• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Hidrodinamika Perairan Estuari

Estuari adalah perairan semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan laut, tempat dimana air asin dari laut dan air tawar dari sungai bertemu (Cameron and Pritchard 1963, diacu dalam Dyer 1973). Pertemuan serta percampuran air tawar dan air laut mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari mulai dari sepenuhnya air laut (33-37 ppt) di bagian mulut sampai dengan sepenuhnya air tawar pada bagian hulu. Percampuran akan terjadi bila kedua massa air tersebut bersentuhan, air tawar akan terapung di atas air laut karena densitas air tawar lebih ringan dibandingkan densitas air laut (Dyer 1973; Nybakken 1992; Duxbury and Duxbury 1993). Densitas air laut dipengaruhi oleh salinitas dan suhu akan tetapi di estuari, peranan salinitas dalam proses percampuran lebih dominan dibandingkan suhu karena dua alasan yaitu kisaran salinitas yang lebih lebar dibandingkan kisaran suhu serta kedalaman yang relatif dangkal sehingga umumnya mixing di estuari dipengaruhi oleh perbedaan salinitas dibandingkan perbedaan suhu (Dyer 1973).

Elliot dan James (1984) mengemukakan bahwa di perairan estuari terdapat tiga gaya hidrolik yang mempengaruhi tingkat percampuran dan pola sirkulasi air, yaitu :

1. Adanya aliran dua arah sebagai hasil interaksi antara aliran air tawar dan pergerakan pasang surut air laut.

2. Perbedaan densitas antara air yang masuk ke estuari dengan air yang keluar ke estuari secara periodik.

3. Adanya gaya coriolis, menyebabkan terjadinya perubahan bentuk muara sungai yang cenderung melebar dan perubahan pola sirkulasi air.

Dari ketiga gaya tersebut maka pola sirkulasi dan tingkat percampuran antara air tawar dan air laut akan membentuk stratifikasi salinitas yang berbeda-beda sepanjang estuari.

Terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut menyebabkan adanya distribusi salinitas yang dalam hal ini tergantung atas berbagai faktor, antara lain :

(2)

1. Pasang surut air laut. Pasang surut merupakan suatu gaya eksternal utama yang membangkitkan pergerakan massa air (arus) serta perilaku perubahan tinggi muka air secara periodik pada daerah estuari. Ketika pasang surut terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak ke belakang (hulu) dan ke laut, dalam periode tertentu (Dyer 1979). Adanya arus pasut menyebabkan terjadinya gesekan antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom air dengan lebih efektif.

2. Perubahan debit air sungai. Menurut Nybakken (1988) secara musiman debit air sungai akan berubah antara maksimal dan minimal. Perubahan debit air sungai tersebut menjadi penentu derajat percampuran antara air laut dan air tawar.

3. Arus dan gelombang. Arus air pada perairan estuari berasal dari arus air sungai akibat perbedaan topografi dan arus air laut yang di pengaruhi oleh pasang surut, angin dan gelombang.

Stomel (1951), diacu dalam Pickard dan Emery (1970) mengklasifikasikan sirkulasi air dan pola stratifikasi di estuari ke dalam 4 tipe (Gambar 2) yaitu :

A. Estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna (vertically mixed estuary, Gambar 2A), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal sehingga massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai ke dasar sepanjang estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuaria dari hulu sampai ke mulut atau hilir. Pada tipe estuari tercampur sempurna, energi pasut lebih besar daripada debit sungai dan mengakibatkan suatu proses pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara vertikal (Chester 1990; Brown et al. 1989).

B. Estuari stratifikasi sebagian (partially stratified estuary, Gambar 2B). Terjadi pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara dengan energi pasut (Rilley and Skirrow 1975; Brown et al. 1989; Chester 1990). Energi pasang akan menstimulir terjadinya pengadukan dan percampuran kedua massa air sungai dan laut di estuari. Tipe estuari tercampur sebagian mempunyai sifat antara lain : salinitas meningkat dari kepala sampai ke mulut pada semua kedalaman, massa air masing-masing

(3)

berada pada 2 lapisan, dimana lapisan atas salinitasnya sedikit lebih rendah dibandingkan yang lebih dalam, tidak terbentuk gradien densitas (Duxbury and Duxbury 1993). Pada tipe ini ada jaringan yang menuju ke laut atau outlet mengalir di lapisan atas dan jaringan masuk mengalir di lapisan yang lebih dalam.

Gambar 2 Karakter salinitas tiap profil kedalaman (bawah) dan penampang melintang salinitas (atas) di estuari (Tomczak 1998)

C. Estuaria stratifikasi tinggi (highly stratified estuary, Gambar 2C), lapisan atas salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati laut diluar mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada haloclin diantara perairan atas dan bawah khususnya dibagian kepala estuari.

D. Estuari baji garam (salt wedge, Gambar 2D), air bersalinitas tinggi menyusup dari laut seperti baji dibawah air sungai. Estuari baji garam mempunyai penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi. Ada gradien horisontal dari salinitas di dasar seperti pada partially stratified estuary dan sebuah gradien salinitas vertikal yang tegas seperti pada high stratified estuary. Tipe estuari baji garam umumnya terjadi di wilayah yang mempunyai aliran air sungai lebih dominan daripada energi pasut, sehingga sirkulasi massa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari sungai

A B

(4)

dan mengakibatkan terbentuknya gradien densitas nyata pada batas pertemuan massa air sungai dan massa air laut yang disebut baji garam. Adanya gradien densitas menyebabkan proses pengadukan dan percampuran kurang efektif (Brown et al. 1989).

Sedimen Estuari

Karena estuari merupakan tempat bertemunya arus air sungai yang mengalir ke laut dengan arus pasang surut air laut yang keluar masuk ke sungai, maka aktivitas ini menyebabkan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya sedimentasi, baik yang berasal dari sungai maupun dari laut atau sedimen yang tercuci dari daratan di sekitarnya.

Pengendapan sedimen atau sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi dan diameter sedimen itu sendiri (Posma 1976, diacu dalam Supriharyono 2000). Sedimen dengan diameter 104 µm akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150 cm/det, dan terbawa arus pada kecepatan antara 90-150 cm/det, selanjutnya mengendap pada kecepatan < 90 cm/det. Hal yang sama untuk sedimen yang halus, dengan diameter 102 µm, sedimen ini tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/det, dan terdeposisi pada kecepatan < 15 cm/det.

Konsekuensi dari hal ini, bahwa daerah estuari yang arus sungainya dan arus pasutnya sangat kuat, maka seluruh ukuran partikel-partikel sedimen kemungkinan akan tererosi dan terbawa arus (MCLusky 1981, diacu dalam Supriharyono 2000). Begitu agak melemah, sedimen yang berukuran besar seperti pasir, akan mengendap dulu, sedangkan sedimen yang berukuran halus, seperti silt dan Clay, masih terbawa arus. Partikel-partikel ini akan mengendap ketika arus sudah cukup lemah, yaitu di daerah tengah estuaria, dimana arus sungai dan laut bertemu.

Laju sedimentasi atau kecepatan endapan sedimen tergantung pada ukuran partikel. Kebanyakan sedimen yang terbawa ke daerah estuari berada dalam bentuk suspensi dan berukuran kecil. Partikel-partikel tersebut umumnya berdiameter < 2 µm, dan merupakan komposisi dari clay mineral, yaitu illite, kaolinite, dan montmorilonite, yang dibawa oleh air sungai. Semakin kecil diameter sedimen semakin sulit mengendap. King (1976) mendapatkan bahwa pasir dan pasir kasar

(5)

mengendap secara cepat di perairan. Sedimen-sedimen ini dapat mengendap dalam satu siklus pasang. Sedangkan sedimen-sedimen dalam yang lebih kecil, seperti silt dan clay, kecepatan endapannya sangat lambat, tidak dapat mengendap dalam satu siklus pasang. Lebih lanjut kecepatan endapan beberapa tipe sedimen disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kecepatan endap beberapa tipe sedimen

Tipe sedimen Diameter (µm) Kecepatan endap (cm/det) Pasir halus

Pasir sangat halus Silt Clay 250 – 125 125 – 62 31,2 – 3,9 1.95 – 0.12 1.2037 0.3484 0.0870 – 0.0014 3.47 x 10-4 – 1.16 x 10-6 Sumber : King (1976)

Logam Berat di Estuari

Dalam perairan logam berat ditemukan dalam bentuk :

a. Terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik.

b. Tidak terlarut, terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak 1980).

Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen misalnya akibat konta minasi bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987). Mengendapnya logam berat bersama -sama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan serta perairan di sekitarnya. Kadar normal dan maksimum logam berat dalam air laut ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kadar normal dan kadar maksimum logam berat dalam air laut

Kadar (ppm) Jenis Logam Berat

Normal* Maksimum** Cd 0.00011 0.01 Cu 0.002 0.05 Pb 0.00003 0.05 Zn 0.002 0.1 Keterangan : * : Waldichuk (1974) **

(6)

Parameter kimia dan fisika yang turut mempengaruhi kandungan logam berat dalam perairan adalah arus, suhu, salinitas, padatan tersuspensi total, dan derajat keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam penyebaran bahan cemaran adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan bathimetri. Arus di perairan estuari dipengaruhi oleh lingkungan yang khas seperti pengaruh masukan air sungai, pasang surut, gelombang laut, angin di permukaan laut serta pergerakan dan pencampuran massa air.

Perilaku logam berat di perairan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara fase larutan dan padatan, khususnya perairan itu sendiri dan sedimen. Konsentrasi logam terlarut secara cepat hilang dari larutan pada saat berhubungan dengan permukaan materi partikulat melalui beberapa fenomena ikatan permukaan yang berbeda (ikatan koloid, adsorpsi, dan presipitasi). Pembentukan partikulat logam berat menyebabkan dekomposisi dan penambahan konsentrasinya di dalam sedimen (proses sedimentasi).

Setelah proses pengendapan atau sedimentasi, unsur-unsur logam berat tersebut akan mengalami proses diagenesis, melibatkan peningkatan bobot molekul dan hilangnya gugus fungsi. Sebagai akibatnya terbentuknya cadangan logam berat pada sedimen perairan yang relatif stabil dan kurang reaktif. Namun demikian karena adanya berbagai proses fisika, kimia, dan biologi di estuari, komponen tersebut dapat kembali ke kolom air.

Tingkah Laku Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn di Estuari

Logam berat di perairan khusunya di estuari memiliki sifat konservatif dan non konservatif (Chester 1990). Sifat ko nservatif menunjukkan kestabilan konsentrasi suatu komponen. Konsentrasinya tidak dipengaruhi proses - proses kimia dan biologi.

Teknik yang paling umum yang digunakan untuk melihat ke-konservatif-an suatu elemen terlarut dengan menggunakan mixing graph atau diagram mixing. Dengan diagram ini, konsentrasi setiap komponen terlarut dari setiap sampel dapat diplotkan dengan beberapa elemen yang konservatif. Nilai salinitas di estuari bersifat konservatif, karena keberadaannya tidak dipengaruhi oleh proses kimia dan biologi. Jika distribusi logam terlarut di estuari lebih banyak dikontrol oleh proses fisika

(7)

(proses percampuran antara air sungai dan laut), konsentrasi akan linier terhadap salinitas. Arah kemiringan (slope) akan ditentukan oleh kelimpahan relatif logam dalam air sungai dan air laut (Libes 1992). Slope yang berupa garis lurus ini sering disebut theoritical dilution line (TDL). Apabila sumber elemen logam terlarut relatif melimpah di sungai (air tawar, salinitas 00/00) daripada di air laut maka bentuk TDL ini menurun sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 ii ) dan sebaliknya apabila logam terlarut relatif melimpah di air laut daripada air tawar, maka TDL ini akan naik sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 i).

Jika logam terlarut bersifat non konservatif, logam ini akan mengalami removal atau addition oleh adanya proses-proses kimia di estuari. Logam mengalami removal apabila konsentrasinya berada di bawah TDL dan kebalikannya mengalami addition, apabila konsentrasinya berada di atas TDL (Gambar 3).

Gambar 3. Tingkah laku elemen terlarut di Estuari (Chester 1990)

Ket :

(i) Komponen dimana konsentrasi air laut > air tawar (ii) Komponen dimana konsentrasi ait Tawar > air laut

Pada umumnya logam berat (trace metal) di estuari mempunyai sifat non konservatif, konsentrasinya di estuari mengalami perubahan. Tetapi hal ini tidak berlaku universal di semua estuari, yang dalam hal ini tergantung dari tipe estuari. Danielsson et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) menyatakan bahwa proses removal logam Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut tidak bekerja efektif di Estuari Gota (Sweden), dimana tipe estuarinya baji garam (Salt Wedge), yang relatif tidak

(8)

terpolusi. Sementara beberapa peneliti yang lain menemukan adanya sifat non konservatif terhadap logam tersebut di estuari yang berbeda (tidak disebutkan tipe estuari), antara lain : (1) Duinker dan Notling (1978), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Rhine, yang relatif kecil tetapi terpolusi berat, logam Cu, Zn dan Cd, proses removal terjadi seperti pada estuari yang kebanyakan tidak terpolusi (2) Boyle et al. (1992), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Amazon, yang mempunyai bahan organik rendah dan partikel tinggi, Cu bersifat tidak reaktif, sementara Cd mengalami desorpsi pada salinitas rendah (3) Edmond et al. (1985), diacu dalam Chester (1990), di Estuari Changjiang, Cu bersifat konservatif dan Cd mengalami desorpsi pada salinitas rendah (4) Windom et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) di Savannah dan Ogeechee (USA), Cu bersifat non konservatif dengan proses addition pada salinitas < 5 0/00 dan > 20 0/00, serta bersifat removal pada salinitas intermediet (5 – 20 0/00). Melalui hasil eksperimennya disimpulkan bahwa adanya penambahan Cu pada salinitas < 5 0/00 disebabkan karena adanya pelepasan dari material tersuspensi yang dibawa oleh air sungai dan adanya penambahan pada salinitas > 20 0/00 sebagai hasil dari resuspensi sedimen (5) Li et al. (1984), diacu dalam Chester (1990) melalui eksperimennya menemukan bahwa Cd dan Zn akan terdesorpsi dari material tersuspensi yang berasal dari sungai di sistim estuari. Gambar 4 memperlihatkan pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas.

(9)

Material Padatan Tersuspensi (TSS) di Estuari

Sumber material padatan tersuspensi di estuari berasal dari 1. Sungai

Material ini berasal dari pelarutan batuan (seperti quartz, clay mineral), bahan-bahan organik di daratan (contoh sisa-sisa tanaman, material humic) dan berbagai macam polutan (sewage).

2. Atmosfer

Bahan pencemar di udara yang melayang sebagai debu 3. Laut

Berasal dari komponen biogenous yang berasal dari organisme laut (skeletal debris/tulang, material organik) dan komponen an organik (berasal dari sedimen maupun yang terbentuk dalam kolom air laut itu sendiri).

4. Estuari itu sendiri

Material ini merupakan hasil dari proses-proses yang terjadi di estuari antara lain : Flocculation, presipitasi, dan adanya proses produksi biologi yang menghasilkan material organik

Penggumpalan (Flocculation) terjadi di estuarine karena adanya percampuran air yang mempunyai salinitas berbeda. Adanya perbedaan salinitas ini menyebabkan bertambahnya kekuatan ikatan ionic (ionic strength). Flocculation ini dipengaruhi oleh komponen organik maupun an organik, termasuk didalamnya karena adanya clay mineral tersuspensi yang di bawa oleh air sungai, spesies koloidal dari besi (Fe) dan material organik terlarut seperti material humic.

Distribusi dari material partikulat di estuari dipengaruhi oleh proses-proses fisika seperti pola sirkulasi air, adanya gravitasi yang menyebabkan penenggelaman sehingga membentuk deposit sedimen serta adanya resuspensi.

Proses-proses yang terjadi di estuari

Material padatan tersuspensi dan terlarut di estuari akan saling berinteraksi, dimana interaksi ini akan menghasilkan suatu perubahan yaitu adanya penambahan (addition) atau pengurangan (removal) komponen terlarut di estuari. Perubahan ini diakibatkan adanya proses-proses yang terjadi di estuari, antara lain :

(10)

1. Flocculation, adsorpsion, presipitation, dan pengambilan secara biologi. Hal ini menyebabkan pengurangan (removal) komponen dari fase terlarut dan membentuk fase partikulate.

2. Desorption dari permukaan partikel dan terpisahnya material organik. Hal ini akan menghasilkan penambahan komponen terlarut.

3. Adanya reaksi kompleksasi dan chelation dengan ligan an organik dan organik. Hal ini akan menstabilkan fase terlarut.

Interaksi antara material terlarut ⇔ partikulat dipengaruhi oleh sejumlah komponen termasuk pH dan klorinitas. Dari hasil eksperimen di laboratorium Salomons (1980), diacu dalam Chester (1980) menyatakan bahwa

1. Adsorpsi kedua logam ini akan bertambah dengan bertambahnya pH (7-8,5) 2. Adsorpsi dari Cd dan Zn sedikit berkurang dengan bertambahnya chlorinitas.

Hal ini diduga karena adanya kompetisi dengan ion Cl untuk membentuk ikatan kompleks.

3. Adsorpsi kedua elemen bertambah dengan bertambahnya turbiditas (tingginya konsentrasi material tersuspensi)

Hubungan antara elemen terlarut dan partikulat dalam estuari dapat digambarkan dalam suatu box model seperti Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5 Box Model Estuari (Chester 1990)

Keterangan :

P ↔ d = mengindikasikan adanya hubungan antara partikulat dan terlarut yang berhubungan dengan faktor fisika, kimia, dan biologi.

kd = X/C dengan X : konsentrasi perubahan elemen partikulat C : konsentrasi elemen terlarut

(11)

Nasib Bahan Pencemar (Logam Berat) setelah Memasuki Perairan

Menurut Metcalf dan Edy (1978) tingkat pencemaran yang masuk ke dalam perairan sungai, danau, estuari dan laut adalah berbeda, karena kondisi hidrodinamika yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut berkaitan dengan model percampuran atau mixing dan penyebaran atau dispersi suatu bahan, yang berhubungan dengan kadar pencemar dan laju penguraian.

Romimohtarto (1991), diacu dalam Anna (1999) menyebutkan bahwa setelah memasuki perairan, sifat dan kondisi bahan pencemar sangat ditentukan oleh beberapa faktor atau jalur dengan kemungkinan perjalanan adalah :

1. Terencerkan dan tersebarkan oleh adukan atau turbulensi dan arus laut. 2. Pemekatan melalui proses biologi dengan cara di serap oleh ikan plankton

nabati atau oleh ganggang laut bentik. Biota ini pada gilirannya dimakan oleh pemangsanya, dan seterusnya. Pemekatan dapat juga terjadi melalui proses fisik dan kimiawi dengan cara di adsorpsi, di endapkan dan pertukaran ion, kemudian bahan pencemar itu baru akan mengendap di dasar perairan. Bahan pencemar dapat masuk dan tinggal di dasar perairan akibat proses sedimentasi dan penggumpalan (flocculation)

3. Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan) yang beruaya.

Untuk lebih jelasnya mengenai nasib bahan pencemar di lingkungan laut dapat di lihat pada Gambar 6.

Kualitas Perairan Estuari 1. Salinitas

Salinitas di estuari sangat dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang surut dan debit air sungai. Fluktusi salinitas di estuari terjadi karena daerah tersebut merupakan tempat pertemuan antara massa air tawar yang berasal dari sungai dengan massa air laut serta diiringi dengan pengadukan massa air.

2. Derajat Keasaman atau pH

Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam dan basa. Nilai pH berkisar antara 1 – 14 dimana nilai pH 7 adalah netral yang merupakan batas tengah antara asam dan basa makin tinggi pH suatu larutan makin

(12)

besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam suatu larutan.

Derajat keasaman ini dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang sangat penting. Ia juga memepengaruhi konsentrasi logam berat diperairan. Pada perairan estuaria kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan pada perairan lainnya, hal ini disebabkan oleh kelarutan logam berat lebih tinggi pada pH rendah (Chester 1990).

Gambar 6 Proses yang dialami bahan cemaran di lingkungan laut (Mandelli 1976, diacu dalam Hutagalung 1991)

Zat Pencemar Diencerkan dan Disebarkan Masuk ke Ekosistem Laut Dibawa oleh Adukan Turbulensi

Arus laut Biota yang Beruaya

Arus Laut

Dipekatkan oleh

Proses Biologis Proses Fisis dan Kimiawi Absorbsi oleh Ikan Absorbsi oleh Plankton Nabati Absorpsi oleh Rumput Laut dan Tumbuhan Lainnya

Adsorpsi Pertukaran Ion

Pengendapan

Avertebrata Plankton Hewani Pengendapan di Dasar

(13)

3. Oksigen Terlarut (DO)

Kelarutan logam berat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut. Pada daerah dengan kandungan oksigen yang rendah daya larutnya lebih rendah sehingga mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987).

4. Bahan Organik

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi daya larut logam berat diatas, kandungan logam berat pada suatu perairan juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti bahan organik. Bahan organik akan mempengaruhi proses adsorpsi, absorpsi dan desorpsi logam berat

Gambar

Gambar 2  Karakter salinitas tiap profil kedalaman (bawah) dan penampang  melintang salinitas (atas) di estuari (Tomczak 1998)
Gambar 3. Tingkah laku elemen terlarut di Estuari  (Chester 1990)   Ket :
Gambar 4 memperlihatkan pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas.
Gambar 5  Box Model Estuari (Chester 1990)  Keterangan :
+2

Referensi

Dokumen terkait

1) Sifat dan tipe perusahaan. Modal kerja dari suatu perusahaan jasa relatif lebih kecil daripada kebutuhan modal kerja perusahaan industri. Perusahaan jasa biasanya

Stevenson (1982) menyatakan peranan bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah: (1) membentuk kelat dengan ion logam penting seperti Cu, Fe, Al dan Mn, sehingga menjadi

a) Mekanik robot merupakan anggota badan robot, yang dapat terbuat dari bermacam-macam bahan baik dari logam, maupun dari bahan non-logam, misalkan kayu, acrylic,

Pada tahun 1899 J.J Thomson menemukan bahwa pada beberapa kondisi elektron terpancar dari permukaan logam ketika diberikan radiasi elektromagnetik. Gejala ini

Stevenson (1982) menyatakan peranan bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah: (1) membentuk kelat dengan ion logam penting seperti Cu, Fe, Al dan Mn, sehingga menjadi

Pada penelitian terdahulu disebutkan bahwa adanya sifat dari kulit manggis sebagai antilipid yang bekerja dengan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang

Pemilihan bahan batu yang akan digunakan untuk dapur pelebur tipe Crucible dengan bahan bakar padat ini, ditentukan dengan memperhatikan sifat-sifat dapur tersebut seperti

Kenyataan di atas, berupa sifat-sifat khas dari ikan terhadap racun logam berat, dan proses bagaimana racun tersebut berada dan berpengaruh pada elemen- elemen biologisnya,