• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) DI PERAIRAN SELAT SUNDA DESY PURWATI RAHAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) DI PERAIRAN SELAT SUNDA DESY PURWATI RAHAYU"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KURISI

(Nemipterus japonicus Bloch, 1791)

DI PERAIRAN SELAT SUNDA

DESY PURWATI RAHAYU

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biologi Reproduksi Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua data dan sumber informasi yang dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2016

Desy Purwati Rahayu

(3)

ABSTRAK

DESY PURWATI RAHAYU. Biologi Reproduksi Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus Bloch, 1791) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh YONVITNER

dan MENNOFATRIA BOER.

Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu ikan demersal. Penelitian ini berlokasi di Perairan Selat Sunda dan dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek reproduksi seperti nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad dan pola pemijahan ikan kurisi (Nemipterus Japonicus) dan upaya pengelolaan yang berkelanjutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio ikan kurisi tidak seimbang (rasio jantan dan betina sebesar 1 : 1,2). Hasil analisis ukuran pertama kali matang gonad ikan betina dan jantan menggunakan metode Spearman-Karber masing-masing adalah 21,5 cm dan 22,2 cm. Musim pemijahan ikan kurisi terjadi pada bulan April dengan tipe pemijahan terindikasi bersifat total spawner. Potensi reproduksi ikan kurisi dengan kisaran fekunditas 1700-207894 butir.

Kata Kunci : Biologi reproduksi, Ikan kurisi, Selat Sunda

ABSTRACT

DESY PURWATI RAHAYU. Reproductive Biology of Japanese threadfin bream (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) in Sunda Strait. Supervised by YONVITNER and MENNOFATRIA BOER.

Japanese threadfin bream (Nemipterus japonicus) is one of demersal fish. Study about aspect reproductive biology of Japanese threadfin bream (Nemipterus

japonicus) in Sunda Strait since April until August 2015. The objective of this

research is to determine some aspect of reproductive biology including sex ratio, the size of first maturity (Lm), and reproductive potential for sustainable

management. The result showed that sex ratio of Japanese threadfin bream unbalanced (female and male ratio is 1 : 1,2). The analysis result size of first time maturity of female and male by Spearman Karber method each 21,5 cm and 22,2 cm. Spawning season of Japanese threadfin bream occured on April and the fish is indicated to be a total spawner. Reproductive potential of fecundity 1700-207894 eggs.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KURISI

(Nemipterus japonicus Bloch, 1791)

DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SOFITRI HARDIANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Biologi Reproduksi Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Perairan Selat Sunda. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bulan April-Agustus 2015, dan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2015 No. 544/IT3.11/PL/2015 Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi.

3. Prof Dr Ir H Ridwan Affandi selaku pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan.

4. Dr Yonvitner, SPi MSi dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Dr Ir Etty Riani, MS selaku dosen penguji serta Dr Ir Sigid Haryadi, MSc selaku komisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Mama, Papa, Mbah Kusni, adik Devy dan keluarga yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungannya selama ini.

7. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Bapak Suminta, Bapak Una, Staf DKP Kabupaten Pandeglang.

8. Teman TPB (Amy, Eka, Tasya, Rian, Muflih), Teman MSP tercinta (Lubna, Atikah, Anggita, Nirtiawa, Ratu, Sofitri, Eby, Reva), Kurisi crew (Firdha Amalia), MSP 49, Bang Gentha, dan Bang Aris, atas bantuan, semangat, doa, dan dukungannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Desember 2016

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan 2 Manfaat 2 METODE 2

Waktu dan Lokasi 2

Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Hasil 7

Pembahasan 16

KESIMPULAN DAN SARAN 19

Kesimpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(9)

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 8

3 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

(a)jantan dan (b) betina 8

4 Faktor kondisi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (a) jantan dan (b)

betina 9

5 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) berdasarkan waktu pengambilan contoh (a) jantan dan (b) betina 11 6 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

berdasarkan selang kelas panjang (a) jantan dan (b) betina 11 7 Histologi gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) betina 12 8 Histologi gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan 12 9 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

(a) jantan dan (b) betina 13

10 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (a)jantan

dan (b) betina 14

11 Hubungan fekunditas ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dengan (a)

panjang dan (b) bobot 15

12 Sebaran diameter telur ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (a) TKG III

dan (b) TKG IV 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel perkembangan TKG berdasarkan Cassie (1956) in Effendie

(1979). 22

2 Histologi gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) menurut

El-Halfawy et al. (2015) 22

3 Nisbah kelamin ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 23 4 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 24 5 Faktor kondisi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 24 6 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 25 7 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 26 8 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

26 9 Fekunditas ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 28 10 Sebaran diameter telur ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 32

(10)
(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan ikan demersal yang memiliki ciri khusus memiliki filamen kuning di bagian pangkal ekor. Ikan kurisi berada di perairan dengan kedalaman 5-80 meter, dapat diduga bahwa ikan kurisi melakukan pemijahan di perairan dalam. Ikan kurisi tertangkap dengan ikan demersal lainnya dengan menggunakan alat tangkap cantrang. Ikan kurisi merupakan ikan konsumsi yang dipasarkan dalam bentuk segar. Peminat ikan kurisi cukup banyak, sehingga permintaan terhadap ikan kurisi cukup tinggi menyebabkan aktivitas penangkapan mengalami pertambahan.

Ikan kurisi merupakan salah satu ikan target tangkapan nelayan. Penangkapan ikan kurisi secara terus-menerus dapat mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya ikan kurisi di Perairan Selat Sunda. Akibat dari penangkapan ikan kurisi yang tidak terkendali, tidak jarang ikan yang berukuran kecil, ikan yang sedang matang gonad, dan ikan yang siap untuk memijah tertangkap oleh nelayan. Jika hal ini dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya bentuk pengelolaan yang baik, maka dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kelebihan tangkap. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari aspek biologi perikanan, khususnya biologi reproduksi untuk mengelola sumberdaya perikanan.

Pertumbuhan populasi ikan di alam tergantung kepada strategi reproduksi dan respon dari perubahan lingkungan. Aspek reproduksi yang menjadi acuan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan adalah nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, faktor kondisi, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, dan pola pemijahan. Pertambahan populasi ikan di alam ditunjang dari keberhasilan reproduksi.

Penelitian tentang ikan kurisi pernah dilakukan sebelumnya. Aspek reproduksi (Nolalia 2013) dan pengkajian stok (Oktaviani 2013 dan Hidayat 2015). Perbedaan lokasi dan waktu penelitian menjadi pembanding antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aspek reproduksi dan dapat melengkapi data tentang pengelolaan sumberdaya ikan agar keberadaan ikan kurisi tetap terjaga kelestariannya.

Perumusan Masalah

Sumberdaya ikan kurisi mempunyai nilai ekonomis tinggi. Permintaan akan ikan kurisi yang tinggi dapat mempengaruhi peningkatan usaha penangkapan ikan kurisi secara berlebih. Ikan kurisi banyak tertangkap sebelum ikan mengalami matang gonad. Hal ini dapat mempengaruhi proses pemijahan ikan dan dikhawatirkan ikan kurisi akan mengalami kepunahan, sehingga dibutuhkan informasi mengenai aspek reproduksi ikan kurisi agar pemanfaatan sumberdaya ikan kurisi di Perairan Selat Sunda dapat dikelola dengan baik dan sumberdaya ikan kurisi menjadi sumberdaya yang berkelanjutan.

(12)

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek reproduksi seperti nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad dan pola pemijahan ikan kurisi (Nemipterus Japonicus) dan upaya pengelolaan yang berkelanjutan.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aspek reproduksi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) sebagai pertimbangan pengelolaan sumber daya ikan kurisi yang berada di Perairan Selat Sunda agar sumberdaya ikan kurisi tetap lestari.

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Ikan contoh yang diperoleh merupakan hasil tangkapan nelayan di sekitar Perairan Selat Sunda. Pengambilan contoh dilakukan selama lima bulan yaitu dari bulan April hingga bulan Agustus 2015 dengan interval waktu kurang lebih satu bulan pada periode bulan gelap. Lokasi penelitian dan daerah pengangkapan ikan kurisi yang didaratkan di PPP Labuan, Banten (Gambar 1).

(13)

3 Pengumpulan Data

Pengambilan ikan contoh

Pengumpulan data primer ikan kurisi diperoleh dengan metode penarikan contoh acak berlapis, yaitu dengan mengambil ikan secara acak dari keranjang nelayan yang sudah dikelompokan. Pengambilan ikan contoh meliputi ikan-ikan yang berukuran kecil, sedang, dan besar. Ikan yang akan diamati hanya ikan yang ditangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten. Ikan contoh yang diambil pada tiap waktu pengambilan contoh dengan minimum jumlah ikan yang diambil adalah ±200 ekor. Ikan yang terkumpul kemudian dimasukan ke dalam cool box dan diberi es batu untuk dibawa ke laboratorium untuk keperluan analisis gonad.

Pengukuran panjang dan bobot ikan contoh

Ikan kurisi contoh yang telah diambil kemudian diukur panjang total dan tinggi serta ditimbang bobotnya di laboratorium. Pengukuran panjang total ikan dimulai dari mulut ikan paling depan hingga ke ujung ekor terakhir, ikan kurisi memiliki filamen kuning dibagian ekor sedangkan pengukuran tinggi ikan dimulai dari bagian bawah perut ikan hingga ke sirip dorsal pengukuran ini menggunakan penggaris yang memiliki ketelitian 0,5 cm. Penimbangan bobot ikan dilakukan dengan menggunakan timbangan yang memiliki ketelitian 0,5 gram.

Pengambilan gonad

Ikan-ikan yang telah diukur panjang total, tinggi, dan bobotnya kemudian dibedah untuk diambil gonadnya kemudian dianalisis jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG). Bobot gonad total ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,0001 gram. Gonad betina yang telah masuk ke dalam kategori TKG III dan IV diawetkan menggunakan formalin 4% dan dimasukkan ke dalam botol sampel untuk pengamatan fekunditas dan diameter telur.

Penetuan tingkat kematangan gonad (TKG)

Penentuan tingkat kematangan gonad pada ikan ada dua macam yaitu pertama penentuan yang dilakukan di laboratorium berdasarkan kepada penelitian mikroskopik secara histologis dan kedua penentuan yang dilakukan di lapangan atau di laboratorium berdasarkan pengamatan morfologis serta ukuran gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologis mengacu kepada tabel perkembangan gonad menurut Cassie (1956) in Effendie (2002) (Lampiran 1). Penentuan fekunditas

Fekunditas diamati pada gonad yang sudah masuk ke dalam kategori TKG III dan IV. Gonad TKG III dan IV yang sudah diawetkan akan dianalisis dan dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian anterior, tengah, dan posterior. Setiap bagian tersebut diambil sebagian bobot gonad untuk diencerkan menggunakan air sebanyak 10 ml dalam cawan petri, kemudian telur dalam cawan petri diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet tetes. Jumlah telur dihitung satu per satu dengan menggunakan hand counter. Metode tersebut merupakan metode gabungan dalam

(14)

4

penetuan fekunditas. Fekunditas dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut (Effendie 2002).

F = 𝐺 𝑥 𝑉 𝑥 𝑋𝑄

Keterangan:

F : fekunditas (butir) G : berat gonad total (gram) V : volume pengenceran (ml) X : rata-rata jumlah telur (butir)

Q : rata-rata berat gonad contoh (gram) Pengukuran diameter telur

Pengukuran diameter telur dilakukan pada telur yang telah mencapai TKG III dan TKG IV. Sampel gonad ikan diambil dari bagian anterior, tengah, dan posterior. Contoh telur tersebut diambil sebanyak 50 butir secara acak dan sudah diencerkan pada cawan petri. Telur-telur tersebut disusun pada kaca preparat dan dilakukan pengukuran diameter telur menggunakan mikroskop binokuler majemuk dengan perbesaran 4x10 yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler dengan metode sensus. Mikrometer yang ditera dalam mikroskop dengan perbesaran 4x10 memiliki nilai satuan terkecil adalah 25μ.

D = d x 0,025 mm Keterangan:

D : diameter telur (mm)

d : diameter yang terlihat di mikroskop Histologi gonad ikan

Analisis histologi gonad ikan kurisi dilakukan untuk mengetahui struktur anatomi organ dalam gonad, sehingga perkembangan sel telur dan sel sperma dapat terlihat jelas. Histologi gonad dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu fiksasi, dehidrasi I, clearing I, embedding, pemotongan, deparafinisasi, dehidrasi II, pewarnaan, dehidrasi II, clearing II, dan mounting. Pendugaan analisis histologi gonad mengacu kepada kajian morfologi histologi gonad ikan kurisi menurut El-Halfawy (2015) (Lampiran 2).

Analisis Data

Hubungan panjang bobot

Menurut Hile (1936) in Effendie (1979), rumus umum penentuan hubungan panjang bobot sebagai berikut.

(15)

5 Keterangan:

W : bobot ikan (gram) L : panjang ikan (cm) a : intercept

b : slope

Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan yang didapat dari perhitungan panjang dan bobot melalui hipotesis. Adapun hipotesis yang digunakan sebagai berikut:

1. H0  Bila nilai b=3, pola pertumbuhan bersifat isometrik (pertumbuhan

panjang sama dengan pertumbuhan bobot)

2. H1  Bila nilai b≠3, pola pertumbuhan bersifat allometrik, yaitu.

a. Bila nilai b>3, bersifat allometrik positif (pertumbuhan bobot lebih dominan)

b. Bila nilai b<3, bersifat allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan)

Hipotesis tersebut kemudian diuji lanjut menggunakan uji statistik sebagai berikut.

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = |𝑏 − 3 𝑆𝑏 |

Sb dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut. 𝑆2𝑏 = 𝑠2

∑𝑛 𝑋𝑖2

𝑖=1 − 𝑛1(∑𝑛𝑖=1𝑋𝑖) 2

Selanjutnya nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t tabel pada selang kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya adalah jika thitung > ttabel maka tolak

hipotesis nol (H0) dan jika thitung < ttabel maka terima hipotesis nol (Walpole 1993).

Faktor kondisi

Faktor kondisi merupakan keadaan yang menyatakan kemontokan ikan, yang dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut (Effendie 2002).

𝐹𝐾 = 𝑊 𝑎𝐿𝑏 Keterangan: FK : faktor kondisi W : berat (gram) L : panjang (cm) a : intercept b : slope

(16)

6

Rasio kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan betina dan jantan, sehingga diperoleh rasio antara ikan betina dan jantan. Analisis untuk mengetahui perbandingan tersebut dapat dicari berdasarkan persamaan berikut (Effendie 2002).

𝑃𝐽 = 𝐴

𝐵× 100% Keterangan:

PJ : proporsi jenis

A : jumlah jenis ikan tertentu B : jumlah total ikan

Setelah didapatkan rasio antara ikan betina dan jantan kemudian diuji kembali menggunakan uji Chi-square (χ2) sehingga dapat diketahui keseimbangan populasi. Berikut persamaan untuk uji Chi-square.

𝜒2 = ∑(𝑜𝑖 − 𝑒𝑖)2

𝑒𝑖 𝑛

𝑖=1

Keterangan:

χ2 : nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mengikuti

sebaran khi-kuadrat

oi : jumlah frekuensi ikan betina dan ikan jantan yang teramati

ei : jumlah frekuensi harapan dari ikan betina dan ikan jantan

Hipotesis yang digunakan dalam menentukan keseimbangan populasi adalah sebagai berikut.

1. H0 Jika p = 0,5, maka proporsi ikan betina dan ikan jantan seimbang di

perairan

2. H1  Jika p ≠ 0,5, dilakukan uji Chi-square, yaitu:

a. Jika nilai χ2hitung > χ2tabel, maka proporsi ikan betina dan ikan jantan tidak

seimbang di perairan. b. Jika nilai χ2

hitung < χ2tabel, maka proporsi ikan betina dan ikan jantan seimbang

di perairan.

Indeks kematangan gonad

Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan dengan 100% (Effendie 1979). Berikut persamaan untuk mencari indeks kematangan gonad.

𝐼𝐾𝐺 = 𝐵𝑔

(17)

7

Keterangan:

IKG : indeks kematangan gonad Bg : berat gonad (gram) Bt : berat tubuh ikan (gram) Ukuran pertama kali matang gonad

Metode yang digunakan untuk menduga logaritma ukuran rata-rata ikan pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986) adalah.

𝑚 = [𝑥𝑘 + (𝑥

2)] − (𝑥 ∑ 𝑝𝑖)

dengan Lm = antilog m dan selang kepercayaan 95% dapat dihitung sebagai.

𝐿𝑚 = antilog (𝑚 ± 1,96 √𝑥2𝑝𝑖 𝑥 𝑞𝑖

𝑛𝑖 − 1)

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada

kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah

ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan Lm adalah panjang ikan pertama

kali matang gonad.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Klasifikasi ikan kurisi

Ikan kurisi adalah salah satu ikan demersal. Ikan kurisi terkenal sebagai ikan yang memiliki pergerakan yang lambat. Hidup di kedalaman 5-80 m (Russell 1990). Klasifikasi ikan kurisi menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut. Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Nemipteridae Genus : Nemipterus

Spesies : Nemipterus japonicus Nama FAO : Japanese threadfin bream Nama Lokal : Ikan Kurisi

(18)

8

Gambar 2 Ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu ikan demersal. Ikan kurisi mempunyai ciri-ciri memiliki sungut di sekitar mulut bagian bawah yang digunakan untuk mendeteksi mekanan dalam pencarian makanan. Sirip dorsal berwarna merah dengan garis di tepi berwarna kuning atau jingga dan mempunyai filamen kuning pada sirip ekor (Harahap 2008).

Hubungan panjang dan bobot

Hubungan panjang dan bobot dianalisis untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan. Gambar 3 menunjukkan hubungan panjang dan bobot ikan kurisi betina dan jantan di Perairan Selat Sunda.

(a)

(b)

Gambar 3 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (a) jantan dan (b) betina

W = 0,047L2,4844 R² = 81,94% n = 434 0 100 200 300 400 500 0 10 20 30 40 B o b o t (g ra m ) Panjang (cm) W = 0,2004L2,0144 R² = 70,37% n = 516 0 100 200 300 400 500 0 10 20 30 40 B o b o t (g ram ) Panjang (cm)

(19)

9 Persamaan dari hubungan panjang dan bobot ikan kurisi jantan adalah W=0,047L2,4844 dan ikan kurisi betina adalah W=0,2004L2,0144. Nilai b dari kedua persamaan tersebut kurang dari 3, nilai b ikan kurisi jantan sebesar 2,4844 dan ikan kurisi betina sebesar 2,0144. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan kurisi betina dan jantan adalah allometrik negatif, yang artinya bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan bobot. Ikan kurisi jantan memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 81,94%, yang artinya bahwa panjang ikan dapat menjelaskan 81,94% bobot dan ikan kurisi betina sebesar 70,37%, yang artinya bahwa panjang ikan dapat menjelaskan 70,37% bobot. Faktor kondisi

Faktor kondisi merupakan keadaan ikan yang menyatakan tingkat kemontokkan ikan dalam bentuk angka. Gambar 4 menunjukkan grafik faktor kondisi ikan kurisi betina dan jantan.

(a)

(b)

Gambar 4 Faktor kondisi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (a) jantan dan (b) betina

Faktor kondisi ikan kurisi mengalami fluktuasi selama pengambilan contoh. Nilai faktor kondisi ikan kurisi betina maupun jantan bernilai 1 atau lebih dari 1. Menurut Lagler et al. (1977), ikan yang memiliki nilai faktor kondisi pada kisaran 1-3 akan memiliki bentuk yang pipih.

0,50 0,70 0,90 1,10 1,30 1,50

April Mei Juni Juli Agustus

Fak to r k o n d is i Waktu (bulan) 0,50 0,70 0,90 1,10 1,30 1,50

April Mei Juni Juli Agustus

Fak to r k o n d is i Waktu (bulan)

(20)

10

Rasio kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan antara ikan berjenis kelamin jantan dan ikan berjenis kelamin betina yang tertangkap. Rasio kelamin ikan kurisi berdasarkan waktu pengambilan contoh disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rasio kelamin ikan kurisi (Nemipterus japonicus) betina dan jantan

Pengambilan contoh Jumlah (n) Rasio Kelamin Uji Chi-Square Jantan Betina χ2 April 75 164 1 : 2,19 0,41 Mei 137 77 1 : 0,56 90,67 Juni 75 127 1 : 1,69 1,31 Juli 43 113 1 : 2,63 2,34 Agustus 104 46 1 : 0,44 87,48 Total 434 527 1 : 1,21 χ2 Tabel 3, 84

Rasio kelamin ikan kurisi betina dan ikan jantan tidak seimbang pada semua waktu pengambilan contoh. Rasio total perbandingan ikan jantan dan betina yang diperoleh adalah 1:1,21. Jumlah keseluruhan ikan contoh kurisi yang diamati adalah 961 ekor. Setelah dilakukan Uji Chi-Square dengan selang kepercayaan 95 % diperoleh hasil bahwa perbandingan ikan kurisi jantan dan betina dalam kondisi tidak seimbang (Lampiran 3).

Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad merupakan suatu tahapan perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Berikut merupakan grafik tingkat kemtangan gonad ikan kurisi betina dan jantan.

(a) 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

April Mei Juni Juli Agustus

Fre k u en si (%) Waktu (bulan) TKG IV TKG III TKG II TKG I

(21)

11

(b)

Gambar 5 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) berdasarkan waktu pengambilan contoh (a) jantan dan (b) betina Ikan kurisi betina melakukan pemijahan selama waktu pengambilan contoh (April-Agustus). Ikan dengan TKG I dan II pada ikan yang berjenis kelamin jantan lebih dominan tertangkap selama pengambilan contoh. Frekuensi tertinggi TKG III dan IV untuk ikan kurisi betina dan jantan adalah pada bulan April.

(a)

(b)

Gambar 6 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) berdasarkan selang kelas (a) jantan dan (b) betina

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

April Mei Juni Juli Agustus

Fre k u en si (%) Waktu (bulan) TKG IV TKG III TKG II TKG I 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 0 ,6 -1 1 ,6 1 2 ,8 -1 3 ,8 1 5 -1 6 1 7 ,2 -1 8 ,2 1 9 ,4 -2 0 ,4 2 1 ,6 -2 2 ,6 2 3 ,8 -2 4 ,8 2 6 -2 7 2 8 ,2 -2 9 ,2 3 0 ,4 -3 1 ,4 3 2 ,6 -3 3 ,6 3 4 ,8 -3 5 ,8 Fre k u en si (%) Selang kelas (cm) TKG IV TKG III TKG II TKG I 0% 20% 40% 60% 80% 100% Fre k u en si (%) Selang kelas (cm) TKG IV TKG III TKG II TKG I

(22)

12 Histologi

Histologi gonad merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi tingkat kematangan gonad selain menggunakan analisis morfologi langsung. Gambar 7 menunjukkan hasil histologi gonad ikan kurisi betina.

TKG III TKG IV

Gambar 7 Histologi gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) betina

Keterangan: bm (butir minyak)

Perubahan ukuran diameter telur diikuti dengan pertambahan panjang ikan. Pada TKG III sudah terlihat butir minyak di dalam telur dan TKG IV terlihat butir minyak yang lebih banyak dibandingkan butir minyak yang berada pada telur TKG III. Pada TKG IV rongga gonad lebih banyak terisi oleh butir telur, sedangkan TKG III masih terdapat rongga yang kosong. TKG I dan II dapat ditemukan di dalam gonad TKG III dan IV karena perkembangan gonad yang berbeda pada setiap bagian dalam gonad. Perkembangan telur ikan meliputi empat tahap yaitu tahap awal pertumbuhan, tahap kuning telur, tahap vitelogenesis dan tahap pematangan.

TKG III TKG IV

Gambar 8 Histologi gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan Keterangan: spt (spermatid) dan spz (spermatozoa)

Histologi gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (Gambar 8). Pada gonad ikan jantan TKG III dan TKG IV terdapat spermatid (spt) dan spermatozoa (spz). Komposisi spermatozoa yang lebih banyak pada gonad TKG IV dikarenakan pada TKG IV sperma siap untuk dilepaskan dan bertemu dengan sel telur. Spermatogenesis merupakan perkembangan sel sperma pada jantan dari tahap sel germinal menjadi spermatozoa. Perkembangan spermatid menjadi spermatozoa

spz spt spz spt bm bm bm 1 2

(23)

13 biasanya terdapat pada gonad jantan yang memiliki TKG III dan IV. Tahapan dalam pematangan sperma dimulai dari spermatogonium primer yang mengalami pembelahan mitosis, spermatid primer yang mengalami pembelahan meiosis menjadi spermatosit sekunder yang kemudian akan melakukan pembelahan meiosis kedua yang akan menghasilkan spermatid. Spermatid akan pecah dan mengeluarkan spermatozoa (Genten et al. 2009).

Ukuran pertama kali matang gonad

Ukuran pertama kali ikan matang gonad bervariasi antar spesies dan di dalam spesies sendiri, sehingga ikan-ikan pada kohort atau ukuran yang sama tidak mendapatkan kematangan gonad yang sama. Gambar 9 menunjukkan grafik ukuran ikan kurisi betina dan ikan kurisi jantan pertama kali matang gonad.

(a)

(b)

Gambar 9 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (a) jantan dan (b) betina

Gambar 9 menunjukkan ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dengan metode Spearman-Karber. Ukuran pertama kali matang gonad ikan jantan adalan 22,2 cm dan betina 21,5 cm.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 0 10 20 30 40 Fre k u en si Ku m u latif Panjang (cm) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 0 10 20 30 40 Fre k u en si Ku m u latif Panjang (cm)

(24)

14

Indeks kematangan gonad

Indeks kematangan gonad adalah suatu nilai persentase dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan termasuk gonad dikalikan dengan 100%. Gambar 10 menunjukkan grafik indeks kematangan gonad ikan kurisi betina dan jantan.

(a)

(b)

Gambar 10 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (a) jantan dan (b) betina

Nilai indeks kematangan gonad ikan kurisi jantan dan betina berfluktuatif setiap bulannya. Pada bulan Juli nilai indeks kematangan gonad mengalami penurunan pada ikan kurisi jantan maupun betina. Indeks kematangan gonad ikan kurisi betina dan jantan yaitu pada bulan April. Nilai IKG ikan kurisi jantan pada bulan April adalah 0,73 dan ikan kurisi betina adalah 1,35.

Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang sudah masak sebelum dikeluarkan pada saat memijah. Fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama dengan respon terhadap makanan. Hubungan fekunditas dan bobot ikan dapat lebih erat dibandingkan dengan panjang tubuh ikan (Effendie 2002). Fekunditas yang dihasilkan oleh ikan kurisi betina berkisar antara 1700-207894 telur (Lampiran 9). Grafik fekunditas dengan panjang dan bobot ikan untuk mengetahui korelasi antar keduanya (Gambar 11).

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

April Mei Juni Juli Agustus

IKG Waktu (bulan) 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

April Mei Juni Juli Agustus

IKG

(25)

15

(a)

(b)

Gambar 11 menunjukkan hubungan antara fekunditas ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dengan panjang dan bobot ikan tidak memiliki korelasi. Fekunditas berfluktuatif menunjukkan tidak adanya korelasi antara fekunditas dengan panjang dan bobot ikan.

Sebaran diameter telur

Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan menggunakan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran dari diameter telur dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur (Effendie 2002). Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. Sebelum terjadi pemijahan, gonad semakin besar dan bertambah berat, begitu pula butir-butir telur yang ada di dalamnya. Gonad akan semakin besar baik ukuran maupun diamteter telurnya (Effendie 2002). Grafik diameter telur untuk mengetahui pola pemijahan ikan kurisi (Gambar 12).

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 15-17 18-20 21-23 24-26 27-29 30-32 F ek u n d it as ( b u ti r)

Selang kelas panjang (cm)

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 35-40 59-64 83-88 107-112 131-136 155-160 179-184 Fek u n d itas ( b u tir)

Selang kelas bobot (gram)

Gambar 11 Hubungan fekunditas ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dengan (a) panjang dan (b) bobot

(26)

16

(a)

(b)

Gambar 12 Sebaran diameter telur ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (a) TKG III dan (b) TKG IV

Nilai modus tertinggi pada selang kelas 0,229-0,279 mm untuk TKG III dan 0,331-0,381 mm untuk TKG IV dapat diduga bahwa pola pemijahan ikan kurisi yaitu total spawner karena hanya memiliki satu nilai modus tertinggi pada masing-masing TKG.

Pembahasan

Rasio kelamin merupakan perbandingan antara ikan jantan dengan ikan betina. Rasio kelamin penting diketahui untuk keseimbangan populasi ikan di alam. Rasio kelamin yang tidak seimbang di perairan akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan populasi ikan di perairan (Nasution 2011). Rasio kelamin antara ikan kurisi jantan dan betina yang diperoleh adalah 1:1,21 dan dapat disimpulkan bahwa ikan kurisi di Perairan Selat Sunda dalam keadaan tidak seimbang (Lampiran 3). Hal ini sama dengan penelitian sebelumnya bahwa persentase ikan kurisi di Perairan Selat Sunda tidak seimbang (Nolalia 2013 dan Hidayat 2015). Menurut Nolalia (2013), ikan kurisi jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan ikan kurisi betina dan didapatkan rasio total perbandingan ikan kurisi jantan dan betina adalah

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 0 ,0 2 5 -0 ,0 7 5 0 ,0 7 6 -0 ,1 2 6 0 ,1 2 7 -0 ,1 7 7 0 ,1 7 8 -0 ,2 2 8 0 ,2 2 9 -0 ,2 7 9 0 ,2 8 -0 ,3 3 0 ,3 3 1 -0 ,3 8 1 0 ,3 8 2 -0 ,4 3 2 0 ,4 3 3 -0 ,4 8 3 0 ,4 8 4 -0 ,5 3 4 0 ,5 3 5 -0 ,5 8 5 0 ,5 8 6 -0 ,6 3 6 0 ,6 3 7 -0 ,6 8 7 0 ,6 8 8 -0 ,7 3 8 0 ,7 3 9 -0 ,7 8 9 0 ,7 9 -0 ,8 4 0 ,8 4 1 -0 ,8 9 1 0 ,8 9 2 -0 ,9 4 2 0 ,9 4 3 -0 ,9 9 3 0 ,9 9 4 -1 ,0 4 4 Fre k uens i rel at if selang kelas (mm) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0 ,0 2 5 -0 ,0 7 5 0 ,0 7 6 -0 ,1 2 6 0 ,1 2 7 -0 ,1 7 7 0 ,1 7 8 -0 ,2 2 8 0 ,2 2 9 -0 ,2 7 9 0 ,2 8 -0 ,3 3 0 ,3 3 1 -0 ,3 8 1 0 ,3 8 2 -0 ,4 3 2 0 ,4 3 3 -0 ,4 8 3 0 ,4 8 4 -0 ,5 3 4 0 ,5 3 5 -0 ,5 8 5 0 ,5 8 6 -0 ,6 3 6 0 ,6 3 7 -0 ,6 8 7 0 ,6 8 8 -0 ,7 3 8 0 ,7 3 9 -0 ,7 8 9 0 ,7 9 -0 ,8 4 0 ,8 4 1 -0 ,8 9 1 0 ,8 9 2 -0 ,9 4 2 0 ,9 4 3 -0 ,9 9 3 0 ,9 9 4 -1 ,0 4 4 Fre k uens i rel at if selang kelas (mm)

(27)

17 1,5:1. Menurut Hidayat (2015), ikan kurisi jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan ikan betina dan didapatkan rasio total perbandingan ikan kurisi jantan dan betina adalah 1,5:1. Perbedaan rasio kelamin disebabkan oleh kebiasaan mencari makan, tingkat kematangan gonad, serta selektivitas alat tangkap (Innal et

al. 2015). Kondisi ideal perbandingan jantan dan betina ikan kurisi di Perairan

adalah 1:2 (Kerdgari et al. 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa satu ekor ikan jantan dapat membuahi kurang lebih dua ekor ikan betina. Perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang menyebabkan tidak seimbangnya proporsi ikan di alam disebabkan oleh perbedaan tingkah laku dan faktor penangkapan, sehingga terjadi penyimpangan proporsi rasio kelamin antara ikan betina dan jantan.

Pola pertumbuhan ikan kurisi jantan dan betina adalah allometrik negatif. Allometrik negatif berarti bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertumbuhan bobot. Hal ini sama dengan penelitian sebelumnya oleh Oktaviyani (2013) yang mengatakan bahwa ikan kurisi memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Nilai b yang didapatkan pada penelitian ini adalah untuk jantan 2,4844 dan betina 2,0144 (Gambar 3) dan pada penelitian Oktaviyani (2013), nilai b yang didapatkan adalah 2,2760 untuk jantan dan betina 2,1760. Perbedaan nilai b dipengaruhi oleh variasi panjang dan bobot ikan, ketersediaan makanan, dan lingkungan.

Keadaan ikan yang menyatakan tingkat kemontokan ikan dalam bentuk angka yang dikenal sebagai faktor kondisi (Lagler 1956;Ricker 1975 in Biusing 1987). Nilai faktor kondisi ikan kurisi bervariasi pada setiap bulan pengambilan contoh. Nilai faktor kondisi ikan kurisi betina dan jantan berada pada kisaran 1-1,2. Hal ini sesuai dengan penelitian Nolalia (2013), yaitu faktor kondisi ikan kurisi betina dan jantan berkisar antara 1,0-1,1. Menurut Lagler et al. (1977), ikan yang memiliki faktor kondisi dalam kisaran 1-3 memiliki bentuk tubuh yang pipih. Faktor kondisi akan meningkat saat akan melakukan pemijahan dan menurun setelah pemijahan selesai. Faktor yang mempengaruhi perbedaan faktor kondisi ikan adalah ukuran ikan, ketersediaan makanan, lingkungan, dan perbedaan dalam memanfaatkan ketersediaan makanan di perairan yang berhubungan dengan kemampuan adaptasi ikan (Ernawati 2009).

Tingkat kematangan gonad dapat dikaitkan dengan waktu pemijahan ikan. Ketidakseragaman perkembangan gonad yang didapatkan selama penelitian disebabkan karena adanya dua kelompok ikan yang waktu pemijahannya berbeda (Brojo dan Sari 2002). Penelitian ini mendapatkan hasil tingkat kematangan gonad tertinggi untuk TKG III dan IV pada bulan April dan Agustus untuk betina dan April dan Juni untuk jantan. Penelitian Nolalia (2013) didapatkan hasil TKG tertinggi pada bulan Mei, Juni dan Agustus. Menurut Eldin (2013), ikan kurisi betina maupun jantan pada setiap bulannya didapatkan ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV yang berarti bahwa ikan kurisi dapat melakukan pemijahan setiap bulan dalam satu tahun. Selain dikaitkan dengan waktu pemijahan ikan, tingkat kematangan gonad dapat dikaitkan dengan indeks kematangan gonad. Tingkat kematangan gonad yang semakin meningkat akan disertai dengan meningkatnya indeks kematangan gonad. Nilai TKG tertinggi dengan IKG tertinggi berada di bulan yang sama yaitu bulan April yang mengindikasikan bahwa terdapat keterkaitan antara indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad.

Nilai IKG ikan kurisi betina lebih besar dibandingkan ikan kurisi jantan. Nilai tertinggi IKG ikan kurisi betina dan jantan adalah pada bulan April. Nilai

(28)

18

IKG betina lebih tinggi dibandingkan ikan kurisi jantan karena bobot gonad ikan kurisi betina lebih besar dibandingkan ikan kurisi jantan (Sulistiono et al. 2006). Hal ini didukung oleh penelitian Nolalia (2013) yang mendapatkan hasil IKG betina lebih besar dibandingkan jantan. IKG ikan betina lebih tinggi daripada ikan jantan diduga karena pertumbuhan ikan betina lebih tertuju pada perkembangan gonad, sesuai dengan pernyataan Yustina dan Arnentis (2002), bahwa ikan betina memiliki IKG yang lebih tinggi karena terdapat butir-butir ovari yang berkembang seiring dengan membesarnya diameter telur, sehingga IKG akan meningkat. Ovarium pada ikan betina akan lebih berat dibandingkan testes pada ikan jantan. Pada saat ikan melakukan pemijahan nilai IKG akan meningkat, sebaliknya akan menurun bila pemijahan sudah selesai.

Ikan kurisi betina mengalami matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran panjang 21,5 cm, sedangkan untuk ikan jantan pada ukuran panjang 22,2 cm. Menurut penelitian Afshari et al. (2013), ukuran pertama kali ikan kurisi matang gonad adalah 26,5 cm untuk betina dan 14,5 cm untuk jantan dan pada penelitian Nolalia (2013), ikan kurisi betina mengalami matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran panjang 22 cm, sedangkan ikan jantan pada ukuran 21,3 cm. Menurut Udupa (1986), ukuran ikan pada waktu matang gonad pertama (Lm) adalah bervariasi setiap spesies ataupun dalam spesies itu sendiri sehingga ikan

pada kohort atau ukuran yang sama tidaklah mendapatkan kematangan gonadnya pada suatu umur atau ukuran yang sama. Ikan yang mencapai kematangan gonad dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain spesies, umur, dan ukuran (Rahardjo et

al. 2011). Faktor lain yang mempengaruhi nilai Lm meliputi kepadatan stok,

makanan, dan suhu perairan yang akan mempengaruhi pertumbuhan ikan (Tormosova 1983 in Wu 2008).

Potensi reproduksi ikan kurisi dapat diindikasi melalui fekunditas. Fekunditas ikan sangat berpengaruh terhadap biomassa dalam pemijahan (Ganias 2013). Jumlah fekunditas ikan kurisi berkisar pada 1700-207894 butir. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nolalia (2013), 1139-63727 butir telur dan penelitian Brojo dan Sari (2002), fekunditas yang didapatkan berkisar antara 25079-170888 butir telur, sedangkan penelitian Manojkumar (2004), didapatkan fekunditas berkisar antara 2300–139000 butir telur. Fekunditas bervariasi sebagai hasil dari perbedaan adaptasi terhadap lingkungannya (Siby 2009). Perbedaan fekunditas antar spesies ikan diduga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain perbedaan spesies, perbedaan lingkungan Perairan,serta kondisi fisiologis ikan. Hal ini didukung oleh penelitian Ballerena (2012), fekunditas ikan yang berbeda bergantung pada pebedaan spesies, perbedaan kondisi lingkungan termasuk makanan dan umur. Menurut Djuhanda (1981) in Unus dan Sharifuddin (2010), besar kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh ukuran, makanan ikan, dan kondisi lingkungan.

Pola pemijahan dapat diindikasi dari penyebaran diameter telur yang matang. Gonad ikan betina TKG III dan IV. Berdasarkan hasil analisis sebaran diameter telur mengindikasikan bahwa sebaran diameter telur memiliki satu modus yakni pada selang kelas 0,229-0,279 mm untuk TKG III, dan 0,331-0,381 mm untuk TKG IV. Ikan kurisi memiliki tipe pemijahan total spawner artinya ikan kurisi memijahkan telurnya sekaligus. Penelitian ini sama dengan penelitian Brojo dan Sari (2002), yang menyatakan bahwa ikan kurisi yang berada di Perairan Selat Sunda memiliki tipe pemijahan total spawner. Penelitian Nolalia (2013), ikan

(29)

19 kurisi memiliki tipe pemijahan yaitu partial spawner, perbedaan tipe pemijahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor adalah faktor lingkungan dan tekanan penangkapan.

Rekomendasi Pengelolaan

Rekomendasi pengelolaan untuk ikan kurisi adalah ikan kurisi di Perairan Selat Sunda sudah banyak yang tertangkap pada selang kelas sebelum atau sedang dalam kondisi ikan matang gonad yaitu dibawah ukuran 21,5 cm untuk betina dan 22,2 cm untuk jantan. Keberadaan ikan kurisi di Perairan Selat Sunda tidak seimbang yaitu 1:1,2 untuk mencapai kondisi seimbang yaitu 1:2 maka perlu dilakukan upaya pengontrolan waktu menangkap ikan dengan mengurangi aktivitas penangkapan yaitu pada bulan April.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pola pertumbuhan ikan kurisi jantan dan betina adalah allometrik negatif. Ikan kurisi yang tertangkap di Perairan Selat Sunda tidak seimbang dengan rasio kelamin 1:1,2, dengan rasio ideal untuk ikan kurisi adalah 1:2. Pemijahan dapat berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada bulan April. Ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi jantan dan betina sebesar 22,2 cm dan 21,5 cm. Potensi reproduksi yang dihasilkan oleh ikan kurisi adalah sebesar 1700-207894 butir, dengan pola pemijahan adalahtotal spawner.

Saran

Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk meneliti aspek biologi reproduksi ikan kurisi dari segi histologi gonad dengan jelas dari TKG I sampai TKG IV baik jantan maupun betina, dengan membandingkan dengan morfologi gonad secara langsung. Selain itu, perlu dilakukannya penelitian pada ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dalam jangka waktu satu tahun yang dapat mewakili musim barat dan musim timur untuk mengetahui musim pemijahan di sepanjang tahunnya.

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Afshari M, Valinassab T, Seifabadi J, dan Kamaly E. 2013. Age determination and feeding habits of Nemipterus japonicus (Bloch 1791) in the Northern Oman Sea. Iranian Journal of Fisheries Sciences. 12 (2). 19 hal.

Ballerena CP. 2012. Pola Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) yang Didaratkan di PPP Labuan Banten. [Skripsi] . Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Biusing ER. 1987. Dinamika Populasi dan Aspek Biologi Reproduksi Ikan Kembung Lelaki di Sekitar Perairan Laut Pantai Selatan Negeri Sabah Kesatuan Negara Malaysia. [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasikan) 734hal.

Brojo M dan Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus

tambuloides Blkr.) yang didaratkan di tempat pelelangan ikan Labuan,

Pandeglang. Jurnal iktiologi Indonesia. 1(2). 13 hal.

Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Dewi Sri.

Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.

Eldin A dan Elhaweet A. 2013. Biological studies of the invasive species

Nemipterus japonicus (Bloch 1791) as a Red Sea immigrant into the

Mediterranean. Egyptian Journal of Aquatic Research. 39: 267-274. El-Halfawy MM dan Ramadan AM. 2015. Observation on the biochemical

constituents of threadfin bream Nemipterus japonicus during gonad maturation from Suez Gulf, Red Sea, Egypt. Journal of

Aquaculture&Marine Biology. 2(5): 00041.

Ernawati Y, Aida SN, dan Juwaini HA. 2009. Biologi reproduksi ikan sepatung,

Pristolepis grootii Blkr. 1852 (Nandidae) di Sungai Musi. Jurnal Iktiologi Indonesia. 9(1): 13-24.

Ganias K. 2013. Determining the indeterminate: Evolving concepts and methods on the assessment of the fecundity pattern of fishes. Journal of Fisheries

Research. 138:23-30.

Genten F, Terwinghe E, dan Danguy A. 2009. Atlas of Fish Histology. USA (US): Sciences Publisher.

Harahap AP dan Bataragoa NE. 2008. Pola pertumbuhan dan faktor kondisi ikan kurisi (Aphareus rutilans Cuvier, 1830) di Perairan Laut Maluku. Jurnal

Pacific. 1(3):267-291.

Hidayat TM. 2015. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Perairan Teluk Banten. [Skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Innal D, Aksu M, Akdoganbulut D, Kisin B, Unal MC, Aztop M, Dogangil B, dan Pek E. 2015. Age and growth of Nemipterus randalli from Antalya Gulf-Turkey. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 2(4): 299-303.

Kerdgari M, Valinassab T, Jamili S, Fatemi MR dan Kaymaram F. 2009. Reproductive biology of the Japanese Threadfin Bream, Nemipterus

(31)

21

japonicus, in the Northern of Persian Gulf. Journal of Fisheries and Aquatic Science. 4(3):143-149.

Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, dan Dora MP. 1977. Ichthyology. New York (US): John Willey and Sons, Inc. 505 p.

Manojkumar PP. 2004. Some aspects on the biology of Nemipterus japonicus (Bloch) from Veraval in Gujarat. Indian Journal Fish. 51: 185-191. Nasution SH. 2011. Potensi rekrut ikan endemik pangkilang (Telmatherina

celebensis) di Danau Towuti. Jakarta (ID): Seminar Nasional Lingkungan

Hidup.

Nolalia. 2013. Reproduksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten. [Skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Oktaviyani S. 2013. Kajian Stok Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

di Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten. [Skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahardjo MF, Sjafei DS, Affandi R, Sulistiono, dan Hutabarat JH. 2011. Iktiology. Bandung (ID): Lubuk Agung.

Russell BC. 1990. FAO Species Catalogue Vol. 12 Nemipterid fishes of the world

(Threadfin breams, whiptail breams, monocle breams, dwarf monocle breams, and coral breams). Family Nemipteridae. FAO Fish. Synop.

125(12):149p.

Saanin H. 1984. Klasifikasi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung (ID): PT Cipta. Siby LS, Rahardjo MF, dan Sjafei DS. 2009. Biologi reproduksi ikan pelangi merah (Glossolepis incisus, Weber 1907) di Danau Sentani. Jurnal Iktiologi

Indonesia. 9(1):49-61.

Sulistiono, Purnamawati E, Ekosafitri KH, Affandi R, dan Sjafei DS. 2006. Kematangan gonad dan kebiasaan makanan ikan janjan bersisik(Parapocryptes sp) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal

Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Jilid 13, Nomor 2:97-105.

Udupa KS. 1986. Statistical method of estimating the size at first maturity in fishes.

Fishbyte: 8-10.

Unus F dan Sharifuddin AO. 2010. Analisis fekunditas dan diameter telur ikan malalugis biru (Decapterus macarelulus, Cuvier, 1833) di Perairan Kabupaten Banggai Kepulauan, Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu

Kleautan dan Perikanan. Vol 20 (1) : 37-43

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Umum.

Wu CC, Weng JS, Liu KM, dan Su WC. 2008. Reproductive biology of the Notchedfin Threadfin Bream, Nemipterus peronii (Nemipteridae), in water of Southwestern Taiwan. Zoological Studies. 47(1): 103-113.

Yustina dan Arnentis. 2002. Aspek Reproduksi ikan kapiek (Punctius Schwanfeldi Bleeker) di sungai Rangau Riau, Sumatera. Jurnal Matematika dan Sains. 7(1) : 5-14

(32)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel perkembangan TKG berdasarkan Cassie (1956) in Effendie (1979).

Lampiran 2 Histologi gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) menurut El- Halfawy et al. (2015)

Plate 1 jantan

Gambar A: penampang testis dari ikan kurisi pada tahap immature dan terlihat sel spermatogonia.

Gambar B: penampang testis dari ikan kurisi pada tahap maturing terlihat (a) sel spermatogonia, (b) spermatosit primer dan (c) spermatosit sekunder.

(33)

23 Lampiran 2 (lanjutan)

Gambar C: penampang testis dari ikan kurisi pada tahap mature terlihat (a) spermatosit primer, (b) spermatosit sekunder, (c) sperma.

Gambar D: penampang testis dari ikan kurisi pada tahap ripe terlihat seluruh ruang terisi oleh sperma.

Gambar E: penampang testis dari ikan kurisi pada tahap spent yaitu ikan sudah melakukan pemijahan.

Plate 2 Female

Gambar A: penampang ovarium ikan kurisi pada tahap immature terdapat oosit. Gambar B: penampang ovarium ikan kurisi pada tahap maturing.

Gambar C: penampang ovarium ikan kurisi pada tahap mature terlihat penebalan dinding ovary.

Gambar D: penampang ovarium ikan kurisi pada tahap ripe. Gambar E: penampang ovarium ikan kurisi pada tahap spent. Lampiran 3 Nisbah kelamin ikan kurisi (Nemipterus Japonicus)

Waktu Jumlah ikan rasio kelamin Keterangan Jantan Betina April 75 164 1 : 2,19 Seimbang

Mei 137 77 1 : 0,56 Tidak seimbang

Juni 75 127 1 : 1,69 Seimbang

Juli 43 113 1 : 2,63 Seimbang

Agustus 104 46 1 : 0,44 Tidak seimbang

Total 434 527 1 : 1,21 Tidak seimbang

Uji Chi-square χ2tab : 3,84

waktu Oi Jantan Oi Betina ei Jantan ei Betina χ2 hitung

April 75 164 79,67 159,33 0,41 Mei 137 77 71,33 142,67 90,67 Juni 75 127 67,33 134,67 1,31 Juli 43 113 52,00 104,00 2,34 Agustus 104 46 50,00 100,00 87,48 Total 434 527 320,33 640,67 60,5 Keterangan: α = 0,05 V = n-1 = 2-1=1 χ2 tabel = 3,84

(34)

24

Lampiran 4 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi (Nemipterus japonicus) a. Jantan Regression Statistics Multiple R 0,9052 R Square 0,8194 Adjusted R Square 0,8190 Standard Error 0,1050 Observations 434 X 557,14 X2 718,73 Sb 0,06 Sb2 0,003 Thit 9,19 Ttab 1,96 a 0,047 b 2,484 b. Betina Regression Statistics Multiple R 0,8388 R Square 0,7037 Adjusted R Square 0,7031 Standard Error 0,0813 Observations 516 X 675,1 X2 885,24 Sb 0,06 Sb2 0,003 Thit 17,09 Ttab 1,96 a 0,20 b 2,01

Lampiran 5 Faktor kondisi ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

Tanggal Betina jantan FK Simpangan Baku FK Simpangan Baku April 1,01 0,13 1,01 0,13 Mei 1,03 0,31 1,01 0,18 Juni 1,01 0,15 1,01 0,18 Juli 1,02 0,21 1,05 0,36 Agustus 1,02 0,17 1,02 0,25

(35)

25 Lampiran 6 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

a. Jantan

Berdasarkan selang kelas panjang Sk TKG JANTAN jumlah FREKUENSI 1 2 3 4 1 2 3 4 10,6-11,6 2 0 0 0 2 100 0 0 0 11,7-12,7 16 1 0 0 17 94,11765 5,882353 0 0 12,8-13,8 8 0 0 0 8 100 0 0 0 13,9-14,9 23 1 0 0 24 95,83333 4,166667 0 0 15,0-16,0 35 7 0 1 43 81,39535 16,27907 0 2,325581 16,1-17,1 17 5 0 1 23 73,91304 21,73913 0 4,347826 17,2-18,2 32 11 1 2 46 69,56522 23,91304 2,173913 4,347826 18,3-19,3 29 10 3 1 43 67,44186 23,25581 6,976744 2,325581 19,4-20,4 26 9 5 2 42 61,90476 21,42857 11,90476 4,761905 20,5-21,5 46 11 6 6 69 66,66667 15,94203 8,695652 8,695652 21,6-22,6 18 8 0 1 27 66,66667 29,62963 0 3,703704 22,7-23,7 18 11 1 0 30 60 36,66667 3,333333 0 23,8-24,8 14 6 0 1 21 66,66667 28,57143 0 4,761905 24,9-25,9 4 9 0 0 13 30,76923 69,23077 0 0 26,0-27,0 6 4 0 0 10 60 40 0 0 27,1-28,1 0 1 0 1 2 0 50 0 50 28,2-29,2 3 1 0 0 4 75 25 0 0 29,3-30,3 4 1 0 0 5 80 20 0 0 30,4-31,4 1 0 0 0 1 100 0 0 0 31,5-32,5 0 2 0 0 2 0 100 0 0 32,6-33,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 33,7-34,7 0 1 0 0 1 0 100 0 0 34,8-35,8 0 1 0 0 1 0 100 0 0 b. Betina

Berdasarkan selang kelas panjang

Sk TKG BETINA jumlah FREKUENSI (%) 1 2 3 4 1 2 3 4 10,6-11,6 3 0 0 0 3 100 0 0 0 11,7-12,7 2 4 0 0 6 33,33333 66,66667 0 0 12,8-13,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13,9-14,9 2 1 0 0 3 66,66667 33,33333 0 0 15,0-16,0 5 5 5 0 15 33,33333 33,33333 33,33333 0 16,1-17,1 3 12 20 2 37 8,108108 32,43243 54,05405 5,405405 17,2-18,2 15 22 22 4 63 23,80952 34,92063 34,92063 6,349206 18,3-19,3 13 26 17 6 62 20,96774 41,93548 27,41935 9,677419 19,4-20,4 22 26 15 2 65 33,84615 40 23,07692 3,076923 20,5-21,5 40 29 17 4 90 44,44444 32,22222 18,88889 4,444444 21,6-22,6 29 22 6 2 59 49,15254 37,28814 10,16949 3,389831 22,7-23,7 28 18 5 2 53 52,83019 33,96226 9,433962 3,773585

(36)

26 23,8-24,8 16 8 6 2 32 50 25 18,75 6,25 24,9-25,9 7 5 7 1 20 35 25 35 5 26,0-27,0 6 3 0 1 10 60 30 0 10 27,1-28,1 2 1 0 0 3 66,66667 33,33333 0 0 28,2-29,2 1 0 0 0 1 100 0 0 0 29,3-30,3 3 0 1 0 4 75 0 25 0 30,4-31,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31,5-32,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 32,6-33,6 0 1 0 0 1 0 100 0 0 33,7-34,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 34,8-35,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan : sk = selang kelas

Lampiran 7 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

WAKTU

Betina jantan

Rata-rata Simpangan Baku Rata-rata Simpangan Baku

April 1,35 1,05 0,72 1,14

Mei 1,07 0,99 0,70 0,57

Juni 0,80 0,65 0,42 0,50

Juli 0,47 0,62 0,13 0,07

Agustus 0,75 0,67 0,23 0,17

Lampiran 8 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad a. Jantan Selang Kelas Nilai tengah Log Nt Jumla h ikan Jumlah ikan matang gonad Nb/Ni X(i+1)-Xi 1-Pi Pi*Qi/Ni-1 (Nt) Ni Nb (Pi) (Qi) 10,6-11,6 11,1 1,0453 2 0 0 0,0410 1 0 11,7-12,7 12,2 1,0864 17 0 0 0,0375 1,0000 0,0000 12,8-13,8 13,3 1,1239 8 0 0 0,0345 1,0000 0,0000 13,9-14,9 14,4 1,1584 24 0 0,0000 0,0320 1,0000 0,0000 15,0-16,0 15,5 1,1903 43 1 0,0232 0,0298 0,9767 0,0005 16,1-17,1 16,6 1,2201 23 1 0,0434 0,0279 0,9565 0,0019 17,2-18,2 17,7 1,2480 46 3 0,0652 0,0262 0,9348 0,0014 18,3-19,3 18,8 1,2742 43 4 0,0930 0,0247 0,9070 0,0020 19,4-20,4 19,9 1,2989 42 7 0,1667 0,0234 0,8333 0,0034 20,5-21,5 21,0 1,3222 69 12 0,1739 0,0222 0,8261 0,0021 21,6-22,6 22,1 1,3444 27 1 0,0370 0,0211 0,9630 0,0014 22,7-23,7 23,2 1,3655 30 1 0,0333 0,0201 0,9667 0,0011 23,8-24,8 24,3 1,3856 21 1 0,0476 0,0192 0,9524 0,0023 Lampiran 6 (lanjutan)

(37)

27 Selang Kelas Nilai tengah Log Nt Jumla h ikan Jumlah ikan matang gonad Nb/Ni X(i+1)-Xi 1-Pi Pi*Qi/Ni-1 (Nt) Ni Nb (Pi) (Qi) 24,9-25,9 25,4 1,4048 13 0 0,0000 0,0184 1,0000 0,0000 26,0-27,0 26,5 1,4232 10 0 0,0000 0,0177 1,0000 0,0000 27,1-28,1 27,6 1,4409 2 1 0,5000 0,0170 0,5000 0,2500 28,2-29,2 28,7 1,4579 4 0 0,0000 0,0163 1,0000 0,0000 29,3-30,3 29,8 1,4742 5 0 0,0000 0,0157 1,0000 0,0000 30,4-31,4 30,9 1,4900 1 0 0,0000 0,0152 1,0000 0,0000 31,5-32,5 32,0 1,5051 2 0 0,0000 0,0147 1,0000 0,0000 32,6-33,6 33,1 1,5198 0 0 0,0000 0,0142 1,0000 0,0000 33,7-34,7 34,2 1,5340 1 0 0 0,0137 1 0 34,8-35,8 35,3 1,5478 1 0 0 -2,5478 1 0 Total 533,6 30,86 434 32 1,1835 0,4887 21,8165 0,2660 Rata 23,2 1,34 18,86 96 1,3913 0,0515 0,0233 0,9485 0,0116

Keterangan: X= log pertambahan panjang pada nilai tengah 𝑚 = [𝑥𝑘 + (𝑥 2)] − (𝑥 ∑ 𝑝𝑖) 𝑚 = 2,3697 𝑚 = 2,3697±0,0235 Lm = antilog 2,3462 Lm = 22,2 cm b. Betina Selang Kelas Nilai tengah Log Nt Jumlah ikan Jumlah ikan matang gonad Nb/Ni X(i+1)-Xi 1-Pi Pi*Qi/N i-1 (Nt) Ni Nb (Pi) (Qi) 10,6-11,6 11,1 1,0453 3 0 0 0,0410 1 0 11,7-12,7 12,2 1,0864 6 0 0 0,0375 1 0 12,8-13,8 13,3 1,1239 0 0 0 0,0345 1,0000 0,0000 13,9-14,9 14,4 1,1584 3 0 0 0,0320 1,0000 0,0000 15,0-16,0 15,5 1,1903 15 5 0,3333 0,0298 0,6667 0,0159 16,1-17,1 16,6 1,2201 37 22 0,5946 0,0279 0,4054 0,0067 17,2-18,2 17,7 1,2480 63 26 0,4127 0,0262 0,5873 0,0039 18,3-19,3 18,8 1,2742 62 23 0,3710 0,0247 0,6290 0,0038 19,4-20,4 19,9 1,2989 65 17 0,2615 0,0234 0,7385 0,0030 20,5-21,5 21,0 1,3222 90 21 0,2333 0,0222 0,7667 0,0020 21,6-22,6 22,1 1,3444 59 8 0,1356 0,0211 0,8644 0,0020 Lampiran 8 (lanjutan)

(38)

28 Selang Kelas Nilai tengah Log Nt Jumlah ikan Jumlah ikan matang gonad Nb/Ni X(i+1)-Xi 1-Pi Pi*Qi/N i-1 (Nt) Ni Nb (Pi) (Qi) 22,7-23,7 23,2 1,3655 53 7 0,1321 0,0201 0,8679 0,0022 23,8-24,8 24,3 1,3856 32 8 0,2500 0,0192 0,7500 0,0060 24,9-25,9 25,4 1,4048 20 8 0,4000 0,0184 0,6000 0,0126 26,0-27,0 26,5 1,4232 10 1 0,1000 0,0177 0,9000 0,0100 27,1-28,1 27,6 1,4409 3 0 0 0,0170 1 0 28,2-29,2 28,7 1,4579 1 0 0,0000 0,0163 1,0000 0,0000 29,3-30,3 29,8 1,4742 4 1 0,2500 0,0157 0,7500 0,0625 30,4-31,4 30,9 1,4900 0 0 0 0,0152 1 0 31,5-32,5 32,0 1,5051 0 0 0 0,0147 1 0 32,6-33,6 33,1 1,5198 1 0 0 0,0142 1 0 33,7-34,7 34,2 1,5340 0 0 0 0,0137 1 0 34,8-35,8 35,3 1,5478 0 0 0 -2,5478 1 0 Total 533,6 30,86 527 147 3,4741 0,4446 17,5259 0,1307 Rata 23,2 1,34 22,91 6,39 0,1654 0,0247 0,8346 0,0062

Keterangan: X= log pertambahan panjang pada nilai tengah. 𝑚 = [𝑥𝑘 + (𝑥 2)] − (𝑥 ∑ 𝑝𝑖) 𝑚 = 2,3498 𝑚 = 2,3498±0,0175 Lm= antilog 2,3323 Lm = 21,5 cm

Lampiran 9 Fekunditas ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

no ikan L (cm) W (gr) JK TKG G (gr) Q (gr) X (butir) F (butir)

6 16,5 63 b 3 1,1046 0,0776 552 78608 9 17,0 65 b 3 1,2797 0,2150 563 33525 13 15,5 48 b 3 1,6061 0,1565 400 41093 15 19,0 85 b 3 0,8775 0,0479 941 172266 18 16,5 65 b 3 1,4844 0,1508 696 68478 21 17,0 65 b 4 2,4449 0,1474 810 134409 22 17,0 64 b 3 1,8818 0,2200 590 50487 24 17,0 68 b 4 2,1828 0,1255 286 49757 26 16,5 62 b 3 1,2770 0,0732 328 57221 Lampiran 8 (lanjutan)

(39)

29

no ikan L (cm) W (gr) JK TKG G (gr) Q (gr) X (butir) F (butir)

29 16,5 70 b 3 0,7349 2,1075 489 1705 34 16,5 82 b 3 1,2452 0,1001 263 32727 39 18,0 69 b 3 0,5105 0,1049 698 33995 41 20,5 123 b 4 1,7649 0,0877 743 149591 43 18,0 79 b 3 1,4726 0,1148 136 17403 46 19,5 107 b 3 1,4163 0,0467 303 91726 52 17,0 62 b 3 1,0620 0,1984 168 8991 55 17,0 46 b 3 1,2650 0,1060 658 78565 57 21,0 118 b 3 1,0010 0,1289 237 18426 58 18,0 77 b 3 0,4928 0,1184 450 18724 62 18,5 78 b 3 1,7249 0,1252 583 80367 65 22,0 154 b 3 1,0713 0,1011 399 42329 68 17,0 71 b 3 0,5832 0,1442 288 11664 69 18,0 68 b 3 2,1465 0,2737 289 22639 70 18,0 91 b 3 1,2590 0,1299 322 31241 78 17,0 71 b 3 1,8633 0,1093 577 98278 79 18,0 89 b 4 3,2531 0,2465 570 75268 85 17,5 68 b 3 1,4277 0,0967 672 99132 87 20,0 98 b 3 1,7819 0,2762 508 32799 90 17,5 67 b 3 1,5220 0,1436 418 44293 102 18,0 53 b 3 1,5063 0,1746 493 42569 104 20,0 76 b 3 1,4247 0,1493 839 80048 105 19,0 62 b 4 1,8310 0,1943 392 36940 106 19,0 62 b 4 1,4573 0,1477 302 29837 107 19,0 95 b 3 1,7930 0,1798 680 67798 116 18,0 84 b 4 2,8515 0,1516 466 87695 123 19,0 67 b 3 0,7305 0,1486 353 17373 125 18,0 63 b 3 2,0138 0,2102 717 68713 127 17,0 73 b 3 0,9165 0,1179 268 20827 136 20,0 74 b 3 1,7649 0,1732 657 66995 137 17,0 63 b 3 1,8367 0,1678 574 62805 138 22,0 96 b 4 3,2664 0,2178 1386 207894 139 20,5 84 b 3 1,4901 0,2208 367 24771 140 18,5 83 b 3 1,4215 0,1960 397 28788 141 20,0 105 b 3 2,1022 0,1739 1042 126003 149 17,5 70 b 3 0,9175 0,0727 441 55698 152 16,5 54 b 3 1,7593 0,1042 532 89795 156 18,0 60 b 3 1,5431 0,1576 389 38055 157 25,0 87 b 3 0,6865 0,1935 155 5498 159 21,0 88 b 4 3,0330 0,1721 844 148713 160 19,0 94 b 4 2,7457 0,0954 368 106010 Lampiran 9 (lanjutan)

(40)

30

no ikan L (cm) W (gr) JK TKG G (gr) Q (gr) X (butir) F (butir)

163 17,5 52 b 3 1,1594 0,1461 319 25315 164 18,5 78 b 3 1,1859 0,1668 315 22391 169 21,0 127 b 3 2,0738 0,1984 440 45984 176 24,5 123 b 4 1,7387 0,2847 395 24103 181 21,0 116 b 3 0,6130 0,0993 670 41374 182 17,5 69 b 3 1,7924 0,0700 802 205345 189 20,5 86 b 3 0,6730 0,1291 287 14979 190 21,0 96 b 3 0,5146 0,1291 287 11453 191 20,5 104 b 4 1,7320 0,2641 841 55161 192 21,0 83 b 3 1,0895 0,2779 746 29234 194 25,0 117 b 3 1,6174 0,1032 1301 203965 198 18,0 87 b 4 1,9911 0,4369 705 32142 200 19,5 72 b 4 2,5572 0,1204 270 57275 202 20,0 105 b 3 1,4413 0,1377 249 26022 208 17,0 52 b 3 1,5713 0,1324 195 23148 209 23,0 97 b 4 3,0933 0,1768 257 44915 211 18,5 77 b 3 0,8024 0,1426 302 16997 213 17,0 76 b 3 0,8980 0,1512 290 17224 214 18,5 79 b 3 1,3551 0,1423 266 25293 215 19,0 83 b 3 0,9084 0,0911 346 34455 227 17,0 90 b 3 1,4111 0,1140 200 24756 228 18,5 86 b 3 1,2013 0,0856 586 82192 229 17,8 71 b 3 1,0583 0,1680 778 48988 230 18,0 81 b 3 1,7630 0,1759 291 29205 231 17,2 69 b 4 3,8889 0,1166 271 90385 233 17,0 63 b 3 1,8438 0,1119 1014 167024 234 16,8 65 b 3 1,1900 0,0520 207 47295 237 19,5 99 b 3 0,7491 0,2068 438 15868 21 15,0 89 b 3 3,0617 0,2301 574 76321 36 21,5 85 b 3 2,3872 0,1543 271 41918 41 21,7 135 b 3 4,0782 0,1532 301 80144 42 22,0 89 b 3 2,0922 0,2463 435 36984 46 21,0 99 b 3 2,114 0,0791 364 97151 49 20,3 76 b 3 1,0238 0,1318 364 28282 60 21,0 71 b 3 2,4399 0,1337 528 96379 115 19,2 102 b 4 3,3143 0,2165 724 110817 121 19,0 58 b 3 1,4132 0,1975 601 42997 160 17,0 48 b 3 1,3314 0,1532 553 48020 170 19,5 96 b 4 2,8164 0,2509 687 77127 189 15,0 39 b 3 0,8098 0,1203 531 35744 195 19,0 78 b 4 2,5515 0,1836 690 95953 Lampiran 9 (lanjutan)

(41)

31

,

no ikan L (cm) W (gr) JK TKG G (gr) Q (gr) X (butir) F (butir)

8 19,0 90 b 3 1,4133 0,2151 288 18920 17 18,2 75 b 3 1,5842 0,0906 330 57761 45 19,2 95 b 3 1,7815 0,0850 318 66623 49 242 114 b 3 1,9001 0,1378 353 48675 65 19,1 79 b 3 1,4175 0,1692 300 25133 69 23,0 128 b 4 3,4833 0,1897 354 65063 86 20,7 112 b 3 1,8115 0,0903 255 51155 120 23,6 89 b 3 1,9964 0,1961 547 55654 129 19,5 95 b 3 1,8142 0,1662 410 44709 141 21,0 87 b 3 0,9289 0,1030 184 16564 147 18,5 80 b 3 1,2139 0,1117 261 28336 151 19,5 101 b 3 1,3825 0,1128 354 43415 163 19,5 105 b 3 1,7645 0,0876 276 55615 167 20,1 106 b 3 1,6506 0,1497 307 33858 170 19,5 95 b 3 1,1836 0,1317 381 34262 171 21,0 129 b 3 2,3706 0,2103 366 41288 177 20,5 107 b 4 3,3164 0,2745 725 87592 185 21,3 98 b 3 1,3665 0,1305 234 24531 186 19,9 99 b 3 1,9193 0,2669 373 26799 187 22,3 99 b 3 0,8327 0,1312 257 16328 1 24,0 116 b 3 2,1241 0,1293 255 41945 4 23,0 126 b 3 1,9756 0,1783 272 30138 7 21,0 95 b 3 1,0632 0,0939 239 27089 10 24,0 140 b 3 1,6615 0,1374 276 33327 18 24,5 167 b 4 5,6544 0,2819 339 68005 43 29,6 79 b 3 1,6135 0,1491 288 31195 48 21,5 96 b 3 1,8875 0,2299 280 23012 54 24,1 113 b 3 1,2537 0,0806 400 62141 81 25,0 139 b 3 1,9760 0,1604 388 47767 90 25,0 116 b 3 1,5299 0,1605 313 29873 103 22,0 120 b 3 1,7664 0,1158 355 54100 106 23,0 126 b 3 1,6363 0,1135 360 51964 109 24,5 125 b 3 1,3756 0,1232 339 37824 118 23,0 136 b 3 1,5720 0,1420 365 40434 141 20,5 69 b 3 1,3424 0,1071 520 65219 148 22,3 111 b 4 3,4414 0,2168 441 70013 151 24,5 118 b 3 1,7106 0,1726 365 36200 156 20,0 90 b 3 1,8048 0,2437 287 21230 52 25,0 161 b 4 3,9401 0,3336 309 36496 60 25,0 139 b 3 2,0633 0,1984 293 30442 78 18,5 78 b 3 1,9800 0,1482 290 38700 Lampiran 9 (lanjutan)

(42)

32

no ikan L (cm) W (gr) JK TKG G (gr) Q (gr) X (butir) F (butir)

98 25,9 161 b 3 1,8745 0,1452 448 57780 100 23,5 123 b 3 1,3096 0,1680 301 23433 103 27,0 194 b 4 4,7869 0,2769 515 89099 122 18,0 54 b 3 1,4526 0,1359 335 35852 128 18,0 75 b 3 1,0134 0,0925 305 33415 134 25,8 130 b 3 1,7437 0,1928 275 24906

Lampiran 10 Sebaran diameter telur ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

SKB SKA SK BKA Xi Fi TKG III Fi TKG IV

0,025 0,0750 0,025-0,075 0,0755 0,05 261 2 0,0760 0,1260 0,076-0,126 0,1265 0,101 692 79 0,1270 0,1770 0,127-0,177 0,1775 0,152 758 96 0,1780 0,2280 0,178-0,228 0,2285 0,203 1194 237 0,2290 0,2790 0,229-0,279 0,2795 0,254 4032 808 0,2800 0,3300 0,28-0,33 0,3305 0,305 2718 626 0,3310 0,3810 0,331-0,381 0,3815 0,356 3575 867 0,3820 0,4320 0,382-0,432 0,4325 0,407 2411 552 0,4330 0,4830 0,433-0,483 0,4835 0,458 1637 372 0,4840 0,5340 0,484-0,534 0,5345 0,509 705 178 0,5350 0,5850 0,535-0,585 0,5855 0,56 84 23 0,5860 0,6360 0,586-0,636 0,6365 0,611 52 30 0,6370 0,6870 0,637-0,687 0,6875 0,662 13 7 0,6880 0,7380 0,688-0,738 0,7385 0,713 10 11 0,7390 0,7890 0,739-0,789 0,7895 0,764 3 7 0,7900 0,8400 0,79-0,84 0,8405 0,815 1 3 0,8410 0,8910 0,841-0,891 0,8915 0,866 2 2 0,8920 0,9420 0,892-0,942 0,9425 0,917 0 0 0,9430 0,9930 0,943-0,993 0,9935 0,968 0 0 0,9940 1,0440 0,994-1,044 1,0445 1,019 2 0

Keterangan : SKB = selang kelas bawah, SKA= selang kelas atas, SK= selang kelas, BKA= batas kelas atas, Xi = rata-rata, Fi= frekuensi.

Gambar

Gambar 2 Ikan kurisi (Nemipterus japonicus)
Tabel 1 Rasio kelamin ikan kurisi (Nemipterus japonicus) betina dan jantan  Pengambilan  contoh  Jumlah (n)  Rasio  Kelamin   Uji Chi-Square  Jantan  Betina   χ 2  April  75  164  1 : 2,19  0,41  Mei  137  77  1 : 0,56  90,67  Juni  75  127  1 : 1,69  1,31
Gambar 5 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus)  berdasarkan waktu pengambilan contoh (a) jantan dan (b) betina  Ikan kurisi betina melakukan pemijahan selama waktu pengambilan contoh  (April-Agustus)
Gambar 7 Histologi gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus) betina
+5

Referensi

Dokumen terkait

Langkah kedua : setelah pihak keluarga perempuan melihat bahwa seorang gadis perempuan yang merupakan anggota keluarganya tersebut dinyatakan layak, maka pihak ibu menyampaikan

Program Kemitraan Masyarakat (PKM) penerapan budidaya padi metode SRI dengan teknologi bioorganik plus dilakukan pada Kelompok Tani (K.T) Sakinah dan Kelompok Tani (K.T)

Larva ulat sutera instar V yang diperoleh pada tahap ke -6 diberi perlakuan pakan buatan yang telah ditambahkan antimikroba (sesuai perlakuan) sampai pada fase kokon dan

Bentuk dapat mempengaruhi kemungkinan dicernanya mikroplastik oleh organisme pelagis (Boerger et al. Untuk kandungan mikroplastik berdasarkan tipe mikroplastik yang

Pematuhan dan memenuhi terma, syarat dan Endorsemen Polisi ini oleh Orang Yang Diinsuranskan atau oleh mana-mana Pihak Menuntut di bawah Polisi ini setakat yang ia berkaitan

Dewi Anjasmoro Nurbani Afifi/ UIN Malang/ 2013 Penentuan Nisbah Bagi Hasil pada Akad Mudharab ah Deposito Plus di Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang

Ini perlu menjadi bahan pertimbangan untuk pengelola dalam pembenahan menjadi wisata syariah agar obyek wisata Umbul Pengging tidak lagi menjadi tujuan wisata yang inferior

Form ini merupakan tampilan form yang akan muncul pertamakali pada saat program aplikasi dijalankan, dimana pada form ini user dapat memilih untuk langsung