• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMBUR BALIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN SITU GEDE, KOTA BOGOR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK SOFIATUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAMBUR BALIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN SITU GEDE, KOTA BOGOR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK SOFIATUN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

HAMBUR BALIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN SITU

GEDE, KOTA BOGOR MENGGUNAKAN METODE

HIDROAKUSTIK

SOFIATUN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hambur Balik Substrat Dasar Perairan Situ Gede, Kota Bogor Menggunakan Metode Hidroakustik adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Sofiatun NIM C54120032

(4)
(5)

i

ABSTRAK

SOFIATUN. Hambur Balik Substrat Dasar Perairan Situ Gede, Kota Bogor Menggunakan Metode Hidroakustik. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI.

Analisis nilai hambur balik E1 dan E2 substrat dasar perairan dapat dilakukan dengan menggunakan metode hidroakustik, dimana E1 merupakan pantulan pertama dari suatu echo yang menunjukkan suatu gambaran tentang nilai kekasaran sedangkan E2 merupakan pantulan kedua dari suatu echo yang menunjukkan suatu kekerasan dasar perairan. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis nilai hambur balik E1 dan E2 substrat dasar perairan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2015 di perairan Situ Gede, Kota Bogor dengan 5 titik stasiun pengamatan, pada setiap stasiun dengan perekaman data dilakukan selama 10 menit. Hasil yang diperoleh yaitu nilai E1 rata-rata berkisar antara -55.54 dB sampai -40.15 dB dan nilai E2 berkisar antara -71.32 dB sampai -65.48 dB. Klasifikasi substrat dasar perairan Situ Gede yaitu berupa substrat liat berlumpur.

Kata kunci: hidroakustik, hambur balik, substrat liat berlumpur.

ABSTRACT

SOFIATUN. Backscattering Strength of Bottom Substrate Situ Gede Lake, Bogor City Using Hydroacoustic Methods. Supervised by SRI PUJIYATI.

Analysis of backscattering of E1 and E2 bottom substrate can be using hydroacoustic methods, where E1 is the first reflection of an echo that shows a picture of the value of roughness, E2 is a second reflection of an echo that shows a hardness from bottom surface. The purpose of this study is to analyze the value of backscatter E1 and E2 botttom substrate. Data were collected in December 2015 in the waters of Situ Gede, Bogor City with 5 points observation station, at each station with data recording performed for 10 minutes. The results obtained by the value of the E1 ranged from -55.54 dB to -40.15 dB and the value of the E2 ranged from -71.32 dB to -65.48 dB. Classification of Situ Gede bottom substrate is muddy clay substrate.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

HAMBUR BALIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN SITU

GEDE, KOTA BOGOR MENGGUNAKAN METODE

HIDROAKUSTIK

SOFIATUN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)
(9)

v

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si. NIP. 19671021 199203 2 002

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. NIP. 19640801 198303 1 001

Tanggal Lulus:

Judul : : Hambur Balik Substrat Dasar Perairan Situ Gede, Kota Bogor Menggunakan Metode Hidroakustik

Nama NRP

: Sofiatun : C54120032

(10)
(11)

vii

PRAKATA

Puji syukur panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul HAMBUR BALIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN SITU GEDE, KOTA BOGOR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK sebagai syarat untuk memproleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah, Ibu dan keluarga besar yang telah memberikan do’a dan motivasi kepada penulis

2. Ibu Dr.Ir. Sri Pujiyati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi dan doa kepada penulis

3. Bapak Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan di setiap semester dan selaku Ketua Departemen ITK yang telah memberikan pengesahan skripsi

4. Bapak Prof.Dr.Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku dosen pemeriksa Gugus Kendali Mutu (GKM) yang telah memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi

5. Bapak Dr.Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

6. Bapak Dr. Henry M Manik, S.Pi M.T selaku perwakilan ketua program studi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 7. Bapak/Ibu dosen dan staf di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

atas ilmu dan bimbingannya selama menjalankan studi di IPB

8. Teman-teman ITK 49 yang telah memberikan semangat dan dukungannya selama perkuliahan.

9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak disebutkan satu per satu di halaman ini

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat meskipun masih jauh dari sempurna. Mohon maaf atas kekurangan yang ada dan sangat diharapkan kritik dan saran terhadap karya ilmiah ini.

Bogor, September 2016

(12)
(13)

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan 3

Alat 3

Prosedur 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Substrat Dasar Perairan 7

Echogram 8

Nilai Hambur Balik Dasar Perairan 10 Analisis KomponenUtamaKekasaran dan Kekerasan Substrat Dasar Perairan 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(14)

DAFTAR TABEL

1. Alat dan perangkat lunak yang digunakan pada penelitian 3

2. Spesifikasi CruzPro PcFF 80 3

2. Parameter dan setting alat CruzPro PcFF 80 4 3. Nilai Hambur Balik E1 dan E2 Dasar Perairan 11

DAFTAR GAMBAR

1. Peta Lokasi Penelitian 2

2. Diagram alir tahapan penelitian 6

3. Persentase komposisi substrat di setiap stasiun penelitian 7 4. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 1 8 5. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 2 8 6. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 3 9 7. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 4 9 8. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 5 9 9. Analisis PCA Antar Variabel Hambur Balik dan Fraksi 13

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sedimen merupakan kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Sedimen terutama terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batu-batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa rangka dari organisme laut. Ukuran-ukuran partikel sedimen sangat ditentukan oleh sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat di berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama lainnya (Muhaimin 2013).

Situ atau danau ialah suatu tampungan air atau reservoir diatas permukaan bumi yang terbentuk oleh alam, situ dapat juga dibentuk melalui rekayasa. Situ dapat berperan sebagai sumber air. Air di dalam situ berasal dari air tanah, aliran air permukaan dari curah hujan, atau dialirkan sengaja dari sungai. Keberadaan situ-situ di dalam suatu wilayah adalah sangat penting dalam menciptakan keseimbangan hidrologi dan pengaturan air permukaan (Bakhtiar 2008). Situ Gede merupakan situ yang terletak di kelurahan Situ Gede, kecamatan Bogor Barat, kota Bogor. Situ Gede berjarak kurang lebih 7 km dari pusat kota ke arah barat. Situ Gede memiliki sumber air yang berasal dari air hujan dan sumber mata air yang ada di sekitar perairan Situ Gede (Rahman 2010). Umumnya substrat dari danau atau situ tidak terpengaruh oleh gelombang atau arus, karena situ merupakan perairan tawar, maka substrat situ cenderung berlumpur. Berdasarkan hasil penelitian Astuti et al. (2008) terhadap waduk Cirata disebutkan bahwa pada perairan dengan arus lemah fraksi halus banyak mengendap di dasar perairan. Pada sedimen halus, persentase bahan organik lebih tinggi dari pada sedimen kasar yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tenang sehingga memungkinkan pengendapan lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke dasar perairan.

Teknologi hidroakustik merupakan teknologi yang digunakan untuk mendeteksi objek bawah air dengan memanfaatkan perambatan gelombang suara. Seiring dengan berkembangnya zaman, penggunaan teknologi hidroakustik telah banyak dilakukan. Salah satu penggunan teknologi hidroakusik di lakukan oleh Pujiyati (2008) tentang pendekatan metode hidroakustik untuk analisis keterkaitan antara tipe substrat dasar perairan dengan komunitas ikan demersal. Allo et al. (2009) menerapkan teknologi hidroakustik dalam penelitian klasifikasi habitat dasar perairan di Perairan Sumur, Pandeglang-Banten. Selain itu penelitian Ningsih et al. (2011) tentang pengukuran dan analisis nilai hambur balik akustik untuk klasifikasi dasar perairan Delta Mahakam.

E1 dan E2 menunjukkan suatu gambaran tentang nilai kekasaran dan kekerasan. Kekasaran (E1) dan kekerasan (E2) suatu dasar perairan dapat dilihat berdasarkan sinyal yang dipantulkan. Kekasaran (roughness) dasar perairan diestimasi dari integrasi pada pantulan pertama dan kekerasan (hardness) dasar perairan diestimasi dari integrasi pada pantulan kedua (Caruthers dan Fisher 2002). Analisis nilai E1 (kekasaran) dan E2 (kekerasan) penting dilakukan pada substrat dasar perairan untuk menentukan hubungan biotik dan abiotik pada suatu

(16)

perairan. Perairan Situ Gede dipilih sebagai lokasi penelitian karena kondisi lingkungan dari perairan Situ Gede dapat digunakan untuk mengaplikasikan sebuah instrumen hidroakustik.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis nilai hambur balik E1 dan E2 dari substrat dasar perairan Situ Gede, Kota Bogor dengan menggunakan metode hidroakustik. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk melengkapi database nilai hambur balik akustik dasar perairan yang masih terbatas khususnya nilai hambur balik substrat dasar perairan yang lunak.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 - Mei 2016 meliputi tahapan persiapan, pengukuran data lapangan, pengolahan dan analisis data serta analisis contoh substrat dasar perairan. Pengukuran data lapangan di lakukan di perairan Situ Gede, kota Bogor dengan posisi lintang dan bujur sebagai berikut : Stasiun 1 berada pada koordinat 6˚33˚5.04 LS dan 106˚44˚47.40 BT, Stasiun 2 berada pada koordinat 6˚33'5.54'' LS dan 106˚44'48.20'' BT, Stasiun 3 berada pada koordinat 6˚33'8.03'' LS dan 106˚44'49.20'' BT, Stasiun 4 berada pada koordinat 6˚33'11.81'' LS dan 106˚44'51.40'' BT, dan Stasiun 5 berada pada koordinat 6˚33'10.44'' LS dan 106˚44'52.30'' BT. Kegiatan pengolahan dan analisis data di lakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Gedung Marine Center, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Berikut merupakan peta lokasi penelitian (Gambar 1).

(17)

3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah substrat dasar perairan Situ Gede, kota Bogor.

Alat

Alat dan perangkat lunak yang digunakan dalam pengambilan data lapang pada penelitian ini tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan perangkat lunak yang digunakan pada penelitian

Alat Jenis Kegunaan

Cruzpro PcFF-80, 200KHz Perekaman data akustik

Laptop

Acer

Penyimpanan dan pengolahan data

Van veen grab

-

Pengambilan substrat dasar perairan

Kamera Digital Dokumentasi

Alat Tulis - Mencatat data

GPS Garmin Menentukan koordinat

Kapal Perahu ukuran 3 GT Pengambilan data

Matlab R2010a - Analisis data

Minitab 16 - Analisis data

Microsoft excel 2010 - Analisis data

Perekaman data akustik dilakukan dengan menggunakan Cruzpro PcFF 80. CruzPro PcFF 80 merupakan echosounder single-beam dimana transducer mentransmisikan secara single vertical beam yaitu mampu memancarkan sinyal beam tunggal berbentuk vertikal mengarah kolom perairan (Manik 2015). Spesifikasi CruzPro PcFF 80 (Cruzpro 2015) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi CruzPro PcFF 80

Spesifikasi CruzPro PcFF80

Operating Voltage 9.5 to 16.0 VDC, 0.05 amps nominal, 4.7 amps peak at max power

Indicator Front panel LED for Power ON/Off and communications indicator.

Output Power 2560 watts peak-to-peak (320W RMS). 24KW DSP processed power (3200 WRMS) Operating temperature 0 to 50 deg Celsius ( 32 to 122 deg Fahrenheit). Interface Box 100 x 80 x 50 mm (4 x 3.2 x 2 inch).

Powder Coated Aluminum Extrusion Interface Box

Transducer

RS-232, 115 KBaud, serial data and USB Dual Frequency 50/200kHz, Depth/Temperature

(18)

Prosedur Persiapan Alat

Tahap persiapan meliputi tahap persiapan alat yang digunakan untuk penelitian yaitu Cruzpro PcFF 80 di Situ Gede, kota Bogor. Parameter dari alat Cruzpro PcFF 80 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter dan setting alat CruzPro fishfinder PcFF80 Prameter Nilai Frekuensi (kHz) 200.000 Near field (m) 0.48 Kecepatan Suara (m/s) 1481 Durasi pulsa (m/s) 0.40 Ping rate (s) 0.33 Surface gain 110 Change rate 240 Amplifier gain (dB) 20.83 Pengambilan Data

Tahap pengambilan data lapangan meliputi pengambilan data akustik menggunakan instrumen Cruzpro PcFF 80 dan pengambilan sampel substrat dasar perairan untuk di analisis di laboratorium. Pengambilan data akustik berupa perekaman data menggunakan Cruzpro PcFF 80. Transduser diikat pada kapal agar pada saat pengambilan data, transduser tidak goyang sehingga data yang diperoleh dapat akurat. Pengambilan data di lakukan secara stasioner. Biarkan transduser merekam data selama 10 menit disetiap stasiun. Pengambilan data akustik dilakukan dengan 5 stasiun. Stasiun 1 berada ditengah danau, Stasiun 2 berada didekat air keluar (outlet), Stasiun 3 berada didekat hutan Cifor, Stasiun 4 berada didekat empang, dan Stasiun 5 berada didekat air masuk (inlet) dari kelima stasiun ini diharapkan dapat mewakili data nilai hambur balik perairan Situ Gede, Kota Bogor. Selama proses perekaman data, dilakukan pengambilan sampel sedimen menggunakan van veen grab. Pengambilan sampel substrat dilakukan dengan menurunkan van veen grab ke dasar perairan kemudian van veen grab akan mengambil substrat dasar, tarik kembali van veen grab ke atas perahu setelah van veen grab terisi oleh sampel substrat.

Pemrosesan dan Analisis Data Akustik

Setelah dilakukan pengambilan data akustik, tahap selanjutnya yaitu melakukan pemrosesan data. Data akustik yang diperoleh dari instrumen Cruzpro PcFF 80 dalam bentuk data berformat (*.I) selanjutnya diproses dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data. Perangkat lunak pengolah data yang digunakan yaitu perangkat lunak Matlab R2010a. Format data digital number (*.I) dari instrumen Cruzpro PcFF 80 diubah dalam format data .txt

(19)

5 menggunakan Ms.Excel. Data dalam bentuk .txt diolah menggunakan perangkat lunak dengan mengikuti sintaks pengolah data (Lampiran 2) yang diperoleh dari penelitian Ma’mun et al. (2013). Hasil dari perangkat lunak pengolahan data berupa workspace yang digunakan sebagai pengolah data nilai hambur balik (Surface Scattering Strength atau SS) sedangkan picture merupakan echogram yang digunakan sebagai visualisasi tampilan E1 dan E2. Grafik pantulan echo pertama (E1) yang mengindikasikan tingkat kekasaran (roughness) dan echo kedua (E2) yang mengindikasikan tingkat kekerasan (hardness) ditampilkan untuk membandingkan echo yang dihasilkan oleh setiap objek pengamatan. Nilai near field diperoleh dengan menggunakan persamaan (1) dan persamaan (2) yang menghubungkan antara diameter transduser dan panjang gelombang menurut Simmonds dan MacLennan (2005).

(1)

(2)

Dimana λ merupakan panjang gelombang (m), C adalah kecepatan suara di air (m/s), f sebagai frekuensi (Hz), r merupakan nearfield (m), dan L yaitu diameter transduser (m).

Analisis Contoh Sedimen

Analisis sedimen dilakukan untuk mengetahui fraksi sedimen. Analisis contoh sedimen di lakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Contoh sedimen diambil dari lapangan kemudian timbang dengan timbangan analitik untuk mendapatkan berat yang diinginkan. Analisis ukuran butir fraksi dilakukan dengan menggunakan tiga fraksi yaitu pasir, lanau dan liat. Contoh sedimen di keringkankan kemudian contoh diayak dengan Shieve shaker berukuran 2 mm. Pisahkan fraksi pasir dari lanau dan liat dengan menggunakan ayakan 50 μm. Fraksi lanau dan liat kemudian ditampung dalam gelas ukur. Selanjutnya, fraksi lumpur dan liat yang dipisahkan kemudian ditambahkan larutan NaP2O710H2O (Nahexametafosfat) yang digunakan sebagai peptisator

untuk selanjutnya dianalisis dengan cara pemipetan dengan ukuran pipet 20 cc, kemudian diperoleh presentase dari ketiga fraksi.

Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama atau Principal Component Analysis (PCA) merupakan suatu teknik mereduksi data multivariat (banyak data) yang mencari untuk mengubah (mentransformasi) suatu matrik data awal/asli menjadi suatu set kombinasi linear yang lebih sedikit akan tetapi menyerab sebagian besar jumlah varian dari data awal. Tujuan utamanya ialah menjelaskan sebanyak mungkin jumlah varian data asli dengan sedikit mungkin komponen utama yang disebut faktor (Supranto 2004).

Dalam penelitian ini, analisis PCA digunakan untuk melihat hubungan antara nilai hambur balik E1 dan E2 dengan substrat dasar perairan. Analisis ini dilakukan untuk melihat seberapa besar keterikatan antara satu komponen dengan

(20)

komponen yang lain. Komposisi substrat dasar perairan yang digunakan dalam analisis ini meliputi substrat pasir, substrat lanau, dan substrat liat.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian tersaji dalam diagram alir sebagai berikut (Gambar 2)

Tahap persiapan

Data akustik

Echogram Nilai hambur balik permukaan (SS) dari pantulan ke 1 (E1) dan pantulan ke 2 (E2)

Analisis PCA antar variabel hambur balik dan fraksi

Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian Pengukuran data lapangan Substrat dasar perairan Perekaman data akustik Pengambilan contoh substrat Pengolahan data akustik Analisis komposisi fraksi Setting alat

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Substrat Dasar Perairan

Berdasarkan hasil analisis sedimen yang diambil saat penelitian diketahui bahwa substrat liat merupakan substrat dominan dari Stasiun 1 sampai Stasiun 5 yang memiliki fraksi liat berkisar antara 60-75%. Persentase fraksi lanau berkisar antara 25-28% sedangkan persentase fraksi pasir berkisar antara 1-5%. Persentase komposisi fraksi substrat di setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 3.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5

Liat Lanau Pasir

Gambar 3. Persentase komposisi substrat di setiap stasiun penelitian Perairan Situ Gede merupakan perairan tergenang yang tidak memiliki arus. Pada Stasiun 1 persentase komposisi tekstur sedimen terdiri atas 61.11% liat, 25.13% fraksi lanau, sedangkan fraksi pasir memiliki persentase sebanyak 1.13% berdasarkan analisis diagram Sand, Silt and Clay (Blott dan Kenneth 2001) dalam Irfania (2009) Stasiun 1 menunjukkan komposisi fraksi liat lebih tinggi dan terdapat substrat lanau, sehingga stasiun 1 merupakan substrat liat berlumpur (muddy clay). Pada Stasiun 2, persentase komposisi tekstur sedimen terdiri atas 61.82% liat, 27.77% lanau dan 1.18% pasir. Stasiun 2 menunjukkan substrat liat berlumpur (muddy clay). Stasiun 3 memiliki persentase sedimen liat sebanyak 66.83%, lanau sebanyak 29.65% dan pasir sebanyak 1.25% Stasiun 3 menunjukkan substrat liat berlumpur (muddy clay). Stasiun 4 substrat liat memiliki persentase sebanyak 67.24%, lanau sebanyak 37.05% dan pasir sebanyak 3.52% Stasiun 4 menunjukkan substrat liat berlumpur (muddy clay). Stasiun 5 persentase komposisi sedimen terdiri atas 73.62% liat, persentase lanau sebesar 37.71% dan pasir sebesar 4.99% sehingga diperoleh Stasiun 5 menunjukkan adanya tipe substrat liat berlumpur (muddy clay). Perairan dangkal umumnya memiliki tipe substrat lumpur (lanau), tetapi tergantung pada wilayah geografisnya. Kecepatan suara di perairan dangkal berkisar antara 1470-1880 m/s (Katsnelson dan Petnikov 2002).

(22)

Echogram

Nilai hambur balik dasar perairan dapat dilihat dari pantulan echo 1 (E1) dan echo 2 (E2). E1 menggambarkan kekasaran (roughness) dan E2 menggambarkan kekerasan (hardness) suatu dasar perairan. Nilai E1 dan E2 dapat dilihat berdasarkan sinyal yang dipantulkan. E1 atau kekasaran dasar perairan diestimasi dari integrasi pada pantulan pertama dan E2 atau kekerasan dasar perairan diestimasi dari integrasi pada pantulan kedua (Caruthers dan Fisher 2002). Pantulan dari setiap ping yang diterima oleh receiver disajikan dalam bentuk echogram. Interpretasi dan kuantifikasi echogram tersaji pada gambar-gambar berikut : Stasiun 1 (Gambar 4), Stasiun 2 (Gambar 5), Stasiun 3 (Gambar 6), Stasiun 4 (Gambar 7), dan Stasiun 5 (Gambar 8).

Gambar 4. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 1

Gambar 5. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 2 Echo 1

Echo 2

Echo 1

(23)

9

Gambar 6. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 3

Gambar 7. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 4

Gambar 8. Contoh tampilan echogram E1 dan E2 pada stasiun 5

Echogram digunakan sebagai fungsi quality control dan analisa data (Allo 2011). Intensitas dari tiap variabel dinotasikan sebagai warna pada tiap pixel, masing-masing echogram dari tiap stasiun ditunjukkan oleh Gambar 4 sampai

Echo 1 Echo 2 Echo 1 Echo 2 Echo 1 Echo 2

(24)

Gambar 8. Gambar 4 menunjukkan bentuk echogram E1 dan E2 dari Stasiun 1, E1 dijelaskan dengan warna dasar perairan berwarna kuning dan E2 di jelaskan oleh warna biru sebagai pantulan kedua dari dasar perairan. Echo 1 (E1) pada Stasiun 1 (Gambar 4) berada pada kedalaman 1.00 sampai 1.50 meter sedangkan echo 2 (E2) pada Stasiun 1 (Gambar 4) berada pada kedalaman 2.00 sampai 2.50 meter. Pada kedalam 0 sampai 0.50 meter diduga terdapat gangguan (near field) yang ditunjukkan oleh warna jingga tua (orange). Perekaman data pada Stasiun 1 (Gambar 4) dilakukan di tengah danau pada koordinat 6˚33'7.70'' LS dan 106˚44'47.40'' BT. Stasiun 2 (Gambar 5) echo 1 (E1) dan echo 2 (E2) ditunjukkan oleh warna kuning dan warna biru. Echo 1 (E1) berada pada kedalaman 1.20 sampai 1.70 meter sedangkan echo 2 (E2) berada pada kedalaman 2.30 sampai 2.80 meter. Near field pada Stasiun 2 (Gambar 5) berada pada kedalaman 0.10 sampai 0.70 meter yang ditunjukkan oleh warna jingga tua (orange). Perekaman data pada Stasiun 2 (Gambar 5) dilakukan di dekat pintu air keluar (outlet) dengan koordinat 6˚33'5.54'' LS dan 106˚44'48.20'' BT. Echo 1 (E1) pada Stasiun 3 (Gambar 6) berada pada kedalaman 1.30 sampai 1.80 meter sedangkan echo 2 (E2) pada Stasiun 3 (Gambar 6) berada pada kedalaman 2.50 sampai 3.00 meter. Pada kedalam 0.20 sampai 0.70 meter diduga terdapat gangguan (near field) yang ditunjukkan oleh warna jingga tua (orange). Perekaman data pada Stasiun 3 (Gambar 6) dilakukan di dekat hutan cifor dengan koordinat 6˚33'8.03'' LS dan 106˚44'49.20'' BT. Stasiun 4 (Gambar 7) echo 1 (E1) dan echo 2 (E2) ditunjukkan oleh warna kuning dan warna biru. Echo 1 (E1) berada pada kedalaman 1.40 sampai 1.90 meter sedangkan echo 2 (E2) berada pada kedalaman 2.70 sampai 3.20 meter. Near field pada Stasiun 4 (Gambar 7) berada pada kedalaman 0.30 sampai 0.80 meter yang ditunjukkan oleh warna jingga tua (orange). Perekaman data pada Stasiun 4 (Gambar 7) dilakukan di dekat aliran air masuk (inlet) pada koordinat 6˚33'11.81'' LS dan 106˚44'51.40'' BT. Echo 1 (E1) pada Stasiun 5 (Gambar 8) berada pada kedalaman 0.50 sampai 1.00 meter sedangkan echo 2 (E2) pada Stasiun 5 (Gambar 8) berada pada kedalaman 1.30 sampai 1.80 meter. Pada kedalam 0 sampai 0.20 meter diduga terdapat gangguan (near field) yang ditunjukkan oleh warna jingga tua (orange). Perekaman data pada Stasiun 5 (Gambar 8) dilakukan di dekat empang dengan koordinat 6˚33'10.44'' LS dan 106˚44'52.30'' BT. Berdasarkan skala warna yang ada di samping gambar echogram, warna kuning berkisar antara -55 sampai -35 dB sedangkan warna biru berkisar antara -70 sampai -60 dB. Hal ini menunjukkan bahwa nilai E1 (kekasaran) lebih besar dibandingkan dengan nilai E2 (kekerasan).

Nilai Hambur Balik Dasar Perairan

Hambur balik merupakan jumlah energi persatuan waktu yang dipantulkan oleh target selama transmisi suara dari transduser. Nilai hambur balik diperoleh dari pengolahan data akustik dengan menggunakan perangkat lunak yang menghasilkan nilai Surface Backscaterring Strength (SS). Menurut Manik (2006), nilai SS meningkat dengan bertambahnya kenaikan diameter partikel dasar laut dan menurun dengan kenaikan frekuensi akustik yang digunakan yang bermanfaat untuk klasifikasi tipe dasar laut. Nilai hambur balik E1 dan E2 dapat dilihat pada Tabel 4.

(25)

11 Tabel 4. Nilai Hambur balik E1 dan E2 Dasar Perairan

Stasiun

Hambur Balik (dB)

E1 Rata-rata Stdev E2 Rata-rata Stdev Stasiun 1 -53.70 ±3.03 -65.48 ±2.75 Stasiun 2 -55.54 ±2.47 -68.67 ±2.56 Stasiun 3 -54.61 ±2.66 -66.60 ±2.53 Stasiun 4 -54.09 ±3.13 -71.32 ±2.44 Stasiun 5 -40.15 ±7.96 -71.11 ±2.07

Pantulan pertama (E1) merupakan nilai dari suatu kekasaran dasar perairan yang terdeteksi (Pujiyati et al 2010). Stasiun 1 pengambilan data dilakukan ditengah danau, pantulan pertama (E1) rata-rata bernilai -53.70 dB. Stasiun 2 pengambilan data dilakukan di dekat pintu air keluar (outlet) nilai E1 rata-rata -55.54 dB. Stasiun 3 pengambilan data dilakukan di dekat hutan cifor, nilai E1 rata-rata sebesar -54.61 dB. Stasiun 4 posisi perekaman data di dekat aliran air masuk (inlet), nilai E1 rata-rata yang diperoleh sebesar -54.09 dB. Stasiun 5 pengambilan data dilakukan di dekat empang, nilai E1 rata-rata yang diperoleh -40.15 dB.

Pantulan kedua (E2) merupakan nilai kekerasan dari dasar perairan yang terdeteksi (Pujiyati et al. 2010). Nilai hambur balik pantulan kedua (E2) pada lima stasiun di perairan Situ Gede, kota Bogor yaitu Stasiun 1 nilai E2 rata-rata sebesar -65.48 dB. Stasiun 2 nilai E2 rata-rata -68.67 dB. Stasiun 3 nilai E2 rata-rata sebesar -66.60 dB. Stasiun 4 nilai E2 rata-rata sebesar -71.32 dB. Stasiun 5 nilai E2 rata-rata sebesar -71.11 dB. Umumnya nilai E2 lebih lemah dibandingkan dengan nilai E1, karena pada saat gelombang hidroakustik mengenai permukaan dasar perairan, sebagian energi akan menembus dasar perairan dan sebagian kembali ke transduser (Siwabessy 2001).

Nilai hambur balik dari lima stasiun di Perairan Situ Gede, Kota Bogor memiliki rentang nilai yang beragam. Rentang nilai E1 jika diurutkan dari nilai E1 terkecil hingga tertinggi maka cenderung lebih bersifat smooth-rough (halus-kasar). Nilai E2 jika diurutkan dari nilai terendah hingga terbesar maka karakteristik dasar cenderung soft-hard (lunak-keras). Nilai hambur balik E2 lebih rendah dari nilai E1 karena E1 terbentuk dari pantulan pertama yang memiliki satu kali perjalanan sinyal menuju dasar perairan sedangkan E2 terbentuk dari pantulan kedua dengan dua kali perjalanan sinyal, namun menurut Penrose et al. (2005) menyatakan bahwa nilai E1 tinggi belum tentu nilai E2 tinggi pula karena adanya kemungkinan sinyal yang dipantulkan oleh permukaan kasar tersebut tidak diterima oleh transduser atau receiver dengan sempurna karena sinyal menyebar kesegala arah.

Stasiun 5, memiliki nilai E1 lebih besar dibandingkan stasiun lainnya, tetapi untuk nilai E2 lebih rendah dibandingkan Stasiun 1,2,3 dan 4 hal ini disebabkan oleh adanya komposisi fraksi pasir yang lebih tinggi. Nilai E1 tinggi berarti permukaan dasar bersifat kasar yang dipengaruhi oleh adanya substrat pasir sedangkan nilai E2 rendah berarti permukaan substrat cenderung lunak karena adanya substrat liat. Boulton dan Wyness (2001) menyatakan permukaan dasar perairan yang keras akan menghasilkan pantulan yang kuat, sementara itu

(26)

permukaan yang lunak akan menghasilkan sinyal yang lemah. Permukaan yang kasar akan menyebabkan gema meluruh secara perlahan, sementara permukaan yang rata akan menyebabkan gema meluruh secara cepat.

Penggunaan echosounder frekuensi 38 kHz menunjukkan area yang lunak-halus memiliki nilai hambur balik -49.88 dB sedangkan area yang keras-kasar memiliki nilai hambur balik (volume backscattering strength) -44.07 dB. Pemakaian echosounder frekuensi 120 kHz pada perairan lunak-halus memiliki nilai hambur balik (volume backscattering strength) -36.75 dB dan di area keras-kasar bernilai -27.70 dB (Pujiyati 2008).

Analisis Komponen Utama Kekasaran dan Kekerasan Substrat Dasar Perairan

Hasil analisis kekasaran dan kekerasan substrat dasar perairan menggunakan Analisis Komponen Utama atau Principal Component Analysis (PCA). Menurut Andi (2002) Analisis Komponen Utama bertujuan untuk menyusutkan dimensi dari sekumpulan variabel yang tak bertata untuk keperluan analisis dan interpretasi sehingga variabel yang jumlahnya cukup banyak akan diganti dengan variabel yang jumlahnya lebih sedikit tanpa diiringi hilangnya objektivitas analisis. Hasil analisis PCA dapat di lihat pada Gambar 9.

0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 F1 (74.50%) F2 ( 1 5 .4 0 % ) Pasir Lanau Liat E2 E1 Kedalaman

Variables (Axes FI and F2 : 89.90%)

Gambar 9. Analisis PCA Antar Variabel Hambur Balik dan Fraksi

Analisis PCA antar variabel dilakukan dengan memasukkan data nilai hambur balik E1 dan E2, kedalaman serta fraksi pasir, lanau dan liat. Hasil yang diperoleh dari analisis ini (Gambar 9) yaitu nilai keragaman (F1 dan F2) sebesar 89.90% dimana nilai keragaman F1 sebesar 74.50% dan nilai keragaman F2 sebesar 15.40%. Berdasarkan Gambar 9 diperoleh bahwa F1 positif didukung oleh parameter pasir dan liat, sedangkan F1 negatif didukung oleh parameter kedalaman. F2 positif didukung oleh parameter E2 sedangkan F2 negatif didukung oleh parameter E1 dan lanau. Berdasarkan kedekatannya, E1 dan E2

(27)

13 berdekatan dengan liat dan pasir, artinya kontribusi dari parameter liat dan pasir mempengaruhi nilai E1 dan E2.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis nilai hambur balik E1 dan E2 dan mengklasifikasi substrat dasar perairan Situ Gede, Kota Bogor menggunakan metode hidroakustik. Hasil yang diperoleh yaitu nilai E1 rata-rata berkisar antara -55.54 dB sampai -40.15 dB dan nilai E2 berkisar antara -71.32 dB sampai -65.48 dB. Substrat dasar perairan Situ Gede, kota Bogor menunjukkan bahwa dari 5 stasiun pengambilan data memiliki tipe substrat liat berlumpur.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai klasifikasi substrat dasar perairan dengan menggunakan metode hidroakustik di perairan dengan berbagai tipe substrat dasar perairan untuk melengkapi hasil penelitian yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar H. 2013. Hubungan Tipe Dasar Perairan Terhadap Distribusi Ikan Demersal di Perairan Pangkajene Sulawesi Selatan 2011 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Allo OAT, Pujiyati S, dan Jaya I. 2009. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik SIMRAD EY60 di Perairan Sumur, Pandeglang-Banten. Jurnal Kelautan Nasional 1 (Edisi Khusus) : 129-130

Allo OAT. 2011. Kuantifikasi dan Karakterisasi Acoustic Backscattering Dasar Perairan Di Kepulauan Seribu-Jakarta [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Andi. 2002. 10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 14. Edisi IV. Yogyakarta (ID) : Wahana Komputer.

Astuti IR, Mardiana L dan Prihadi V. 2008. Studi Kandungan Fosfor Pada Limbah Organik Di Dasar Perairan Yang Dipengaruhi Aktivitas Karamba Jaring Apung Di Waduk Cirata Jawa Barat. Prosiding Teknologi Perikanan Budidaya. Pusat Riset Perikanan Budidaya : 363-370.

Bakhtiar. 2008. Analisis Manfaat Pengembangan Situ (Studi Kasus : Situ Cangkuang, Kabupaten Garut, Jawa Barat) [Komuniksi Singkat]. Media Komunikasi Teknik Sipil. 16(3) : 291-302

Boulton B & R Wyness. 2001. Annual Report : Sangachal Seabed Mapping Survey. London : BP

(28)

Caruthers JW dan Fisher CA. 2002. Remote Sediment Classification Using Acoustical Techniques. Final Report for Task 5, FY 01. Department of Marine Science, America : The University of Southern Mississippi

CruzPro. 2005. CruzPro PC fishfinder for Win98, Win Xp, Win2000 & Vista. PcFF80 user’s manual. Auckland (NZ) : Cruzpro Ltd.

Ferrini VL dan Flood RD. 2006. The effects of finescale surface roughness and grain size on 300 kHz multibeam backscatter intensity in sandy marine sedimentary environments. Marine Geology. (228) : 153-172

Irfania R. 2009. Pengukuran Nilai Acoustic Backscattering Strength Berbagai Tipe Substrat Dasar Perairan Arafura dengan Instrumen SIMRAD EK60 [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Katsnelson BG dan Petnikov VG. 2002. Shallow-Water Acoustics. Chichester, UK : Praxis Publishing Ltd.

MacLennan DN, Copland PJ, Armstrong E, Simmonds EJ. 2004. Experiments on the discrimination of fish and seabed echoes. ICES Journal of Marine Science. 61: 201-210

Ma’mun A, Manik HM dan Hestirianoto T. 2013. Rancang Bangun Algoritma dan Aplikasinya pada Akustik Single Beam untuk Pendeteksian Bawah Air. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 4 (2) : 173-183

Manik HM. 2006 Study on Acoustic Quantification of Sea Bottom Using Quantitative Echo Sounder [Dissertation]. Tokyo, Japan : Tokyo University of Marine Science and Technology

Manik HM. 2015. Acoustic characterization of fish and seabed using underwater acoustic technology ini Seribu Island Indonesia. J. Marine Sci Res Dev. 5:157. doi:10.4172/2155-9910.1000157

Muhaimin H. 2013. Distribusi Makrozoobentos pada Sedimen Bar (Pasir Penghalang) di Intertidal Pantai Desa Mappakalompo Kabupaten Takalar [Skripsi]. Makassar (ID) : Universitas Hasanuddin.

Mulyani. 2014. Uji Beda Ketebalan Integrasi pada Pantulan Pertama dan Kedua Hasil Deteksi Akustik [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Ningsih EN, Supriyadi F, Nurdawati S. 2013. Pengukuran dan Analisis Nilai

Hambur Balik Akustik untuk Klasifikasi Dasar Perairan Delta Mahakam. J. Lit. Perikan. Ind. 19(3) : 139-146

Oktavia S. 2009. Perbedaan Ketebalan Integrasi Dasar Perairan dengan Instrumen Hidroakustik Simrad EY60 Di Perairan Kepulauan Pari [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Penrose JD et al. 2005. Acoustic Techniques for Seabed Classification. Coastal for Coastal Zone Estuary and Waterway Management. Technical Report Pujiyati S, Hartati S dan Priyono W. 2010. Efek Ukuran Butiran, Kekasaran, dan

Kekerasan Dasar Perairan Terhadap Nilai Hambur Balik Hasil Deteksi Hydroakustik. EJurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(1) : 59-67 Pujiyati S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik untuk Analisis Keterkaitan

Antara Tipe Substrat Dasar Perairan dengan Komunitas Ikan Demersal [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Rahman AA. 2010. Potensi Pengembangan Situ Di Kota Bogor Sebagai Objek Wisata [Thesis]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.

(29)

15 Siwabessy PJW. 2001. An investigation of the relationship between seabed type and benthic and benthopelagic biota using acoustic techniques [Thesis]. Australia: Curtin University of Technology.

Supranto J. 2004. Analisis Multivariat Arti & Interpretasi. Jakarta (ID) : Rineka Cipta.

Urick, RJ. 1983. Principles of Underwater Sound, 3rd ed. McGrawHill. New York.

(30)

Lampiran 1. Sintaks pengolahan data penelitian

clc;

disp('============================================')

disp('Program Matlab CRUZPRO')

disp('MARINE SCIENCE AND TECHNOLOGY - IPB')

ORIGINAL BY Dr. Henry M Manik, S.Pi, M.T UPDATE BY Asep Ma’mun M.Si

disp('============================================') %% Rumusan Dasar %% % EL=SL-2TL+TS+2DI % EL= SL-2*(20LOG10(RR)-2(alp)(RR))+TS+2DI % SL=10*log10(p) % p=((rho*C*Pa*Sig*DI)/4*phi)) % Pe=v^2/R % k = 2*phi*F/C % V = phi*(r^2)*t %% Memasukan variabel %% % a= 0.045; % Pa = 53.9; %v = 12; %R = v/15; % hambatan %r = 0.5; %t = 1; %phi=3.14; %T=27; %alp = 0.006940; disp('---') disp('Parameter Alat')

disp('---') disp('Masukan Nilai :')

F=input('Frekuensi(Hz) = ');

a=input('Diameter Transduser(m)= '); t=input('Durasi Pulsa(s)=');

disp('PRESS ENTER !!!')

pause% Press any key to continue. clc;

disp('---') disp('Kalibrasi-Parameter Lingkungan') disp('---')

disp('# KECEPATAN SUARA #')

disp('Masukan Nilai :') %Sound Speed formula% s=input('Salinitas(permil)= '); T=input('Temperatur(C)= ');

D=input('Kedalaman Pengukuran(m)='); [C1,C2,C3,C4]=soundspeed(s,T,D); disp(['1.C_Leroy (1969)=',num2str(C1)]); disp(['2.C_Medwin (1975)=',num2str(C2)]); disp(['3.C_Mackenzie (1981)=',num2str(C3)]);

(31)

17

disp(['4.C_Del Grosso=',num2str(C4)]); pilih=input('pilihan anda(1-4)->');

switch pilih

case 1

C=C1;disp(['Leroy (1969)=',num2str(C1)]);

case 2

C=C2;disp(['Medwin (1975)=',num2str(C2)]);

case 3

C=C3;disp(['Mackenzie (1981)=',num2str(C3)]);

case 4

C=C4;disp(['Del Grosso=',num2str(C4)]);

end

disp('PRESS ENTER !!!')

pause% Press any key to continue. clc;

disp('# ABSORPSI KOEFISIEN(Francois-Garrison)#') disp('Masukan Nilai :')

ph=input('Ph = '); clc; FF=F/1000000; DD=D; [alpha]=koefabsorbsi(C,DD,s,T,ph,FF); disp('============================================')

disp(['Koef.Absorpsi=',num2str(alpha)]); ld= C/F;

% rho=1000;

%Vreff=6.5043e-004; % beamwidth

[beamwidth]=beamwidth(ld,a);

disp(['Lebar Beam =',num2str(beamwidth)]);

disp('============================================')

disp('PRESS ENTER !!!')

pause% Press any key to continue. %% Perhitungan Variabel %% %k =2*phi*F/C ; %DI=(k*a)^2; %Pe=v^2/R; %Sig=(Pa/Pe)*0.01; %p=(((rho*C*Pa*Sig*DI)/4*phi)^0.5); %% instrument parameter %%

r=1.2; % Jarak target dari permukaan transducer (m) %---% AG0=-53.78; %amplifier gain

RS=-185;% Receiving sensitivity 200 kHz RS2=-173;% Receiving sensitivity 50 kHz AGTR=10^(AG0/10);

RSTR=10^(RS/10); KTRlin=AGTR*RSTR;

(32)

KTR=20*log10(KTRlin);

SL=163; % Source Level 200 kHz

alpha=0.07898; % koef absorpsi untuk 200 kHz, Fisheries Acoustic Book TL=20*log10(r)+2*alpha*r;

%count=12; % contoh count makscount=255; % 8 bit

%VR=20*(log10((count*10)/makscount)); jumrec=1; % jumlah receiver

AVG=20*log10(jumrec);% array voltage gain %% load data melalui workspace %% clc

file=input('Masukan Nama File='); %% inisialisasi data ke 'variabel data=file; aa=data(101:size(data,1),18:size(data,2)); aaa=rot90(aa); aaaa=aaa.*0.218577; VR=20*log10((aaaa)/makscount); SS=-RS-SL+2*TL+VR-AVG+AG0; %% Revebrasi Level %% RL=SL-2*TL+SS+10*log10(beamwidth)+10*log10(C*t/2)+10*log10(r); %% Scattering Volume %% % SV=10*log10(dens)+TS SV=RL-SL+2*TL-10*log10(beamwidth)-10*log10(C*t/2)-10*log10(r^2); %% SV,Furusawa %% %SV=VR+20*log10(r)+2*r*(alpha/1000)-10*log10(C*t/2)+19.1; %%rata-rata target strength%%

NN=size(aa,2); NNN=NN-11; ff=aa(:,1:NNN); hh=mean(ff); hhh=hh.*0.218577; VR1=20*log10((hh)/makscount); SS1=-RS-SL+2*TL+VR1-AVG+AG0; %% rata-rata RL %% RLr=SL-2*TL+SS1+10*log10(beamwidth)+10*log10(C*t/2)+10*log10(r); %% rata-rata SV %% % SV=10*log10(dens)+TS SVv=RLr-SL+2*TL-10*log10(beamwidth)-10*log10(C*t/2)-10*log10(r^2); %% Echo Level %% EL=SL-2*TL+SS; EL1=SL-2*TL+SS1;

%% Fast Fourier Transform %% m = length(hh); % Window length n = pow2(nextpow2(m)); % Transform length y = fft(hh,n); % DFT

xfft = abs(fft(y));

f = (0:n-1)*(F/n); % Frequency range FF= ceil(f);

(33)

19 PWR= ceil(power); PWR1=rot90(PWR); [lamda,range,N,dpt,Y,YX,YY,X,XX,N1,dpt1,Y1,YX1,YY1,X1,time]=kedalaman(C,F,aa a,ff,hh); %% Figure 1 %%

figure('Name','Time Series of Target Strength','NumberTitle','on') imagesc(X,YY,SS);

colorbar('XTickLabel',{'TS (dB)'},'XTick',[1],... 'XAxisLocation','bottom'); % propertis % Title ('') ylabel('Depth (m)') xlabel('Time (s)') %% Figure 2 %%

figure('Name','Time Series of Scattering Volume','NumberTitle','on') imagesc(X,YY,SV);

colorbar('XTickLabel',{'SV (dB)'},'XTick',[1],... 'XAxisLocation','bottom'); % propertis % Title ('') ylabel('Depth (m)') xlabel('Time (s)') %% figure 3 %%

figure('Name','Targeth Strength Vs Depth'); plot(YY1,SS1,'-r');

% propertis % Title ('')

ylabel('Target Strength (dB)') xlabel('Depth (m)')

gridon

%% figure 4 %%

figure('Name','Scattering Volume Vs Depth'); plot(YY1,SVv,'-');

% propertis % Title ('')

ylabel('Scattering Volume (dB)') xlabel('Depth (m)')

gridon

%% figure 5 %%

figure('Name','Echo Level(dB)Vs Time'); plot(time,EL1,'-');

%propertis % Title ('')

ylabel('Echo Level(dB)') xlabel('Time (s)') gridon %% figure 6 %% %figure('Name','Spectral Amplitude') %plot(XX,ff,'-b') %propertis%

(34)

%title('') %xlabel('Frequency (Hz)') %ylabel('Specktral Amplitude') %grid on %% figure 7 %% figure('Name','FFT'); plot(FF,PWR1(1:length(y)),'-b'); %propertis% title('') xlabel('Frequency (Hz)') ylabel('Specktral Amplitude') gridon

%% ________________________________________________ %%

(35)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang, 12 Maret 1994 dari Ayah Sapuri dan Ibu Solehah. Penulis merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara. Pada Tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Anyer. Tahun 2012 juga penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui seleksi masuk perguruan tinggi bersama (SNMPTN) jalur Undangan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.

Selama berkuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah KMB (Keluarga Mahasiswa Banten) IPB periode 2012/2013, Pengurus di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) Divisi HUBLUKOM periode 2014/2015. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti Orientasi Mahasiswa Baru (MPKMB) IPB angkatan 50, Pekan Olahraga Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (PORIKAN) 2014 serta Konservasi dan Survei Lapang Kelautan (KONSURV) 2015 di Parigi, Pangandaran.

Dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi dengan judul “ Hambur Balik Substrat Dasar Perairan Situ Gede, Kota Bogor Menggunakan Metode Hidroakustik “.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Situ Gede, kota Bogor
Tabel 1. Alat dan perangkat lunak yang digunakan pada penelitian
Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian Pengukuran data lapangan Substrat dasarperairan Perekaman data akustik  Pengambilan  contoh  substrat  Pengolahan data akustik Analisis komposisi fraksi Setting alat
Gambar 3. Persentase komposisi substrat di setiap stasiun penelitian  Perairan  Situ  Gede  merupakan  perairan  tergenang  yang  tidak  memiliki  arus
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk melakukan penelitian untuk dapat mengklasifikasikan tipe substrat dasar perairan dan sumberdaya ikan demersal dengan akurasi yang

Judul Penelitian ini adalah Nilai Hambur Balik Total Padatan Tersuspensi dengan Menggunakan Metode Akustik di Perairan Rokan Hilir Bengkalis, Riau.. Terima kasih

Visualisasi Gambar 24 menunjukkan hasil normalisasi echo dasar perairan yang diperoleh dari data echogram untuk melihat tingkat intensitas energi substrat dasar perairan

Perbedaan dari Transek 1-4 dengan Transek 5 dapat dilihat bahwa nilai hambur balik dari dasar perairan yang memiliki vegetasi lamun nilai hambur baliknya

Metode hidroakustik juga salah satu metode yang ramah lingkungan karena tidak merusak ekosistem yang ada pada perairan itu sendiri, dengan sistem kerja metode

Penggunaan data batimetri hasil multibeam echosounder sudah banyak dimanfaatkan untuk pemetaan dasar perairan, akan tetapi intensitas hambur balik yang merupakan hasil

Hubungan Nilai SV dan Substrat di Setiap Stasiun Grab Hasil pengolahan data hambur balik volume dasar perairan dengan menggunakan program Echoview 4 menunjukkan bahwa rata-rata

Analisis karakteristik sebaran sedimen dasar laut di perairan Tanjung Pasir menggunakan metode Gradistat versi 8 dimana analisis ini menitikberatkan pada pembahasan distribusi ukuran