• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. ini mulai dikenal pertama kalinya di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. ini mulai dikenal pertama kalinya di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Kopi

Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi dikenal dan masuk dalam peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman ini mulai dikenal pertama kalinya di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada mulanya tanaman kopi belum dibudidayakan secara sempurna oleh penduduk,

melainkan masih tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi (Najiyati dan Danarti, 1997).

Pada penelitian Reginald Smith dibuktikan tentang asam nikotin yang terdapat dalam kopi. Smith dapat menunjukkan bagaimana asam nikotin ini dihasilkan selama kopi dibakar oleh penguraian trigonelin (asam nikotinik N-metilbetaine). Reginald Smith, juga menyatakan bahwa kandungan kafein dari kopi robusta dua kali lebih banyak dari kopi arabika. Bagi industri kopi, jenis kopi robusta lebih menguntungkan jika digunakan sebagai kopi tubruk karena lebih banyak ekstrak kopi yang diambil (Spillane, 1990).

Tumbuhan kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropis di kawasan Afrika. Kopi Arabika berasal dari kawasan pegunungan tinggi di Barat Ethiopia maupun di kawasan utara Kenya, kopi Robusta di Ivory Coast dan Republik Afrika Tengah. Hal ini membuktikan bahwa tumbuhan kopi mudah beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya (Siswoputranto, 1992).

Di Indonesia tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada periode antara tahun 1696-1699. Tanaman kopi mula-mula hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup

(2)

menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka VOC menyebarkan ke berbagai daerah agar penduduk menanamnya (Najiyati dan Danarti, 1997).

Perkembangan Kopi di Indonesia dan di Dunia

Sejarah perkembangan kopi di Indonesia pernah mengalami goncangan yaitu pada tahun 1876 ketika munculnya penyakit Hemelia vastataix (HV) yang menyerang daun dan sangat membahayakan. Berbagai usaha mengatasi hal tersebut telah dilakukan, tetapi hasilnya tidak memuaskan, kemudian VOC mendatangkan Liberika dan Robusta yang diharapkan lebih tahan terhadap penyakit HV (Najiyati dan Danarti, 1997).

Pada saat ini penyebaran tanaman kopi Robusta di Indonesia lebih dari 95%, sedang selebihnya adalah kopi Arabika dan jenis lainnya. Meskipun kopi Robusta semula ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun dalam perkembangannya tanaman ini lebih potensi sebagai tanaman rakyat karena kopi Robusta lebih mudah ditanam dan tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang kurang menguntungkan. Selain itu karena tahun-tahun belakangan ini harga pasaran kopi Robusta relatif semakin tinggi (AAK, 1988).

Perkembangan pasar kopi dunia sejak sebelum tahun 1960 hingga kini selalu disertai gejolak-gejolak naik atau menurunnya penawaran dan permintaan yang menyebabkan naik turunnya harga kopi di pasar dunia secara tajam. Pengaturan perdagangan kopi dunia melalui kerjasama multilateral antar Negara-negara produsen dan konsumen kopi diberlakukan sejak tahun 1962, yang mengendalikan perdagangan kopi dunia melalui persetujuan kopi Internasional. Kuota ekspor kopi diberlakukan untuk menjaga keseimbangan ekspor-impor kopi

(3)

dengan tujuan memantapkan tingkat harga kopi di pasaran internasional pada taraf yang telah disepakati bersama (Siswoputranto, 1992).

Jenis-jenis Kopi

Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yag sering dibudidayakan hanya kopi Robusta, Arabika dan Liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali Robusta. Kopi Robusta bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 1997).

Kopi Robusta

Kopi Robusta memiliki mutu cita rasa lebih rendah dibandingkan kopi Arabika. Hampir seluruh produksi kopi Robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas tidak boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta memiliki kelebihan yaitu

kekentalan lebih baik dan menghasilkan warna yang kuat (Siswoputranto, 1992).

Pohon kopi spesies lainnya yang juga cukup banyak diproduksi sebagai produk kopi adalah Coffea canephora yang sering dikenal sebagai kopi Robusta. Tinggi pohon Coffea canephora mencapai 12 meter dan dapat ditanam di daerah yang lebih rendah dibanding kopi Arabika. Kopi Robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi, rasanya lebih netral, serta aroma kopi yang lebih kuat (Rahmat, 2009).

(4)

Kopi Arabika

Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak. Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah, Marago dan Congensis (Botanical, 2010).

Kopi yang pertama kali dikembangkan di dunia adalah kopi arabika yang berasal dari spesies pohon kopi Coffea arabica. Kopi jenis ini yang paling banyak diproduksi, yaitu sekitar lebih dari 60 persen produksi kopi dunia. Kopi arabika dari spesies Coffea arabica menghasilkan jenis kopi yang terbaik. Pohon spesies ini biasanya tumbuh di daerah dataran tinggi. Tinggi pohon kopi ini antara 4 hingga 6 meter (Clifford dan Wilson, 1986).

Kopi Liberika

Kopi Liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan rendemennya relatif rendah (Najiyati dan Danarti, 1997).

Jenis Liberika antara lain : kopi Abeokutae, kopi klainei, kopi dewevrei, kopi excelsa dan kopi dybrowskii. Diantara jenis-jenis tersebut pernah dicoba di

Indonesia tetapi hanya satu jenis saja yang bisa tumbuh baik ialah jenis excelsa (AAK, 1988).

Komposisi Kimia Kopi

Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada spesies dan varietas dari kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain lingkungan

(5)

tempat tumbuh, tingkat kematanagan dan kondisi penyimpanan. Proses pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia dari kopi. Misalnya penyangraian akan mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi sehingga membentuk komponen yang kompleks (Clarke dan Macrae, 1985).

Kopi seperti halnya tanaman lain mengandung ribuan komponen kimia dengan karakteristik yang berbeda-beda. Walaupun kopi merupakan salah satu jenis tanaman yang paling banyak diteliti, tetapi masih banyak komponen dari kopi yang tidak diketahui dan hanya sedikit diketahui efek dari komponen yang terdapat pada kopi bagi kepentingan manusia baik dalam bentuk biji maupun bentuk minuman (Wikipedia, 2009a).

Adapun komposisi kimia dari biji dan bubuk kopi Robusta dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini:

Tabel1. Komposisi Kimia Biji dan Bubuk Kopi Robusta

Komponen Biji kopi Kopi bubuk

Mineral 4.0 − 4.5 4.6 − 5.0

Kafein 1.6 − 2.4 ~ 2.0

Trigonelline 0.6 − 0.75 0.3 − 0.6 Lipid 9.0 − 13.0 6.0 − 11.0 Total asam klorogenat 7.0 − 10.0 3.9 − 4.6 Asam alifatik 1.5 − 2.0 1.0 − 1.5 Oligosakarida 5.0 − 7.0 0 − 3.5 Total polisakarida 37.0 − 47.0 − Asam amino 2 0 Protein 11.0 − 13.0 13.0 − 15.0 Asam humin − 16.0 − 17.0 (Sumber: Clarke dan Macrae, 1985)

(6)

Kafein

Kafein adalah senyawa alkaloid xantin berbentuk kristal dan berasa pahit

yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan (Wikipedia 2009b).

Kafein merupakan senyawa alkaloid yang bersifat merangsang sistem syaraf pusat dan telah banyak digunakan dalam bidang obat-obatan dalam (dunia medis). Kafein dapat dibuat dari ekstrak kopi, teh dan cokelat. Kafein berfungsi untuk merangsang aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja jantung sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun

dengan menghambat mekanisme kerja saraf manusia (Hodgson dan Levi, 1987).

Terlalu banyak kafein dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf kafein (yaitu mabuk akibat kafein). Diantara gejala penyakit ini ialah keresahan, kerisauan, insomnia, keriangan, warna wajah merah, sering buang air kecil dan masalah gastrointestinal. Gejala-gejala ini bisa terjadi walaupun hanya 250 mg kafein yang diambil. Jika lebih dari 1g kafein dikonsumsi dalam satu hari, gejala

seperti kejang otot (muscle twitching), stres, aritmia kardium

(gangguan pada denyutan jantung) dan gejolak psikomotor (psychomotor agitation) bisa terjadi. Walaupun masih aman bagi manusia, kafein,

teofilina, dan teobromina (pada kakao) lebih meracun bagi sebagian hewan,

seperti kucing dan anjing karena perbedaan dari segi metabolisme hati (Wikipedia, 2009c).

(7)

Kafein berbentuk kristal panjang, berwarna putih seperti sutra dan rasanya pahit. Di dalam biji kopi kafein berfungsi sebagai unsur rasa dan aroma. Rumus bangun kafein dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

(1,3,7 Trimethyl xantine) Gambar 1. Rumus bangun Kafein (Sumber: Wikipedia, 2009c)

Kadar kafein yang terdapat pada kopi Robusta sedikit lebih tinggi dibanding kopi Arabika. Sebaliknya jenis Arabika lebih banyak mengandung sakarida dan minyak atsiri. Dinegara-negara konsumen ramuan minuman kopi ini biasanya dihidangkan dalam bentuk hasil blending kopi Robusta dan Arabika (Spillane, 1990).

Pemanfaatan Kopi Kopi Bubuk

Kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi yang paling sederhana. Dimana biji kopi yang telah disangrai kemudian dihancurkan dan dikemas, pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi

ke dalam dua tahap yaitu tahap penyangraian dan tahap penggilingan (Najiyati dan Danarti, 1997).

(8)

Adapun standar mutu kopi bubuk tercantum dalam Tabel 2 di bawah ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 2. Standar Mutu Kopi Bubuk

Komponen Syarat Mutu

Kadar air (%) 8

Kadar abu (%) 6

Kealkalian abu (ml NaOH/100g) 57-66 Kadar sari/kadar seduhan (%) 20-36

Mikroskopik tidak mempunyai

Campuran

Logam berbahaya negatif

Keadaan (rasa, bau dan warna) normal (Sumber: Standar Perindustrian Indonesia, 1972)

Kopi Celup

Kopi celup sama halnya seperti teh celup. Pada kopi celup biji kopi yang telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam suatu kemasan yang berbentuk seperti filter (saringan) dengan adanya kopi celup maka ampas yang biasanya dihasilkan pada waktu kopi diseduh dengan air panas akan berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali karena kopi celup merupakan kelanjutan dari proses pembuatan kopi instan (Wikipedia, 2008).

Kopi Blending (Kopi Campuran)

Blending merupakan suatu proses penambahan bahan-bahan lain ke dalam

kopi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa dari kopi yang dihasilkan. Blending memungkinkan penggantian perubahan selera pada produk kopi dan penggantian jenis kopi jika ada kesulitan dalam pembentukan warna atau harga. Proses pencampuran sering dilakukan pada waktu bijii kopi disangrai, contoh

(9)

bahan-bahan yang sering dicampurkan pada kopi adalah jagung, gandum, rye dan sebagainya (Belitz dan Grosch, 1987).

Kopi Instan (Soluble coffee)

Kopi instan dibuat dengan cara mengambil ekstrak dari kopi yang telah mengalami proses penyangraian. Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Morgenthaler di Switzerland pada tahun 1938. Kopi yang telah digiling diekstrak dengan menggunakan tekanan tertentu dan alat pengekstrak. Temperatur air yang digunakan pada waktu mengambil ekstrak adalah 200oC. Komponen kering yang terdapat pada kopi hasil ekstraksi adalah 15%. Kemudian hasil ekstraksi

dikeringkan dengan menggunakan spray dried atau freeze dried

(Belitz dan Grosch, 1987).

Proses Pengolahan Kopi

Tahap proses pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari kulitnya dan pengeringan dengan kadar air 10-13%. Biji kopi kering dengan kadar air lebih 13% akan mudah diserang kapang sehingga dapat menurunkan mutu biji kopi dimana nantinya produk kopi bubuk rasa asam dan aroma apek (Setyohadi, 2007).

Pengolahan buah kopi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Pengolahan secara basah biasanya memerlukan modal yang lebih

besar, tetapi lebih cepat dan menghasilkan mutu yang lebih baik (Najiyati dan Danarti, 1997).

(10)

Pengolahan Basah

Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya banyak menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik dan prosesnya cepat. Cara pengolahan kopi basah dapat dilakukan dengan cara tradisional dan modern (Setyohadi, 2007).

Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang baik, dimana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji kopi yang telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging buah serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara merendam

biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam (Clarke dan Macrae, 1985).

Biji-biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah dan menghasilkan rasa khas kopi. Biji kopi hasil pengolahan basah setelah disangrai nampak lebih menarik dan dengan warna agak putih pada alur di tengah keping bijinya (Siswoputranto, 1992).

Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur cita rasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan menghilangkan lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik yang bisa merusak cita rasa dan kopi (Siswoputranto, 1992).

Pengolahan kopi secara basah terbagi 3 cara proses fermentasi yaitu pengolahan cara basah tanpa fermentasi, pengolahan cara basah dengan fermentasi dan pengolahan cara basah dengan fermentasi basah setelah biji tersebut melewati proses pencucian pendahuluan segera ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi (Ahliansyah, 2010).

(11)

Pengolahan Kering

Pengolahan cara kering umumnya untuk jenis kopi Robusta, karena tanpa fermentasi sudah dapat diperoleh mutu yang baik. Dan untuk kopi jenis Arabika sebaiknya dilakukan cara basah. Di perkebunan besar pengolahan secara kering hanya digunakan untuk mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan kopi yang diserang bubuk (Setyohadi, 2007).

Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dalam buah kopi, biasanya proses pengeringan menghabiskan waktu sekitar 3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi sekitar 12% (Sivetz dan Foote, 1963).

Pada pengolahan kering, buah-buah kopi yang baru dipanen harus langsung dijemur di panas matahari setelah dipetik agar tidak terjadi pembusukan buah. Pengeringan berlangsung selama 10-15 hari tergantung pada keadaan cuaca. Perlu dijaga kondisi selama pengeringan agar terhindar dari hujan dan kontaminasi kotoran (debu) serta sesekali dilakukan pengadukan agar buah-buah kopi kering dan perlu penutupan di malam hari agar buah tetap kering (Sivetz dan Foote, 1963).

Secara keseluruhan maka proses pengolahan kopi dapat diterangkan sebagai berikut:

Sortasi

Sortasi bertujuan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dengan kopi yang hampa dan terserang bubuk. Kopi merah yang sudah ditimbang dimasukkan

(12)

ke dalam sebuah alat yang disebut sebagai bak penerimaan atau bak sortasi. Bak ini dilengkapi dengan saringan serta kran pemasukan dan pengeluaran air. Setelah itu bak diisi air dengan cara membuka kran untuk memasukkan air. Bila bak sudah hampir penuh, kemudian diaduk. Setelah diaduk gelendong yang terserang bubuk dan hampa akan mengapung, sedang yang sehat dan berisi akan tenggelam (Najiyati dan Danarti, 1997).

Pulping (Pengupasan kulit buah)

Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah (pulp), sehingga

diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh lapisan tanduk dan lapisan lendir. Mesin yang digunakan untuk melepaskan kulit buah “Vis pulper”, mesin ini hanya digunakan untuk melepaskan kulit buah. Pengupasan kulit buah dan pencucian dapat digunakan mesin “Ruang Pulper”. Perbedaan kedua alat pulping adalah bahwa mesin “Vis pulper” masih diperlukan perlakuan fermentasi terhadap biji kopi, sedang mesin “ruang pulper” tidak (Setyohadi, 2007).

Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp

(bagian daging), hasilnya pulp. Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan

mesocarp buah kopi dimana prosesnya dilakukan di dalam air mengalir. Proses ini

menghasilkan kopi kering. Di Indonesia yang umum digunakan adalah jenis

Vis pulper dan ruang pulper (Wikipedia, 2010a).

Fermentasi

Fermentasi dapat didefenisikan sebagai perubahan secara bertahap oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol

(13)

dan karbondioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik (Hidayat, et al., 2006).

Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang masih menyelimuti kopi. Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Fermentasi basah dilakukan dengan cara merendam kopi di dalam air selama 36-40 jam. Jika lebih dari 40 jam kopi akan berbau busuk sehngga menurunkan mutu, sedangkan fermentasi kering dilakukan dengan cara

menumpuk kopi di tempat yang teduh selama 2-3 hari (Najiyati dan Danarti, 1997).

Bakteri yang aktif dalam proses penguraian lapisan lendir adalah jenis bakteri gram negatif, Leuconostoc mesentroides, genus Acetobacter dan

Escherichia. Juga spesies Pectinolytic dan Aspergillus, Penicillum dan Fusarium

(Ciptadi dan Nasution, 1978).

Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi , keasaman kopi akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi perubahan komposisi kimia biji kopi, dimana asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk (Sulistyowati dan Sumartono, 2002).

Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir yang masih melekat pada kulit tanduk sehingga pada proses pencucian akan mudah terlepas dan untuk mempermudah proses pengeringan. Proses fermentasi ini dapat terjadi dengan bantuan jasad renik (Saccharomyces) yang disebut proses peragian

(14)

dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper dialirkan lewat saluran sebelum masuk bak fermentasi ( Wikipedia, 2010b).

Dengan fermentasi, kualitas biji kopi akan menjadi lebih baik. Tujuan fermentasi pada kopi, juga kakao adalah mengubah gula yang terdapat pada lapisan mesocarp, menjadi alkohol, yang kemudian diubah menjadi asam asetat. Proses ini akan berlangsung sekitar 12 jam. Tidak sempurnanya fermentasi tanpa

yeast disebabkan oleh mikroba yang tersebar di udara. Di udara terbuka dalam

jumlah sedikit secara alami terdapat khamir Saccharomyces cerevesiae, sehingga populasinya tidak sebanyak seperti jika dicampurkan dalam bentuk kultur inokulum. Di udara terbuka juga terdapat kapang Acetobacter aceti yang akan mengubah alkohol dan gula menjadi asam cuka atau asam sitrat (Rahardi, 2009).

Beberapa spesies dari khamir tersebut yang digunakan pada proses fermentasi umumnya adalah Saccharomyces cerevesiae kemudian diikuti dengan

Schizosaccharomyces bayanus, namun kedua species khamir ini memiliki

kemampuan yang lebih rendah, oleh karena itu digunakan konsentrasi yang lebih besar. Dengan menggunakan khamir diharapkan mutu kopi yang dihasilkan akan lebih baik dari mutu kopi yang difermentasi secara alami (Wood, 1985).

Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan kotoran-kotoran lainnya yang masih tertinggal setelah difermenatsi atau setelah keluar dari mesin ruang pulper. Pencucian dengan cara sederhana dilakukan pada bak yang memanjang yang airnya terus mengalir. Cara yang lebih sederhana lagi bisa dilakukan dalam bak yang di bawahnya diberi lubang sebagai pengatur

(15)

ini, kopi diaduk-aduk dengan tangan atau dengan kaki untuk melepaskan sisa lendir yang masih melekat (Najiyati dan Danarti, 1997).

Pengeringan

Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55%, dengan cara pengeringan kandungan air dapat diuapkan sehingga diperoleh kadar air kopi sekitar 8-10%. Pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Pengeringan dengan panas matahari, semua biji kopi diletakkan pada lantai penjemuran hingga merata. Tetapi cara ini kurang efisien sebab memerlukan banyak tenaga dan menyulitkan pekerjaan.

2. Dengan menggunakan bahan bakar. Dalam proses pengeringan ini, biji kopi yang masih basah disebarkan atas lantai besi dengan merata dan tipis serta diperlukan proses pembalikan berulang-ulang.

3. Dengan menggunakan mesin pengering. Mesin tersebut terdiri dari tromol besi yang besar dengan dinding berlubang-lubang kecil.

(AAK, 1988).

Pada pengeringan pendahuluan kopi cara basah, kadar air berkurang dari 60 menjadi 53%. Kopi dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 atau 3 hari dan dilakukan pengadukan hingga kadar air mencapai 45%. Pengeringan kopi dilanjutkan hingga tercapai kadar air 11%. Pada kondisi ini stabilitas penyimpanan dapat terjaga dengan baik (Wikipedia, 2010c).

Roasting (Penyangraian)

Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi pada waktu dan suhu tertentu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan.

(16)

Terjadi kehilangan berat kering karena terbebasnya terutama gas CO2 dan produk

pirolisis volatil lainnya. Umumnya produk pirolisis sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu dan waktu penyangraian (Wikipedia, 2009d).

Penyangraian selain untuk mempermudah penggilingan juga untuk mengeluarkan aroma yang khas dari kopi serta untuk menghasilkan warna kopi yang sesuai. Umumnya suhu yang digunakan pada proses penyangraian adalah 200-205oC yang akan menyebabkan perubahan besar volume biji kopi dan dihasilkan biji kopi berwarna cokelat serta aroma yang khas (Bhakti,2006).

Berdasarkan suhu penyangraian dibedakan atas 3 golongan yaitu :

high roast pada suhu 193 sampai 199°C, medium roast pada suhu 204°C dan dark roast pada suhu 213 sampai 221°C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994)

: light roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast sekitar 5-8 % dan

dark roast sekitar 8-14% (Wikipedia, 2009d).

Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang akan dikonsumsi. Perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik yang terjadi termasuk kehilangan densitas ketika biji pecah. Alat penyangrai juga bisa digunakan oven yang beroperasi secara batch atau continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan. Pada disain paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch maupun continous adalah drum horizontal yang dapat berputar. Biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimungkinkan terjadi

(17)

aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional (Belitz dan Grosch, 1987).

Tahap awal roasting pada suhu 100oC adalah untuk membuang uap air dan berikutnya tahap pyrolysis pada suhu 180°C. Pada tahap pyrolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Proses roasting berlangsung selama 5-30 menit. Sampel segera diambil dan digiling dengan metoda standar sebelum menilai warna. Pada tahap pendinginan ditambahkan sedikit air ke dalam biji kopi untuk mempercepat proses pendinginan dan meningkatkan keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan berikutnya (Wikipedia, 2009d).

Pada beberapa roaster, air ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai diakhir proses. Biji kopi kemudian dikeluarkan lalu diletakkan dalam baki dingin berlubang dimana udara dihembuskan. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian. Menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa

volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein,

terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma karakteristik

pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam

sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang bersamaan dengan membentuk aroma di dalam kopi (Wikipedia, 2009e).

(18)

Cita rasa merupakan gabungan dari aroma dan rasa. Aroma ditimbulkan ketika biji kopi diberikan perlakuan penyangraian dan bisa menimbulkan rasa pahit jika suhu penyangraian tinggi dan waktunya relatif lebih lama, selain itu rasa pahit juga dihasilkan pada saat sisa ampas kopi yang sudah beberapa jam atau minggu. Rasa juga dapat ditimbulkan dari keasaman biji kopi yang masih terdapat dalam wadah ketika pencampuran biji kopi yang baru (Shelma,2008).

Bila biji kopi mencapai suhu sekitar 180oC warnanya akan mulai berubah kecoklatan. Minyak atsiri yang terkandung di dalamnya mulai keluar, semakin banyak minyak keluar semakin kuat cita rasa yang dihasilkan. Namun kopi sangrai adalah bahan yang tidak tahan lama. Cita rasa kopi akan mencapai puncaknya beberapa hari setelah disangrai dan memudar bila kopi terkena udara, cahaya atau kelembaban (Boniello,et al., 2009).

Perubahan zat yang terkandung dalam biji kopi setelah penyangraian dapat dilihat Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Perubahan Zat dalam Biji Kopi setelah Penyangraian

No Substrat Biji kopi segar Setelah penyangraian (mg/100 g) dan penggilingan (mg/100g) 1 Tiamin 0.2 0.0 2. Riboflavin 3.2 0.30 3. Asam pantotenat 1.0 0.23 4. Vitamin B6 0.143 0.011 5. Vitamin B12 0.00011 0.00006 6. Natrium 4.0 1.4 7. Kalsium 104.0 105.0 8. Besi (Fe) 3.7 4.7 (Sumber: Sivetz, 1963)

(19)

Penggilingan

Penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang telah mengalami proses penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahan

yang terdapat di dalam kopi bisa larut di dalam air ketika diseduh (Najiyati dan Danarti, 1997).

Referensi

Dokumen terkait

Apabila di kemudian hari kami mengingkari pernyataan di atas atau ditemui bahwa keterangan/data penawaran yang kami berikan tidak benar, maka kami bersedia dituntut di

Pela han (Master Class Blas ng) ini bertujuan untuk memberikan pendalaman materi mengenai dampak peledakan tambang terhadap lingkungan (getaran peledakan/ground vibra

Siswa yang memiliki kemampuan penalaran spasial yang baik akan memahami bahwa susunan kubus satuan pada pembelajaran volume juga berarti dalam menentukan luas permukaan

Persentase Perubahan Tingkat Nyeri Sendi Tangan Setelah Dilakukan Masase Swedia pada Penderita Artritis di Puskesmas Sungai Besar Banjarbaru Perubahan Tingkat Nyeri

Hasilnya belum didapatkan titik kejenuhan amonium sulfat untuk mengendapkan enzim bromelin dari bonggol nanas namun pengendapan tertinggi terjadi pada konsentrasi 60 %

6/6/2017 KERANGKA BERFIKIR Strategi Mitigasi PROGRAM PENELITIAN Metode Analisis MCPD-ester dan Glycidyl-ester Good Laboratory Practices Pemurnian Minyak Sawit:

Manfaat adanya AFTA adalah untuk memudahkan perdagangan bebas antar negara ASEAN sehingga setiap negara anggota ASEAN akan memperoleh keuntungan pasar yang semakin

Analisis kadar timbal dalam lingkungan kerja terhadap kadar timbal dalam darah dan hubungannya dengan kejadian anemia pada pekerja industri elektronik.. Judul buku asli