperti kemampuan

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penerimaan Hak Kekayaan Intelektual berupa biaya (jasa)

Sebagai sumber / penghasil energy, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolism.. lemak, membantu

Asumsi dari penelitian yang berjudul ”Tari Tamborin dalam Upacara Keagamaan Umat Kristiani di GBI Sukacita Bandung”, yaitu: tari Tamborin merupakan bentuk tari

Untuk kasus volatilitas deterministik, Lagrangian forward rates yang diberikan oleh persamaan (3) adalah kuadratis, dan kemudian kondisi tanpa kehadiran arbitrase

Sesuatu berita yang luar biasa atau ganjil itu sudah pasti tidak dapat diesmbunyikan kerana lama-kelamaan akan tersebar jua. Kalau tiada angin bertiup, masakan

Tina sababaraha wangenan di luhur bisa dicindekkeun yén anu disebut kalimah téh nyaéta kontruksi gramatik maksimal, anu mangrupa bagian pangleutikna, ngandung