• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Gambaran Umum Kota Pontianak 1. Keadaan Geografis

Kota Pontianak merupakan ibu kota Propinsi Kalimantan Barat. Luasnya mencakup 107,82 kilometer persegi, yang terdiri dari lima kecamatan dan dua puluh empat kelurahan. Kota Pontianak dilintasi garis Khatulistiwa yaitu pada 00 02’ 24” Lintang Utara sampai dengan 00 05’ 37” Lintang Selatan dan 1090 16’ 25” Bujur Timur sampai dengan 1090 23’ 01” Bujur Timur. Ketinggian Kota Pontianak berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut.

Wilayah Kota Pontianak secara keseluruhan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Pontianak, yaitu :

a. Bagian Utara dengan Kecamatan Siantan

b. Bagian Selatan dengan Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Sungai Kakap dan Kecamatan Siantan.

c. Bagian Barat dengan Kecamatan Sungai Kakap.

d. Bagian Timur dengan Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Ambawang.

Kecamatan di Kota Pontianak yang mempunyai wilayah terluas adalah Kecamatan Pontianak Utara (34,52 persen), diikuti oleh Kecamatan Pontianak Selatan (27,24 persen), Kecamatan Pontianak Barat (20,51 persen), Kecamatan Pontianak Kota (9,59 persen) dan Kecamatan Pontianak Timur (8,14 persen).

Kecamatan Pontianak Timur adalah salah satu kecamatan yang terdapat di dalam wilayah Kota Pontianak, yang terletak diantara dua sungai yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang berkedudukan di Kelurahan Tanjung Hulu. Adapun mengenai batas-batas Kecamatana Pontianak Timur adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Landak

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sungai Ambawang c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Kapuas

(2)

Luas wilayah Kecamatan Pontianak Timur adalah 878 hektar atau 8,78 kilometer persegi, yang terbagi dalam tujuh wilayah kelurahan yang secara terperinci dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan Pontianak Timur

No. Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Saigon Dalam Bugis Parit Mayor Banjar Serasan Tanjung Hulu Tambelan Sampit Tanjung Hilir 280 198 106 114 109 41 30 31,89 22,55 12.07 12,98 12,42 4,67 3,42 Jumlah 878 100,00

Sumber : Monografi Kantor Camat Pontianak Timur (Tahun 2005)

Dari tujuh kelurahan yang ada, sampai saat ini baru dua kelurahan yang sudah mempunyai lingkungan yaitu Kelurahan Dalam Bugis dan Kelurahan Tambelan Sampit. Kelurahan Dalam Bugis ada empat lingkungan, yaitu :

b. Lingkungan Sultan Abdurrahman c. Lingkungan Sultan Muhammad d. Lingkungan Panglima Daud e. Lingkungan Tanjung Pulau

Kelurahan Tambelan Sampit ada dua lingkungan, yaitu : a. Lingkungan Panglima Abdurrani

b. Lingkungan Pange ran Bendahara Syarif Abdurrahman

2. Kependudukan

Jumlah penduduk tahun 2005 berjumlah 68.216 jiwa, terdiri dari 35.278 laki- laki (51,75 persen) dan 32.938 perempuan (48,28 persen). Penduduk yang tinggal di wilayah Pontianak Timur terdiri dari suku Melayu, Madura, Dayak, Tionghoa, Jawa dan lain- lain. Hal ini menunjukkan sikap kebersamaan serta saling penuh pengertian dalam pergaulan dengan sesamanya dalam kehidupan sehari- hari. Hal ini terbukti karena di Kecamatan Pontianak Timur tidak pernah

(3)

terjadi kerusuhan sosial sebagai akibat dari beraneka ragamnya suku bangsa di wilayah ini. Jumlah penduduk menurut suku bangsa di Kecamatan Pontianak Timur dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Suku di Kecamatan Pontianak Timur

No. Suku Jumlah Jiwa Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. Melayu Madura Dayak Tionghoa Jawa Lain- lain 30.208 13.102 2.912 3.365 4.193 14.356 44,33 19,23 4,27 4,94 6,15 21,08 Jumlah 68.136 100,00

Sumber : Monografi Kantor Camat Pontianak Timur (Tahun 2005)

Tabel 2 menunjukkan bahwa lebih dari separuh penduduk yang mendiami Kecamatan Pontianak Timur bersuku bangsa Melayu. Selain itu penduduk dari suku Madura juga terdapat dalam jumlah yang cukup banyak di Kecamatan Pontianak Timur. Sementara penduduk dari suku Dayak, suku Tionghoa dan Jawa tidak menunjukkan jumlah yang banyak.

Mayoritas penduduk yang mendiami Kecamatan Pontianak Timur beragama Islam yaitu 63.684 jiwa (93,36 persen). Hal ini dapat dimengerti karena mayoritas penduduk di Kecamatan Pontianak Timur ini adalah dari Suku Bangsa Melayu yang hampir semuanya memeluk agama Islam. Selain memeluk agama Islam penduduk di Kecamatan Pontianak Timur ada juga yang memeluk agama Khatolik 2.355 jiwa (3,45 persen), agama Kristen Protestan 961 jiwa (1,41

persen), agama Hindu 422 jiwa (0,62 persen) dan agama Budha 794 jiwa (1,16 persen).

3. Mata Pencaharian (Pekerjaan)

Dilihat dari mata pencaharian penduduk Kecamatan Pontianak Timur mayoritas sebagai buruh 2.308 jiwa (37,77 persen) sebagai buruh tukang bangunan, buruh pabrik maupun buruh perkebunan. Selain itu penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 1.974 jiwa (32,31 persen), Pegawai Negeri

(4)

Sipil (PNS) sebanyak 782 jiwa (12,80 persen). Penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan tidak menunjukkan jumlah yang banyak yaitu hanya (0,13 persen) meskipun Kecamatan ini dekat dengan sungai Kapuas dan Sungai Landak. Selebihnya mereka berkerja sebagai peternak, petani, pengrajin, pengusaha, TNI/ Polri dan pensiunan.

Sejarah Kota Pontianak

Riwayat berdirinya Kota Pontianak yang didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alqadrie pada tanggal 24 Rajab 1181 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 23 Oktober 1771 Masehi. Syarif Abdurrahman Alqadrie adalah putra asli Kalimantan Barat. Ayahnya Syarif Husin Alqadrie seorang keturunan Arab yang telah menjadi warga kerajaan Matan (Ketapang). Ibunya Nyai Tua adalah seorang putri dari kerajaan Matan yang menurut penulis Belanda JJK. Enthoven adalah seorang putri Dayak yang telah menganut agama Islam.

Rombongan Syarif Abdurrahman Alqadrie membuka hutan dititik pertemuan tiga sungai, yaitu Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas. Daerah ini tidak subur, tanah gambut dan lumpur, susah untuk tanaman sayuran apalagi padi, juga susah air bersih. Tetapi dari segi strategi, letak tempat ini sangat baik karena daerah lalu lintas yang ramai dari pedalaman dan antar pulau serata perdagangan laut. Orang ramai datang dari pedalaman maupun daerah sekitar. Pada tahun 1192 H Syarif Abdurrahman Alqadrie dinobatkan sebagai Sultan Pontianak yang pertama. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Raya Sultan Abdurrahman Alqadrie dan Istana Kadriah yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur.

Menurut Sultan IX Kerajaan Pontianak, Sultan Syarif Abu Bakar Alqadrie menyatakan sejarah berdirinya Kesultanan Pontianak berawal dari pengembangan seorang ulama muda Islam berasal dari Hadramaut, yaitu Habib Husin Alqadrie. Habib Husin Alqadrie adalah seorang penyiar agama Islam yang kawin dengan anak raja Tanjungpura yang kemudian memboyong seluruh keluarga pindah ke Kerajaan Mempawah karena kemashurannya dalam menyiarkan agama Islam. Setelah Habib Husin Alqadrie wafat, anak pertamanya yang bernama Syarif Abdurrahman Alqadrie meninggalkan Mempawah dan mendirikan kerajaan

(5)

Kesultanan Pontianak. Pemilihan lokasi kerajaan selain mendapatkan wasiat dari sang ayah, pemilihan juga dilakukan dengan menembakkan meriam. Di mana peluru meriam jatuh, itulah didirikan sebuah masjid yang diberi nama Mesjid Jami Sultan Abdurrahman. Di tempat Masjid yang dibangun Sultan Syarif Abdurrahaman Alqadrie, kemudian beliau menembakkan peluru dari arah selatan, dimana perluru itu jatuh di situ akan di bangun Istana, selesai untuk Istana lalu beliau menembakkan kembali kearah utara, dimana itu jatuh peluru maka akan dijadikan tempat pengistirahatan terakhir yaitu daerah Batu Layang.

Pemberian nama Pontianak sendiri oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie dimana beliau pada waktu membuka Kota Pontianak, bukan berperang melawan manusia tetapi melawan hantu-hantu, karena selalu diganggu oleh hantu jahat yang disebut kuntilanak sehingga untuk mengusirnya harus ditembak dengan meriam, maka tempat dimana Sultan Syarif Abdurrahman membangun pemukiman baru yang disebutnya Pontianak. Sebagaimana yang diceritakan oleh Sultan IX Kerajaan Pontianak, yaitu :

“Karena beliau sendiri menyaksikan dan membuktikan dan berperang kepada hantu Pontianak, bukan berperang kepada manusia. Pokoknye macam- macam bunyi dan suara dengan ketawa, menurut sejarah seram sekali. Orang jawa menyebutnya kuntilanak, jadi nama Pontianak di ambil dari nama hantu kuntilanak”

Upaya Sultan Kota Pontianak Syarif Abdurrahman membangun pemukiman keluarganya di Pontianak semakin dikembangkan. Rumah-rumah kecil dibangun untuk pengikutya terutama para awak perahu dan para pedagang. Dalam tiga tahun pertama, daerah ini telah menjadi pemukiman yang ramai. Sebagai seorang pedagang yang telah berpengalaman diberbagai negeri dan hubungan dagangnya dengan pedagang luar negeri, mendorong Sultan Syarif Abdurrahman untuk mengembangkan Pontianak sebagai pusat perdagangan. Setelah Sultan Syarif Abdurrahman wafat kota Pontianak tetap berkembang menjadi kota perdagangan yang ramai dan telah mengalami pergantian pemerintahan sebanyak delapan sultan. Adapun para sultan yang pernah memegang tampuk pimpinan Kesultanan Pontianak adalah :

1. Sultan Syarif Abdurrahman bin AlHabib Husin Alqadrie (1771-1806) 2. Sultan Syarif Kasim bin Syarif Abdurrahman Alqadrie (1806-1819)

(6)

3. Sultan Syarif Usman bin Syarif Abdurrahman Alqadrie (1819-1855) 4. Sultan Syarif Hamid bin Syarif Usman Alqadrie (1855-1872) 5. Sultan Syarif Yusuf bin Syarif Hamid Alqadrie (1872-1895) 6. Sultan Syarif Muhammad bin Syarif Yusuf Alqadrie (1895-1944) 7. Sultan Syarif Thaha bin Syarif Usman Alqadrie (1944-1945) 8. Sultan Syarif Hamid II bin Syarif Muhammad Alqdrie (1945-1950)

Tahun 2004 Kesultanan Pontianak dipilih kembali dengan dinobatkan sultan IX Kesultanan Pontianak yang bernama Sultan Syarif Abubakar bin Syarif Mahmud Alqadrie.

Masyarakat Melayu Pontianak Timur 1. Stratifikasi Sosial Masyarakat

Penduduk suku bangsa Melayu Pontianak Timur pada umumnya secara stratifikasi dibedakan atas keturunan bangsawan dan keturunan rakyat kebanyakan. Pada masa lalu golongan keturunan bangsawan ini seperti membentuk kelompok khusus baik dalam hal bertempat tinggal maupun dalam pergaulan. Tempat tinggal keturunan bangsawan ini rata-rata tinggal di perkampungan sekitar istana Kadriah. Mereka saling berkomunikasi ke dalam dan melakukan perkawinan antar keluarga.

Sejalan dengan pembangunan kota Pontianak yang memasuki era modernisasi, keadaan masyarakat Melayu Pontianak sedikit berubah dari masa ke masa, di mana stratifikasi sosial dalam masyarakat Melayu Pontianak Timur yang masih begitu jelas antara keturunan bangsawan dan rakyat kebanyakan sudah tidak lagi membuat jarak. Masa sekarang tempat tinggal antara keturunan bangsawan dan rakyat kebanyakan sudah membaur menjadi satu. Sehingga hubungan komunikasi dan pergaulan sehari- hari sudah menjadi sangat lancar.

Bagi keturunan bangsawan Melayu Pontianak Timur sudah cukup menyadari bahwa status kebangsawanan saja tidak menjamin sepenuhnya kesejahteraan hidup di masa depan. Apalagi bahwa simbol supremasi kebangsawanan sekarang telah bergeser oleh pangkat, kedudukan dan gelar kesarjanaan. Golongan keturunan bangsawan mempergunakan simbol status berupa gelar kebangsawanan di depan nama mereka. Hampir setiap sultan atau panembahan pada masa lalu mempergunakan gelar yang berbeda-beda, sehingga

(7)

anak cucu keturunannya sekarang mud ah dikenal dari lingkungan kerajaan mana mereka berasal, dengan mengetahui gelar yang dipakai didepan namanya. Untuk keturunan bangsawan Pontianak mempergunakan gelar Syarif (laki- laki) dan Syarifah (perempuan).

Dalam penyelenggaraan upacara-upacara tradisional, para keturunan bangsawan sampai sekarang ini masih biasa menggunakan atribut-atribut khusus, baik untuk menunjukkan kenangan pada masa kebesarannya dahulu, maupun tuntutan sakral magis agar dihormati. Atribut-atribut khusus itu antara lain : pakaia n adat yang berwarna kuning, payung kerajaan yang berwarna kuning, dan alat-alat perlengkapan upacara yang hanya dimiliki oleh kerajaan.

Dahulu dalam pertemuan-pertemuan adat, khususnya dalam upacara perkawinan ada pemisahan yang tegas dalam kedudukan tamu-tamu dari golongan bangsawan. Tamu-tamu dari keturunan bangsawan harus duduk di bagian atas atau depan dengan layanan yang baik, sedangkan tamu-tamu dari rakyat biasa duduk pada bagian bawah atau di belakang. Pada saat sekarang urutan duduk dalam upacara adat lebih kepada sistem undangan bebas dan dengan hidangan prasmanan. Sekarang ini Istana Kadriah Kesultanan Pontianak lebih banyak digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh keturunan kerajaan maupun masyarakat Melayu sekitar kerajaan, agar peran Istana bukan hanya milik para keturunan Kerajaan tetapi juga milik masyarakat Kota Pontianak, khususnya masyarakat Melayu Pontianak Timur sebagai cikal bakal berdirinya Kota Pontianak.

2. Sistem Kekerabatan

Didalam hubungan kekerabatan di lingkungan masyarakat Melayu Pontianak Timur, hubungan keturunan inilah yag paling memegang peranan yang paling berpengaruh. Keterikatan seseorang dalam hubungan kekerabatan perhatian tidak saja diberikan pada garis keturunan yang berada disebelah atas, tetapi juga bagi garis keturunan yang berada disebelah ayah maupun ibu. Garis vertikal ke atas ini meliputi :

1) Saudara ayah 2) Saudara ibu

(8)

4) Saudara orang tua ibu 5) Saudara orang tua kakek 6) Saudara orang tua nenek

Bagi keluarga Melayu di Pontianak Timur biasanya orang tua laki- laki dan perempuan berada di rumah, karena mereka umumnya bekerja menjual jasa tenaga mencari tempat sewaan seperti warung-warung untuk tempat berjualan. Dalam keluarga inti lengkap tidak hanya ayah yang mencari nafkah biasanya dibantu pula oleh istri dan anak-anak, selain mengasuh anak seorang ibu juga mempunyai peranan mencari ekonomi dalam memenuhi kebutuhan keluarga yaitu dengan membuka warung dirumahnya atau berdagang dipasar.

Hubungan kekerabatan suku Melayu di Pontianak Timur masih ditemukan adanya kindred, yaitu adanya kesatuan kekerabatan yang melingkari seseorang, sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tertentu, seperti peristiwa perkawinan, kehamilan, kematian dan sebagainya. Biasanya dalam aktivitas-aktivitas tertentu tersebut semua orang yang masih ada hubungan darah yang dapat ditelusuri, diberitahukan dan diundang untuk ikut mengambil bagian. Seandainya ada yang tidak diundang, sedangkan yang bersangkutan masih ada hubungan kerabat dengan yang mempunyai aktivitas, yang bersangkutan akan tersinggung.

Dalam hubungan kekerabatan, aktivitas-aktivitas kekeluargaan suku Melayu Pontianak Timur mempunyai pola sopan santun kekerabatan. Biasanya penghormatan diberikan terutama kepada yang mempunyai (menyelenggarakan) aktivitas keluarga tersebut. Dalam upacara-upacara yang dihadiri oleh sanak keluarga, yang lebih muda biasanya selalu mengalah dan memberikan kesempatan kepada yang lebih tua. Dalam cara mempersilahkan sesuatu, misalnya masuk kedalam ruangan, makam dan sebagainya, yang muda membungkukkan badan dengan menggerakkan tangan kanan kearah yang dimaksud, dimana telapak ditengadahkan keatas dan dirapatkan. Menurut kisahnya, kerelaan hati dari yang muda dalam mendahulukan yang tua tergambar dari putihnya telapak tangan.

3. Pengunaan Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem simbol yang telah diatur, disepakati bersama serta dipelajari, yang digunakan untuk mewakili pengalaman-pengalaman dalam komunitas geografik atau cultural tertentu. Menurut Edward Sapir yang dikutip

(9)

oleh Sunarwinadi (2000) menyatakan bahasa tidak saja berperan sebagai suatu mekanisme untuk berlangsungnya komunikasi, tetapi juga sebagai pedoman ke arah kenyataan sosial. Dengan kata lain, bahasa tidak saja menggambarkan persepsi, pemikiran dan pengalaman, tetapi juga dapat menentukan dan membentuknya.

Bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari- hari masyarakat Melayu Pontianak Timur adalah bahasa Melayu dengan dialek Pontianak. Bahasa Melayu disini pada dasarnya sama dengan bahasa Indonesia, hanya saja berbeda pada dialek pengucapannya. Pengucapan huruf “r” yang kurang jelas dan pengucapan huruf “u” seolah-olah dibaca dengan huruf “o”, nampak sekali dalam percakapan antarwarga masyarakat Melayu Pontianak Timur khususnya, dan pada masyarakat Melayu Pontianak umumnya. Berbeda dengan masyarakat pendatang dari luar Kalimantan Barat meskipun mereka sudah lama tinggal di Pontianak, tetapi dalam pengucapan huruf “r” tetap jelas. Orang akan mudah mengetahui seseorang itu warga pendatang atau bukan, bisa dilihat dari cara pengucapan huruf “r” (jelas atau tidak). Perbedaan antara dialek bahasa Melayu Pontianak dengan Bahasa Indonesia dapat pada lampiran 3.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagi contoh, Morris menjelaskan bahwa indikator peri- laku kreatif yang ditunjukkan oleh peserta didik di dalam kelas adalah: (1) memper- tanyakan dan menantang, yaitu memiliki

27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan, diharapkan diskriminasi yang selama ini dialami penghayat kepercayaan,

Dari penelitian yang dilakukan, hasilnya adalah tahapan-tahapan phytomining logam tembaga dari air asam tambang yaitu fitoekstraksi dengan tanaman eceng gondok yang

Pada jalur percabangan dalam keturunan, saudara muda laki-laki atau perempuan orang tua ini masih merupakan keturunan dari ego+2, dan posisinya sejajar dengan orang tua,

Strategi yang dilakukan oleh orangtua menjelang ujian nasional yang akan dihadapi oleh anak mereka tidak terlepas dari tujuan yang akan dicapai yaitu membantu

Amicus Curiae tidak dapat dikatakan sebagai saksi karena dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan

A. DATA PASIEN ... DIAGNOSA KEPERAWATAN .... ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MIOKARD AKUT IMA!. A.. PENGKAJIAN

Combiphar yang terdiri dari bagian QA, Prodev, produksi, dan teknik menyusun Rencana Induk validasi (RIV).RIV ini mencakup informasi tentang fasilitas, peralatan, atau proses