• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN YURIDIS PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 KAJIAN YURIDIS PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING IN PERSON DITINJAU DARI KONVENSI HAK-HAK ANAK (CONVENTION on THE

RIGHTS of THE CHILD) 1989 dan IMPLEMENTASINYA di INDONESIA Akbar Adlinsyah1, Dwi Astuti Palupi, S.H., M.H.,1 Deswita Rosra, S.H., M.H. 1

1

Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta Email: [email protected]

ABSTRACT

Prolonged economic crisis, which hit Indonesia resulted in many unemployed arise. As a result, many people who justify any means to improve or enrich his life the wrong way. With so many children who are at risk for becoming victims of human trafficking (trafficking). Government efforts in this regard, particularly Indonesia has ratified the Convention on the Rights of the Child (the Convention on the Right of the Child) in providing legal protection for victims of trafficking abroad. Problems: (1) how the forms of protection of child victims of trafficking (child trafficking) under the CRC (Convention on the Right of the Child)?, (2) how an implementation of the CRC in Indonesia? The method used in this thesis approach normative legal / juridical using primary data and secondary data. From the results of the study concluded: (1) a form of protection provided by the CRC to children, in the form of services and the protection of victims, physical and psychological recovery and social victims, repatriation of victims by observing safety. (2) forms of CRC implementation in Indonesia, among others, laws and regulations relating to the issue of children and Indonesia also held international cooperation, such as the Mutual Legal Asistance and extradition agreement with the country lain.Upaya made in the prevention of child trafficking: (1 ) supports the sustainability of primary education for girls after primary school. (2) provide basic skills training to facilitate the increase in income.

Keywords: Protection of children, victims of trafficking in persons, Child Rights Convention

PENDAHULUAN

Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia. Anak sebagai manusia yang belum dewasa mempunyai keterbatasan kemampuan karena masih berada dalam proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi yang dikarenakan kemampuan daya akal, dan kondisi fisik dalam masa pertumbuhan atau mental spiritual yang berada di bawah level orang dewasa. Selain itu dalam mukadimah

Konvensi tentang Hak-hak Anak, menyebutkan bahwa seorang anak untuk perkembangan kepribadiannya yang penuh dan serasi, harus tumbuh dalam lingkungan keluarganya yang memiliki suasana kebahagiaan, cinta, dan pengertian.

Namun dalam satu hal pengertian Perlindungan Anak itu sendiri meliputi ruang lingkup yang cukup luas, dalam arti bahwa perlindungan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas jiwa dan raga si anak, tapi mencakup pula perlindungan atas semua hak serta kepentingannya yang

(2)

2 dapat menjamin pertumbuhan dan

perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosialnya, sehingga diharapkan Anak Indonesia anak berkembang menjadi orang memelihara tujuan Pembangunan Nasional tersebut. Dalam Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Anak tentang hak dari anak yang menyebutkan bahwa:

“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Namun secara obyektif yang terjadi di kehidupan anak-anak pada saat sekarang ini adalah masih belum teratasinya masalah terhadap anak-anak, khususnya lagi kasus perdagangan anak (Child Trafficking) yang semakin marak terjadi dan tidak bisa ditolerir dengan akal sehat. Padahal pemerintah telah menetapkan prioritas penghapusan pada lima jenis pekerjaan terburuk untuk anak, yaitu anak-anak yang terlibat dalam penjualan, produksi, pengedar narkotik (sale, production, and trafficking drugs), perdagangan anak (trafficking of children), pelacuran anak (chlidren in prostitution), anak-anak yang bekerja sebagai nelayan dilepas pantai (child labour in-off-shore fishing), pertambangan (mining), dan anak-anak yang bekerja di industri sepatu (footwear).

Contohnya saja kasus perdagangan anak yang terjadi di Jakarta, polisi menemukan keterlibatan jaringan internasional dalam kasus perdagangan bayi yang ditemukan di kawasan Jakarta Barat. Dalam hal tersebut polisi menemukan barang bukti berupa paspor yang di sita dari tangan tersangka, paspor yang di sita tersebut diduga untuk mengirim bayi ke Singapura. Sebelumnya polisi menangkap tujuh perempuan yang diduga merupakan anggota sindikat penjualan bayi. Penangkapan itu merupakan hasil pengembangan dari kasus penjualan bayi di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Polisi mulai menangkap para tersangka pada 9 Februari 2013, pertama yang diringkus adalah LD (48 tahun) di Pesing Koneng Kelurahan Kedoya Utara, Kebon Jeruk. Keesokan harinya, polisi menangkap Hastuti Snggih alias Linda (62 tahun) di Sunter, Jakarta Utara. Linda diduga sebagai koordinator penjualan bayi tersebut, dialah yang mengurus dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk sang bayi, seperti kartu keluarga dan paspor. selain itu dari salah satu barang bukti yang di sita penyidik, terdapat sebuah buku tulis yang di dalamnya berisi pesanan bayi, ada yang meminta berdasarkan jenis kelamin dan ada juga yang berdasarkan ras. Di dalam buku tersebut harga bayi laki-laki bisa mencapai 70 - 80 juta rupiah.

(3)

3 Untuk melindungi hak-hak anak

tersebut, pemerintah Indonesia telah melahirkan Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dan telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights on the Child) melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990, Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 57. Tujuan dari perlindungan anak itu sendiri disebutkan dalam Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 (selanjutnya disebut Undang-undang Perlindungan Anak): “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.”

Selain itu di dalam Konvensi Hak Anak, dalam memberikan perlindungan di sebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Konvensi tentang Hak anak, bahwa: Negara-negara Pihak harus menghormati dan menjamin hak-hak yang dinyatakan dalam Konvensi ini pada setiap anak yang berada di dalam yurisdiksi mereka, tanpa diskriminasi macam apapun, tanpa menghiraukan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, etnis, atau asal-usul sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran

atau status yang lain dari anak atau orang tua anak atau wali hukum anak. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman atas dasar status, aktivitas, pendapat yang di utarakan atau kepercayaan orang tua anak, wali hukum anak atau anggota keluarga anak. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban dari perdagangan anak (Child Trafficking) menurut Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child)?

2. Bagaimanakah bentuk implementasi Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child) di Indonesia?

(4)

4 Sebagaimana yang telah penulis

uraikan dalam penulisan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban dari perdagangan anak (Child Trafficking) menurut Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child)

2. Untuk mengetahui bentuk implementasi Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child) di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana bagi pengembagan pengetahuan dan teknologi, maka metode penelitian yang diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan dan objek yang diteliti. Dalam hal ini penulis menggunakan metode pendekatan Hukum Normatif/Yuridis merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yaitu penelitian yang di lakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis dengan cara meneliti bahan pustaka. Data yang

dipakai dalam penulisan skripsi adalah data sekunder ialah data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan, yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku mengenai perlindungan anak, UU tentang perlindungan anak, dan isi dari Konvensi Hak-Hak Anak. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau studi kepustakaan atau literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang di teliti. Dalam melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu mengumpulkan bahan-bahan dengan cara membaca buku-buku, majalah, tulisan-tulisan yang berhubungan dengan karya ilmiah ini dan browsing internet, serta mengunjungi perpustakaan Universitas Bung Hatta dan Universitas Andalas.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Dalam hal ini, instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak diatur dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak ( Convention on The Rights of The Child ) tahun 1989 yang telah di ratifikasi oleh lebih 191 negara. Indonesia sebagai anggota PBB telah meratifikasi dengan Kepres Nomor 36 tahun 1990. Dengan demikian Konvensi PBB tentang Hak Anak tersebut telah menjadi hukum Indonesia dan mengikat seluruh warga

(5)

5 Negara Indonesia. Komite Hak Anak PBB,

dalam pedoman laporan untuk Negara Peserta mengkategorikan anak-anak yang membutuhkan upaya perlindungan khusus tersebut, yakni:

1. Anak yang berada dalam situasi darurat, yakni pengungsi anak dan anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata.

2. Anak yang mengalami masalah dengan hukum.

3. Anak yang mengalami situasi eksploitasi, meliputi eksploitasi ekonomi, penyalahgunaan obat dan substan, eksploitasi seksual, penjualan dan perdagangan anak dan yang mengalami bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.

4. Anak yang berasal dari kelompok minoritas dan masyarakat adat. Dalam hal ini Konvensi Hak Anak memberikan perlindungan terhadap hak anak dari eksploitasi ekonomi dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sekiranya membahayakan atau mengganggu pendidikan, kesehatan atau fisik, mental, sprititual, moral dan perkembangan sosial anak. Konvensi Hak Anak menyadari bahwa pelaksanaan program aksi untuk mencegah penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, sangat penting bagi perlindungan anak. Berkaitan dengan hal ini bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan oleh

Konvensi Hak Anak, sesuai dengan pasal 8 yang telah dikeluarkannya, antara lain:

a. Melindungi hak-hak dan kepentingan anak yang menjadi korban dari perdagangan anak (child trafficking), seperti : memberikan dukungan pelayanan yang layak kepada korban selama proses hukum, memberikan perlindungan yang layak kepada rahasia pribadi dan identitas anak dan mengambil tindakan-tindakan yang perlu sesuai dengan hukum nasional untuk menghindari menyebarnya informasi yang menyebabkan korban anak dapat dikenali, serta menyediakan jaminan keselamatan untuk para korban anak dan para keluarganya dan para saksi atas nama mereka dari intimidasi dan dendam. b. Menjamin bahwa dalam sistem

peradilan pidana, memperlakukan anak-anak yang menjadi korban kejahatan child trafficking dengan pertimbangan kepentingan terbaik untuk anak.

c. Memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran publik dalam skala besar, termasuk kepada anak-anak melalui media yang sesuai. Serta memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai pencegahan dan

(6)

6 dampak yang merugikan dari

kejahatan Child Trafficking. d. Memberikan jaminan kepada

semua anak korban kejahatan child trafficking agar mendapatkan akses yang cukup untuk memperoleh prosedur dan ganti rugi secara hukum, tanpa adanya diskriminasi.

e. Memberikan perawatan, seperti: pemulihan fisik dan mental kepada anak-anak yang telah menjadi korban perdagangan anak dan pemulangan ke tempat asal, serta menyediakan bantuan keuangan, teknis atau bantuan lainnya melalui program multilateral, regional, bilateral atau yang lain.

Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child) pertama kali berlaku di Indonesia, tepatnya pada tanggal 5 Oktober 1990. Setelah sebelumnya melalui Keputusan Presiden No.36 Tahun 1990, tertanggal 25 Agustus 1990, Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak. . Di Indonesia sendiri impelementasi Konvensi Hak Anak, secara legislasi pemerintah telah melakukan upaya dengan dikeluarkannya Keppres No. 36 Tahun 1990, UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perlindungan Anak, serta aturan-aturan terkait lainnya. Dalam hal ini ada beberapa peraturan perundang-undangan

yang dibuat sebagai bagian dari implementasi Konvensi Hak-hak Anak di Indonesia adalah:

1. UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

2. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

3. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

4. UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

5. UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Hak anak sebagaimana diabadikan dalam Konvensi adalah hak anak-anak atas asuhan dari orang tua mereka sendiri, wajib belajar dan pendidikan dasar yang cuma-cuma, pencapaian standar kesehatan tertinggi, jaminan sosial dan ketentuan untuk istirahat dan rekreasi. Jika anak-anak terpaksa atau tidak harus bekerja, maka berarti bisa menempatkan anak-anak tersebut dalam kategori berbahaya dan memengaruhi proses tumbuh kembang anak secara wajar. Secara universal anak mempunyai hak asasi manusia yang dilindungi hukum, bahkan berlaku sejak dalam kandungan, karena itu anak juga berhak mendapat perlindungan hukum atas segala kegiatan yang mengarah pada pertumbuhan maupun perkembangan di masa mendatang.

(7)

7 Dalam hal ini Indonesia melakukan

kerjasama dalam bentuk bantuan timbal balik ( Mutual Legal Assistance ). Mutual Legal Asistance merupakan suatu perjanjian timbal balik antara dua negara terhadap suatu kejahatan yang di dalamnya telah di tentukan mengenai prosedur dan persyaratan dan pelaksanaan yang harus dipenuhi oleh negara yang mengajukan permintaan bantuan. Di dalam prakteknya Mutual Legal Asistance menyangkut mengenai prosedur, persyaratan dan proses hukum dalam melayani atau menerima permintaan bantuan tindakan hukum dari negara lain kepada Indonesia dan sebaliknya. Saat ini Indonesia telah mempunyai perjanjian Mutual Legal Asistance dengan Australia yang berhubungan dengan bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Kemudian dengan Hongkong, berkenaan dengan penyerahan pelanggaran hukum yang melarikan diri. Negara lain yang juga telah mempunyai perjanjian MLA dengan Indonesia adalah China. Selain itu Indonesia juga mengadakan perjanjian Ekstradisi dengan beberapa negara guna meminimalisir kejahatan trafficlking tersebut, yaitu : Malaysia, Philipina, Thailand, Australia, dan Hongkong. Berikut adalah beberapa tindak kejahatan yang dapat diekstradisi pada masing-masing negara :

a. Antara Indonesia dengan Malaysia

Yaitu : pembunuhan dengan berencana dan maker untuk melakukan pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, penganiayaan, perampasan kemerdekaan seseorang secara melawan hukum, perdagangan budak, kejahatan yang dilakukan terhadap wanita dan gadis, dan lain-lain.

b. Indonesia dengan Philipina Yaitu : pembunuhan berencana, pembunuhan atau bapak ibu sendiri, pembunuhan anak dan pembunuhan lainnya, perkosaan, perbuatan cabul dengan kekerasan, persetubuhan yang tidak sah dengan atau terhadap wanita di bawah umur yang di tentukan oleh hukum pidana dari masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian, penculikan anak, penganiayaan berat yang mengakibatkan cacat badan, dan lain-lain. c. Indonesia dengan Thailand

Yaitu : pembunuhan dengan rencana, pembunuhan, penculikan dan penculikan anak, penganiayaan, perampasan kemerdekaan

(8)

8 seseorang secara melawan

hukum, perdagangan budak, kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap wanita, pencurian dengan pengrusakan, pencurian dan tindak pidana yang bersangkutan dengan tindak pidana yang bersangkutan dengan pencurian, pencurian dengan kekerasan, pemalsuan, dan lain-lain.

d. Indonesia dengan Australia Yaitu : pembunuhan berencana, kejahatan yang menyebabkan kematian orang, kejahatan terhadap hukum mengenai pengguguran kandungan, membantu atau membujuk atau menasehati atau memberikan sarana kepada orang lain untuk melakukan tindakan bunuh diri, dengan maksud jahat dan berencana melakukan atau mengakibatkan luka berat, penyerangan di kapal atau pesawat udara dengan maksud membunuh atau menyebabkan luka berat, perkosaan atau penyerangan seks, perbuatan cabul dengan kekerasan, dan lain-lain.

e. Indonesia dengan Hongkong Yaitu : pembunuhan berencana, membantu atau menimbulkan tindakan bunuh diri, pelanggaran bukan yang bersifat seksual termasuk perkosaan, pelecehan seksual, penculikan, ancaman yang bersifat kriminal, pelanggaran hukum mengenai obat-obat berbahaya, pelanggaran hukum terhadap undang-undang mengenai kebangkrutan, dan lain-lain.

Adapun beberapa cara yang dilakukan untuk mencegah perdagangan anak, antara lain:

a. Membentuk community education b. Memperbaiki kualitas pendidikan

dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan c. Mendukung keberlanjutan

pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar

d. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan e. Menyediakan pelatihan

(9)

9 keuangan untuk memfasilitasi

usaha sendiri

f. Merubah sikap dan pola fikir keluarga dan masyarakat terhadap trafiking anak.

g. Memberikan sanksi yang berat

SIMPULAN

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan Konvensi Hak Anak terhadap korban perdagangan anak yaitu memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan anak. Menginformasikan kepada para korban anak mengenai hak-hak mereka, peran dan lingkup mereka, pemilihan waktu dan perkembangan penyelesaian kasus mereka, memberikan dukungan pelayanan yang layak kepada korban secara selama proses hukum, memberikan perlindungan yang layak kepada rahasia pribadi dan identitas anak dan mengambil tindakan-tindakan yang perlu sesuai dengan hukum nasional untuk menghindari menyebarnya informasi yang menyebabkan korban anak dapat dikenali, menyediakan jaminan keselamatan untuk para korban anak, seperti pemulihan fisik dan mental. Serta melindungi para keluarganya dan para saksi atas nama mereka dari intimidasi dan dendam. Bentuk implentasi Konvensi Hak Anak di Indonesia, antara lain berupa peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang berkaitan dengan masalah anak, seperti UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Conventi on on The Right of The Child. Selain didalam perundang-undangan, Indonesia juga melakukan hubungan internasional untuk mengatasi tindak pidana child trafficking, dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik (Mutual Legal Asistance) dan mengadakan perjanjian ekstradiksi dengan negara-negara lain.

DAFTAR PUSTAKA

Dadang Garnida, dkk. 2001. Ekstradisi

Bansional Central Bureau Interpol Indonesia, Jakarta.

E. Maruapey, “Trafficking Perangkap Maut Bagi Wanita & Anak-anak”, Forum Hukum Volume 4 No. 3, 2007

Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: SINAR GRAFIKA

Gosita, Arief,1991. Masalah Perlindungan Anak, Liberty Yogyakarta.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2002, Rencana Aksi Nasional Penghapusan Trafficking Perempuan dan Anak, Jakarta.

(10)

10 Maraknya terjadi perdagangan wanita dan

anak, Kompas, 10 Mei 2001

Sutedgjo, Wagianti, 2006, Hukum Perlindungan Anak, Bandung: PT. Rafika

Aditamah.

Suyanto, Bagong, 2013. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Soekanto, Soejono, pengantar penelitian hukum, UP Press. Jakarta.

Pencegahan dan Pemberantasan

Perdagangan Anak dan Perempuan, Batam Pos, 8 Agustus 2007

Prinst, Darwin, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata nilai hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kon- trol.Terdapat peningkatan hasil belajar siswa setelah pembelajaran menggunakan

Ansietas merupakan salah satu emosi yang subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu

dan difahami tanpa perlu pengulangan dalam berbagai perbahasan yang ada dari berbagai pendapat tersebut. Sayyid Abdurrahman Ba’lawi menyusun kitab ini secara

Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh variabel keamanan, kesadaran masyarakat, pungutan liar, sumber daya manusia, dan sumber daya alam terhadap pendapatan

Dalam penelitian ini penulis akan melaksanakan suatu pembelajaran yang berkaitan dengan kondisi yang telah penulis amati selama melakukan penelitian atau observasi

Pedagogi kritis, tambahnya, menawarkan pisau untuk melakukan kritik terhadap pandangan-pandangan lama yang sudah ketinggalan jaman, merumuskan pandangan baru tentang

Perbincangan berikutnya adalah berkaitan dengan ringkasan analisis HLM Dua Aras terhadap pengaruh variabel Konteks Pengajaran iaitu sokongan Persekitaran Sekolah, kualiti

Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah