• Tidak ada hasil yang ditemukan

MED-MEDAN SEBUAH TRADISI UNTUK KEBERSAMAAN. I Made Sudharma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MED-MEDAN SEBUAH TRADISI UNTUK KEBERSAMAAN. I Made Sudharma"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

131 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 MED-MEDAN

SEBUAH TRADISI UNTUK KEBERSAMAAN I Made Sudharma

_____________________________________________________________ Judul : Med-medan Tradisi unik dari Sesetan

Pengarang : I Made Mungguh Penertbit : Pustaka Bali Post

Tebal : 102 Halaman _____________________ PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang semua pada dasarnya adalah pribumi, yang secara turun-temurun yang telah tinggal di wilayah geografis Indonesia. Begitu juga dengan kebudayaannya sudah ada secara turun-tenurun. Suatu kajian sejarah kebudayaan dapat menyoroti keseluruhan perkembangan kebudayaan di suatu daerah atau Negara, Namun dapat juga secara khusus memberikan sorotan terhadap salah satu aspek Sejarah Kebudayaan atau beberapa komponen kebudayaan. Komponen suatu kebudayaan adalah apa yang di sebut juga sebagai unsur kebudayaan, seperti system kepercayaan, system pengetahuan, system perekonomian, system kesenian, system komunikasi dan sosial.

Masyarakat Hindu di Bali sejak lama telah memiliki suatu kebudayaan yang unik, indah dan kaya makna sekaligus penuh mesteri. Dikatakan misteri karena banyak produk budaya Bali tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan yang bersifat magis religius. Kebudayaan sering diartikan sama dengan kemanusiaan. Sehingga tidak salah apabila ilmu kebudayaan diistilahkan dengan ”The Humanities” atau

Humaniora. Manusia menciptakan kebudayaan karena hakekat

kemanusiaannya.Dan setelah kebudayaan tercipta, dengan demikian manusui melesterikannya. Manusia menciptakan kebudayaan adalah akibat dari perkembangan kemampuan (daya) dari idep (budi). Manusia harus dapat mengembangkan bayu, sabda ,idep yang dimilikinya yang dituntun oleh oleh nilai keutamaan(guna) maenjadi suatu kebudayaan. Di setiap kebudayaan yang ada disana terdapat unsur-unsur nilai dari estetika yaitu ”keindahan”.

Secara umum Estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau menghubungkan dengan gejala yang indah pada alam dan seni, pandangan ini mengandung pengertian yang sempit. Estetika berasal dari bahasa yunani ”aisthetika”berarti hal-hal yang dapat diserap oleh panca indera, oleh karena itu estetika sering diartikan sebagai persepsi indera. Penggunaan kata

(2)

132 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 ”estetika” berbeda dengan ”filsafat keindahan”, karena estetika kini tidak lagi semata-mata menjadi permasalahan falsafi, didalamnya menyangkut bahasan ilmiah berkaitan dengan karya seni, sehingga merupakan lingkup bahasan ilmiah. Cakupan pembicaraan tentang keindahan dalam seni atau pengalaman estetis,yang berkaitan juga dengan gaya atau aliran seni, perkembangan seni dan sebagainya.

Salah satu aktivitas yang merupakan unsur kebudayaan yang telah dilakoni oleh masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan sesetan yaitu tradisi Med-medan, sebagai cara untuk ikut melesterikan budaya Bali. Walaupun berpuluh-puluh tahun, bahkan mungkin sudah ratusan tahun. Tradisi Med-medan ini telah berlangsung secara tradisional dan tidak diketahui kapan mulainya. Sebagaimana biasanya acara Med-medan ini dilakukan pada hari Ngembak geni dalam rangka menyambut Tahun Baru Saka, warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Kata dasar dari kata med-medan yaitu dari kata maomed-omed-medan adalah omed, Kata omed diulang menjadi maomed-omedan yang artinya bertarik-tarikan. Dalam suatu tradisi di masyarakat selalu adanya pro dan kontra.Seperti halnya tradisi Med-medan ini, Tradisi ini mendapat cibiran dari masyarakat. Masyatakat Banjar Kaja, Sesetan, amat menolak tudingan image atau kesan bayang-bayang yang seolah-olah menuduh tradisi Med-medan itu sebagai sebagai suatu kesempatan arena untuk bercium-ciuman di depan masyarakat umum.Sebagai umat yang beragama khususnya Agama hindu tidak akan mungkin berciuman di depan umum.Hal yang seperti itu tidak pernah terjadi dan tidak pernah ada ide seperti itu. Tradisi inin hanyalah luapan-luapan kebahagiaan para muda-mudi pada saat mereka melaksanakan Med-medan, yang merupakan ajang masima krama. Med-medan adalah suatu mitologi yang diterima sebagai warisan masyarakat Banjar Kaja, Sesetan, secara turun-temurun dari generasi tua sampai generasi muda saat ini. Karena itulah tradisi Med-medan ini kedengaran dan kelihatan unik dan langka dan sama sekali tidak ada ditempat lain. SEJARAH TRADISI MED-MEDAN.

Tradisi med-medan ini sudah diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Menurut informan dari warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, yang tertua yakni I Wayan Orten, Bahwa tradisi ini sudah ada pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pelaksanaan Med-medan waktu itu dilangsungkan pada Hari raya Nyepi. Pada sore harinya. Dan pelaksanaan nyepi di daerah sesetan khususnya di Banjar Kaja melaksanakan sipeng dari sejak pagi sampai tengah hari. Pada sore harinya mereka ngelebar brata serta melaksanakan tradisi Med-medan., Dan pada malam harinya kembali melaksanakan sipeng sampai pagi esoknya. Hal seperti ini terus berlangsung sampai tahun 1979. Menurut I Gusti Ngurah Oka Putra, salah seorang keturunan di jero Banjar Kaja atau Puri Oka Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, menjelaskan bahwa keturunannya yang bernama Anak Agung

(3)

133 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 Made Raka yang dijuluki Ida Bhatara Kompiang oleh sentananya menjadi pemucuk atau mengatur pemerintahan di Desa Sesetan pada saat itu.

Pada saat menjelang Hari Raya Nyepi, Ida bhatara kompyang sakit keras, walaupun sudah diobati keberbagai dukun, tetapi tidak sembuh-sembuh juga. Beliau sulit berdiri apalagi berjalan. Kepada warga beliau melarang untuk menjenguk diri beliau dan jangan maengadakan keramaian atau ribut-ribut di depan Puri. Wargapun menjadi sedih dan kecewa karena adanya pelarangan tersebut. Ditengah kesedihan dan kekecewaan yang dirasakan masyarakat pada saat itu, ada beberapa masyarakat yang melanggar larangan tersebut, tetap melaksanakan tardisi med-medan yang telah diwarisi oleh nenek moyangnya. Akhirnya med-medan pun ramai seperti sedia kala.Ida Bhatara Kompyang yang sedang sakit keras menjadi marah sekali dan seketika itu juga memerintahkan keluarganya untuk menghantarkan beliau kedepan Puri, yang bermaksud hendak membentak para abdinya dan menghentikan keributan tersebut agar suasana puri menjadi tenang. Pada saat beliau dihantar ke luar puri, sakit yang dirasakan semakin berkurang dan sampai di tempat rakyat berkumpul sakitnya hilang dan malah merasa beliau benar-benaar sehat seperti sedia kala. Seketika itu tokoh puri mengurungkan niatnya malah berkehendak sebaliknya. Beliau menganjurkan kepada masyarakat agar pelaksanaan maed-medan tersebut dilakukan sebagaimana trsdisi ysng biasanya. Beliau merasakan ada sesuatu keajaiban yang dialami, dari yang pada awalnya sakit seketika menjadi sehat bugar.

Fenomena diatas terjadi sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1958 : 450) yang menganggap bahwa unsur-unsur kebudayaan yang dipelajari paling dahulu di dalam masa si individu pendukung kebudayaan itu masih kanak-kanak, akan paling sukar juga diganti oleh unsur-unsur kebudayaan asing. Karena adanya pengaturan, penataan dan pembinaan umat Hindu secara profesional oleh Parisada Hindu Dharma (pusat) pada tahun 1980-an, yaitu pelaksanaan hari Raya Nyepi harus benar-benar dilaksanakan sipeng selama 24 jam dan besoknya hari Ngembak geni. Sejak itulah pelaksanaan med-medan dilakukan pada saat setelah hari Raya Nyepi yaitu pada hari Ngembak Geni, dengan acara utama yaitu masima krama atau dharma santi dan dilanjutkan dengan melaksanakan tradisi Med-medan sebagaimana yang disaksikan orang-orang seperti sekarang pada setiap tahun di hari Ngembak Geni di depan Bale Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.

Sekitar tahun 1984-an, para tokoh masyarakat di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan yang dipelopori oleh I Gusti Ngurah Oka Putra, I Wayan Warna dan I wayan Beny, SH, (almarhum), merencanakan untuk meniadakan tradisi Med-medan. Karena adanya cemoohan/cibiran bahwa anak-anak muda-mudi di Banjar Kaja, Sesetan mengadakan hiburan dengan variasi cium-ciuman di depan umum. Sebagai seorang pewaris keturunan dari Puri Oka di Desa Sesetan dengan tegas menolak tudingan miring tersebut. Pada saat Ngembak geni pernah tradisi

(4)

Med-134 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 medan ini tidak dilaksanakan, dengan memasang pengumuman di arena atau tempat Med-medan tersebut, Tetapi walaupun demikian warga masyarakat dan para penonton dari luar masyarakat Banjar Kaja, Sesetan tetap datang berjubel. Pada saat itu entah dari mana datangnya ditengah-tengah kerumunan warga yang ramai, terjadilah perkelahian dua ekor babi, dan tak seorangpun mampu memisahkan kedua babi yang sampai berdarah-darah tersebut. I Gusti Ngurah Oka Putra pun segera mendatangi tempat kejadian. Begitu tiba di tempat terjadi kehebohan, karena seketika itu pula babi yang berkelahi tadi memisahkan diri dan lari terbirit-birit , dan menghilang. Tak seorang pun tahu kemana dan siapa pemilik dari babi tersebut. Berdasarkan kejadian ini para prajuru banjar dan tokoh masyarakat untuk bermusyawarah tentang kejadian itu dan menganalisis apa kira-kira akan terjadi setelah peristiwa tersebut.

Pada saat piodalan di Pura Bale Banjar, Berdasarkan kejadian tersebut para tokoh adat/agama Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan memohon petunjuk kepada orang yang kesurupan (mapinunas). Dengan jawaban singkat diberikan oleh orang yang kerauhan (kesurupan) bahwa Med-medan itu adalah kehendak sesuhunan yang berstana di Pura Bale Banjar dan harapan agar diteruskan pelaksanaannya. Pengalaman-pengalaman tentang kejadianpkejadian yang dialami sendiri oleh para abdi dan masyarakat warga Banjar Kaja, Sesetan itu, disimpulkan oleh warga setempat, bahwa tradisi Med-medan harus diteruskan, dilestarikan dan dikembangkan, karena para Dewa yang berstana di Pura Banjar itu memang menghendaki. Dalam hal ini warga Banjar Kaja, Sesetan, percaya dan berkeyakinan bahwa petapakan yang disungsung (disembah) di Pura tersebut yang berwujud Rangda (disebut dengan julukan Ida Ratu Ayu Mas Calonarang), dan patung Bangkal (disebut Ida Ratu Gede Bangkal Putih), Memang menghendaki tradisi Med-medan diadakan, dilestarikan dan dianggap sebagi pelindung, sebagai pemberi kesejahteraan kepada umat setempat.

PELAKSANAAN MED-MEDAN

Pada tanggal satu sasih kedasa sesuai dengan kalender Bali (Tahun Baru Saka) dilaksanakan hari Raya Nyepi, dimana masyarakat Bali melakukan Catur Brata penyepian yaitu empat yang di larang, amati geni (tidak menyalakan api/lampu), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelangon (tidak mengadakan hiburan). Masyarakat di wajibkan benar-benar melakukan upawasa (puasa) selama 24 jam, dan pada keesokan harinya disebut dengan Hari Raya Ngembak Geni. Pada hari inilah tradisi Med-medan tersebut dilaksanakan oleh para muda mudi Banjar Kaja, Sesetan. Sebagai pemain atau peserta Med-medan tersebut terdiri atas kaum muda mudi yang masih lajang atau mereka yang belum pernah nikah dan tercatat sebagai anggota STT yang orang tuanya menjadi anggota ngarep pada warga suka duka Banjar Kaja,

(5)

135 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 Kelurahan Sesetan. Pada saat sekarang ini orang luar dan orang asing dapat ikut mendaftar sebagai peserta Med-medan ini asalkan memenuhi syarat yaitu ; masih lajang/bujang, membawa surat-surat resmi dan rekomendasi atau izin dari pemda setempat. Dalam pelaksanaan tradisi Med-medan ini, demi kelancaran pelaksanaannya terlebih dahulu dibentuknya panitia. Sebagai penanggung jawab yaitu kelihan Banjar dan Kelihan Adat. Panitia dibentuk berdasarkan hasil rapat yang telah dilakukan beberapa kali. Konsep-konsep dan gagasan-gagasan yang telah dipadukan masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan bisa menggerakkan organisme yang memiliki kesadaran diri untuk mampu bergaul, berintegrasi, dan berwawancara dengan diri mereka masing-masing.

Pelaksanaan tradisi Med-medan dimulai tepat pukul 15.00 Wita. Acara pembukaan yang dilaksanakan oleh Prajuru Banjar. Arahan dan petunjuk singkat disampaikan oleh Prajuru banjar, agar semua bermain secara baik, sopan, dan beretika, sesuai dengan budaya Bali.Tidak beraksi senonoh, jorok dan menjijikkan. Persembahyangan bersama, diikuti oleh semua hadirin yang ada di areal Pura dan Bale Banjar. Acara ini langsung dipimpin oleh Jero Pemangku Pura Banjar. Persembahyangan ini dilakukan bermaksud memohon kerahayuan atau keselamatan, mengembalikan dan memoertahankan keseimbangan spiritual antara manusia dan alam semesta ini. Dharma santi atau masima krama dan dilanjutkan dengan tari-tarian Bali. Acara ini dipimpin oleh Prajuru Banjar memberikan beberapa uraian tentang makna dari Hari Raya Nyepi, saran dan nasehat. Dan dilanjutkan dengan adanya dialog dengan para hadirin yang ada di ruang masima krama. Kemudian baru ditampilkan tari-tarian Bali sebagai kreativitas dari muda mudi di Banjar Kaja.

Puncak acara pelaksanaan tradisi Med-medan di depan Bale Banjar. Kelompok dibagi menjadi dua, di satu sisi berdiri kelompok remaja putra dan di sisi lain berdiri kelompok remaja putri, yang saling berhadapan. Tiap kelompok ditentukan jumlah anggotanya, kelompok putra berjumlah 40 orang, kelompok putri berjumlah 60 orang, agar kekuatan kelompok menjadi seimbang , dilakukan secara bergantian dengan anggota yang belum dapat. Tiap kelompok memiliki kepala kelompok yang posisinya berada di depan, sedang anggotanya ada dibelakangnya dengan saling memeluk pinggang teman di depannya. Nantinya pada saat akan dimulai ketua kelompok putri dipegang kedua tangannya oleh ketua kelompok putra, kemudian saling tarik-tarikan. Pada saat seorang ketua kelompok telah menginjak garis tertentu, maka kelompoknya dinyatakan kalah, harus menyerahkan ketua kelompoknya itu kepada kelompok yang menang. Yang siserahkan ini dinamakan sebagai pecundang. Pada fase permainan kedua, pecundang fase satu dijadikan jarahan kelompok yang menang pada fase pertama dan ditempatkan pada posisi satu atau ketua kelompok pada bekas bekas lawannya pada fase satu. Pada fase kedua ini jika ia menang berhadapan dengan bekas

(6)

136 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 kawannya pada fase satu, maka pecundang mendapat tambahan pecundang lagi dari bekas kawannya lagi, dan seterusnya. Jika terjadi hal yang sebaliknya, yaitu pada fase kedua ini ia kalah, maka pecundang ini kembali ke bekas kawannya seperti pada fase satu, dan demikian seterusnya. Pertukaran tempat kelompok dilakukan setiap terjadi perputaran fase. Setiap penghentian fase dengan kalahnya suatu kelompok dan diikuti pula dengan menyiramkan air kepada semua peserta , baik kelompok yang kalah maupun yang menang pun disiram, agar peserta benar-benar berhenti menarik lawannya. Siraman air itu tujuannya untuk menghentikan setiap fase, juga sekaligus untuk menyejukkan badan peserta dari teriknya matahari. Kelompok pecalang dibagi menjadi tiga yaitu ;

1. Sebagai petugas khusus memberi tanda mulai dan berhentinya permainan. 2. Sebagai petugas ketertiban yaitu mencegah permainan yang tidak disiplin dan

dari penonton nakal.

3. penyiram pemain untuk menghentikan tiap fase.

Permainan akan dihentikan jika pemain atau peserta sudah kelihatan lesu, dan dengan posisi matahari telah menunjukkan waktu sekitar pukul 17.00 Wita. Perhitungan final kalah menang tidak dijumlah dan tidak di umumkan. Semua para peserta Med-medan saling bersalaman antar sesamanya dan juga dengan beberapa penonton. Istirahat sambil makan bersama. Di tempat istirahat aula Bale Banjar, sambil menikmati hidangan ala kadarnya, sambil beramah tamah. Penutup. Kelihan Banjar menutup acara yang disertai ucapan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang berpatisipasi menyukseskan tradisi Med-medan ini. Warga masyarakat umum pun di bubarkan.

Bagi seluruh masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan pelaksanaan Med-medan berfungsi untuk mempertahankan, melanjutkan, dan bahkan meningkatkan mutu tradisi tersebut pada masa yang akan datang, agar pelaksanaannya bisa lebih berkualitas. Melalui pelaksanaan Med-medan ini diharapkan lebih merekatkan rasa persatuan masyarakat, khususnya diantara para anggota STT, sehingga bisa mencegah adanya konflik yang mungkin saja terjadi di masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Dengan melaksanakan tradisi Med-medan ini diharapkan dengan masuknya budaya lain yang mengandung unsur-unsur yang bersifat negatif, dapat meminimalisasi pengaruhnya terutama terhadap generasi muda yang masih labil pemahamannya terhadap budaya Bali. Melalui kegiatan Med-medan yang diadakan setiap tahun yang mendemokrasikan tradisi yang langka da unik itu, diharapkan tradisi ini makin dikenal orang dan dengan demikian sekaligus akan berdampak positif terhadap Desa Sesetan, lebih dikenal di masyarakat umum, karena adanya tradisi Med-medan ini.

Upacara dan acara tradisi Med-medan merupakan wadah kesepakatan untuk mewujudkan kearifan masyarakat religius di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, yang

(7)

137 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 berfungsi sangat besaar bagi kelangsungan hidup warga mereka. Tujuan dari tradisi Med-medan ini adalah :

1. Penghormatan terhadap leluhur dan Tuhan Yang Maha esa. Warga Banjar Kaja agar selalu ingat terhadap leluhur yang sebagai perintis dan cikal bakal pembawa kebudayaan atau tradisi dan selalu bertaqwa kehadapan Tuhan Yang Maha esa, sebagai pencipta. Tradisi Med-medan juga sebagaiupacara keagamaan yang dapat membangkitkan rasa solidaritasdan kerekatan sosial masyarakatnya.

2. Menyame braya. Tadisi Med-medan juga berfungsi sosial yaitu untuk memupuk rasa kesetiakawanan atau menyame braya diantara masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Yang juga memiliki konsepsi dan slogan : saling asih, saling asah dan saling asuh. Prinsip ini selalu mengutamakan hidup yang selaras, serasi dan harmonis, dan berkeseimbangan hubungnnya terhadap orang lain.

3. Keharmonisan dan solidaritas, upacara Med-medan ini dipercaya dapat sebagai mediasi dalam penyelesaian konflik. Menerapkan hidup gotong royong dalam kehidupan masyarakat.

4. Sebagai hiburan, Para penonton yang datang ke acara tradisi Med-medan menikmati berbagai hal yang menarik dan menyenangkan mereka. Disamping bertemu dengan kerabat lama juga dapat mengenal masyarakat yang lainnya Hal ini juga berdampak terhadap perekonomian dari warga Sesetan khususnya di Banjar Kaja,karena para tamu domistik ataupun tamu asing yenyu akan membelanjakan uangnya untuk membeli makanan ataupun minuman.

MAKNA TRADISI MED-MEDAN

Nilai budaya itu bersifat abstrak,berada di dalam pikiran tiap-tiap orang, dan berada dalam alam pikiran warga masyarakat di tempat kebudayaan tersebut hidup. Nilai budaya ini dinamakan sebagai adat tata kelakuan yang fungsinya mengatur, mengendalikan, dan mengarahkan kelakuan manusia dalam masyarakat, menentukan tindakan dan memilih alternatif-alternatif yang ada. Nilai Budaya dalam hal ini dimaksud sebagai pola perilaku lelompok sosial tertentu.Jadi pemberian ati terhadap suatu benda, pemberian nilai budaya itu, akan menjadi posisi sentral dalam kerangka suatu kebudayaan, karena berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi tata kelakuan manusia (Kessing, 1989 : 68).

Pada masyarakat tradisional, makna ini diberikan kepada manusia oleh tradisinya sendiri, seperti pada masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Pada masyarakat tradisional, makna disajikan sebagai sesuatu yang dianggap pasti dan biasanya dianggap sebagai fakta keramat, sedangkan dalam masyarakat modern, sejumlah makna penting yang semakin besar spektrumnya dapat di tawarkan kepada manusia (Purna, 2001 : 145). Melalui upacara tradisi Med-medan ini

(8)

138 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 mereka mengekspresikan nilai-nilai kearifan lokal yang merupakan wujud dan abstraksi pikiran dari masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan sesetan. Dengan inilah masyarakatnya mendasari perilakunya secara jasmaniah maupun batiniah. Juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakatnya, kehidupan keagamaan atau spiritual, solidaritas sosial, dan dalam pelestarian alam lingkungannya. Dalam makna kebudayaan perlu diketahui terlebih dahulu cara menafsirkan simbol-simbil yang setiap saat dan tempat dipergunakan dalam kehidupan umum di sebuah masyarakat, menunjukkan bagaimana para warga masyarakat berfikir, merasa, melihat dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang ada. Implikasi makna dari pesan-pesan kearifan lokal yang difokuskan dalam beberapa aspek yakni ; Religi, Solidaritas, Budaya dan Kesejahteraan.

Realigi, Upacara tradisi Med-medan merupakan salah satu perwujudan aktivitas keagamaan dan emosi keagamaan yang di bangkitkan dengan adanya sesuhnan Ida Bhatara Petapakan yaitu Ida Ratu Ayu Calonarang Dan Ratu Gede Bangkal Putih di Pura Pererepan Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.

Makna spiritual berkenan dengan kepercayaan dengan adany Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak mungkin di lihat secara kasat mata, tetapi hanya dapat dirasakan kehadirannya. Upacara tradisi Med-medan ini juga merupakan sebagai salah satu wadah pendorong semangat masyarakat dalam menjalani dan menghadapi segala sukaduka dalam kehidupannya. Dengan upacara Tradisi Med-medan ini masyarakat memiliki pengharapan akan kehidupan yang lebih baik lagi. Karena adanya kepercayaan terhadap eksistensi Ida Bhatara Sesuhunan, Tuhan Yang Maha Esa, yang berkuasa atas hidup dan kehidupan mereka.

Solidaritas, Dalam kehidupan masyarakat kita harus hidup saling tolong menolong, Manusia tidak akan bisa hidup tanpa manusia yang lainnya. Dalam mempersiapkan upacara tradisi Med-medan ini dilakukan segalnya secara gotong royong oleh masyarakat Banjar kaja, Sesetan. Upacara tradisi Med-medan ini merupakan wujud keinginan masyarkat itu sendiri untuk kepentingan kehidupan bersama. Yang tercermin juga pada saat ritual upacara yang tidak menonjolkan adanya perbedaan apapun diantara pesertanya. Dalam segala kegiatan dilakukan secara bersama – sama yang merupakan suatu simbolisasi adanya jiwa dan perasaan sama tinggi sama rendah diantara peserta, Prajuru dan tokoh – tokoh desa. Budaya, Berbicara tentang budaya Bali asosiasi masyarakat Bali adalah Falsafah Tri Hita Karana yang bernafaskan agama Hindu, sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Bali dan sekaligus menjiwai kebudayaan Bali.Hampir setiap budaya berkaitan dengan agama, terkadang makna budaya disini tumpang tindih dengan makna agama. Tri Hita Karana merupakan ajaran yang mengajarkan umat manusia untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam lingkungan, maka akan

(9)

139 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli – Desember 2013 terwujud kehidupan yang bahagia lahir dan batin. Kehidupan di masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan diharapkan dengan adanya upacara Med-medan ini telah memahami, menghayati dan menjalankan budaya leluhur, dan mendapatkan

kebahagiaan antar sesama manusia lingkungan dan terhadap Tuhan.

Kesejahteraan, Warga masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan yakin bahwa pelaksanaan tradisi Med-medan perlu terus diadakan, dan seharusnya di lestarikan serta di efektifkan karena dianggap sebagai pelindung, sebagai pemberi kesejahteraan kepada umat setempat.

PENUTUP

Tradisi Med-medan merupakan sesuatu tradisi yang unik dan menarik, yang satu-satunya terdapat di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar. Upacara Tradisi Med-medan ini sudah diwarisi dari generasi kegenerasi, yang sudah ada pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Dulunya tradisi Med-medan ini dilaksanakan tepat pada Hari Raya Nyepi, pada sore hari. Dan sejak tahun 1980-an karena adanya aturan pemerintah tentang hari Raya Nyepi yang harus dilakukan sipeng selama 24 jam, maka upacara tradisi Med-medan ini dilaksanakan pada keesokan harinya yang disebut dengan Hari Ngembak Geni. Pelaksanaan tradisi Med-medan ini seluruh warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan mendukung secara bulat, karena dengan pelaksanaan tradisi ini masyarakat merasa selalu berada dalam perlindungan Ida Bhatara Sesuhunan di Pura ini. Upacara tradisi Med-medan terbukti telah mengandung kearifan lokal karena merupakan sejarah suci untuk menghormati leluhur dan menyembah Ida Bhatara Petapakan dan memiliki daya aktif di dalam kehidupan masyarakat setempat untuk membentuk sumberdaya manusia yang berkwalitas, mengkonservasi lingkungan alam, mencegah konplik dan menjaga solidaritas.

DAFTAR PUSTAKA

Edi Sedyawati, 2006. Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Munggah, I Made. 2008. Med-medan Tradisi Unik Dari Sesetan. Pustaka Bali Post. Denpasar.

Swastawa Dharmayuda, I Made. 1995. Kebudayaan Bali ; Pra-Hindu, Masa Hindu Dan Pasca Hindu. CV Kayumas Agung.

Wiana, I Ketut. 2007. Tri Hita Karana, Menurut Konsep Hindu.Penerbit Paramita. Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

universitas di Eropa dan Asia dengan pendekatan budaya menurut Teori Hofstede, khususnya dalam jarak kekuasaan dan individualisme vs kolektivisme. Mendeskripsikan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan sebuah simpulan yaitu pelaksanaan program pendidikan inklusif di SDN 20 Mataram menggunakan kurikulum 2013,

Konsep nilai etis religius dalam perspektif pendidikan karakter islami dikenal sebagai suatu upaya pembentukan watak, kepribadian, atau tingkah laku yang berlandas pada

Siswa yang mengalami kesulitan belajar kebanyakan faktor penyebabnya dari lingkungan keluarga yaitu pengaruh dari orang tua yang sering bertengkar sehingga tidak ada

Osborn mengatakan pada Reuters Health bahwa apabila dampak melek huruf dipertimbangkan, “melek huruf adalah prediktor bermakna terhadap ketidakpatuhan, sehingga pasien dengan

Jika dari 30 soal, Ikhsan menjawab dengan benar 18 soal , 5 soal salah dan sisanya tidak dijawab, maka nilai yang diperoleh Ikhsan adalah.... Kemudian

Lampiran Surat

Impian yang menjadi baik adalah baik adanya, impian menjadi nomor satu baik adanya, kalau kita tidak punya ambisi nomor satu anda jadi nomor sebelas, tapi jika anda sebelas tapi