JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608
Volume 2 Nomor 11 (2013)
http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2013
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BENDA JAMINAN FIDUSIA
YANG DIRAMPAS OLEH NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA
ILLEGAL LOGGING
DI KUTAI TIMUR
Puguh Eko Suprehadi1 (email)
Ivan Zairani Lisi2
(email) ABSTRAK
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas oleh negara sebagai barang bukti dalam tindak
pidana Illegal Logging dan bagaimana upaya hukum dapat dilakukan oleh
penerima jaminan fidusia yang dirampas oleh negara sebagai barang bukti. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, pengumpulan data yang dilakukan adalah pengumpulan data primer dan data sekunder. Proses analisa data yang diperggunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian berdasarkan data-data primer dan data sekunder yang dilakukan oleh peneliti adalah batalnya demi hukum status jaminan fidusia pada objek jaminan fidusia akibat tindak pidana Illegal Logging yang dilakukan oleh pemberi jaminan fidusia sehingga objek jaminan fidusia disita untuk negara tanpa memperhatikan status kepemilikan benda jaminan fidusia tersebut, sehingga pihak kreditur sangat merasa dirugikan karena tidak bisa mengeksekusi benda jaminannya. Hal tersebut didasarkan pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh penerima fidusia untuk memperoleh pelunasan piutang terhadap benda/objek jaminan fidusia yang telah di rampas untuk negara adalah dengan penggantian benda/objek jaminan fidusia yang wajib dilakukan oleh pemberi fidusia karena telah mengalihkan objek/benda jaminan
fidusia dengan melanggar ketentuan pidana Illegal Logging. Penggantian
objek/benda jaminan fidusia yang dirampas untuk negara dengan menggati
objek/benda tersebut dengan objek/benda yang setara. Saran yang dapat
diberikan oleh peneliti adalah sebaiknya dalam Undang-undang Fidusia perlu diatur secara jelas dan tegas tentang akibat hukum dan bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada penerima fidusia sebagai kreditur dalam hal terjadinya perampasan benda jaminan fidusia oleh negara karena perbuatan melawan hukum pidana yang dilakukan oleh debitur.
1
Kata kunci: jaminan fidusia, perampasan. 1. PENDAHULUAN
Pemberian jaminan fidusia dilakukan melalui proses yang disebut dengan “Constitutum Prossesorium” (penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan
fisik bendanya).3 Sehubungan dengan jaminan fidusia ini, fisik barang benda
tersebut tetap ada ditangan pemiliknya atau debitur. Pengalihan hak kepemilikan dalam fidusia berbeda dengan pengalihan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 jo. Pasal 612 ayat 1 KUHPerdata. Dalam hal ini jaminan fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan sebagai jaminan/agunan dan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur dalam pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Salah satu unsur yang menjadi fokus perhatian dalam tulisan ini adalah bahwa dalam jaminan fidusia, penerimaan fidusia mempunyai kedudukan diutamakan atau didahulukan terhadap kreditur lainnya dari pelunasan atau kewajiban debitur (pemberi jaminan fidusia). Unsur ini menunjukan bahwa kreditur penerima fidusia akan mempunyai posisi lebih baik didepan hukum dalam penagihan, demikian pula apabila terjadi eksekusi terhadap benda jaminan fidusia, maka kedudukannya
lebih diutamakan atau didahulukan (hak Preferen) dari kerditur lainnya dalam
mengambil pelunasan piutang atas hasil eksekusi dari benda jaminan fidusia.4
Hak preferen (didahulukan/diutamakan) yang dimiliki oleh penerima fidusia sebagaimana dimaksud menjadi tidak bermakna, manakala benda yang dijadikan jaminan fidusia itu tidak lagi berada dalam kekuasaan debitur, karena
3 Munir Fuady, 2002, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Sditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disingkat Munir Fuady II) halaman 52.
4 Ibid,
benda tersebut dirampas oleh negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh supir truk (dimana truk tersebut merupakan benda jaminan fidusia) terkait dengan kasus Illegal Logging. Seperti yang terjadi di pengadilan negeri Sangatta, dimana Jaksa Penuntut Umum telah menyita objek jaminan
fidusia yang telah terbukti sebagai alat angkut dalam perkara Ilegal Logging
No.223/pid.B/2007/PN.SGT. Hal tersebut dipertegas dengan berlakunya Pasal 78 Ayat (15) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang menyatakan bahwa:
Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelangaran dan atau alat-alat termasuk alat angkut yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara. Penjelasan pasal ini menjelaskan yang termasuk alat angkut, antara lain kapal, tongkang, truk, trailer, ponton, tugboat, perahu layar, helikopter dan lain-lain.
1.1 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan dua masalah pokok sebagai berikut:
1. Bagaimana status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas oleh negara
sebagai barang bukti dalam tindak pidana Illegal Logging?
2. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh penerima jaminan fidusia terhadap benda jaminan fidusia yang dirampas oleh negara sebagai barang bukti?
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Lon. I. FullerTeori Fuller ini berkaitan dengan azas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. berangkat dari pendapat Fuller, seperti diketahui hukum adalah alat untuk mengatur masyarakat. Tugas pembentukan peraturan perundang-undangan akan berhasil apabila ia sampai kepada tingkat dimana keseluruhan persyaratan peraturan perundang-undangan itu dipenuhi. Azas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan menurut pandangan Lon. I. Fuller adalah.5
1. ... a failure to acliieve rules at all, so that every issue must de decided on an ad hoc basi: (peraturan harus berlaku juga bagi penguasa, harus ada kecocokan atau konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaanya; dituangkan dalam aturan-aturan yang berlaku umum, artinya suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan dan tidak boleh sekedar mengandung keputusan-keputusan yang bersifat
sementara atau ad hoc);
2. a failure to publicize, or at least to make availabel to the affected party, the rules he is expected to observe (aturan-aturan yang telah dibuat harus diumumkan kepada mereka yang menjadi objek pengaturan aturan-aturan tersebut);
5
Lon. I. Fuller, 1963, The Morality Of Law, New Haven and London, Yale University Press, halaman 39.
2.2
Pengertian KreditKata kredit berasal dari bahasa latin credo yang berarti "saya percaya",
yang merupakan kombinasi dari bahasa sansekerta cred yang artinya
"kepercayaan", dan bahasa latin do yang artinya saya "tempatkan". Memperoleh kredit berarti memperoleh kepercayaan, atas dasar kepercayaan kepada seseorang yang memerlukan uang, barang atau jasa, dengan syarat membayar kembali dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan menyatakan bahwa kredit adalah: Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2.3
Unsur-unsur KreditBerdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, maka dapat dilihat unsur-unsur dari kredit sebagai berikut:
1. Kepercayaan
Adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikan kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinnya sesuai dengan yang diperjanjikan pada waktu tertentu.
Adanya jangka waktu tertentu antara pemberi kredit dan pelunasannya. Jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara kedua pihak atau lebih.
3. Prestasi
Adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana berupa uang dan bunga atau imbalan.
4. Resiko
Adanya suatu resiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan jaminan agunan.
2.4
Pengertian Hukum JaminanIstilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu "zakerheidesstelling" atau security of low, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya. Berikut adalah beberapa perumusan atau definisi tentang jaminan dan hukum jaminan dikemukakan beberapa pakar
hukum sebagai berikut:6
6 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-hak Yang Memberi Jaminan, Jilid 2, Jakarta : Ind, Hill-Co, 2002, halama 5.
1. Menurut Mariam Darus Badrul Izaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. 2. Menurut Thomas Suyatno menyatakan bahwa jaminan adalah penyerahan
kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu barang.
Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam definisi hukum jaminan meurut H. Salim HS adalah:
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Pihak yang bertindak sebagai pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit, orang ini lazim disebut sebagai debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang
jaminan dari pemberi jaminan. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankkan dan atau lembaga keuangan nonbank.
3. Adanya jaminan
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materil dan imateril. Jaminan materil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateril merupakan jaminan non kebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang yang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.
2.5
Konsep Hak dan Hak Kebendaan.Menurut Soerjono Soekanto dan Otje Salman, hak merupakan suatu wewenang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dan secara sosiologis, hak merupakan suatu peranan yang diharapkan (“Ideal role”, ”expected role”).7 Bachsan Mustafa, memberikan definisi hak adalah kekuasaan dan kekuasaan itu dapat dipertahankan terhadap setiap orang, artinya setiap orang harus mengakui,
7 Soerjono Soekanto dan Otje Salman, 1996, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Radjawali Press, Jakarta, halaman 96.
menghormati, dan mengindahkan kekuasaan itu.8 Pada dasarnya hak bersumber pada tiga hal:
1. Dari kodrat manusia sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia mempunyai sejumlah hak sebagai manusia dan untuk mempertahankan kemanusiaanya, misalnya hak untuk hidup, kebebasan dan sebagainya.
2. Hak yang hadir dari hukum, yaitu hak-hak yang diberikan oleh hukum negara kepada manusia dalam kedudukanya sebagai warga negara atau warga masyarakat. Hak inilah yang disebut dengan hak hukum, hak dalam artian yuridis (juga disebut sebagai hak dalam arti sempit). Misalnya hak untuk memberikan suara pada pilihan umum, hak untuk mendirikan bangunan dan sebagainya.
3. Hak yang lahir dari hubungan hukum antara seseorang dan orang lain melalui sebuah kontrak atau perjanjian. Misalnya, seseorang meminjamkan mobilnya kepada orang lain, maka orang lain itu mempunyai hak pakai atas mobil tersebut. meskipun hak ini berasal dari hubungan kontraktual, tetap mendapat perlindungan dari hukum jika kontrak yang dibuat untuk melahirkan hak itu sah menurut hukum. Karena itu hak ini juga termasuk
dalam kelompok hak hukum.9
2.6
. Pengertian Fidusia8 Bachsan Mustafa, Op.Cit, halaman 39.
9 Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlidungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 35-36.
Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata "Fides" berarti kepercayaan. Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan antara debitur (pemberi fidusia) dan kreditur (penerima Fidusia) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa penerima fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan, setelah dilunasi hutangnya. Sebaliknya penerima fidusia tidak akan menyalahgunakan barang
jaminan yang berada dalam kekuasaanya.10
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UU Fidusia) dinyatakan bahwa:
Jamianan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tersebut, yang memberikan kedudukan yang diutamakan Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
2.7
Tujuan Jaminan FidusiaBerdasarkan ketentuan Undang-undang Jaminan Fidusia Pasal 1 angka 2, maka unsur-unsur fidusia adalah merupakan upaya pemberian hak jaminan pada kreditur dengan tujuan:
1. Sebagai Agunan.
10
Pengalihan hak milik konsep fidusia dimaksudkan hanya sebagai agunan atau jaminan saja.
2. Untuk kepentingan pelunasan utang tertentu.
Pemberian jaminan fidusia dimaksudkan agar debitur memenuhi kewajibanya dalam pelunasan utang tertentu.
3. Memberikan kedudukan diutamakan pada penerima fidusia.
Dalam fidusia, penerima fidusia sebagai kreditur mempunyai kedudukan
diutamakan terhadap kreditur lainnya dalam pelunasan utang debitur.11
2.8
Hak Preferen Dalam Jaminan FidusiaHak diutamakan atau didahulukan disebut juga sebagai hak preferen.
Terhadap hak preferen tersebut perlu diperhatikan pula bahwa:
1. Hak preferen harus dilihat dalam kaitannya dengan kreditur lainnya.
2. Hak preferen menggambarkan adanya kaitan antara hak dengan benda
yang dijaminkan.
3. Pelaksanaan hak preferen adalah untuk mengambil pelunasan piutang,
bukan memiliki benda jaminan.
4. Hak preferen lahir pada saat jaminan fidusia didaftarkan.12
2.9
Pendaftaran jaminan FidusiaPendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-undang Jaminan Fidusia dan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya
11Hendry Subagio, 2006, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hak Kepemilikan Jaminan Dalam Upaya Pemberantasan Illegal Logging, Jurnal Konstitusi, Volume 3 No 2, Mei 2006, halaman 103-104.
12
Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Benda yang difidusiakan wajib didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia yang berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan bukan instansi yang sendiri atau unit pelaksanaan teknis. Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia ini bahkan tetap berlaku meskipun kebendaan yang dibebani dengan jaminan fidusia berada diluar wilayah negara Republik Indonesia. Berdasarkan Pasal 14 ayat 3 Undang-undang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia lahir pada tanggal jaminan fidusia tersebut dicatat dalam buku daftar fidusia di kantor pendaftaran fidusia.
Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya pada kantor pendaftaran fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Permohonan itu diajukan
dengan melampirkan pernyataan pendaftaran fidusia. Pernyataan itu memuat:13
1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia,
2. Tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia,
3. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia,
4. Uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi objek jaminan fidusia, 5. Nilai penjaminan,
6. Nilai benda yang menjadi objek benda jaminan fidusia.
Selain hal-hal di atas permohonan pendaftaran jaminan fidusia juga harus dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1. Salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan fidusia,
13
2. Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia,
3. Bukti pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia (Pasal 2 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan fidusia).
Sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari buku daftar fidusia.
Hal-hal yang tecantum dalam sertifikat jaminan fidusia adalah:14
1. Dalam judul sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Sertifikat jaminan ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah meperoleh kekuatan hukum yang tetap. Apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaanya sendiri.
2. Di dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan hal-hal berikut ini: a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia,
b. Tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia,
c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia,
d. Uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi objek jaminan fidusia,
e. Nilai penjaminan,
f. Nilai benda yang menjadi objek benda jaminan fiusia.
14
2.10 Hapusnya Jaminan Fidusia
Perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian assesoir, jaminan fidusia
ini demi hukum hapus bila utang pada perjanjian penjaminan fidusia atau utang yang dijamin dengan jaminan fidusia juga hapus. Berdasarkan Pasal 25 ayat 1 Undang-undang Jaminan Fidusia ada 3 (tiga) sebab yang mengakibatkan jaminan fidusia hapus yaitu:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia. Yang dimaksud hapusnya utang adalah antara lain karena pelunasan dan bukti utang berupa keterangan yang dibuat kreditur. Hapusnya utang ini dibuktikan dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditur.
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia. Dengan hapusnya fidusia karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia juga dapat dikatakan wajar, mengingat pihak penerima fidusia sebagai yang memiliki hak atas fidusia tersebut bebas untuk mempertahankan atau melepaskan haknya itu.
3. Musnahnya benda menjadi objek jaminan fidusia. Musnahnya benda jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi (Pasal 25 Undang-undang Jaminan Fidusia).
Eksekusi adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Eksekusi timbul karena debitur cidera janji atau tidak memenuhi
prestasinya tepat pada waktunya kepada kreditur.15 Eksekusi jaminan fidusia
diataur dalam Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa apabila debitur cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dapat dilakukan dengan cara:16
1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia. Yang dimaksud dengan titel eksekutorial (atas hak eksekusi), yaitu, tulisan yang mengandung pelaksanaan putusan pengadilan, yang memberikan dasar untuk penyitaan dan lelang sita tanpa perantara hakim.
2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atau kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
3. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga yang tertinggi yang menguntungkan para pihak. Penjualan ini dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar didaerah yang bersangkutan (Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia).
15 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) halaman 195.
16
Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka melaksanakan eksekusi jaminan fidusia. Dalam hal ini pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang, hal ini diatur dalam Pasal 30 Undang-undang Jaminan Fidusia. Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Jaminan Fidusia, ada 2 (dua)
kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan fidusia, yaitu:17
1. Hasil eksekusi melebihi nilai jaminan. Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai jaminan maka penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.
2. Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang debitur. Dalam hal ini hasil eksekusi benda jaminan tidak mencukupi untuk melunasi utang debitur maka berdasarkan prinsip hukum jaminan, debitur tetap bertanggung jawab untuk melunasi sisa utangnya yang belum terbayar dengan seluruh harta miliknya.
2.12 Perampasan Jaminan Fidusia Untuk Negara
Dalam Pasal 78 ayat 15 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan berbunyi bahwa semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagai mana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara.
17
Kemudian pengertian dari dirampas untuk negara itu sendiri, terdapat pada Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Ngara, yang artinya barang rampasan adalah barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk negara yang selanjutnya dieksekusi dengan cara:
1. Dimusnahkan;
2. Dilelang untuk negara;
3. Diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan; dan 4. Diserahkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (RUPBASAN) untuk
barang bukti dalam perkara lain.
3. METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan secara kualitatif, komprehensif, dan lengkap. Analisis data dapat dilakukan dengan cara:
1. Analisis kualitatif adalah menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.
2. Komprehensif adalah analisis data secara mendalam dari berbagai aspek sesuai dengan lingkup penelitian.
3. Lengkap adalah tidak ada bagian yang terlupakan, semuanya sudah masuk dalam analisis. Analisis data dan interpretasi seperti ini akan menghasilkan
produk penelitian normatif yang bermutu dan sempurna.18
4. PEMBAHASAN
4.1 Status Hukum Objek Jaminan Fidusia Yang Dirampas Oleh Negara Sebagai Barang Bukti Dalam Tindak Pidana Illegal Logging.
Dalam praktek, tidak adanya benda dalam kekuasaan pemberi jaminan tentu dapat bermacam-macam sebab, misalnya diperjual-belikan, musnah, hilang, hingga dirampas seperti pada perkara di atas. Sehingga mengakibatkan status hukum dari benda yang menjadi objek pembiayaan yang dirampas negara tersebut adalah batal demi hukum, sesuai dengan bunyi Pasal 78 ayat 15 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Peraturan menteri Kehakiman RI Nomor M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan, bahwa semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat angkut yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran dirampas untuk negara dan barang yang dirampas untuk negara memiliki arti barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk dirampas untuk negara tanpa memperhatikan kepemilikan mobil truk tersebut.
Sehingga dengan terjadinya tindak pidana Illegal Logging yang
mengakibatkan benda jaminan fidusia dirampas untuk negara ini, pihak
18
perusahaan pembiayaan sangat merasa dirugikan karena sertifikat jaminan fidusianya yang dibuat dan dilindungi secara hukum oleh Undang-undang Jaminan Fidusia sudah tidak bisa digunakan untuk mengeksekusi jaminannya untuk memenuhi pelunasan piutangnya (Pasal 29 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
4.2 Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Penerima Jaminan Fidusia Terhadap Benda Jaminan Fidusia Yang Dirampas Oleh Negara Sebagai Barang Bukti.
Mengacu pada ketentuan pasal 23 ayat 2 dan pasal 24 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tersebut tidak jelas diatur tentang apa bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada perusahaan pembiayaan sebagai penerima Fidusia ketika benda jaminan fidusia dirampas negara karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemberi fidusia.
1. Dengan melakukan penafsiran terhadap kedua pasal di atas, serta berdasarkan yurisprudensi dan azas/prinsip hukum yang ada, bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan oleh perusahaan pembiayaan sebagai penerima fidusia adalah dengan menunggu jaminan pengganti oleh debitur (pemberi fidusia) supaya menyediakan jaminan pengganti yang setara nilainya dengan benda yang menjadi objek jaminan fidusia (Pasal 21 Ayat 3 Undang-undang Jaminan Fidusia), penggatian dilakukan setelah terjadinya peralihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia, karena dengan dirampasnya oleh negara yang kemudian menyebabkan benda jaminan
fidusia tersebut beralih penguasaannya kepada negara, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari debitur.
Hal mana didasarkan pada ketentuan Pasal 21 ayat 3, Pasal 23, dan Pasal 24 dari Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 21 Ayat 3 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh pemberi fidusia dengan objek yang setara, sedangkan Pasal 23 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa debitur dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menjual benda obyek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan kepada pihak lain. Begitu pula menurut ketentuan Pasal 24 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dalam hal pemberi Fidusia melakukan tindakan pengalihan benda jaminan Fidusia, dimana pihak penerima Fidusia tidak ikut menangung kewajiban atas akibat dan tindakan itu. Dari hal itu, kiranya debitur wajib menggantikan benda jaminan Fidusia, apabila benda tersebut rusak, hilang, atau telah beralih kepada pihak lain. Kelalaian debitur, sehingga menyebabkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia beralih penguasaannya kepada pihak ketiga, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab debitur.
Sebagaimana pula disampaikan oleh Henry Subagyo bahwa Pada perjanjian Fidusia pada intinya juga ditentukan kewajiban sebagai debitur selaku pemberi jaminan untuk memelihara agar benda jaminan yang secara fisik ada pada penguasaannya tetap dalam kondisi relative baik. Dengan demikian, debitur
(pemberi fidusia) wajib mengganti benda jaminan, apabila benda tersebut rusak, hilang, atau telah beralih. Kelalaian atas benda jaminan adalah tanggung jawab debitur, termasuk jika memang debitur melakukan perbuatan melawan hukum pidana yang bisa berakibat terjadi perampasan benda jaminan oleh penegak
hukum.19
2. Selanjutnya diatur pula dalam ketentuan KUHPerdata Pasal 574 berbunyi: Pemilik barang berhak menuntut siapapun jg yang menguasai barang itu, supaya mengembalikannya dalam keadaan sebagai mana mestinya.
Dari penjelasan tersebut diatas, maka dapat kiranya dikemukakan bahwa Perusahaan Pembiayaan sebagai kreditur dimungkinkan untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap benda jaminan yang tidak lagi dalam kekuasaan debitur.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Status hukum dari benda yang menjadi objek pembiayaan yang dirampas negara tersebut adalah batal demi hukum, sesuai dengan bunyi Pasal 78 ayat 15 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Peraturan menteri Kehakiman RI Nomor M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan, bahwa semua hasil hutan dari hasil
19
kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat angkut yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran dirampas untuk negara dan barang yang dirampas untuk negara memiliki arti barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk dirampas untuk negara tanpa memperhatikan kepemilikan mobil truk tersebut. Sehingga dengan
terjadinya tindak pidana Illegal Logging yang mengakibatkan benda
jaminan fidusia dirampas untuk negara ini, pihak perusahaan pembiayaan sangat merasa dirugikan karena sertifikat jaminan fidusianya yang dibuat dan dilindungi secara hukum oleh Undang-undang Jaminan Fidusia sudah tidak bisa digunakan untuk mengeksekusi jaminannya untuk memenuhi pelunasan piutangnya (Pasal 29 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
2. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada perusahaan pembiayaan sebagai penerima fidusia adalah dengan menunggu jaminan pengganti oleh debitur (pemberi fidusia) supaya menyediakan jaminan pengganti yang setara nilainya dengan benda yang menjadi objek jaminan fidusia (Pasal 21 Ayat 3 Undang-undang Jaminan Fidusia), penggatian dilakukan setelah terjadinya peralihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia, karena dengan dirampasnya oleh negara yang kemudian menyebabkan benda jaminan fidusia tersebut beralih penguasaannya kepada negara, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari debitur, serta dapat melakukan gugatan/tuntutan secara perdata sesuai dengan Pasal 574 KUHPerdata.
Buku
Abdul Manan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta.
Abdulkadir Muhamad, 2004, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Algra, dkk., 1975, Kamus Istilah Hukum Fochema Andreal Belanda – Indonesia,
Bina Cipta Bandung.
Bachsan Mustafa, 2001, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Budi Rachmat, 2002, Multi Finance; Sewa Guna Usaha, Anjark Piutang,
Pembiayaan Konsumen, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta.
Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.
Charles D. Marpaung, 1987, Pemahaman Mendasar Usaha Leasing, Interpres,
Jakarta.
CST. Kansil, 1979, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara
Baru, Jakarta.
Djony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu
Publishing, Malang.
Gunawan Widjaja, & ahmadyani, 2000, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
H. Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung.
Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum
Jaminan, Liberty, Yogyakarta
J. Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Citra
Aditya Bakti, Bandung.
M. Yahya Harahap, 1990, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan
Conservatoir Beslag, Pustaka, Bandung.
Munir Fuady, 2006, Hukum Tentang Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Thomas Suyatno, 1991, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Zaeni Asyhadie, 2005, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Sumber Lain