• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN BULANAN JULI 2016 BALAI BESAR PENELITIAN VETERINER BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN BULANAN JULI 2016 BALAI BESAR PENELITIAN VETERINER BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAPORAN BULANAN

JULI 2016

BALAI BESAR PENELITIAN VETERINER

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

(3)
(4)

Nomor : Juli 2016

Lampiran : 1 (satu) eksemplar

Hal : Laporan Bulan Juli 2016

Yth. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jln Ragunan No 29, Pasar Minggu

Jakarta Selatan

Bersama ini kami sampaikan Laporan Bulanan Balai Besar Penelitian Veteriner untuk bulan Juli 2016 yang mencakup: Penelitian dan Manajemen BB Litvet (SDM, Aset, dan Keuangan per 30 Juni 2016).

Demikian laporan ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Kepala Balai Besar,

Dr. drh. Hardiman, MM.

NIP. 195609071991031001

Tembusan :

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN ……….…………. 2

BAB II PENELITIAN ………... 3

BAB III DISEMINASI ... 11

BAB IV

BAB V

MANAJEMEN BB LITVET: SDM, ASET DAN KEUANGAN ...

PENUTUP...

13

(6)

BAB I PENDAHULUAN

Penelitian dan pengembangan mempunyai peran penting dalam mencapai visi dan misi Kementerian Pertanian untuk mewujudkan sistem pertanian bio-industri berkelanjutan. Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) adalah Unit Pelaksana Teknis yang berada di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian)-Kementerian Pertanian dengan tugas dan fungsi melaksanakan kegiatan penelitian di bidang veteriner.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BB Litvet mempunyai visi : ”Sebagai institusi penelitian terkemuka dalam menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi veteriner untuk peningkatan produksi peternakan dalam mendukung terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani”.

Sesuai dengan program Badan Litbang Pertanian yang diarahkan untuk penciptaan inovasi teknologi dan varietas unggul berdaya saing dan inovasi teknologi, diseminasi dan kerjasama, maka BB Litvet berperan-serta mendukung program tersebut melalui penyediaan inovasi teknologi veteriner untuk memecahkan permasalahan-permasalahan terkait aspek kesehatan hewan (keswan), kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet), keamanan pakan dan pangan secara lebih cepat, akurat, efektif dan efisien.

Untuk menunjang pencapaian tujuan tersebut sumber daya manusia (SDM) yang amanah, profesional, berintegritas tinggi dan bertanggungjawab merupakan bagian terpenting dalam melaksanakan tugas dan fungsi BB Litvet. SDM tersebut harus memiliki karakter dengan persyaratan kompetensi tertentu untuk menjamin pelaksanaan kegiatan penelitian agar berjalan dengan baik sesuai dengan harapan. Selain SDM, perlu didukung sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai.

(7)

3

BAB II PENELITIAN

Studi epidemiologi dampak cemaran aflatoksin pada pakan terhadap kesehatan ternak unggas

Kualitas pakan ternak sangat tergantung pada kualitas bahan bakunya, antara lain jagung yang merupakan komposisi terbanyak. Kualitas pakan tersebut akan menurun jika ditumbuhi oleh kapang pencemar. Iklim tropis di Indonesia dengan curah hujan, kelembaban, dan suhu yang tinggi sangat cocok bagi perkembangbiakan kapang pencemar seperti Aspergillus spp pada bahan pakan ternak. Spesies kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus dalam pertumbuhannya akan menghasilkan metabolit sekunder yaitu aflatoksin.

Aflatoksin akan mempengaruhi pertumbuhan unggas, karena menurunkan effisiensi pakan serta menyebabkan kerusakan organ hati dan ginjal. Selain itu juga akan melemahkan sistem imun baik seluler maupun humoral, dan pada ternak yang sensitif akan lebih peka terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit. Gambaran tersebut belum cukup menjelaskan sejauh mana pengaruh cemaran aflatoksin pada produk pertanian dan bahan pakan ternak terhadap kesehatan ternak unggas di Indonesia. Dengan dasar pertimbangan tersebut, dilakukan penelitian dengan judul “Studi

epidemiologi dampak cemaran aflatoksin pada pakan terhadap kesehatan ternak unggas”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi (data) Epidemiologi Kontaminasi aflatoksin pada pakan dan residu aflatoksin pada produk ternak ayam (karkas, hati dan telur), dan dan dampaknya terhadap kesehatan unggas.

Kajian epidemiologi prospektif, survei lintas-seksional dilakukan guna memperoleh data residu aflatoksin pada produk unggas (ayam petelur, broiler), sekaligus untuk memberikan ilustrasi (situasi) penyebaran cemaran aflatoksin B1 dan dampaknya pada kesehatan ayam. Lokasi survei lintas-seksional cemaran aflatoksin pakan unggas dilakukan di lokasi/kawasan usaha peternakan ayam ras broiler dan petelur di Propinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Bandung dan Bekasi).

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik tahapan ganda (two stage sampling), dengan Kabupaten sebagai unit sample primer, dan kecamatan sebagai unit sampling sekunder, selanjutnya pemilihan peternak (kandang unggas broiler dan layer sektor 3) menggunakan convinient sampling, sedang pemilihan pakan dan ayam secara acak (random sampling), (Budiharta dan Suardana, 2007). Lokasi penelitian di tiga kabupaten

(8)

yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bandung, sampel diambil dari kandang milik peternak ayam sektor 3 yang tersebar di 24 kecamatan (Tabel 1).

Di setiap kandang yang terpilih diambil sampel pakan dan darah secara acak. Beberapa ayam yang sakit diterminasi dan diperiksa untuk melihat kelainan Patologi Anatomi (PA), yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi di laboratorium Patologi BB Litvet. Produk unggas (daging ayam, hati, telur) untuk diuji residu aflatoksin dikoleksi selain dari peternak juga dari pasar dan TPA.

Tabel 1. Lokasi Pengambilan sampel di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bandung. Kabupaten Bogor (11 Kecamatan) Kabupaten Bekasi (7 Kecamatan) Kabupaten Bandung (6 Kecamatan) Kecamatan Tamansari Kecamatan Tambun Kecamatan Arjasari Kecamatan Dramaga Kecamatan Cibitung Kecamatan Cimaung Kecamatan Tenjolaya Kecamatan Tembalang Kecamatan Cangkuang Kecamatan Ciampea Kecamatan Pembayuran Kecamatan Soreang

Kecamatan Parung Kecamatan Setu Kecamatan Pangalengan

Kecamatan Gn. Sindur Kecamatan Sukakarya Kecamatan Kutawaringin Kecamatan Cibinong Kecamatan Sukatani

Kecamatan Tajur Halang Kecamatan Jonggol Kecamatan Cibungbulang Kecamatan Cicadas

Analisis aflatoksin dalam sampel pakan dilakukan dengan menggunakan metode ELISA yang telah dikembangkan di BB Litvet (Rachmawati, 2005), dan aflatoksin dalam serum dianalisis dengan menggunakan metode ELISA dengan format kompetitif langsung (El-Farrash et al., 2008). Selanjutnya dianalisis dengan kit ELISA (Rachmawati, 2005). Titer antibodi terhadap ND dan HPAI diukur dengan uji haemagglutination inhibition (HI) sesuai dengan prosedur dari OIE (OIE 2012). Aflatoksin dalam sampel jaringan berupa daging dan hati ayam diekstraksi dengan menggunakan metode khromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang dikembangkan oleh Herzalah (2013). Analisis aflatoksin dan metabolitnya dilakukan dengan KCKT menggunakan kolom µ-Bondapak C18 dan 4 detektor fluoresensi pada

panjang gelombang eksitasi 365 nm dan emisi 425 nm, serta fasa gerak metanol-asam asetat-air (15:20:65) dengan kecepatan alir 1 ml/menit (Maryam et al., 2003).

Unggas sakit dan unggas sehat dikoleksi untuk diperiksa derajat kerusakan organ. Ayam diterminasi dan organ hati, ginjal, paru-paru dan otak diperiksa perubahan PA. Selanjutnya dari sampel ayam yang secara PA menunjukkan gejala aflatosikosis dan penyakit lain dikoleksi sampel organnya, disimpan dalam larutan BNF 10% untuk diproses

(9)

5

menjadi slide histopatologi dengan metode konvensional. Kerusakan organ ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan slide histopatologi secara mikroskopis.

Hasil analisis menunjukkan bahwa insidensi cemaran aflatoksin pada pakan ayam komersial di lokasi penelitian cukup tinggi yaitu di atas 80%, kecuali di Kabupaten Bogor 72.73% pada tahun 2015 (Tabel 2).

Tabel 2. Kejadian AFB1 pada pakan ayam di lokasi Penelitian (2014 – 2015)

LOKASI Jumlah Sampel Hasil analisis AFB1 pada pakan Insidensi (%) Mean + SE Kisaran 2014 Kabupaten Bogor 240 227 (94.58) 5.21 + 0.63 0.04 - 82.36 Kabupaten Bekasi 156 134 (85.90) 0.84 + 0.14 0.03 - 13.11 Kabupaten Bandung 137 133 (97.08) 2.36 + 0.34 0.03 - 24.20 Jumlah 533 494 (92.68) 3.35 + 0.32 0.03 - 82.36 2015 Kabupaten Bogor 110 80 (72.73) 3.85 + 0.69 0.03 - 30.31 Kabupaten Bekasi 40 40 (100) 3.30 + 0.52 0.03 - 13.92 Kabupaten Bandung 32 32 (100) 2.05 + 0.36 0.11 - 8.79 JUMLAH 182 152 (83.52) 3.00 + 0.37 0.03 - 30.31 TOTAL 715

Apabila dilihat per lokasi, mean (rataan) nilai cemaran AFB1 di Kabupaten Bogor, yaitu 5.21+0.63 ppb pada tahun 2014 dan 3.85+0.69 ppb pada tahun 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan rataan di kabupaten lainnya. Sedangkan rataan cemaran aflatoksin di 3 lokasi dari sampel yang diambil pada tahun 2014 dan 2015 memiliki konsentrasi yang hampir sama yaitu 3.35+0.32 di tahun 2014 dan 3.00+0.37 di tahun 2015.

Dari data tersebut terlihat kejadian cemaran AFB1 cukup tinggi, namun rataan konsentrasi AFB1 di lokasi penelitian masih di bawah ambang batas maksimum regulasi SNI aflatoksin pada pakan 50ppb (SNI 2009a dan SNI 2009b) dan juga masih di bawah batas maksimal AFB1, 20 ng/g (ppb), pada pakan ayam yang diijinkan oleh regulasi Eropa (FAO, 2004). Level kontaminasi aflatoksin B1 yang melebihi 50 ppb ditemukan pada sampel pakan ayam yang diambil pada tahun 2014 sebesar 0.40% (2/494 sampel positif), sedangkan kadar AFB1 dengan konsentrasi >20, sebesar 2.63% (13/494) dan 1.97% (3/152) masing-masing dari sampel pakan yang diambil pada tahun 2014 dan 2015.

(10)

Sebanyak 110 sampel pakan ayam petelur diambil dari kabupaten Bogor. Kejadian cemaran AFB1 pada pakan ayam petelur di Kabupaten Bogor 82.73% (91/110), rataan kosentrasi relatif lebih tinggi yaitu 7.47+0.69 ppb dengan kisaran 0.10-82.36 ppb.

Insidensi positif AFB1 pada sampel serum yang diambil pada tahun 2014 relatif lebih rendah yaitu 33.62% (155/461), dibandingkan dengan sampel yang diambil pada tahun 2015, dengan tingkat kejadian 84.15% (154/183) (Tabel 3). Insidensi AFB1 pada serum di Kabupaten Bogor lebih tinggi dibandingkan di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bandung. Konsentrasi AFB1 di dalam serum dengan kisaran 0.00-4.72 ppb, rataan terendah adalah 0.07+0.08 ppb di Kabupaten Bekasi (2014) dan tertinggi 0.43+0.04 ppb di Kabupaten Bandung (2015).

Tabel 3. Kejadian AFB1 pada serum ayam di lokasi penelitian

LOKASI Jumlah Sampel

Hasil analisis AFB1 pada serum Insidensi (%) Mean + SE (ppb) Kisaran (ppb) 2014 Kabupaten Bogor 191 109 (57.07) 0.20+0.03 0.00-2.88 Kabupaten Bekasi 145 18 (12.41) 0.07+008 0.00-0.41 Kabupaten Bandung 125 28 (22.40) 0.43+0.04 0.00-4.72 Jumlah 461 155 (33.62) 0.15+0.02 0.00-472 2015 Kabupaten Bogor 95 92 (96.84) 0.11+0.02 0.01-1.02 Kabupaten Bekasi 40 28 (70) 0.26+0.10 0.00-3.02 Kabupaten Bandung 48 34 (70.83) 0.01+0.00 0.00-0.02 Jumlah 183 154 (84.15) 0.11+0.02 0.00-3.02

Tabel 4. Distribusi seropositif Antibodi AI H5 dan antibodi ND

Lokasi Jumlah Sampel Jumlah Pos Ab AIH5 (%)

Mean titer Ab. ( CI ) log2 Jumlah Pos Ab. ND (%) Mean titer ( CI ) log2 Bogor 65 8 (12.31) 6.75 (5.47-8.03) 31 (47.69) 5.48 (3.92-7.05) Bekasi 32 0 - 14 (43.75) 6.07 (5.34-6.80) Bandung 25 0 - 8 (32) 4.25 (3.79-4.71)

(11)

7

Hasil serologi terhadap Antibodi AI-H5 di Kabupaten Bogor 12.31% (8/65), rataan titer 6.75 log2 dengan Confident interval (CI) 5.47-8.03. Serum dari Kabupaten Bekasi dan Bandung yang diuji semuanya menunjukkan hasil negatif terhadap antibodi AI-H5 (Tabel 4). Pada umumnya ayam yang diambil sampel darah divaksin pada umur 0-4 hari dengan vaksin killed ND-AI, sampel darah diambil dari ayam umur 3-4 minggu.

Hasil seroprevalensi ND di masing-masing Kabupaten adalah 47.69% di Kabupaten Bogor, 43.75% di Kabupaten Bekasi, dan 32% di Kabupaten Bandung (Tabel 4). Dari data ini mengindikasikan lebih dari 50% sampel uji tidak memiliki antibodi terhadap ND.

Hasil pemeriksaan PA dan histopatologi dari semua sampel ayam yang dikoleksi ditemukan perubahan pada beberapa organ hati seperti perubahan yang ditemukan pada ayam yang diberi pakan yang mengandung AFB1. Perubahan berupa proliferasi bile duct, hiperplasi bile duct, degenerasi vakuolar sel hepatosit mulai yang ringan sampai parah, inflamasi di periportal ditemukan pada 7 ekor ayam dari Bogor, 6 ekor ayam dari Bandung dan 3 ekor ayam dari Bekasi. Namun perubahan yang terjadi pada sampel ayam ini belum tentu hanya disebabkan oleh keracunan AFB1 karena pada ayam tersebut juga ada indikasi terinfeksi penyakit lainnya. Hasil pemeriksaan terhadap organ ayam sampel tahun 2015, menunjukkan semua ayam (45 ekor) terinfeksi E. coli dengan derajat ringan hingga derajat parah. Sebagian besar ayam telah terinfeksi E. coli kronis, dengan gambaran PA menunjukkan adanya selaput fibrinous yang menyelaputi organ seperti jantung, hati, ginjal dan paru-paru, kadang-kadang ditemukan omphalitis, peritoneum, pericardium dan airsac terlihat keruh dan menebal, kadang ditemukan perkejuan. Penyakit lainnya yang terindikasi menginfeksi ayam sampel diantaranya IBD, Salmonellosis, Myelositosis, Marek’s, Reovirus infeksi dan Coccidiosis serta dicurigai AI/ND (Tabel 5).

Tabel 5. Penyakit yang terindikasi ditemukan pada sampel-sampel ayam yang dikoleksi (n=45*)

Lokasi

(n)* IBD E coli Salmonellosis Myelositosis Reovirus Marek's Coccidiosis

Bogor 3 15 3 2 0 3 0

Bandung 5 15 4 2 0 0 1

Bekasi 11 15 0 1 1 0 0

*) Jumlah sampel ayam yang diperiksa dari setiap Kabupaten = 15 ekor

Infeksi penyakit tersebut dapat terjadi karena kondisi ayam yang lemah karena sebelumnya terinfeksi E. coli atau karena ayam mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi AFB1 secara terus menerus. Hal ini dikuatkan dengan hasil analisis AFB1 pada serum,

(12)

bahwa 84.15% dari sampel yang diperiksa mengandung antibodi AFB1. Hasil penelitian ini membuktikan, ayam yang mengkonsumsi pakan terkontaminasi AFB1 meskipun dengan konsentrasi rendah, pada serumnya terdeteksi antibodi AFB1. Akumulasi AFB1 pada tubuh ayam berpengaruh dalam pembentukan antibodi terhadap penyakit ND dan AIH5. Lebih dari 50% sampel uji tidak memiliki antibodi terhadap ND dan hanya 12% sampel uji positif

antibodi AI-H5. Tantangan dalam mendiagnosis mikotoksikosis dalam hal ini kasus

aflatoksikosis pada unggas adalah gejala klinis bersifat non-spesifik, sehingga menyulitkan untuk mengambil tindakan yang tepat. Gejala mikotoksikosis mirip dengan gejala yang diakibatkan oleh manajemen, gizi dan kesehatan unggas yang buruk. Oleh karena itu, untuk mengkonfirmasi mikotoksikosis pada unggas di peternakan, biasanya dilakukan dengan menggabungkan hasil analisis mikotoksin pakan dengan gejala klinis dan kelainan patologi maupun histopatologi. Tingkat kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak pada penelitian ini tidak cukup tinggi untuk menyebabkan penyakit dengan gejala klinis yang jelas, tetapi dapat mengakibatkan kerugian ekonomi melalui perubahan/terhambatnya pertumbuhan dan produksi serta imunosupresi.

Pemeriksaan PA ayam telah dilakukan di lokasi kandang. Pemeriksaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi BB Litvet Bogor. Gambaran PA dan histopatologi sampel ayam asal lapangan yang diperiksa mengarah pada aflatoksikosis. Pada organ hati ditemukan perubahan histopatologi berupa vakuolisasi lemak hati, multifocal nekrosis dan hiperplasia bile duct. Pada Ginjal ditemukan vakuolisasi tubulus proximalis yang menandakan terjadinya degenerasi tubulus.

Pada ayam yang mengindikasikan aflatoksikosis juga ditemukan perubahan yang mengindikasikan terinfeksi penyakit lainnya seperti Infectious Bursal Disease, infeksi E. coli, Marek dan Myelositosis. Perubahan yang disebabkan alfatoksin pada ayam tidak patognomonik, karena perubahan yang sama juga dapat ditemukan pada ayam yang terinfeksi oleh penyakit lain. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosa perubahan yang ditemukan harus ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium lainnya seperti pemeriksaan kadar metabolit aflatoksin dalam serum darah dan kadar metabolit aflatoksin pada karkas.

Hasil analisa residu aflatoksin pada produk unggas disajikan pada Tabel 6. Empat macam metabolit terdeteksi di semua produk (karkas, hati dan telur). Pada organ hati, metabolit AFB1 terdeteksi paling tinggi yaitu 54.88%, sementara di daging dan telur terdeteksi sekitar 47.73%. Namun demikian rataan konsentrasi residu metabolit AFB1 di semua produk (sampel) yang di uji positif, nilainya kurang dari 1 ppb (Tabel 6). Tingkat kejadian residu AFB1 tertinggi ditemukan di organ hati yaitu 54.88%, sementara dari karkas dan telur tingkat kejadian residu AFB1 kurang dari 50% (Gambar 1). Dari hasil analisa terlihat jelas bahwa dari 3 macam sampel produk ayam dapat terdeteksi metabolit residu aflatoksin (G1, B1, G2, dan B2) dan diantara 4 macam metabolit tersebut metabolit AFB1

(13)

9

merupakan metabolit yang kadarnya relatif tinggi ditemukan pada hati dan telur, kecuali AFB2 tertinggi ditemukan di dalam daging. Kadar residu AFB1 tertinggi ditemukan di telur yaitu 1.64 ppb, hal ini dapat dipahami mengingat sampel telur merupakan produk unggas dari ayam petelur dengan masa produksi lebih lama sehingga nilai rataan dan nilai maksimum kadar AFB1nya lebih tinggi dibanding pada hati dan daging.

Tabel 6. Hasil Analisa Residu Aflatoksin pada produk Unggas

No. Jenis Sampel Produk Konsentrasi residu Metabolit Aflatoksin (ppb)

G1 B1 G2 B2 1 DAGING/KARKAS (n) = 88 Sampel positif (%) 52 (59.09) 42 (47.73) 31 (35.23) 61 (69.32) RATAAN 0.24+0.11 0.26+0.04 0.04+0.01 0.12+0.04 Kadar Teringgi 0.74 1.22 0.13 1.50 2 HATI (n) = 82 Sampel positif (%) 33 (40.24) 45 (54.88) 42 (51.22) 44 (53.66) RATAAN 0.62+0.11 0.22+0.04 0.09+0.02 0.08+0.02 Kadar Teringgi 2.79 1.37 0.56 0.45 3 TELUR (n) = 36 Sampel positif (%) 24 (66.67) 17 (47.22) 5 (13.89) 17 (47.22) RATAAN 0.15+0.04 0.35+0.1 0.02+0.004 0.03+0.01 Kadar Teringgi 1.024 1.64 0.0304 0.1192

Gambar 1. Tingkat kejadian residu metabolit aflatoksin (G1, B1, G2 dan B2) pada produk unggas.

(14)

Data residu metabolit aflatoksin pada produk ungags, diambil dari pasar dan dari kandang peternak. Pada ayam yang terpapar aflatoksin, selain AFB1 juga terdeteksi adanya AFB2 dengan rasio kontaminasi yang bervariasi bercampur dengan aflatoksni G1 dan G2.

Data menunjukkan bahwa kadar tertinggi AFB1 pada daging dan hati yang berasal dari pasar lebih tinggi di bandingkan dari kandang peternak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain umur ayam, lama paparan, dan konsentrasi paparan toksin. Sampel yang diambil dari pasar dipilih yang secara PA abnormal seperti adanya pembendungan,

hemorrhage, ada bercak pada hati dll.

Hasil penelitian menunjukkan insidensi cemaran aflatoksin pada pakan ayam komersial sektor 3 di lokasi penelitian cukup tinggi yaitu di atas 80%, kecuali di Kabupaten Bogor 72.73% pada tahun 2015. Rataan konsentrasi cemaran aflatoksin di 3 lokasi dari sampel yang diambil pada tahun 2014 dan 2015 masing-masing 3.35+0.32 ppb dan 3.00+0.37 ppb, konsentrasi cemaran ini di bawah regulasi SNI pakan ayam. Insidensi AFB1 dalam serum di Kabupaten Bogor 57.07% pada tahun 2014 dan 96.84% tahun 2015. Insidensi ini lebih tinggi dibandingkan di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bandung. Kisaran konsentrasi AFB1 di dalam serum 0.00-4.72 ppb. Dari 3 lokasi, rataan AFB1 dalam serum yang paling rendah adalah 0.07+0.08 ppb di Kabupaten Bekasi (2014), dan paling tinggi adalah 0.43+0.04 ppb terjadi di Kabupaten Bandung (2015). Data dan informasi epidemiologi cemaran AFB1 pada pakan ayam broiler dari peternakan rakyat di 3 lokasi pada tahun 2014 dan 2015 menunjukkan hasil yang konsisten yaitu dengan rataan cemaran konsentrasi sekitar 3.00-3.35 ppb. Hasil serologi mengindikasikan lebih dari 50% sampel uji tidak memiliki antibodi terhadap ND, sedangkan antibodi terhadap AI-H5 hanya terdeteksi pada sampel serum dari Kabupaten Bogor 12.31% (8/65), mean titer 6.75 log2 dengan Confident Interval (CI) 5.47-8.03.

Gambaran PA dan histopatologi sampel ayam yang diperiksa mengindikasikan aflatoksikosis. Tingkat kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak pada penelitian ini tidak cukup tinggi untuk menyebabkan penyakit dengan gejala klinis yang jelas, tetapi dapat mengakibatkan kerugian ekonomi melalui perubahan/terhambatnya pertumbuhan dan produksi serta imunosupresi.

Diantara 4 macam metabolit aflatoksin (G1, B1, G2, dan B2), metabolit AFB1 merupakan metabolit yang kadarnya relatif tinggi ditemukan pada organ hati dan telur. Tingkat kejadian residu AFB1 tertinggi ditemukan di organ hati yaitu 54.88%, sementara dari karkas dan telur tingkat kejadian residu AFB1 kurang dari 50%.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan batas nilai maksimum cemaran aflatoksin pada pakan unggas, mengingat dengan tingkat cemaran yang rendah telah memberikan dampak pada kesehatan unggas.

(15)

11

BAB III DISEMINASI

Kegiatan diseminasi yang dilaksanakan oleh Seksi Pendayagunaan Hasil Penelitian (PHP), Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) pada bulan Juni 2016 adalah Pameran Hari Susu Nusantara (HSN) dan Public Hearing Sosialisasi SOP Pelayanan Publik BB Litvet

Pameran HSN 2016

Penyelenggaraan Hari Susu Nusantara (HSN) tahun 2016 dipusatkan di Gedung Graha Samantha Krida Universitas Brawijaya Malang. Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari, yaitu Rabu 1 Juni sampai Kamis 2 Juni 2016 secara resmi dibuka Dirjen PKH dengan acara Puncak pada tanggal 2 Juni 2016. Tema kegiatan HSN adalah “Sehat, cerdas, sejahtera dengan minum dua gelas susu segar setiap hari”.

Pada kegiatan tersebut BB Litvet bersama-sama dengan Puslitbangnak atas nama Badan Litbang Pertanian berpartisipasi pada kegiatan pameran. Materi yang dipamerkan adalah produk inovasi teknologi BB Litvet yang terkait dengan ternak perah diantaranya obat scabies, obat herbal untuk infeksi kulit, teknologi diagnosa untuk bahan pakan Kit Elisa Aflatoksin, Fumonisin, teknologi diagnosa penyakit Felisavet, vaksin IBR dan beberapa jenis antigen untuk kelengkapan diagnosa dengan materi yang ditampilkan baik dalam bentuk prototype produk maupun brosur dan poster.

Public Hearing Sosialisasi SOP Pelayanan Publik BB Litvet

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik di BB Litvet, pada tanggal 27 Juni 2016 bertempat di aula BB Litvet telah diadakan sosialisasi Standard Operasional Procedur (SOP) Pelayanan Publik BB Litvet dengan tema “Public Hearing SOP Pelayanan Publik BB Litvet“ sekaligus untuk mendapat umpan balik guna penyempurnaan dari mitra dan khalayak pengguna.

Acara dibuka oleh Dr. drh. RM Abdul Adjid (Kabid Program dan Evaluasi) yang mewakili Kepala BB Litvet dan dilanjutkan dengan pemaparan tentang Profil BB Litvet. Sosialisasi Standard Operasional Procedur (SOP) BB Litvet dihadiri oleh 48 tamu undangan Unit Kerja Badan Litbang Pertanian, Pemda Kab. Bogor, Instansi terkait, Mitra Swasta dan Mahasiswa. Adapun materi sosialisasi SOP pelayanan publik yang dipresentasikan adalah 1. SOP Kerjasama, Magang/Pelatihan (Dr. drh. Andriani, MSi. / Kepala Seksi Kerjasama) 2. SOP Pelayanan Dagnostik (Harimurti Nuradji, Ph.D. / Unit Pelayanan Diagnostik)

(16)

(17)

13

BAB IV

SUMBER DAYA MANUSIA, ASET DAN KEUANGAN

Sumber Daya Manusia

Sebagai penjabaran visinya, salah satu misi Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) adalah menghasilkan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi serta kebijakan veteriner yang sesuai dengan dinamika kebutuhan pengguna yang berguna untuk mewujudkan pertanian bio-industri berkelanjutan. Untuk menjalankan misi tersebut, BB Litvet perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan berkarakter dengan persyaratan kompetensi tertentu. Persyaratan kompetensi bagi SDM peneliti merupakan persyaratan yang mutlak diperlukan untuk menjamin terselenggaranya kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkualitas. Disamping itu, persyaratan kompetensi tersebut diarahkan agar SDM BB Litvet dapat menjadi lebih profesional dan terampil dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. BB Litvet memberikan prioritas tinggi terhadap peningkatan kualitas SDM dalam menjamin tersedianya tenaga handal dalam melaksanakan program penelitian pertanian.

Pegawai BB Litvet pada akhir bulan Juni 2016 berjumlah 236 orang. Seluruh pegawai tersebar di berbagai bagian, bidang dan kelompok peneliti. Dari jumlah tersebut terdiri dari 221 orang pegawai negeri sipil (PNS), 2 orang calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan 13 orang tenaga kontrak. Distribusi pegawai per 30 Juni 2016 seperti yang diilustrasikan pada Tabel 1, sedangkan rekapitulasi pegawai berdasarkan jabatan fungsional disajikan pada Tabel 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. Selanjutnya, rekapitulasi pegawai berdasarkan golongan dan jenjang pendidikan disajikan pada Tabel 9 dan 10.

Tabel 1. Distribusi Kepegawaian per 30 Juni 2016

No Distribusi Jumlah (orang)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ka Balai

Bagian Tata Usaha

Bidang Program & Evaluasi Bidang KSPHP

Kelti Virologi Kelti Bakteriologi Kelti Parasitologi Kelti Patologi

Kelti Toksikologi dan Mikologi Tenaga kontrak 1 92 6 13 26 32 15 18 20 13 Total 236

(18)

Tabel 2. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Peneliti per 30 Juni 2016

No Nama Fungsional Jumlah

1 2 3 4 Peneliti Utama Peneliti Madya Peneliti Muda Peneliti Pertama 6 13 13 3 Total 35

Tabel 3. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Teknisi Litkayasa per 30 Juni 2016

No Nama Fungsional Jumlah

1 2 3 4

Teknisi Litkayasa Penyelia

Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan Teknisi Litkayasa Pelaksana

Teknisi Litkayasa Pemula

25 11 13 2

Total 51

Tabel 4. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Pustakawan per 30 Juni 2016

No Nama Fungsional Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 Pustakawan Utama Pustakawan Madya Pustakawan Muda Pustakawan Pertama Pustakawan Penyelia Pustakawan Pelaksana Lanjutan

Pustakawan Pelaksana 0 0 0 2 2 0 0 Total 4

Tabel 5. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Arsiparis per 30 juni 2016

No Nama Fungsional Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 Arsiparis Utama Arsiparis Madya Arsiparis Muda Arsiparis Pertama Arsiparis Penyelia

Arsiparis Pelaksana Lanjutan

Arsiparis Pelaksana 0 0 0 0 0 1 0 Total 1

(19)

15

Tabel 6. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Medik Veteriner per 30 Juni 2016

No Nama Fungsional Jumlah

1 2 3 4

Medik Veteriner Utama Medik Veteriner Madya Medik Veteriner Muda Medik Veteriner Pratama

0 0 1 0

Total 1

Tabel 7. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Paramedik Veteriner per 30 Juni 2016

No Nama Fungsional Jumlah

1 2 3

Paramedik Veteriner Penyelia

Paramedik Veteriner Pelaksana Lanjutan Paramedik Veteriner Pelaksana

1 0 0

Total 1

Tabel 8. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian per 30 Juni 2016

No Nama Fungsional Jumlah

1 2 3 4 5 6

Analisis Kepegawaian Madya Analisis Kepegawaian Muda Analisis Kepegawaian Pertama Analisis Kepegawaian Penyelia

Analisis Kepegawaian Pelaksana Lanjutan

Analisis Kepegawaian Pelaksana 1 0 0 1 0 0 Total 2

Tabel 9. Rekapitulasi Pegawai Berdasarkan Golongan/Ruang per 30 Juni 2016

No. Golongan Ruang

A B C D E Jumlah 1 Golongan I - - 9 3 - 12 2 Golongan II 22 15 25 4 - 66 3 Golongan III 12 48 19 43 - 122 4 Golongan IV 7 4 8 1 3 23 Total 43 65 61 51 3 223

(20)

Tabel 10. Rekapitulasi Pegawai Berdasarkan Jenjang Pendidikan per 30 Juni 2016

No Pendidikan terakhir Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 S3 S2 S1 SM D3 D2 SLTA SLTP SD 22 25 23 1 6 2 104 15 25 Total 223 Aset Lahan

BB Litvet memiliki lahan seluas 291.539 m2 (± 29 ha) yang tersebar di tiga lokasi yakni (1) Jalan R.E. Martadinata No.30 Bogor seluas 75.076 m2 untuk gedung perkantoran, laboratorium, bengkel, kandang hewan percobaan dan lain-lain, serta seluas + 400 m2 digunakan untuk mess; (2) Cimanglid seluas 139.525 m2 digunakan untuk kebun rumput,

kandang hewan percobaan, dan lain-lain; (3) Kiaralawang seluas 80.475 m2 sebagai kebun

rumput untuk keperluan pakan hewan percobaan. Produksi rumput setiap bulan jumlahnya sekitar 15 ton dari hasil lahan seluas 60.000 m2.

Gedung Laboratorium

Luas lahan untuk gedung laboratorium adalah 11.832 m2, yang terdiri dari 6 gedung laboratorium yaitu Laboratorium Patologi dan Toksikologi 4.704 m2 (38,21%), Virologi 950 m2 (7,72%), Mikologi 1.280 m2 (10,40%), Parasitologi 1.200 m2 (9,75%) dan Bakteriologi 3.682 m2 (29,90%), Laboratorium Zoonosis 400 m2 (3,25%) dan Laboratorium BSL3 moduler 96 m2 ( 0,78%).

Peralatan Laboratorium

Sampai dengan 30 Juni 2016 jumlah peralatan laboratorium yang kondisinya masih layak/baik yang dimiliki oleh BB Litvet sebanyak kurang lebih 738 unit. Sebagian besar peralatan laboratorium tersebar di laboratorium Patologi, Toksikologi, Virologi, Mikologi, Parasitologi, Bakteriologi, Zoonosis dan BSL3 Moduler yang merupakan 1 kesatuan unit.

(21)

17

Alat utama yang diperlukan untuk identifikasi penyakit hewan dan untuk mendukung kegiatan keamanan pangan antara lain : berbagai jenis Mikroskop, ELISA reader, Real Time-PCR, Konvensional Time-PCR, LCMS, HPLC, GC MS, AAS, Spectrophotometer, DNA Sequencer, pH Meter, Autoclave, Timbangan elektrik, Chicken isolator dan berbagai jenis Biosafety Cabinet maupun Sentrifuse. Sebagai laboratorium pengujian yang terakreditasi SNI ISO/IEC 17025:2008 (ISO/IEC 17025:2005), peralatan yang masuk dalam lingkup kegiatan analisis yang terakreditasi perlu dikalibrasi secara rutin setiap tahun.

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang masih ada di kandang percobaan Bogor sampai dengan 30 Juni 2016 sebagai berikut: hewan ruminansia besar ada 5 ekor sapi (4 ekor untuk peneltian Patologi dan 1 ekor untuk penelitian Bakteriologi); ruminansia kecil ada 4 ekor domba dan 1 ekor kambing untuk penelitian Bakteriologi (sebagai hewan donor); hewan kecil terdiri dari 40 ekor marmut untuk penelitian Bakteriologi, 16 ekor kelinci (9 ekor kelinci untuk penelitian Bakteriologi, 5 ekor kelinci untuk penelitian Patologi, 2 ekor kelinci untuk penelitian Virologi), 21 ekor tikus putih (15 ekor untuk penelitian Patologi dan 6 ekor untuk penelitian Bakteriologi); dan 40 ekor ayam untuk penelitian Virologi.

Keuangan

Dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya, pada tahun 2016 BB Litvet

mengelola anggaran yang bersumber dari APBN (DIPA Nomor: SP

DIPA-018.09.2.237259/2016) yang dialokasikan pada satu program yaitu Program Penciptaan Teknologi dan Inovasi Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan sebesar Rp. 39.241.319.000,-. Alokasi anggaran berdasarkan jenis belanja sbb: (i) Belanja Pegawai sebesar Rp.15.996.301.000,-, (ii) Belanja Barang sebesar Rp.16.064.730.000,- dan (iii) Belanja Modal sebesar Rp. 7.180.288.000,-. Total realisasi anggaran sampai dengan tanggal 30 Juni 2016 sebesar Rp. 16.133.150.699,- atau 41,11% dari total anggaran yang meliputi: (i) Realisasi Belanja Pegawai sebesar Rp 8.868.492.562,- atau 55,44% dari pagu, (ii) Realisasi Belanja Barang sebesar Rp. 6.893.498.137,- atau 42,91% dari pagu, dan (iii) Realisasi Belanja Modal sebesar Rp. 371.160.000,- atau 5,17% dari pagu.

(22)

Perkembangan Pelaksanaan DIPA

Lingkup Unit Kerja : Balai Besar Penelitian Veteriner Tahun Anggaran 2016 Bulan : 30 Juni 2016 No UK/UPT Pagu Anggaran (Rp.000) Keuangan Target Realisasi (Rp.) (%) (Rp.) (%) 1 BB Litvet Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal 15.996.301 16.064.730 7.180.288 7.435.081.000 4.002.049.000 1.953.811.000 46,48 24,91 27,21 8.868.492.562 6.893.498.137 371.160.000 55,44 42,91 5,17 Jumlah 39.241.319 13.390.941.000 34,13 16.133.150.699 41,11

(23)

19

BAB V PENUTUP

Dari penelitian Studi epidemiologi dampak cemaran aflatoksin pada pakan terhadap kesehatan ternak unggas, diperoleh hasil bahwa tingkat kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak pada penelitian ini tidak cukup tinggi untuk menyebabkan penyakit dengan gejala klinis yang jelas, tetapi dapat mengakibatkan kerugian ekonomi melalui perubahan/ terhambatnya pertumbuhan dan produksi serta imunosupresi. Diantara 4 macam metabolit aflatoksin (G1, B1, G2, dan B2), metabolit AFB1 merupakan metabolit yang kadarnya relatif tinggi ditemukan pada organ hati dan telur. Tingkat kejadian residu AFB1 tertinggi ditemukan di organ hati yaitu 54.88%, sementara dari karkas dan telur tingkat kejadian residu AFB1 kurang dari 50%. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pengambil kebijakan dalam menentukan batas nilai maksimum cemaran aflatoksin pada pakan unggas.

Aset yang dimiliki oleh BB Litvet, yaitu berupa lahan, gedung dan peralatan laboratorium, serta hewan percobaan.

Total realisasi anggaran sampai dengan tanggal 30 Juni 2016 sebesar Rp.16.133.150.699,- atau 41,11% dari total anggaran yang meliputi: (i) Realisasi Belanja Pegawai sebesar Rp 8.868.492.562,- atau 55,44% dari pagu, (ii) Realisasi Belanja Barang sebesar Rp. 6.893.498.137,- atau 42,91% dari pagu, dan (iii) Realisasi Belanja Modal sebesar Rp. 371.160.000,- atau 5,17% dari pagu.

Gambar

Tabel 1. Lokasi Pengambilan sampel di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi dan                Kabupaten Bandung
Tabel 2. Kejadian AFB1 pada pakan ayam di lokasi Penelitian (2014 – 2015)
Tabel 4. Distribusi seropositif Antibodi AI H5 dan antibodi ND
Tabel 5. Penyakit yang terindikasi ditemukan pada sampel-sampel ayam yang   dikoleksi                      (n=45*)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Besaran pengaruh yang ditimbulkan oleh perilaku variabel belanja pembangunan terhadap PDRB Kota Semarang, Nilainya yang sebesar 0,147 berarti apabila belanja pembangunan

Setelah perbaikan jalan, yang ditandai dengan permukaan jalan angkut produksi terpelihara, lebar jalan memenuhi syarat lebar minimum jalan angkut, drainase berfungsi dengan baik

Menurut data yang ada di tabel

ketertarikan dalam belajar. Hal ini disebabkan materi belajar sejarah lokal diperoleh dari sekitar kehidupan peserta didik yang diperoleh lingkungan dan masyarakat

Untuk mengetahui seberapa banyak siswa siswi SMA al-muslim kelas X yang memiliki kesadaran dalam melaksanakan sholat wajib dengan tepat waktu, mencari tahu faktor-faktor

Pada menu utama ini terdapat beberapa sub menu yang terdiri dari dosen untuk memanage data dosen, mahasiswa untuk memanage data mahasiswa, mata perkuliahan

Untuk mengantisipasi perbedaan pencatatan sistem kasir dengan kas yang ada di meja kasir salah satu penyebabnya adalah proses pembayaran di lakukan diakhir, setelah pelanggan

….Beberapa dari mereka mengatakan dia adalah Dzulkarnain (si dua tanduk) karena dia mencapai lokasi dua “tanduk” dari matahari, timur dan barat, dimana matahari terbit dan