• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Pengertian pedestrian berasal dari kata pedestres pedestris yaitu orang yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Pengertian pedestrian berasal dari kata pedestres pedestris yaitu orang yang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teoritis

2.1.1. Pengertian pedestrian

Pengertian pedestrian berasal dari kata pedestres–pedestris yaitu orang yang berjalan kaki (Dody Darmawan, dari Liza Maneli, Skripsi; Pedestrian dan Jalur Pedestrian). Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal origin ke tempat lain sebagai tujuan destination dengan berjalan kaki (Rubenstein,1992)

Berdasarkan pendapat di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pedestrian adalah tempat atau ruang untuk berjalan kaki yang bertujuan untuk berpindahnya dari satu tempat ke tempat lain.

Keberadaan jalur pedestrian tidak hanya sekedar sebagai pemberi kesan pada sebuah kota, dimana jika jalan-jalan dan jalur pedestriannya mengesankan maka kota tersebut juga akan mengesankan, namun juga harus diingat fungsi utamanya yaitu sebagai wadah bagi pejalan kaki untuk dapat bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan aman dan nyaman, tanpa rasa takut baik terhadap sesama pengguna jalur tersebut maupun terhadap kendaraan ( Pedestrian security dan Pedestrian safety).

Setiap orang harus memilki kesadaran tentang betapa pentingnya fungsi jalur pedestrian ini bagi setiap warga sebuah kota, seperti yang tertera di dalam Deklarasi universal tentang Hak Asasi pejalan kaki dimana hak pejalan kaki mendapat

(2)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

perlindungan dan bahwa kota dan bentukan lingkungan permukiman yang lain tidak seharusnya menyakitkan atau mengurangi kenyamanan pejalan kaki. Pedestrian yang jalurnya telah diakomodasi di hampir seluruh wilayah perkotaan mempunyai keinginan yaitu keamanan dan kenyamanan dalam berjalan kaki. Pada kenyataannya jalur-jalur pedestrian yang ada sebagian besar tidak dapat memenuhi keinginan para pejalan kaki tersebut. Hal itu bisa terjadi karena berbagai sebab seperti ukuran jalur yang terlalu kecil, letaknya yang terlalu tinggi (20-30 cm dari muka jalan) dan tidak rata, dan yang paling menyedihkan adalah berubahnya fungsi jalur pedestrian menjadi area pedagang kaki lima.

Sebagian orang menganggap kota adalah tempat yang buruk sebagai tempat tinggal karena angka kriminalitas yang tinggi, polusi udara, kemacetan di mana-mana, sanitasi yang buruk dan lain sebagainya. Namun banyak orang tetap bertahan dan bahkan datang lagi ke kota karena memang daya tariknya yang luar biasa, yang oleh kebanyakan orang dianggap mudah untuk mendapatkan uang dibandingkan ketika mereka tinggal di desa. Permasalahan buruknya kondisi di perkotaan ini dapat memicu timbulnya stress dikalangan masyarakat, yang salah satunya disebabkan karena tidak memadainya kondisi jalur-jalur pedestrian.

Ketika seseorang menghadapi lingkungan yang tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya maka ia harus melakukan penyesuaian-penyesuaian. Perilaku penyesuaian diri ini ada dua jenis yaitu (Sarlito, 1992) : (1) Mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan; (2) Mengubah lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku. Menurut Baum (Sarlito, 1992) penyesuaian diri terhadap lingkungan diawali dengan stress, yaitu suatu

(3)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

keadaan dimana lingkungan mengancam atau membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang. Kondisi stress seperti tersebut di atas hampir dapat dipastikan dialami oleh para pejalan kaki di Jakarta ini. Setiap saat bahaya mengancam mereka akibat dari kondisi jalur-jalur pedestrian yang tidak memadai, bahkan berubah fungsi sehingga para pejalan kaki harus berjalan di jalan raya, beradu cepat (agar selamat) dengan motor, mobil pribadi, dan bus metromini.

2.1.2. Kriteria Kenyamanan

Kenyamanan merupakan salah satu nilai vital yang selayaknya harus dinikmati oleh manusia ketika melakukan aktifitas-aktifitas di dalam suatu ruang. Menurut Rustam Hakim dan Hardi Utomo (2003 : 185) kenyamanan adalah segala sesuatu yang memperlihatkan penggunaan ruang secara sesuai dan harmonis, baik dengan ruang itu sendiri maupun dengan berbagai bentuk, tekstur, warna, simbol mapun tanda, suara dan bunyi kesan, intensitas dan warna cahaya ataupun bau, atau lainnya. Kenyamanan dapat pula dikatakan sebagai kenikmatan atau kepuasan manusia dalam melaksanakan kegiatannya.

Aktifitas masyarakat yang berjalan akseleratif dan sinergis menuntut efektifitas serta fasilitas-fasilitas pendukung yang terkonsep dengan memperhatikan kenyamanan, sehingga para pejalan kaki bisa melakukan kerja-kerja yang lebih produktif. Hakim dan Utomo (2003 : 186) mengemukakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain ;

(4)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

a) Sirkulasi

Jalan berperan sebagai prasarana lalu lintas dan ruang transisi (transitional space), selain itu juga tidak tertutup kemungkinan sebagai ruang beraktivitas (activity area) yang merupakan sebagai ruang terbuka untuk kontak sosial, wadah kegiatan, rekreasi, dan bahkan untuk aktifitas perekonomian masyarakat.

Kenyamanan suatu ruang dapat berkurang akibat sirkulasi yang tidak tertata dengan benar, misalnya kurang adanya kejelasan sirkulasi, tiadanya hierarki sirkulasi, tidak jelasnya pembagian ruang dan fungsi ruang, antara sirkulasi pejalan kaki (pedestrian) dengan sirkulasi kendaraan bermotor (Hakim dan Utomo, 2003 : 186).

Untuk itu diperlukan penataan ruang yang fungsionalis demi terciptanya kelancaran masing-masing aktifitas sirkulasi, baik itu sirkulasi transitional space (untuk sirkulasi kendaraan bermotor dan pejalan kaki) maupun sirkulasi activity area (misalnya, untuk pedagang kaki lima, parkir, dan lain sebagainya).

b) Iklim Atau Kekuatan Alam

Faktor iklim adalah faktor kendala yang harus mendapat perhatian serius dalam merekayasa sistem jalan yang terkonsep. Salah satu kendala iklim yang muncul adalah curah hujan, factor ini tidak jarang menimbulkan gangguan terhadap aktifitas para pejalan kaki, terutama di musim penghujan. Oleh karena itu perlu disediakan tempat berteduh apabila terjadi hujan, seperti shelter dan gazebo.

Trotoar sebagai fasilitas pedestrian tidak akan bermanfaat secara optimal apabila tidak didukung fasilitas penunjang lainnya. Selain faktor keamanan bagi

(5)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

pejalan kaki, juga harus diperhatikan perlunya perlindungan terhadap radiasi sinar matahari. Radiasi ini mampu mengurangi rasa nyaman terutama pada daerah tropis seperti Kota Semarang, untuk itu maka diperlukan adanya sarana peneduh sebagai perlindungan dari terik sinar matahari. Karyono dalam Pamungkas (2003 : 18) menyatakan bahwa ruas-ruas jalan (yang didominasi oleh perkerasan bahan aspal dan beton) perlu dilindungi dari sengatan radiasi matahari langsung yakni dengan penanaman pohon-pohon sepanjang tepi jalan yang memungkinkan. c) Kebisingan

Tingginya tingkat kebisingan suara kendaraan bermotor yang lalu lalang, juga menjadi masalah vital yang dapat mengganggu kenyamanan bagi lingkungan sekitar dan pengguna jalan, terutama pejalan kaki. Oleh sebab itu untuk meminimalisir tingkat kebisingan yang terjadi, dapat dipakai tanaman dengan pola dan ketebalan yang rapat serta tersusun teratur. Namun kebisingan yang muncul dari factor-faktor lain (seperti suara music dan transaksi perdagangan dari PKL, kebisingan parkir liar, dan sebagainya) akan sulit dihindari, kecuali adanya pengalokasian yang tepat bagi activity area yang seperti itu.

d) Aroma atau Bau-Bauan

Aroma atau bau-bauan yang tidak sedap bisa terjadi karena beberapa sebab, seperti bau yang keluar dari asap knalpot kendaraan, atau bak-bak sampah yang kurang terurus yang tersedia di sepanjang pinggir trotoar. Selain itu, kadang terdapat areal pembuangan sampah yang tidak jauh dari daerah perlintasan jalan,

(6)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

maka bau yang tidak menyenangkan akan tercium oleh para pengguna jalan, baik yang berjalan kaki maupun para pemakai kendaraan bermotor.

Untuk mengurangi gangguan aroma yang kurang sedap tersebut, maka trotoar bisa diberikan sekat penutup tertentu sebagai pandangan visual serta dihalangi oleh tanaman, pepohonan yang cukup tinggi, maupun dengan peninggian muka tanah.

e) Bentuk

Bentuk elemen landscape furniture harus disesuaikan dengan ukuran standar manusia agar skala yang dibentuk mempunyai rasa nyaman (Hakim dan Utomo, 2003 : 190). Sebagai contoh, misalnya permukaan lantai trotoar mempunyai fungsi yang memberi kemudahan dan sesuai dengan standar kemanfaatan. Seringkali ditemui bahwa trotoar-trotoar yang telah disediakan tidak mempunyai pembatas yang jelas dengan jalur kendaraan bermotor. Jalur trotoar dan jalur kendaraan memiliki ketinggian permukaan lantai dasar yang sama. Bentuk yang semacam itu akan mengakibatkan, jalur trotoar menjadi dimanfaatkan untuk lahan parkirparkir liar.

f) Keamanan

Tanudjaja dalam Pamungkas (2003 : 19) menyatakan bahwa manusia memiliki jenjang kebutuhan, yang salah satunya adalah safety need. Safety need merupakan kebutuhan manusia yang berkaitan dengan keselamatan atau keamanan, supaya dirinya merasa terlindungi dari setiap gangguan. Sedangkan

(7)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

Hakim dan Utomo (2003 : 190) mengemukakan bahwa keamanan merupakan masalah yang mendasar, karena masalah ini dapat menghambat aktivitas yang dilakukan.

Pengertian dari keamanan dalam penelitian ini, bukan mencakup dari segi kriminal, tetapi tentang kejelasan fungsi sirkulasi, sehingga pejalan kaki terjamin keamanan atau keselamatannya dari bahaya terserempet maupun tertabrak kendaraan bermotor. Untermann mengemukakan bahwasanya jalan yang tidak terkonsep akan menyebabkan dominasi mobil terhadap pejalan kaki dan mampu menciptakan apa yang disebut dengan no man’s land. (Pamungkas, 2003 : 19). Keamanan (keselamatan) pejalan kaki serta kendaraan bermotor itu sendiri bisa berkurang akibat sirkulasi yang kurang baik, misal tidak adanya pembagian ruang untuk sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki serta penyalahgunaan fasilitas yang telah disediakan.

Maka untuk menghindari hal tersebut hendaknya diperhatikan mengenai pembagian sirkulasi antara kendaraan dan manusia. Perencanaan keamanan antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor perlu diutamakan sehingga harus disediakan fasilitas bagi pedestri, yakni jalur trotoar jalan. Sukiman dalam Pamungkas (2003 : 19) menyebutkan trotoar merupakan jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar hatus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan.

(8)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

Lebar trotoar yang dibutuhkan oleh volume pejalan kaki, tingkat pelayanan pejalan kaki yang diinginkan, dan fungsi jalan, adalah dengan lebar 1,5 – 3,0 Meter merupakan ukuran yang umum dipergunakan. Ian Bentley (1988 : 69) mengemukakan bahwa jalur setapak mempunyai peran dalam menunjang penggunaan pejalan kaki terhadap dampak lalu lintas yang menghambat. Lebar zona pejalan kaki harus sesuai bagi tingkat pejalan kaki yang terlibat, di antara zona pejalan kaki dengan ruang kendaraan harus disediakan daerah untuk fasilitas pejalan kaki seperti pohon jalan, tempat duduk, shelter, telepon umum, dan fasilitas-fasilitas lainnya. Pemanfaatan trotoar sebagaimana fungsinya menjadi sangat penting bagai keamanan pejalan kaki. Banyak dari pengendara bermotor yang mengendarai dengan kecepatan tinggi atau di atas 50 km/jam.

Hal ini sangat membahayakan keselamatan para pejalan kaki, jika berjalan di bahu jalan jalur kendaraan bermotor. Hal ini terjadi karena fasilitas trotoar yang sudah ada, ternyata beralih fungsi menjadi berbagai aktifitas lain (seperti transaksi pedagang kaki lima, parkir) dan tempat-tempat bangunan permanen maupun non permanen (seperti kios dan gerai PKL, pos polisi, kotak atau bis surat, telepon umum, dan sejenisnya) yang sangat mengganggu lalu lintas pejalan kaki, sehingga torotoar tidak bisa di manfaatkan secara optimal, dan pejalan kaki terpaksa berjalan di bahu jalan jalur kendaraan bermotor.

g) Kebersihan

Daerah yang terjaga kebersihannya akan menambah daya tarik khusus, selain menciptakan rasa nyaman serta menyenangkan orang-orang yang melalui

(9)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

jalur trotoar. Untuk memenuhi kebersihan suatu lingkungan perlu disediakan bak-bak sampah sebagai elemen lansekap dan sistem saluran air selokan yang terkonsep baik. Selain itu pada daerah tertentu yang menuntut terciptanya kebersihan tinggi, pemilihan jenis tanaman hias dan semak, agar memperhatikan kekuatan daya rontok daun, buah, dan bunganya.

h) Keindahan

Keindahan suatu ruang perlu diperhatikan secara serius untuk memperoleh suasana kenyamanan. Keindahan harus selalu terkontrol penataannya, meskipun dalam suatu ruang terdapat berbagai ragam aktivitas manusia yang berbeda-beda. Keindahan mencakup persoalan kepuasan bathin dan panca indera manusia. Demikian juga pada eksistensi keindahan di suatu jalur jalan raya (termasuk jalur trotoar), harus selalu terhindar dari ketidak beraturan bentuk, warna, atau pula aktifitas manusia yang ada di dalamnya. Untuk memperoleh kenyamanan yang optimal maka keindahan harus dirancang dengan memerhatikan dari berbagai segi, baik itu segi bentuk, warna, komposisi susunan tanaman dan elemen perkerasan, serta diperhatikan juga factor-faktor pendukung sirkulasi kegiatan manusia.

i) Personal Space

Personal space menurut Fisher (dalam Sarwiono,1992) merupakan batas atau konsep jarak yang tidak nampak disekeliling diri dan tidak boleh dilalui oleh orang lain. Konsep ini menimbulkan perilaku Crowding, secara umum dikatakan situasi seseorang tidak mampu mempertahankan personal spacenya disebabkan

(10)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

karena jumlah personal yang tinggi.Terdapat empat macam jarak personal space (Sarwono,1992) :

a. Jarak intim (0-0,5m)

b. Jarak personal, jarak percakapan (1,5-3m)

c. Jarak sosial, jarak unrtuk hubungan bersifat formal (1,3-4m) d. Jarak publik (4-8,5m)

2.1.3. Standar kenyamanan spasial penyediaan pelayanan ruang pejalan kaki Tingkat pelayanan jaringan pejalan kaki pada pedoman ini bersifat teknis dan umum, dan dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Standar penyediaan ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan tipologi ruang pejalan kaki dengan memperhatikan aktifitas dan kultur lingkungan sekitar

1. Tingkat pelayanan (level of service/LOS) pejalan kaki: a. Los A

Jalur pejalan kaki seluas >5,6m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki <16 pedestrian/menit/meter. Pada ruang pejalan kaki dengan Los A orang dapat berjalan dengan bebas, para pejalan kaki dapat menentukan arah berjalan dengan bebas, dengan kecepatan yang relatif cepat tanpa menimbulkan gangguan antar sesama pejalan kaki.

b. Los B

Jalur pejalan kaki seluas 5,6 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >16-23 pedestrian/menit/meter. Pada Los B, ruang pejalan kaki masih nyaman untuk

(11)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

dilewati dengan kecepatan yang cepat. Keberadaan pejalan kaki yang lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pedestrian, tetapi para pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman tanpa mengganggu pejalan kaki lainnya.

c. Los C

Jalur pejalan kaki seluas >2,2–3,7 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >23-33 pedestrian/menit/meter. Pada Los C, ruang pejalan kaki masih memiliki kapasitas normal, para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus yang searah secara normal walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi persinggungan kecil. Arus pejalan kaki berjalan dengan normal tetapi relatif lambat karena keterbatasan ruang antar pejalan kaki.

d. Los D

Jalur pejalan kaki seluas >1,1–2,2 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >33-49 pedestrian/menit/meter. Pada Los D, ruang pejalan kaki mulai terbatas, untuk berjalan dengan arus normal harus sering berganti posisi dan merubah kecepatan. Arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk dapat menimbulkan konflik. Los D masih menghasilkan arus ambang nyaman untuk pejalan kaki tetapi berpotensi timbulnya persinggungan dan interaksi antar pejalan kaki.

e. Los E

Jalur pejalan kaki seluas >0,75–1,4 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >49-75 pedestrian/menit/meter. Pada Los E, setiap pejalan kaki akan memiliki kecepatan yang sama,karena banyaknya pejalan kaki yang ada. Berbalik arah,

(12)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

atau berhenti akan memberikan dampak pada arus secara langsung. Pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur. Keadaan ini mulai tidak nyaman untuk dilalui tetapi masih merupakan ambang bawah dari kapasitas rencana ruang pejalan kaki.

f. Los F

Jalur pejalan kaki seluas <0,75 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki beragam pedestrian/menit/meter. Pada Los F, kecepatan arus pejalan kaki sangat lambat dan terbatas. Akan sering terjadi konflik dengan pa ataupun berlawanan. Untuk berbalik mungkin dilakukan. Karakter ruang berjalan sangat pelan dan mengantri. pelayanan yang sudah tidak nyaman dan sudah tida ruang pejalan kaki.

2.2.1. Pengertian berjalan kaki

Berjalan kaki merupakan sarana yang relative mudah dan murah untuk dicapai suatu tujuan yang tidak dapat dilayani oleh mda-moda angkutan lainnya. Amos rapoport (1997) mengatakan bahwa kecepatan rendah sangat mengutungkan, karena dapat memahami lingkungan sekitar dan mengamati objek secara mendetail serta mudah menyadari lingkungan sekitarnya. Sedangkan Gideon Giovanni (1997), mengungkapkan bahwa berjalan kaki merupakan sarana transportasi yang menghubungkan antara fungsi kawasan perdagangan, kawasan budaya dan kawasan permukiman. Berjalan kaki memiliki keuntungan dalam urban design, yaitu manusia memiliki waktu untuk melihat visual kota dalam melakukan aktivitasnya, sehingga membuat masyarakat lebih mengenali kotanya.

(13)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

Dengan hal itu, berjalan kaki merupakan suatu sarana transportasi yang sangat berperan dalam perdagangan untuk memberi kesempatan bagi pejalan kaki untuk melihat dan berpindah tempat dalam jarak yang dekat pada suatu tempat/ pertokoan dalam kawsan perdagangan. Tapi berjalan kaki memiliki kendala dalam hal jarak tempuh, peka terhadap gangguan alam dan hambatan yang diakibatkan oleh lalulinta kendaraan (Syaifuddin,1988).

Sebagai moda angkutan berjalan kaki menjadi lebih penting khususnya pada jalur-jalur yang tidak memungkinkan untuk dilalui oleh moda angkutan lainnya. sedangkan sebagai dari system transportasi kota , moda tersebut memerlukan keterpaduan dengan system jaringan jalan, sehingga terjadi kesinambungan dengan berbagai moda transpotasi. Dengan berjalan kaki bebas mengatur langkah, berhenti, berbelok, dan bebas mengatur kontak dengan lingkungan sekitarnya, sehingga berjalan kaki bukan sekedar moda transportasi, tetapi sarana interaksi dan komunikasi sosial masyarakat kota.

2.2.2 Tujuan Kegiatan berjalan

Menurut Rubenstein, tujuan kegiatan berjalan kaki dapat dikelompkkan sebagai berikut :

1. Berjalan kaki untuk ke tempat kerja atau perjalanan fungsional, jalur pedestrian dirancang untuk tujuan tertentu seperti untuk melakukan pekerjaan bisnis, makan/minum pulang dan pergi dari dan ketempat kerja.

2. Berjalan kaki untuk belanja dan tidak terikat waktu, dapat dilakukan dengan perjalan santai dan biasanya kecepatan berjalan lebih rendah, dibanding dengan

(14)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

orang berjalan untuk menuju tempat kerja atau perjalanan fungsional. Jarak rata-rata lebih panjang dan sering tidak di sadari panajang perjalanan yang ditempuh karena daya tarik kawasan.

3. Berjalan kaki untuk keperluan rekreasi, dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan santai. Untuk mewadahi kegiatan tersebut diperlukan fasilitas pendukung yang bersifat rekreatif seperti : tempat berkumpul, bercakap-cakap, menikmati pemandangan disekitarnya dan kelengkapan antara lain tempat duduk, lampu penerangan, bak bunga dan sebagainya.

2.2.3 Kebutuhan Pejalan kaki

Kebutuhan pejalan kaki sangat beragam. Beberapa tipikal pejalan kaki adalah sebagai berikut :

1. Jalan dan kawsan berjalan yang aman. 2. Sesuai / convenience

3. Lokasi yang dekat untuk berjalan 4. Jelas terlihat (visibility)

5. Nyaman dan terlindung (comfort and ahwlter) 6. Menarik dan lingkungan yang bersih

7. Akses untuk berjalan

8. Objek-objek menarik dapat dilihat pada saat berjalan 9. Interaksi social

(15)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

2.3.1 Kriteria Kenyamanan Pejalan Kaki

Menurut Unterman (1984) kenyamanan diperngaruhi oleh jarak tempuh. Faktor yang mempengaruhi jarak tempuh adalah :

1. Waktu yang berkaitan dengan maksud atau kepentingan berjalan kaki 2. Kenyamanan orang berjalan kaki dipengaruhi oleh cuaca dan jenis aktifitas.

Menurut Weisman (1981), kenyamanan adalah suatu keadaan lingkungan yang memberi rasa yang sesuai dengan panca indera dan antropemetry disertai fasilitas yang sesuai dengan kegiatannya. Antropemetry adalah proporsi dan dimensi tubuh manusia serta karakter fisiologis lain-lainnya dan sanggup berhubungan dengan berbagai kegiatan manusia yang berbeda-beda.

Tingkat kenyamanan pejalan kaki dalam melakukan aktivitas berjalan dapat dicapai apabila jalur pedestrian tersebut lancar dan bebas hambatan untuk berjalan tanpa adanya gangguan dari aktivitas lain yang banyak memakai jalur tersebut, selain itu jalur pedestrian harus lebar agar dapat menampung arus lalu lintas pejalan kaki dari dua arah. Adapun untuk menunjang kenyamanan pejalan kaki di jalur pedestrian adalah adanya fasilitas yang berupa tempat peristirahatan yang cukup, adanya telepon umum yang memadai, adanya tempat sampah serta tempat menunggu kendaraan umum.

2.4.1. Hubungan manusia dengan lingkungannya

Menurut Colhoun (1995), tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi perilaku. Lingkungan dapat menghalagi perilaku

(16)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

akibatnya juga membatasi apa yang diinginkan. Suatu lingkungan dapat menentukan seberapa jauh orang dapat berjalan di dalamnya. Lingkungan dapat mengundang atau mendatangkan perilaku, menentukan bagaimana manusia harus bertindak. Lingkungan membatasi diri, perilaku yang membatasi lingkungan dapat menjadi bagian tetap dari diri yang menentukan arah perkembangan kepribadian pada mana yang akan didatangi.

Pembatasan- pembatasan fisik luar pejalan kaki dapat memberi pengaruh yang kuat pada pilihan arah perjalanan pejalan kaki. Rute yang langsung dan pendek akan ditempuh, sedangkan jalan yang melengkung atau membentang jauh akan dihindari (Brambila, 1977). Faktor lain mempengaruhi pejalan kaki adalah penempatan elemen pendukung di sepanjang jalur pejalan kaki, apabila sepanjang jalur pejalan kaki tidak terdapat elemen pendukung, tidak banyak pejalan kaki yang mau berjalan di atasnya dan cenderung akan berjalan dengan cepat ke tujuan.

Kegiatan pejalan kaki dapat digolongkan menjadi berjalan, berdiri, duduk, berlari, berbaring, bermain, berjalan, Berdiri dan duduk adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan. Keenam kegiatan tersebut berdasarkan kepentingannya dapat dibagi menjadi tiga jenis kegiatan yaitu kegiatan utama, kegiatan pilihan dan kegiatan lanjutan. Kegiatan utama meliputi kegiatan berjalan untuk berbelanja, menunggu angkutan dan istirahat setelah berjalan lama. Kegiatan pilihan meliputi jalan-jalan santai, berisi untuk melihat pemandangan. Kegiatan lanjutan adalah pejalan kaki berhenti dan duduk kemudian mereka dapat berbicara.

Terhadap lingkungan, manusia melakukan penyesuaian perilakunya. Perilaku ini ada dua jenis yaitu pejalan kaki merubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungannya

(17)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

dan yang kedua adalah merubah lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku. Perilaku sebagai proses interaksi antara pribadi individu ataupun kelompok dengan lingkungannya, sebab lingkungan mengandung rangsang yang dianggap manusia dalam bentuk respon yang disebut perilaku (Wirawan, 1992).

Hubungan antara manusia dengan lingkungannya, seorang harus memahami situasi dan kondisi lingkungan serta emmproses melalui inderanya sehingga timbul makna lingkungan yang disebut persepsi. Sedangkan perilaku dibalik sikap dan tindakan manusia sangat ditentukan oleh persepsi dan kepribadiannya. Sedangkan persepsi dan kepribadian ini dilatarbelakngi oleh pengalaman. Dalam proses hubungan antara manusia dengan lingkungannya terdapat lima unsur yang saling mempengaruhi, berkait satu sama yang lain, serta masing-masing kelompok dapat bertindak sebagai factor penyebab sekaligus dapat merupakan sebuah akibat. Misalnya keleluasaan pribadi/privasi dan kewilayahan (Altman,1980).

Hubungan pejalan kaki di ruang kota dengan lingkungannya merupakan suatu jalinan saling ketergantungan dengan lainnya. Manusia mempengaruhi lingkungannya dan sebaliknya. Pejalan kaki dalam memenuhi kebutuhan hidupnya melakukan aktivitas di ruang kota. Namun dalam melakukan aktivitasnya di ruang kota pejalan kaki dipengaruhi oleh lingkungannya baik fisik maupun non fisik. Lingkungan fisik akan mengakibatkan dampak lingkungan sosial. Pandangan Rapoport (1977) tentang tiga pengaruh lingkungan fisik yaitu lingkaran yang sensasional. Lingkungan biologis ini berlangsung dalam manusia modern bahkan dimana lingkungan fisik telah dikembangkan hampir seragam dan konstan oleh kontrol teknologi. Lingkungan dapat dijabarkan terdiri

(18)

Presepsi Kenyamanan Spasial di Pedestrian depan Kampus UMB Jalan Meruya Selatan Jakarta Barat Menurut Mahasiswa UMB

dari empat komponen yang saling terpaut satu sama lain. Lingkungan dapat dibedakan menjadi empat jenis lingkungan yaitu lingkungan biogenik dan lingkungan sosial, lingkungan alamiah dan lingkungan alam, maupun buatan (Lang, 1994).

Referensi

Dokumen terkait

Uji-t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen, yaitu pengaruh masing- masing variabel independen

PPKA Bodogol atau yang dikenal dengan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol adalah sebuah lembaga konservasi alam di daerah Lido Sukabumi dan masih merupakan bagian dari

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfometri dan batimetri danau, mengetahui status mutu perairan, dan menentukan DTBPA Danau

Sebaliknya, responden (ibu hamil) yang memberikan penilaian dan harapan yang kurang bagus kepada lima aspek kualitas jasa pelayanan saat melakukan pemeriksaan

Yang menjadi pokok masalah dalam kajian ini adalah adanya fakta semakin meningkatnya persoalan seputar kemiskinan dan pengangguran di wilayah Kelurahan Cibabat, di sisi lain ada

Dibuat oleh: Zamtinah Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta Ketua Prodi : Diperiksa oleh:

Dengan pemahaman bahwa pasar modal dapat mengalami penurunan dan juga sebaliknya akan mengalami kenaikan, seorang pemodal pemula yang memiliki jangka waktu investasi yang

Langkah pertama bertujuan untuk memahami peran dari infrastruktur yang ada untuk nantinya dilakukan analisa infrastruktur pada pengembangan KMS yang akan diterapkan. Berikut