• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan Minimal Invasif Bedah Anak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (Januari 2008-Agustus 2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelayanan Minimal Invasif Bedah Anak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (Januari 2008-Agustus 2015)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

Laporan Penelitian

Pelayanan Minimal Invasif Bedah Anak di RSUD Dr.

Soetomo Surabaya

(Januari 2008-Agustus 2015)

Ditulis dalam rangka Muktamar Perbani XXIII 5- 8 November 2015 Palembang

Dipersiapkan oleh:

dr. Diaz Adi Pradana

Pembimbing:

dr. Barmadisatrio, Sp.B(K)BA

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 2015

(2)

2

ABSTRAK

Pelayanan Minimal Invasif Bidang Bedah Anak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya (Januari 2008-Agustus 2015)

Diaz Adi Pradana, Barmadisatrio

*Program Studi Ilmu Bedah Anak FK-Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Tindakan Minimal Invasive Surgery (MIS) anak akhir akhir ini mulai banyak dilakukan. Topik yang berkembang mengenai keuntungan Minimal Invasive Surgery (MIS) yang ada saat ini kebanyakan berkembang pada keuntungan MIS dibanding pembedahan anak terbuka. Keuntungan ini bisa berupa penyembuhan luka, teknik, kecepatan, biaya, Length of Stay (LOS) maupun informasi yang baru. Pada laporan ini kami menampilkan data tindakan bedah minimal invasif bidang bedah anak yang dilakukan di RSUD Dr, Soetomo sejak tahun 2008-2015. Laporan ini berusaha memberikan gambaran objektif pengalaman pusat kami dalam penggunaan laparoskopi selama 7 tahun di Divisi Bedah Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya sebagai data dasar untuk kepentingan pertimbangan klinis penggunaan laparoskopi pembedahan anak di Indonesia.

Tujuan: memberikan gambaran tentang pengalaman Divisi Bedah Anak dalam melakukan

laparoskopi selama Januari 2008 hingga Agustus 2015 dan analisis hubungan kondisi penyebab mortalitas bedah minimal invasif. Metode: Penelitian dilakukan di Divisi Bedah Anak FK UNAIR/RSUD. Dr. Soetomo Surabaya pada periode Januari 2008 sampai dengan Agustus 2015. Desain penelitian adalah retrospective descriptive. 76 pasien dari jumlah populasi sebesar 160 pasien diikuti dan diteliti pada studi ini. Analisa statistik menggunakan software paket statistik “R for Mac OS X versi 3.2.1” (AT&T Bell Laboratories, USA). Hasil: Lampiran data penyakit terbanyak, sebaran usiaKelompok usia pada saat dilakukan, diagnosis awal, kondisi Hb sebelum operasi dan jenis tindakan laparoskopi mempengaruhi mortalitas pasien paska operasi. Sedangkan untuk lama rawat inap, jenis operasi dan diagnosis awal mempengaruhi lama rawat inap pada pasien pascabedah laparoskopik.

(3)

3

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perkembangan Minimal Invasive Surgery (MIS) dalam bidang Bedah Anak di Indonesia terus menunjukkan peningkatan. MIS pada bidang Bedah Anak di Indonesia saat ini kebanyakan pada laparoskopi (MIS untuk regio abdomen). Thoracoscopy (MIS untuk regio thoraks) mulai dilakukan juga untuk beberapa kasus. Jenis operasi yang bisa dilakukan menggunakan MIS semakin bervariasi sejak penggunaan laparoskopi untuk cholecystectomy pada anak pada tahun 1991 oleh Holcomb(1). Namun demikian, dalam sebuah laporan survey berskala besar pada tahun 2008 (2), praktek bedah anak di dunia sebagian besar masih menggunakan prosedur terbuka, bahkan banyak dari laporan dokter bedah anak yang tidak merekomendasikan penggunaan MIS pada pasien pediatri. Laporan ini menegaskan bahwa MIS telah memberikan dampak pada bidang Bedah Anak di dunia, namun tidak serta merta menjadi pilihan utama.

Laporan tentang MIS yang ada saat ini kebanyakan berkembang pada keuntungan MIS pada pembedahan anak. Keuntungan ini bisa berupa penyembuhan luka, teknik, kecepatan, biaya, Length of Stay (LOS) maupun informasi yang baru. Namun pada aplikasinya semua keuntungan ini memerlukan pengorbanan, resiko dan kesulitan yang berbanding terbalik, semakin besar harga yang harus dibayar pada semakin kecilnya ukuran pasien. Pada penulisan laporan ini kami berusaha memberikan gambaran objektif pengalaman pusat kami dalam penggunaan laparoskopi selama 7 tahun di Divisi Bedah Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya sebagai data dasar untuk kepentingan pertimbangan klinis penggunaan laparoskopi pada pembedahan anak di Indonesia.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang pengalaman Divisi Bedah Anak dalam melakukan laparoskopi selama Januari 2008 hingga Agustus 2015

(4)

4

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Divisi Bedah Anak FK UNAIR/RSUD.Dr. Soetomo Surabaya pada periode Januari 2008 sampai dengan Agustus 2015.

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah retospective descriptive study dengan data sekunder yang berasal dari data rekam medik. Populasi yang dijangkau adalah semua pasien BedahAnak yang menjalani Laparoskopi pada bulan Januari 2008 hingga Agustus 2015. Metode pengambilan sampel adalah dengan cara purposive

sampling. Sampling dilakukan dengan cara mencari query berdasarkan:1)kata

kunci tindakan ”laparoscopy”; 2) ICD IX-CM 54.21 DAN 3) dikerjakan oleh divisi Bedah Anak RSUD Dr.Soetomo, di database electronic medical record Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Subjek Penelitian

Pasien yang telah menjalani tindakan laparoskopi dengan kodifikasi ICD9-CM 54 termasuk subpoin dibawahnya, memiliki laporan operasi yang lengkap dalam rekam medisnya dan tindakan laparoskopi dikerjakan oleh staf Divisi Bedah Anak RSUD Dr. Soetomo atau residen Bedah Umum atau Bedah Anak senior dibawah bimbingan Staf merupakan kriteria inklusi untuk diikutkan di penelitian ini. Pasien yang telah menjalani tindakan laparoskopi namun menolak untuk dirawat lebih lanjut atau tidak datang pada kunjungan follow-up paska operasi atau pasien yang tindakannya berubah menjadi operasi terbuka tidak diikutkan dalam penelitian ini. Total pasien yang memenuhi kriteria adalah 76 pasien dari jumlah populasi sebesar 160 pasien, 2 pasien tidak diikutkan karena konversi tindakan, sedangkan sebagian besar sampel yang tidak diikutkan karena data rekam medis yang tidak lengkap atau tidak ditemukan tetap kami masukkan untuk perhitungan jumlah tindakan per tahun untuk kepentingan deskriptif.

Analisa Data

Perhitungan analisa statistika deskriptif dan komparasi, pembuatan diagram dan plot untuk penyajian data dilakukan menggunakan paket statistik “R

(5)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pengambilan sampel yang memenuhi kriteria inklusi kami, 76 sampel telah didapatkan.(4) Distribusi dan data deskriptif sampel berdasarkan umur dan berat badan beserta jenis kelamin dapat dilihat di (Tabel 1). Laparoskopi dilakukan pada usia termuda adalah 2 hari dan usia tertua adalah 12 tahun, dengan proporsi laki laki 35 pasien (73%) dan perempuan 11 pasien (23%) dengan 2 pasien (4%) mengalami disambigua genitalia dan semuanya diputuskan untuk menjadi perempuan dengan tindakan vaginourethroplasty.

Tabel 1. Profil pasien bedah anak yang menjalani laparoskopi dari tahun 2008-2015 berdasarkan umur dan berat badan

Kategori Mean Frekuensi (N)

Umur BB

Neonatus 3,5 (±1,5) hari 2,6 (±0,5) kg 8

Bayi 4,7 (±3.3) bulan 5,6 (±2,27) kg 18

Balita 2,6 (±1,7) tahun 17,6 (±6,9) kg 19

Anak 8,9 (±1,9)tahun 39 (±6,3) kg 25

Pada tahun 2008-2015, divisi Bedah Anak RSUD Dr. Soetomo telah melakukan 160 operasi laparoskopi dibawah ICD-9CM 54. Perkembangan jumlah laparoskopi yang dilakukan tahun ke tahun dapat dilihat pada (Gambar 1). Hal ini kami rinci lagi di (Gambar 2) untuk menggambarkan karakteristik jumlah berdasarkan jenis tindakan yang dilakukan. Seperti terlihat pada gambar, tahun terbanyak kami melakukan Laparoskopi adalah pada tahun 2011 dengan 46 operasi (28,8%) dan 3 jenis operasi terbanyak adalah 1) Laparoscopic Assisted

Transendorectal Pullthrough (18,4%); 2) Laparoscopic Herniotomy (17,1%); dan

(6)

6

Gambar 1. Trend Laparoskopi yang dilakukan di divisi Bedah Anak RSUD Dr. Soetomo mulai Januari 2008 hingga Agustus 2015

Gambar 2. Jumlah tindakan laparoskopi berdasarkan jenis tindakan di divisi Bedah Anak RSUD Dr. Soetomo mulai Januari 2008 hingga Agustus 2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah Operasi 4 3 19 46 27 10 30 21 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

(7)

7

Karakteristik berdasarkan diagnosis dapat dilihat pada (Gambar 3). Penyakit terbanyak yang menyebabkan untuk dilakukannya tindakan laparoskopi adalah 1) Hirschprung’s Disease (26,3%); 2) Indirect Inguinal Hernia (17,1%); 3) Undenscensus Testis (10,5%).

Gambar 3. Karakteristik tindakan laparoskopi bedah anak berdasarkan diagnosis penyakit

Kondisi awal sebelum operasi dapat memberikan gambaran bagaimana masukan pasien sebelum dilakukan operasi. Rata rata Hb seluruh sampel (160 pasien) adalah 7,67 (6,0-14,0). Pasien yang hidup saat follow-up memiliki rata rata Hb sebelum operasi lebih tinggi dengan ∆=2.3(95% CI 1,12-2,24) yaitu 10,08 (8,0-14,0) dibandingkan 7,4 (6,0-13,0) pada pasien yang meninggal <48 jam dan >48 jam paska operasi.

1 7 4 3 1 2 5 20 13 3 2 1 1 1 1 1 8 2 0 5 10 15 20 25 Abdominal Tuberculosis Appendicitis Anorectal Malformation Biliary Atresia Cloaca Extrophy Congenital Adrenal Hyperplasia Foregut Obstruction Hirschprung Disease Indirect Inguinal Hernia Infantile Hypertrophic Pylorus Stenosis Inspissated Bile Syndrome Lymphangioma Meckel's Diverticulum Rectovaginal Fistula Teratoma Ulcerative (Chronic) Ileocolitis Undenscensus Testis VP Shunt Malposition

Jumlah Kasus

(8)

8

Gambar 4. Karakteristik mortalitas pada tindakan laparoskopi bedah anak berdasarkan Hb sebelum operasi.

Pada pemeriksaan trombosit dan albumin sebelum operasi tidak ada perbedaan mortalitas yang signifikan dengan rata rata ∆=23.168,25 (95% CI (187.004,96) – 164.128,54) untuk nilai trombosit dan ∆=2.12 (95% CI (3,21) – 4,51) untuk nilai albumin. Hasil uji ANOVA untuk mortalitas berdasarkan jenis operasi menghasilkan p=0.001 dan berdasarkan jenis diagnosis menghasilkan p=0.002.

Hasil Uji ANOVA untuk lama rawat inap berdasarkan jenis operasi dan jenis diagnosis menghasilkan p=0.04 dan p=0.03 dengan α=0.05 menunjukkan ada perbedaan yang signifikan.

Hasil perhitungan Standardized Mortality Ratio, ditemukan bahwa laparoskopi pada kelompok neonatus adalah 1,5 (95% CI 1,2-1,6). Namun pada perhitungan untuk semua tindakan laparoskopi pada semua kelompok umur ditemukan nilai SMR sebesar 0,1 (95% CI 0,02 – 0,5).

DISKUSI

Pada perkembangan bidang Bedah Anak di dunia, istilah MIS merujuk kepada prosedur pembedahan pada dada (“thoracoscopy”) dan pada perut

10.08 7.4 7.4 0 2 4 6 8 10 12

hidup meninggal <48 jam meninggal >48 jam

(9)

9

(“laparoscopy”) (4). Penggunaan MIS pada bidang urologi anak walaupun dilakukan dengan laparoskopi, tidak ikut dipertimbangkan pada MIS pada Bedah Anak (lih. (5,6)). Standar untuk metode MIS untuk bayi dan balita berkembang pada tahun 1990 hingga 2000 oleh Holcomb, Rothenberg dan Georgeson (4). Dekade ini menjadi batu pijakan untuk penggunaan MIS pada bidang Bedah Anak. Perkembangannya dapat dilihat pada tahun 2015, ketika artikel ini dibuat, artikel dan publikasi ilmiah yang menyertakan kata kunci “laparoscopy” dan “pediatry” berjumlah lebih dari 400 pada indeks jurnal MEDLINE, dibandingkan dengan angka 75 total publikasi pada tahun 2000.

Indikator normatif, SMR dari pengalaman laparoskopi kami di RSUD Dr Soetomo mengindikasikan angka mortalitas yang minimal (SMR= 0,1 (95% CI 0.02-0,5) secara klinis, indikator ini tidak berbanding dengan kondisi awal pasien. Di sisi lain, angka dari indikator mengindikasikan juga bahwa variabel yang menggambarkan kondisi awal pasien tidak berbanding dengan mortalitas. Kami menyimpulkan bahwa kondisi ini terjadi karena efektifitas dan keamanan dari tindakan laparoskopi adalah baik secara klinis. Hal ini dikarenakan walaupun kondisi awal pasien buruk sekalipun, angka mortalitas dapat ditekan. Namun pada perhitungan pada kelompok neonatus ditemukan nilai SMR yang lebih tinggi dari 1 (SMR= 1,5 (95% CI 1,2-1,6)) secara statistik hal ini bisa diinterpretasikan sebagai tindakan laparoskopi memberikan mortalitas 1,5 kali lebih tinggi daripada yang diharapkan. Hal ini berbeda dengan temuan dari artikel lain yang mengatakan mortalitas pada semua kelompok seharusnya lebih kecil dari angka ekspektasi (1,2). Kekurangan jumlah sampel untuk kelompok neonatus dan kondisi awal neonatus yang lebih buruk daripada kelompok usia lainnya adalah kemungkinan yang harus dilakukan penelitian lebih lanjut pada pusat kami.

Hasil dari pengalaman kami bahwa diagnosis awal dan jenis laparoskopi mempengaruhi lama rawat inap dan mortalitas (p<0.05) menunjukkan bahwa terdapat kurva belajar yang curam dalam tindakan laparoskopi. Prosedur yang jarang dan sulit seperti PSARP Laparoskopi, membutuhkan pengalaman dan kasus yang banyak untuk melatih koordinasi mata-tangan operator yang menjalankan. Perbaikan kondisi sebelum dilakukan operasi disarankan

(10)

10

dikarenakan adanya perbedaan signifikan mortalitas berdasarkan Hb sebelum operasi (p<0.05).

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi, demam dan penyembuhan luka yang lama. Namun jumlah sampel yang terlalu kecil tentang kejadian komplikasi membutuhkan penelitian yang lebih dalam di masa depan.

KESIMPULAN

Kelompok usia pada saat dilakukan, diagnosis awal, kondisi Hb sebelum operasi dan jenis tindakan laparoskopi mempengaruhi mortalitas pasien paska operasi. Sedangkan untuk lama rawat inap, jenis operasi dan diagnosis awal mempengaruhi lama rawat inap pada pasien pascabedah laparoskopik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terimakasih kepada para guru kami di Divisi Bedah Anak FK Unair-RSUD Dr. Soetomo atas kesabaran dan bimbingannya dalam membantu kami menyelesaikan penulisan ini, teman sejawat kami sesama residen Bedah Anak FK Unair yang membantu selama proses pengumpulan data, kakak dan teman sejawat kami residen Bedah Umum FK Unair yang atas hasil kerja kerasnya membuat laporan kami bisa mendapatkan data yang berkualitas untuk penelitian ini. Serta berbagai pihak yang namanya tidak dapat kami sebut satu per satu.

REFERENSI

1. Holcomb GW III, Olsen DO, Sharp KW. Lap- aroscopic cholecystectomy in the pediatric patient. J Pediatr Surg. 1991;26(10): 1186–1190.

2. Jones VS, Cohen RC. Two decades of minimally invasive pediatric surgery taking stock. J Pediatr Surg. 2008;43(9):1653–1659.

3. R Core Team (2015). R: A language and environment for statistical computing. R Foundation for Statistical Computing, Vienna, Austria. URL http://www.R-project.org/.

(11)

11

4. Holcomb GW, Georgeson K, Rothenberg S. Atlas of Pediatric Laparoscopy and Thoracoscopy. Philadelphia, PA: Saunders/ Elsevier; 2008. p. xvi, 315.

5. Passerotti C, Peters CA. Robotic-assisted laparoscopy applied to reconstructive surgeries in children. World J Urol. 2006; 24(2):193–197.

6. Sweeney DD, Smaldone MC, Docimo SG. Minimally invasive surgery for urologic disease in children. Nat Clin Pract Urol. 2007;4(1):26–38.

Gambar

Tabel  1.  Profil  pasien  bedah  anak  yang  menjalani  laparoskopi  dari  tahun  2008-2015 berdasarkan umur dan berat badan
Gambar 1. Trend Laparoskopi yang dilakukan di divisi  Bedah Anak RSUD  Dr. Soetomo mulai Januari 2008 hingga Agustus 2015
Gambar  3.  Karakteristik  tindakan  laparoskopi  bedah  anak  berdasarkan  diagnosis penyakit
Gambar  4.  Karakteristik  mortalitas  pada  tindakan  laparoskopi  bedah  anak  berdasarkan Hb sebelum operasi

Referensi

Dokumen terkait

Data hasil dari analisis tekstur kayu jati dengan Metode GLCM akan diklasifikasi dengan metode k-NN lalu untuk proses validasi akan dilakukan holdout di mana data yang

Kajian Sosiologi Sastra ” bertujuan untuk mendeskripsikan kritik sosial dalam lirik lagu band Efek Rumah Kaca, dan juga mendeskripsikan relasi kritik sosial yang

Observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung, yakni teknik pengumpulan data di mana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap

る貿易商会はごく少数であったと言え、神戸における英系インド商会の貿易活動の継続

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, terlihat bahwa pemberian nilai bonus pada pembelajaran KKPI dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa di kelas X-GBB

Menurut Kordi (2011) salah satu ikan ekonomis penting yang diketahui berasosiasi dengan padang lamun adalah ikan baronang (Siganus canaliculatus) yang memanfaatkan ekosistem

Berkaca dengan melihat kondisi keunggulan daya saing industri roti unyil merek venus tersebut, maka untuk meningkatkan daya saing produk terhadap tingkat

hiperresponsif dari saluran nafas sehingga menimbulkan gejala berupa batuk, sesak nafas, terasa berat di dada dan mengi yang episodik terutama malam dan pagi hari.. Gejala asma