• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDAMPINGAN IMAN ANAK TERHADAP KETERLIBATAN PUTRA-PUTRI ALTAR

DI PAROKI MARGANINGSIH KALASAN S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Bernadetta Linda Kusumawati NIM: 101124030

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus yang selalu setia mendampingi penulis, seluruh keluarga yang menjadi penyemangat bagi penulis, para dosen IPPAK-USD yang banyak membantu penulis melalui ilmu dan pengalaman yang diberikan, serta kepada

siapa saja yang telah berkehendak baik membimbing dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

v MOTTO

Serahkanlah Kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! (Mazmur 54 :23)

Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Agustus 2015 Penulis

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik (IPPAK) Universitas Sanata Dharma:

Nama : Bernadetta Linda Kusumawati Nomor Mahasiswa : 101124030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH PENDAMPINGAN IMAN ANAK TERHADAP

KETERLIBATAN PUTRA-PUTRI ALTAR DI PAROKI MARGANINGSIH KALASAN

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu minta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Agustus 2015 Yang menyatakan,

(8)

viii ABSTRAK

Skripsi yang berjudul PENGARUH PENDAMPINGAN IMAN ANAK TERHADAP KETERLIBATAN PUTRA-PUTRI ALTAR DI PAROKI MARGANINGSIH KALASAN dipilih karena adanya harapan bahwa keterlibatan anak maupun remaja sebagai putra-putri Altar sangat berguna untuk melihat regenerasi Gereja masa depan. Anak merupakan harapan Gereja masa depan maka membutuhkan pendampingan bagi imannya agar dapat terlibat. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh Pendampingan Iman Anak terhadap keterlibatan sebagai putra-putri Altar.

Pendampingan Iman Anak adalah interaksi antara pendamping dan anak-anak dalam Pendampingan Iman melalui suatu program yang sengaja dibentuk untuk saling memperkembangkan iman, baik antara pendamping maupun peserta. Sedangkan keterlibatan sebagai Putra-putri Altar merupakan keikutsertaan anggota Putra-Putri Altar secara sadar, aktif dan penuh dalam hidup menggereja yang sesuai dengan tugasnya, baik sebagai petugas liturgi maupun sebagai anggota komunitas dalam organisasi Putra-putri Altar.

Hipotesis yang dapat dirumuskan dari penelitian ini yaitu; Ho: tidak ada pengaruh Pendampingan Iman Anak terhadap Keterlibatan sebagai Putra-putri Altar di Paroki Marganingsih Kalasan, Ha: ada pengaruh Pendampingan Iman Anak terhadap Keterlibatan sebagai Putra-putri Altar di Paroki Marganingsih Kalasan.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif berbentuk regresi, dengan populasi adalah anggota Putra-putri Altar yang pernah mengikuti kegiatan Pendampingan Iman Anak. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah skala sikap dengan 18 pertanyaan untuk Pendampingan Iman Anak dan 18 pertanyaan untuk Keterlibatan Putra-putri Altar. Uji Validitas yang digunakan dengan taraf signifikansi sebesar 5% dengan N 60 anak berdasarkan nilai Rtabel sebesar 0,254 diperoleh sebanyak 31 item valid dengan nilai Reliabilitas sebesar 0,869 yang berarti reliabilitas instrumen tinggi.

Dari hasil regresi linier sederhana dengan taraf signifikansi 5%, hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata Pendampingan Iman Anak 53,5833 dan nilai rata-rata keterlibatan Putra-putri Altar 56,7 keduanya tergolong sangat baik. Nilai r2

diperolehsebesar 0,471 atau 47,1% yang berarti terdapat pengaruh positif antara variabel Pendampingan Iman Anak (X) terhadap Variabel keterlibatan Putra-putri Altar (Y) Persamaan Regresi yang diperoleh Y=17,558 + 0,730 X ini berarti setiap nilai X bertambah satu maka nilai Y bertambah 17,558 + 0,730. Nilai signifikansi sebesar 0,000 menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, ini berarti varibel Pendampingan Iman Anak berpengaruh terhadap Variabel Keterlibatan Putra-putri Altar.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar orangtua juga turut serta terlibat dalam perkembangan iman anak, perlu perencanaan dan peningkatan bagi kegiatan Pendampingan Iman anak dan membuat aksi nyata bagi anak-anak yang mengikuti Pendampingan Iman Anak salah satunya dengan ikut terlibat dalam pelayanan sebagai Putra-putri Altar.

(9)

ix

ABSTRACT

This thesis is titled THE INFLUENCE OF ASSITANCE CHILDREN FAITH ON THE SON AND DAUGTHER ALTAR SERVERS INVOLVEMENT IN MARGANINGSIH KALASAN PARISH was choosen because children and younger son and daugther Altar Servers involvement was useful to church future regeneration. Children are the future hope of the Church. Children need assistance to faith can flourish. Therefore this thesis to look at how much influence of the assitance children faith to the involment of son and daugther altar servers involvement in marganingsih kalasan parish.

The son and daugther altar servers is interaction between the children companion in a program is deliberately set to promote mutual faith, between companion and participants. While involment of as the son and daugther altar servers is the participation of members the son and daugther altar servers in consciously, active and full of life church as in accordance with them duties as an officer of the liturgy as members of the organization the son and daugther altar servers.

Based on the above theory can be formulated the research hypotesis, Ho: there is no significance influence between on the assitance Children Faith on the son and daugther Altar Serve involvemen in Marganingsih Kalasan Parish. Ha: There is Influence on the assitance Children Faith on the son and daugther Altar Servers involvemen in Marganingsih Kalasan Parish.

This research is to aquantitative type in a regression model. The population of this research are son and daugther Altar Serve was followed in Assitance Children Faith, sampling chossen with purposive sampling. The instrumen used is attitude scale, developed in 18 statements about Assitance Children Faith and 18 statements regarding the son and daugther Servers. The validity test results on the significance level 5%, N 60 people with the critical value 0,254, obtained as many as 31 items are valid. The reliability test results in alpha coefficient 0,869, which mean high reliability of the instrument.

From the results of simple linear regression test at significance level of 5%, showed that the average value of Assitance Children Faith is 53,5833 and the son and daugther Altar Serve Involvement is 56,7, both are classified very well., r2 values obtained 0,471 (47,1%) which means there are a positive influence from Assitance Children Faith (X) on the son and daugther Altar Servers Involvement (Y). The regression equation is Y=17,558 + 0,730 X which means are that any additional value by 1 point on X, Y value increasses by 17,558 + 0,730 point, significance value being 0,000 indicates that Ha is receved and Ho is rejected. This means that the Assitance Children Faith has positive influence on the son and daugther Altar Serve Involvement.

Based on the result of this research, here suggested to parent involved in the development of faith in children and need to plan and increase assitance to make real action for children one to get involved in ministy as a From the son and daugther Altar servers.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa Yang Maha Kasih yang telah membimbing, menuntun dan menyertai penulis dengan kasih-Nya selama proses pembuatan skripsi sehingga penulisan dan penyusunan skripsi yang berjudul PENGARUH PENDAMPINGAN IMAN ANAK TERHADAP KETERLIBATAN PUTRA-PUTRI ALTAR DI PAROKI MARGANINGSIH KALASAN dapat selesai dengan baik.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan masukan bagi pihak Gereja mengenai pentingnya pengenalan hidup menggereja dalam Pendampingan Iman Anak bagi keterlibatan anak-anak dalam hidup menggereja, salah satunya sebagai putra-putri altar. Selain itu, penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang selalu mendampingi, memotivasi, membimbing dan memberikan kritikan yang membangun. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku Dosen utama, yang selalu membimbing, mengingatkan, mendampingi dan memberikan motivasi dengan penuh kesabaran dalam proses penulisan skripsi ini.

(11)

xi

2. Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan selaku Dosen penguji II yang selalu mengingatkan dan memberi semangat kepada penulis dalam proses penulisan skripsi serta mendampingi dan memotivasi penulis selama proses belajar di IPPAK.

3. Dr. CB. Putranta, S.J., selaku dosen III yang telah memberikan semangat dan motivasi penulis dalam menyelesaikan dan mempertanggungjawabkan skripsi.

4. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung., S.J., M. Ed. Selaku Kaprodi IPPAK-USD yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk memulai dan menyelesaikan penulisan skripsi dari awal hingga akhir.

5. Segenap staf Dosen IPPAK-USD yang telah mendidik, memberikan teladan dan membantu penulis selama proses belajar di IPPAK maupun selama penyusunan skripsi.

6. Segenap staf Karyawan IPPAK-USD yang dengan setia membantu dan melayani serta memberikan arahan kepada penulis, khususnya kepada staf sekretariat yang dengan ceria membantu dan mengarahkan penulis selama proses penulisan dan penyelesaian skripsi.

7. Romo L. Tata Priyana, Pr., selaku Pastor Paroki Marganingsih Kalasan, Sleman, Yogyakarta, yang telah mengizinkan dan memotivasi penulis untuk mengadakan penelitian di Paroki Marganingsih Kalasan.

8. Teman-teman dan anak-anak Putra-putri Altar Paroki Marganingsih Kalasan yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam penelitian dan penyelesaikan penulisan skripsi.

(12)

xii

9. Orangtua, nenek, adik dan segenap keluarga yang memberikan cinta kasihnya kepada penulis dan memotivasi penulis baik secara material maupun non-material sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

10. Teman-teman IPPAK angkatan 2010 yang sama-sama berjuang teristimewa untuk Nicanius Andrey Wuddy Luchensy yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang sudah mendoakan, membantu dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan selalu membimbing dan memberkati semua karya dan segala niat baik. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga penulisan skripsi ini berguna bagi yang membutuhkan khususnya bagi pihak pendamping PIA.

Yogyakarta, 18 Agustus 2015

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Identitifikasi Masalah ... 8 C. Pembatasan Masalah. ... 9 D. Rumusan Masalah. ... 9 E. Tujuan Penulisan ... 10 F. Manfaat Penulisan ... 10 G. Metode Penulisan ... 12 H. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 14

A. PENDAMPINGAN IMAN ANAK ... 14

1. Pengertian PIA ... 14

2. Tujuan PIA ... 15

3. Subyek dalam PIA ... 18

a. Anak merupakan Subyek Utama dalam PIA ... 18

b. Orangtua sebagai Pendidik yang Utama ... 20

(14)

xiv

4. Karakteristik Anak dalam PIA ... 23

a. Minat Beragama Anak Menurut Hurlock ... 23

b. Minat Beragama Anak Menurut Fowler ... 24

5. Kegiatan dalam PIA. ... 25

a. Kegiatan PIA Dilaksanakan Secara Terencana. ... 26

b. Kegiatan PIA Bersifat Sistematis. ... 29

c. Kegiatan PIA Bersifat Metodis. ... 30

6. Fungsi dari Kegiatan yang ada dalam PIA. ... 31

B. KETERLIBATAN PUTRA-PUTRI ALTAR ... 32

1. Putra-putri Altar ... 33

a. Sejarah Putra-putri Altar ... 34

b. Tugas Putra-putri Altar ... 37

2. Komunitas Putra-putri Altar. ... 40

a. Pengertian Tentang Komunitas. ... 40

b. Kegiatan Putra-putri Altar dalam Komunitas. ... 41

c. Struktur Kepengurusan dalam Komunitas Putra-putri Altar. ... 42

3. Keterlibatan dalam Putra-putri Altar. ... 45

C. PENELITIAN YANG RELEVAN ... 48

D. KERANGKA PIKIR ... 50

E. HIPOTESIS. ... 51

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 52

A. Jenis Penelitian ... 52

B. Desain Penelitian ... 52

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 54

1. Variabel Penelitian ... 54

2. Definisi Konseptual Variabel ... 55

a. Pendampingan Iman Anak ... 55

(15)

xv

3. Definisi Oprasional Variabel... 55

a. Pendampingan Iman Anak ... 55

b. Keterlibatan Putra-putri Altar ... 55

4. Insrtumen Penelitian ... 56

5. Kisi-kisi Instrumen ... 57

6. Hasil Observasi Putra-putri Altar di Paroki Marganingsih Kalasan . ... 59

7. Pengembangan Instrumen ... 59

a. Uji Coba Terpakai ... 59

b. Uji Validitas ... 60

c. Uji Reliabilitas ... 62

8. Deskripsi Data. ... 62

a. Variabel PIA (Variabel X) ... 63

b. Variabel Keterlibatan Putra-Putri Altar (Variabel Y) ... 64

9. Uji Persyaratan Analisis. ... 64

a. Uji Normalitas Data... 64

b. Uji Linearitas Regresi. ... 65

c. Uji Homokedastisitas. ... 65

10. Uji Hipotesis. ... 66

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 67

A. Hasil Penelitian ... 67

1. Uji Persyaratan Analisis ... 67

a. Uji Normalitas Data ... 67

b. Uji Linearitas ... 70

c. Uji Homokedastisitas. ... 71

2. Deskripsi Data ... 73

a. Pendampingan Iman Anak ... 73

b. Keterlibatan ... 79

B. Uji Hipotesis... ... 89

C. Hasil Studi Dokumen. ... 94

(16)

xvi

2. PIA Santa Maria Kalasan Barat. ... 96

3. PIA Stasi Maguwo. ... 98

4. PIA Stasi Macanan. ... 99

D. Pembahasan Hasil Penelitian. ... 101

E. Keterbatasan Penelitian. ... 109

F. Refleksi Kateketis . ... 110

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 121

LAMPIRAN ... 124

Lampiran 1. Surat Penelitian ... (1)

Lampiran 2. Kuisioner Penelitian ... (3)

Lampiran 3. Tabel Total Variabel X dan Y ... (7)

Lampiran 4. Tabel Nilai r Product Moment. ... (9)

Lampiran 5. Hasil Analisis Validitas . ... (10)

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Dokumen Gereja

CT :Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada Para Uskup, Klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979

GE : Gravissimum Educationis KHK :Kitab Hukum Kanonik

PUMR :Pedoman Umum Misale Romawi

SC :Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Tentang Liturgi Suci Dokumen Konsili Vatikan II

B. Singkatan dalam Penelitian ANOVA : Analisys Of Variance Dev : Deviasi

Ha : Hipotesis Alternatif Ho : Hipotesis Nol Sig : Signifikansi

SPSS : Statistical Product and Service Solutions Std : Standard

(18)

xviii C. Singkatan Lain

Art : Artikel Bdk : Bandingkan

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia Komkat : Komisi Kateketik

PA : Putra-putri Altar

PIA : Pendampingan Iman Anak OMK : Orang Muda Katolik

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Tugas PA

Tabel 2 : Pilihan Jawaban dan Skor

Tabel 3 : Kisi-kisi Instrumen Variabel Pendampingan Iman Anak

Tabel 4 : Kisi-kisi Instrumen Variabel Keterlibatan Putra-Putri Altar dalam Tugas Liturgis

Tabel 5 : Kisi-kisi Instrumen Variabel Keterlibatan sebagai Putra-Putri Altar dalam Komunitas

Tabel 6 : Panduan Program Studi Tabel 7 : Item- Total Statistics Tabel 8 : Reliability Statistics Tabel 9 : Kriteria Variabel X Tabel 10 : Kriteria Variabel Y

Tabel 11 : One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Keterlibatan Tabel 12 : ANOVA Table

Tabel 13 : Rangkuman Statistik Deskripsi Pendampingan Iman Anak Tabel 14 : Statistik Deskripsi Keteladanan Pendamping PIA

Tabel 15 : Deskripsi Keteladanan Pendamping PIA

Tabel 16 : Statistik Deskripsi Keaktifan Anak-anak dalam PIA Tabel 17 : Deskripsi Keaktifan anak-anak dalam PIA

Tabel 18 : Statistik Deskripsi Kegunaan Program dalam PIA Tabel 19 : Deskripsi Kegunaan Program dalam PIA

(20)

xx

Tabel 20 : Rangkuman Statistik Keterlibatan Putra-putri Altar Tabel 21 : Statistik Deskripsi Kehadiran secara Sadar (Liturgi) Tabel 22 : Deskripsi Kehadiran secara Sadar (Liturgi)

Tabel 23 : Statistik Deskriptif Kehadiran secara Aktif (Liturgi) Tabel 24 : Deskripsi Kehadiran secara Aktif (Liturgi)

Tabel 25 : Statistik Deskripsi Kehadiran secara Penuh (Liturgi) Tabel 26 : Deskripsi Kehadiran secara Penuh (Liturgi)

Tabel 27 : Statistik Deskripsi Kehadiran secara Sadar dalam Komunitas Tabel 28 : Deskripsi Kehadiran secara Sadar (Komunitas)

Tabel 29 : Statistik Deskripsi Kehadiran secara Aktif (Komunitas) Tabel 30 : Deskripsi Kehadiran secara Aktif (Komunitas)

Tabel 31 : Statistik Deskripsi Kehadiran secara Penuh dalam Komunitas Tabel 32 : Deskripsi Kehadiran secara Penuh (Komunitas)

Tabel 33 : Descriptive Statistics Tabel 34 : Model Summaryb Tabel 35 : ANOVAb

Tabel 36 : Variables Entered/Removedb Tabel 37 : Coefficientsa

Tabel 38 : Correlations

Tabel 39 : Studi Dokumen PIA Paroki Marganingsih Kalasan Tabel 40 : Studi Dokumen PIA Santa Maria Kalasan Barat Tabel 41 : Studi Dokumen PIA Stasi Maguwo

(21)

xxi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 : Histogram

Grafik 2 : Normal P-P Plot Keterlibatan Grafik 3 : Normal P-P Plot PIA

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa dan masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami kerusakan keadaban publik, yang terungkap dalam korupsi, kekerasan dan perusakan lingkungan. Hal tersebut terjadi sebagai akibat adanya hubungan yang tidak beres antara pemerintah, pasar dan warga. Boli Kontan dalam Praedicamus (2006: 19) menuliskan pendapatnya bahwa Gereja menyadari dirinya juga terlibat di dalam masalah tersebut. Gereja ikut ambil bagian dalam muncul dan berkembangnya kerusakan keadaban publik. Kesadaran itu memacu Gereja untuk bertobat yang terungkap dalam gerakan membangun keadaban publik baru bangsa bersama siapa saja yang berkehendak baik. Istilah yang digunakan adalah gerakan menciptakan habitus baru.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Gereja merupakan bagian dari dunia. Gereja turut serta dalam urusan bangsa dan negara. Gereja tidak hanya berpangku tangan terhadap hal duniawi. Melihat kegelisahan yang mengancam bangsa Indonesia maka Gereja mau membuka diri hal ini nampak dalam habitus baru yang dikeluarkan oleh Arah Dasar Keuskupan Agung semarang tahun 2006 - 2010. Dalam arah dasar keuskupan Agung Semarang tahun 2006 - 2010 dikatakan bahwa Gereja tidak hanya ingin membudayakan kebiasaan-kebiasaan baik, namun juga mengemukakan bahwa habitus baru itu

(23)

meliputi keterlibatan secara aktif membangun kehidupan dalam keluarga dengan menjadikannya basis hidup beriman; kemudian melibatkan anak-anak, remaja dan kaum muda dalam pengembangan umat. Memberdayakan mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir (Komisi Liturgi 2008: 64).

Dari rumusan tersebut dapat kita cermati bersama mengenai keterlibatan aktif dalam keluarga dengan menjadikan keluarga sebagai basis hidup orang beriman. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga, berarti keluarga yang merupakan Gereja kecil, dibangun berdasarkan cinta kasih memiliki tugas untuk saling mengembangkan kasih melalui doa bersama dan sharing iman melalui pengalaman hidup sehari-hari. Keluarga merupakan wujud cinta yang kongkret antara orangtua dengan anak yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup jasmani maupun rohani karena anak mulai beriman dan mulai belajar dasarnya dari dalam keluarga. Selain keluarga ternyata keterlibatan anak dan remaja sangat diharapkan oleh Gereja Keuskupan agung Semarang dalam hidup menggereja. Anak dan remaja merupakan penerus masa depan Gereja.

Dibanyak kesempatan dalam doa lingkungan maupun latihan koor jarang sekali terlihat anak maupun remaja untuk ikut terlibat di dalamnya apalagi untuk mempersembahkan dirinya sebagai pelayan Tuhan di altar. Terakhir yang perlu kita cermati adalah soal pemberdayaan mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir. Gereja bukan saja tempat orang-orang sehat dan kaya namun Gereja adalah milik semua umat dan semua umat boleh datang dan dekat dengan Tuhan. Yesus juga memberikan teladan kepada kita untuk tidak pilih kasih dan tidak

(24)

memandang sebelah mata mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir justru merekalah yang berkenan di hadapan Tuhan.

Dari pedoman Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2006 - 2010, Gereja sangat membutuhkan peran keterlibatan dari anak dan remaja untuk terlibat dalam hidup menggereja. Anak dan remaja merupakan warga Gereja mereka memiliki peran sebagai penerus Gereja maka mereka layak mengenal Yesus dan terlibat dalam hidup menggereja. Menurut Komisi Liturgi (2008: 66) Menjadi warga Gereja yang dewasa, tentu merupakan hasil pembelajaran dan pembiasaan yang ditanamkan. Dari uraian tersebut dapat kita ketahui bahwa pembelajaran dan pembiasaan ini membutuhkan proses dan tentunya dilakukan sedini mungkin, demikian pula bagi anggota Gereja khususnya anak dan remaja yang merupakan generasi Gereja masa depan merekalah yang menjadi subyek pembelajaran dan pembiasaan dalam hal iman dan keterlibatan. Namun bagaimana anak dan remaja dapat terlibat dalam melayani Tuhan?

Dari pengamatan penulis di Paroki Marganingsih Kalasan, mengamati bahwa banyak anak dan remaja yang dihantarkan oleh orangtua maupun bimbingan dari guru agama atau katekis lingkungan dan wilayah untuk mendaftarkan diri menjadi putra-putri Altar untuk mewakili wilayah maupun lingkungan mereka untuk mendaftarkan diri menjadi putra-putri altar Gereja Marganingsih Kalasan. Dari pengalaman tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa iman anak ternyata juga dapat tumbuh karena dukungan yang ada dari luar dirinya, selain dari dirinya sendiri. Anak dan remaja dapat terlibat melayani Tuhan melalui salah satu komunitas yang tidak hanya mengenalkan mereka pada

(25)

Yesus melalui teman-teman, namun mereka melayani Yesus sendiri bersama teman-teman seusia mereka. Gereja Marganingsih kalasan memiliki salah satu komunitas tersebut yakni komunitas PA Kalasan (KOMPAK), komunitas ini menjadi tempat untuk anak dan remaja belajar dan terlibat untuk mengenal dan melayani Tuhan di Altar bersama teman-teman.

Pendampingan untuk Putra-putri Altar tentu penting diberikan untuk calon anggota PA, dengan adanya pelatihan, pengenalan akan sikap maupun alat-alat liturgi, serta ujian kelayakan sebagai PA sebelum pelantikan anggota PA sangat membantu mereka untuk mempersiapkan diri sebagai pelayan Tuhan. Menurut Martasudjita (2008: 17) “Putra-putri Altar merupakan pelayan Tuhan”. Sebagai pelayan berarti Putra-putri Altar harus selalu siap dalam menjalankan pelayanannya hal ini juga dilakukan oleh kakak-kakak pendamping misdinar di Paroki Marganingsih Kalasan untuk memberikan teladan bagi anggota misdinar yang didampinginya agar mereka mempunyai semangat pelayanan.

Komisi Liturgi (2009: 51) menyatakan bahwa orang muda lebih identik dengan penjaga parkir. Hal ini juga penulis amati ketika masih menjadi pendamping bagi putra-putri altar di paroki Marganingsih Kalasan, untuk memperoleh dana kas bagi komunitas PA kalasan, anggota dan penggurus PA juga bekerja sebagai penjaga parkir bahkan dibanyak kesempatan lebih banyak anak-anak yang bertugas menjaga parkir dari pada ikut melayani Tuhan di altar. Anak-anak lebih tertarik untuk kegiatan-kegiatan yang bersama-sama dan menyenangkan seperti bertugas menjadi penjaga parkir di Gereja daripada bertugas sebagai PA.

(26)

Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang (2008: 67) menuliskan pendapatnya bahwa keterlibatan menggereja bagi seluruh umat beriman katolik bisa dinyatakan melalui empat bidang kehidupan Gereja, yaitu bidang liturgi dan peribadatan, pewartaan iman, kehidupan paguyuban serta pelayanan. Prasetya (2007:53) menyatakan bahwa sebagai petugas liturgi, kaum awam dapat mengambil bagian atau melibatkan diri secara layak dan bertanggungjawab” juga para pelayan misa (putra altar), para lektor, para komentator dan para anggota paduan suara benar-benar menjalankan pelayanan liturgis. Maka hendaknya mereka menunaikan tugas dengan saleh, tulus dan saksama, sebagaimana layak untuk pelayanan seluhur itu, dan sudah semestinya dituntut dari mereka oleh umat Allah” (SC 29).

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa putra-putri altar mengambil bagian melibatkan diri dari bidang liturgi Gereja mereka juga dituntut untuk bertanggungjawab dalam tugas dan pelayanan mereka, padahal seperti yang telah kita ketahui bersama, putra-putri altar masuk dalam usia anak dan remaja yang membutuhkan bimbingan dan pendampingan yang terus menerus agar terbentuklah rasa tanggungjawab dalam keterlibatan sebagai putra-putri altar.

Salah satu aspek yang menarik untuk diteliti untuk mendukung terbentuknya sikap di atas adalah pendampingan iman anak. Pendampingan Iman Anak ikut menentukan proses bagi anak untuk menjadi remaja atau orang dewasa yang bertanggungjawab dalam keterlibatan hidup menggereja salah satunya dengan pelayanan di bidang liturgi sebagai putra-putri altar. Selain itu Yesus sangat mengharapkan anak-anak untuk datang kepada-Nya (Mrk.10: 14).

(27)

Pendampingan Iman Anak juga sangat membutuhkan perhatian sebagai tempat penyemaian iman Gereja masa depan hal ini juga didasari oleh pendapat Prasetya (2008: 21) yang mengatakan:

“Anak-anak memerlukan tempat penyemaian yang khusus dan berkesinambungan untuk mengembangkan kepribadian dan imannya, dan kehidupan menggereja. Anak-anak harus disiapkan dengan pendidikan kepribadian dan iman yang baik dan memadahi demi kehidupannya di masa depan. Kegiatan PIA dapat menjadi salah satu tempat penyemaian tersebut.”

Di zaman Yesus yang menganut budaya Patriarki dimana anak dan perempuan tidak diperhitungkan, tetapi dalam Injil Yohanes 6:9 Tuhan memperhitungkannya untuk mengadakan mujizat lima roti dan dua ikan (Pujasumarta 2008: 13). Maka dalam hidup menggereja, Gereja perlu memperhatikan Pendampingan Iman Anak. Kehadiran anak perlu mendapatkan perhatian, terutama dalam proses pengembangan hidup dan iman mereka. Selain itu pentingnya pendampingan iman anak memiliki beberapa nilai strategis yang menguntungkan baik bagi pendamping maupun untuk anak yang didampingi berikut nilai strategis yang diambil dari diktat mata kuliah PIA oleh Suhardiyanto (2011: 3):

“ Anak memiliki kerterlibatan yang besar (mudah dibentuk) dan ingatan yang kuat. Hal yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan dipegang baik-baik dan diingat terus sampai usia dewasa. PIA yang dilakukan dengan baik akan menjadi bekal yang baik pula bagi kehidupan mereka di usia dewasa. Dengan melaksanakan PIA secara baik sebenarnya pendamping juga telah secara tidak langsung melakuakan kaderisasi sejak dini”

(28)

Dalam pendampingan iman anak seharusnya baik pendamping, anak maupun orangtua dari anak-anak mengetahui pentingnya PIA sehingga anak-anak dapat dibimbing untuk mengikuti pendampingan dengan setia, orangtua mampu mendukung kegiatan PIA. Melalui PIA diharapkan semakin banyak anak yang dapat bertanggungjawab dan mau ikut terlibat dalam hidup menggereja khususnya sebagai putra-putri altar yang dekat dengan usia mereka.

Gereja Marganingsih Kalasan merupakan salah satu Gereja paroki yang melaksanakan PIA, menurut pengalaman penulis sebagai umat di Paroki Kalasan kegiatan PIA dilaksanakan di Gereja Paroki Marganingsih Kalasan, wilayah maupun lingkungan. Dalam Gereja Paroki Marganingsih Kalasan, meskipun kegiatan PIA bersamaan pada saat misa kedua di setiap hari minggu, namun banyak anak yang mengikuti proses pendampingan ini. Dari beberapa kesempatan saat ikut mendampingi penulis mengamati bahwa pendampingan yang diberikan sungguh menarik dan dapat dipahami oleh anak dan bacaan yang diberikan sesuai dengan bacaan hari minggu. Kegiatan PIA di Paroki Marganingsih Kalasan sempat dilaksanakan di sore hari pada hari Minggu namun karena semakin sedikitnya anak yang hadir dan karena orangtua tidak dapat menghantar maupun alasan waktu untuk beristirahat maka kegiatan PIA dilaksanakan bersamaan dengan misa kedua.

Adapun tujuan dari kegiatan PIA menurut Suhardiyanto (2011: 4) adalah peserta PIA memiliki sikap dan wawasan kristiani serta bangga atasnya, mampu pula mengungkapkan dan mewujudkan imannya sesuai usia mereka. Dari tujuan PIA diharapkan anak dapat mengungkapkan dan mewujudkan imannya sesuai

(29)

dengan tahapan usia mereka. Salah satu bentuk ungkapan iman adalah dengan cara mengikuti perayaan ekaristi. Mengamati paroki Marganingsih Kalasan dengan potensi anak dan remaja yang baik dalam keterlibatan hidup menggereja dan pendampingan iman anak yang tetap dilaksanakan dengan berbagai halangan dan rintangan untuk sama-sama memperkembangkan iman anak baik dari sarana-prasarana yang diberikan oleh Gereja maupun kesepakatan dan bantuan dari pihak orangtua, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang ”Pengaruh Pendampingan Iman anak terhadap keterlibatan Putra-putri Altar di Paroki Marganingsih Kalasan.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah penulisan sebagai berikut:

1. Kegiatan PIA bukan merupakan kemauan dari dalam diri anak melainkan dorongan oleh orangtua.

2. Anak dan remaja kurang mendapat perhatian dalam pendalaman iman baik di lingkungan maupun di wilayah.

3. Gereja sebagai salah satu tempat pendampingan iman anak untuk bertumbuh, anak merupakan pemilik masa depan Gereja perlu mendapatkan perhatian.

4. Ada kebijakan anak-anak ikut Perayaan Ekaristi atau misa hari minggu tetapi ramai sedangkan sekolah minggu di Paroki dipandang sebagai penitipan

(30)

anak. Pandangan umat terhadap anak sebagai penerus Gereja atau sebagai penggangu saat Misa?

5. Pendampingan Iman Anak sebagai salah satu pengenalan keterlibatan aktif hidup menggereja anak dan remaja sebagai putra-putri altar belum mendapatkan banyak perhatian dari banyak pihak.

C. Pembatasan Masalah

Setelah melihat permasalahan yang telah diuraikan di atas, penulis memilih aspek pendampingan iman dan keterlibatan aktif hidup menggereja, maka penulis membatasi penulisannya pada pendampingan iman anak dan keterlibatan hidup menggereja anak dan remaja sebagai putra-putri altar.

Oleh karena itu, judul penulisan ini dibatasi pada, “Pengaruh Pendampingan Iman Anak terhadap keterlibatan Putra-putri Altar di Paroki Marganingsih Kalasan.” Penulisan ini akan lebih melihat pengaruh yang ditimbulkan dari Pendampingan Iman Anak terhadap keterlibatan putra-putri altar di Paroki Marganingsih Kalasan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah di atas adalah:

1. Bagaimana Pendampingan iman anak dilaksanakan di paroki Marganingsih Kalasan?

(31)

2. Bagaimana keterlibatan putra-putri altar di paroki Marganingsih Kalasan? 3. Seberapa besar pengaruh pendampingan iman anak terhadap keterlibatan

anak dan remaja sebagai putra-putri altar di paroki Marganingsih Kalasan?

E. Tujuan Penulisan

Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah: 1. Mendiskripsikan pendampingan iman anak.

2. Mendiskripsikan keterlibatan putra-putri altar.

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh pendampingan iman anak terhadap keterlibatan putra-putri altar di paroki Marganingsih Kalasan.

F. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan mengenai pengaruh pendampingan iman anak terhadap keterlibatan putra-putri altar di Paroki Marganingsih Kalasan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis:

a. Menambah pengetahuan dan wawasan khususnya pengetahuan tentang pendampingan iman anak serta cara melibatkan anak dalam hidup menggereja.

(32)

2. Manfaat Praktis: a. Bagi Romo Paroki:

Mendorong Romo paroki untuk terus membudayakan pendampingan iman anak baik di paroki maupun di wilayah dan lingkungan. Penulisan ini juga bermanfaat untuk membuka peluang pendampingan bagi pendamping iman anak, serta menjadi pelopor dalam memfasilitasi pendampingan bagi iman anak.

b. Bagi Anak PIA:

Memberikan petunjuk bagi anak-anak PIA bahwa dengan mengikuti PIA anak akan semakin bertambah iman, harapan dan kasih sehingga anak-anak dapat terlibat hidup menggereja sebagai putra-putri altar. Penulisan ini diharapkan untuk mendewasakan iman anak agar anak semakin bertanggungjawab atas imannya. c. Bagi pendamping dan orangtua

Memberikan wawasan pentingnya pendampingan iman anak yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman, pendampingan yang menarik dapat berkesan bagi anak. Sehingga pendamping dapat semakin memperkaya diri dengan hal-hal baru untuk proses pendampingan. Menyadarkan orangtua bahwa pendampingan iman anak membutuhkan dukungan dengan memfasilitasi anak-anak datang kepada Yesus.

d. Bagi Penulis:

Menambah pemahaman akan pentingnya pendampingan iman anak. Melalui pendampingan iman anak mampu semakin mendewasakan penulis untuk semakin memperkembangkan kreatifitas dan semangat pelayanan. Dengan penelitian ini membuat penulis ikut terlibat dalam membantu pelayanan Tuhan melalui saran

(33)

maupun menerima masukan dari pendamping baik PIA maupun putra-putri altar. Penulis semakin tekun untuk terus mencari dan mengolah data dengan baik.

3. Metode Penulisan

Metode penulisan yang akan digunakan untuk penulisan ini adalah metode deskriptif analitis yakni memaparkan hasil penelitian yang diperoleh melalui penyebaran angket mengenai pendampingan iman anak terhadap keterlibatan putra-putri altar di paroki Marganingsih Kalasan. Penulis juga mengembangkan studi dokumen.

4. Sistematika Penulisan

BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang kajian pustaka dan hipotesis yang meliputi Pendampingan iman anak, tujuan PIA, subyek dalam PIA, karakteristik anak dalam PIA, kegiatan dalam PIA dan fungsi dari kegiatan yang ada dalam PIA. Pendampingan iman anak mulai dari pengertian, tujuan, perkembangan anak dan pendamping PIA. Keterlibatan sebagai putra-putri altar meliputi Putra-putri Altar, komunitas PA dan keterlibatan dalam PA.

BAB III memaparkan penelitian berkaitan dengan jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi, teknik dan instrumen pengumpulan data, uji persyaratan analisis dan hipotesis.

(34)

BAB IV memaparkan tentang hasil penelitian, hasil studi dokumen dan pembahasan penulis berdasarkan hasil penelitian.

(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. PENDAMPINGAN IMAN ANAK

Anak merupakan masa depan Gereja, hidup Gereja masa depan terletak dalam gengaman mereka, maka anak-anak memerlukan bimbingan untuk menghantarkan mereka pada cita-cita Gereja masa depan dan hal ini mendapatkan bagiannya dalam bentuk suatu pendampingan, pendampingan iman anak adalah bentuk pendampingan iman yang diberikan dengan pengajaran yang sesuai dengan usia anak dan pendampingan dilaksanakan bersama dengan teman-teman sebaya mereka. Dalam pendampingan iman anak terdapat beberapa aspek yang perlu diketahui yakni pengertian PIA, tujuan PIA, subyek PIA, karakteristik anak usia PIA, kegiatan anak dalam PIA dan fungsi dari kegiatan yang ada dalam PIA.

1. Pengertian PIA

Pendampingan Iman Anak atau yang disebut dengan PIA adalah sebutan yang dipakai untuk menyebut sekolah minggu, beragam sebutan yang sering terdengar selain pendampingan iman anak. Bina iman anak katolik (BIAK) di keuskupan Surabaya salah satunya, hal ini penulis ketahui pada saat mendampingi BIAK di Paroki Roh Kudus tempat Karya Bakti Paroki selain itu Bagiyowinadi (2009: 29) membenarkan hal tersebut bahwa keuskupan Surabaya memang menggunakan istilah BIAK untuk menyebutkan sekolah minggunya, selain BIAK

(36)

ternyata pendampingan iman anak di Keuskupan Jakarta memiliki sebutan Sekolah Bina Iman (SBI).

Menurut Suhardiyanto (2011: 1) dalam diktat kuliah menyatakan bahwa pendampingan iman anak adalah “istilah teknis yang dipakai Keuskupan Agung Semarang untuk menyebut sekolah minggu”. Melalui beragam istilah yang penulis dapatkan tentang sekolah minggu atau pendampingan iman anak maka dapat disimpulkan bahwa PIA adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mewujudkan cita-cita Gereja dengan cara mendekatkan anak-anak pada Tuhan sang Pencipta dengan menanamkan, membimbing, menumbuhkan serta mengembangkan iman anak melalui pendampingan sebagai pelengkap pendampingan dari orangtua di rumah dan pendidikan Agama Katolik di sekolah kekhasan dalam PIA adalah anak belajar mengenai hidup menggereja di luar kurikulum sekolah dan mengenalnya bersama dengan teman-teman seusia mereka.

2. Tujuan PIA

Tujuan utama dari PIA yaitu anak-anak peserta PIA diharapkan memiliki sikap dan wawasan iman kristiani, bangga atas imannya dan mampu mengungkapkan imannya serta dapat mewujudkan imannya sesuai dengan usia mereka (Diktat mata kuliah PIA, Suhardiyanto 2011: 4). Dalam PIA anak-anak dibantu untuk memperkembangkan iman mereka dan dilatih untuk menghayati kebersamaan sebagai Gereja atau persekutuan umat Allah (KWI 2011: 33). Seperti yang kita ketahui bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati, (Yak 2: 14-26)

(37)

maka anak perlu mendapat wawasan iman kristiani melalui pengarahan dalam kegiatan PIA, anak dibantu untuk mengenal keterlibatan dalam hidup menggereja salah satunya pengenalan akan semangat pelayananan dan diwujudkan dalam sikap kristiani yakni melayani Tuhan sesuai dengan usia mereka agar iman mereka sebagai umat Allah dapat berkembang, baik dalam sikap dan tindakan mereka sebagai anak-anak Allah.

Dalam membangun sikap dan wawasan iman kristiani, anak-anak perlu didampingi untuk mengetahui imannya salah satunya melalui sharing pengalaman iman dengan cara-cara sederhana yang disukai oleh anak-anak. Pendampingan hendaknya masuk melalui pintu mereka yakni sebagai pendamping mampu mengenal dunia anak dan berbicara, memberikan teladan maupun meteri dengan sederhana, sesuai dengan karakteristik anak, dan keluar melalui pintu kita. Dalam menggungkapkan dan mewujudkan imannya, anak perlu didampingi untuk berdoa, mengikuti Perayaan Ekaristi dan mengikuti doa lingkungan sebagai wujud ungkapan iman mereka dan sebagai perwujudan iman anak, anak perlu diberi teladan dan pengertian untuk belajar dengan baik, membantu orangtua dan menolong sesama. Anak juga perlu diberi pendampingan untuk memperkenalkan hidup menggereja, mulai dari kegiatan-kegiatan yang ada di lingkup lingkungan, wilayah maupun paroki, mengenal alat-alat liturgi, sikap-sikap liturgi dan para petugas dalam liturgi khususnya pada saat Ekaristi.

Dalam Bagiyowinadi (2009: 115) mengingatkan bahwa pendampingan iman anak bukan melulu soal penyampaian Alkitab secara kognitif melainkan soal komunikasi iman yang melahirkan suasana gembira, berkumpul bersama, terlebih

(38)

bergembira karena mendengarkan sabda Tuhan dan kemudian pulang membawa tugas perutusan dari Tuhan, mengajar anak semakin terlibat dalam dinamika hidup menggereja karena anak adalah masa depan Gereja, maka anak butuh terlibat dalam hidup menggereja sehingga Gereja menjadi milik bagi mereka, pendampingan juga membimbing anak-anak untuk semakin memahami dan mengalami masa Adven, masa Natal, Bulan Kitab suci Nasional, bulan maria dan seputaran tahun liturgi dengan kemasan yang khas dan dirayakan bersama teman-teman seusia mereka.

Prasetya (2008: 21-22) menyatakan kalau anak-anak berkembang dalam iman dan kepribadiannya, maka anak-anak diharapkan dapat menjadi pribadi yang matang serta beriman dewasa dan mendalam dan menjadi orang katolik yang militan sehingga dapat diandalkan untuk menghidupi dan mengembangkan Gereja masa depan. Anak merupakan harapan Gereja masa depan, dengan begitu baik bila dalam pendampingan diperkenalkan tentang kehidupan menggereja, agar dalam mengembangkan iman dan sikap Kristiani anak memiliki pandangan dan cita-cita untuk Gereja sehingga Gereja menjadi milik mereka karena mereka termasuk dalam anggota Gereja.

Sugiarti dalam diktat PIA (1999: 17) menambahkan tujuan PIA dalam upaya membantu orangtua dalam mendidik anak yaitu ingin membantu orangtua kristiani dalam usaha mendampingi anak-anak yang sedang berkembang menuju ke masa remaja, di dalam iman dan di dalam kepribadian mereka. Dari tujuan PIA tersebut kata membantu merupakan kata kunci utama bahwa kegiatan PIA bertujuan untuk membantu orangtua dalam pendidikan iman mereka. Orangtua

(39)

adalah pendidik yang utama dan pertama, agar tujuan pendampingan ini tercapai berarti sangat diperlukan kerjasama yang baik antara pendamping, anak-anak dan orangtua anak. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan PIA adalah membantu orangtua mengenalkan iman dan sikap kristiani agar anak bangga akan imannya sehingga anak nantinya dapat menggembangkan Gereja dalam iman dan tindakan nyata sebagai rekan kerja Allah dalam pelayanan yang mengembangkan Gereja di masa depan sehingga anak-anak perlu diperkenalkan tentang kegiatan-kegiatan hidup menggereja salah satu yang sesuai dengan usia mereka setelah PIA adalah menjadi Putra-putri Altar sehingga anak dapat ambil bagian dalam bentuk pelayanan tersebut.

3. Subyek dalam PIA

a. Anak merupakan subyek utama dalam PIA

Subyek dalam Pendampingan iman anak di Gereja Indonesia adalah anak-anak yang berusia 1-12 tahun merekalah subyek pendampingan iman anak hal ini dibenarkan oleh Arah Dasar Pembinaaan Anak Gereja Katolik Indonesia 2006-2016 dalam Bagiyowinadi (2009: 195) yang menyatakan bahwa anak sebagai pribadi yang berharga dan unik berhak mendapatkan pembinaan dan yang dimaksud dengan anak adalah berusia dini dan usia sekolah dasar (1-12 tahun) selain itu ditegaskan pula dalam CT. (1979: 40) Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa anak-anak yang telah menerima baptisan bayi pun adalah sasaran katekese terlebih untuk melengkapi proses inisiasi dan benih iman dalam pembaptisan itu makin bertumbuh kembang dan berbuah dalam kesaksian hidup

(40)

dengan cara pendampingan (art.37), anak dikenalkan dengan kegiatan-kegiatan hidup menggereja sehingga buahnya dapat dilihat dari bentuk pelayanan mereka kepada Tuhan melalui Gereja-Nya, karena anak adalah masa depan Gereja.

Dalam CT art.36 juga dijelaskan bahwa anak-anak wajib diberikan unsur katekese yang pertama dan utama yakni dari orangtua dan lingkungan mereka, orangtua wajib mengenalkan pokok-pokok dasar iman kristiani melalui doa dan membaca sabda Tuhan. Keuskupan Agung Semarang membagi pendampingan tersebut dalam formatio iman berjenjang menjadi 6 tahap (Dewan Karya Pastoral 2014: 41) yakni:

1) Pendampingan Iman Anak Usia Dini (PIUD) anak usia 0-5 tahun 2) Pendampingan Iman Anak (PIA) anak usia 6-10 tahun

3) Pendampingan Iman Remaja (PIR) dengan usia anak remaja 11-14 tahun 4) Pendampingan Iman Orang Muda (PIOM atau OMK) usia 15-35 tahun 5) Pendampingan Iman Orang Dewasa (PIOD) usia 36-60 tahun

6) Pendampingan Iman Usia Lanjut (PIUL) usia 61 tahun ke atas

Dengan demikian anak yang berusia 0-5 tahun diberikan pendampingan khusus dari orangtua mereka atau melalui pendampingan iman di Gereja (jika ada), didukung melalui lingkungan hidup dan bimbingan dari orangtua. Paroki Marganingsih Kalasan merupakan salah satu anggota keuskupan Agung Semarang. Maka usia dalam PIA yang dimaksud oleh penulis di sini adalah anak yang usia 6-10 tahun. Usia 10 tahun adalah usia akhir mereka ingin ikut dan senang bergabung dalam PIA karena saat kelas 4 SD biasanya anak yang berusia 10 tahun ke atas mengikuti pendampingan komuni pertama, hal ini dibenarkan

(41)

oleh Bagiyowinadi (2009: 29) “pendampingan iman anak yakni pembinaan iman bagi anak-anak katolik (sampai usia menerima komuni pertama) dalam suasana gembira.

b. Orangtua sebagai Pendidik yang Utama

Orangtua yang memiliki anak dalam usia tesebut (6-10 tahun) juga menjadi sasaran dalam pendampingan, karena orangtua merupakan pendidik yang utama dan pertama maka dibutuhkan peran dari orangtua untuk mengenalkan anak pada kegiatan PIA, menghantar, mengingatkan maupun mendampingi anak-anak selama proses pendampingan. Orangtua juga merupakan pendamping yang pertama dan utama sehingga dibutuhkan perhatian dari orangtua untuk memperkenalkan iman kristiani kepada anak. Orangtua hendaknya menjadi pendukung bukan penghambat dalam pendampingan, maka diperlukan juga pengertian dari orangtua untuk mengikuti pendampingan iman anak.

Dalam dokumen tentang pendidikan kristen, GE (art.3) menuliskan bahwa orangtua terikat kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka karena orangtua merupakan pendidik yang pertama dan utama maka bentuk kerjasama yang dapat ditawarkan adalah dengan cara memotivasi anak-anak dalam pendampingan iman anak, mengadakan pertemuan dengan orangtua anak-anak untuk mendengarkan masukkan mereka dan menyampaikan kebutuhan dalam pendampingan, mengajak orangtua juga ikut melibatkan diri dalam pelayanan ini (Bagiyowinadi 2009: 179-180). Orangtua tetap menjadi panutan bagi anak-anaknya terlebih untuk anak-anak di jaman sekarang, mereka membutuhkan teladan daripada kata-kata. Maka keteladanan orangtua terlibat dalam hidup

(42)

menggereja membuat anak semakin mengenal Gereja dan ingin ikut serta pula dalam kegiatan Gereja terlebih dalam bidang liturgi. Anak belajar dari melihat dan meniru maka penting memperkenalkan hidup menggereja dengan bimbingan orangtua. Dalam KHK kanon 1055 alinea pertama menyebutkan bahwa:

Perjanjian perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan seluruh hidup yang menuntut ciri kodratnya terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus diangkat ke martabat sakramen.

Dari pernyataan tersebut nampak jelas bahwa orangtua bertanggungjawab dalam urusan pendewasaan iman anak. Anak merupakan karunia yang diberikan kepada sepasang suami-istri untuk menyadari tugas mereka sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak. Boli Kotan dalam Praedicamus (2010: 52) memberi ketegasan yang perlu disadari oleh orangtua bahwa iman anak pertama-tama berkembang dalam keluarga melalui pengajaran dan teladan dari orangtua dan anggota keluarganya.

c. Pendamping sebagai Mitra Kerja

Pendamping yang menjadi sasaran di sini tentu pendamping yang mampu mensyukuri anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, tentunya mereka yang bersedia mengenali, mengakuinya kemudian mengembangkannya. Dalam Injil Mat. 25: 29 “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” Tampak bahwa barangsiapa

(43)

mempunyai kemauan memanfaatkan potensi yang diberikan Tuhan maka Tuhan akan menambahkan berbagai hal kepadanya (Bagiyowinadi 2009: 83).

Tugas pendamping yakni mendampingi anak-anak dalam tim, karena dalam Luk. 10:1 Yesus menunjuk tujuh puluh murid untuk pergi berdua-dua. “Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.” Mengapa berdua-dua? Bagiyowinadi (2009: 162) menuliskan bahwa bila seseorang bekerja seorang diri apabila berhasil akan cenderung menjadi sombong, bila gagal akan mudah putus asa. Justru dengan adanya rekan dapat saling melengkapi, meneguhkan, menghibur dan menguatkan dalam pelayanan. Setiap anggota tim kerja mempunyai peran dan berharga di mata Tuhan. Dalam Yoh. 15:16a “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Tuhan sendirilah yang memilih saya dan Anda untuk menjadi pelayan Tuhan dalam mendampingi anak-anak, sebagai rekan kerja-Nya untuk mengenalkan dan mendekatkan anak-anak kepada Tuhan hal ini dapat terwujud bila pendamping juga mengalami cinta kasih Tuhan sendiri, sehingga tidak hanya mewartakan apa yang tidak diketahui melainkan menjadi milik dan dapat mengkomunikasikannya kepada anak-anak.

Pendamping hendaknya mampu mendukung kegiatan PIA, melaksanakan kegiatan PIA dan mampu mendampingi calon pendamping PIA sebagai regenerasi. Pendamping PIA juga sedapat mungkin terlibat dalam kegiatan hidup menggereja dan ikut serta dalam kegiatan menggereja sehingga tidak hanya mewartakaan apa yang tidak di ketahui tetapi mengalami Tuhan melalui kegiatan

(44)

hidup menggereja, hal ini dapat menjadi panutan bagi anak-anak untuk terlibat juga dalam kegiatan menggereja, sehingga mereka mempunyai impian untuk melayani Tuhan.

4. Karakteristik Anak dalam PIA

Batasan usia PIA seperti yang telah disepakati di atas adalah anak yang berusia 6-10 tahun, maka untuk mengetahui proses perkembangan minat beragama pada anak dalam usia PIA tersebut, penulis membaginya sebagai berikut:

a. Minat Beragama Anak Menurut Hurlock

Minat beragama biasanya timbul karena dorongan dan kasih sayang dari keluaraga yang mendukung dan memberikan teladan untuk berdoa maupun ke gereja. Selain orangtua sekolah dan pendampingan dalam pendampingan iman anak juga berperan dalam meningkatkan minat anak dalam beragama. Hurlock (1978: 132) menyebutkan bahwa agama mengandung dua unsur yaitu keyakinan dan tata cara. Keduanya berbeda dan menjamin minat tersendiri bagi anak tidak berarti bahwa minat terhadap kedua unsur akan sama.

Bagi anak yang masuk pada masa awal kanak-kanak, Hurlock menyebutkan bahwa anak-anak menyukai agama karena tata cara atau upacara keagamaannya yang menarik. Jadi bagi anak yang masuk pada masa awal kanak-kanak minat adalah gabungan rasa hormat dan rasa ingin tahu. Untuk membuat anak kecil mengerti tentang agama, konsep keagamaan yang diajarkan dalam

(45)

bahasa sehari-hari dan dengan contoh kehidupan sehari-hari. Anak diajarkan dengan konsep konkret dan realistis. Hurlock (1990: 127) menambahkan bahwa konsep beragama anak adalah realistik, yaitu anak menafsirkan apa yang didengar, dilihat sesuai dengan apa yang sudah diketahui. Awal pada masa kanak-kanak disebut dengan tahap dongeng karena anak menerima semua keyakinan dengan unsur yang tidak nyata.

Pada akhir masa kanak-kanak yakni usia antara 6-10 tahun, anak menganggap kegiatan menggereja mulai mirip dengan kegiatan sekolah, dan merupakan suatu kewajiban, atau suatu keharusan. Pada anak berusia ini lebih suka perkumpulan di gereja, piknik, perayaan hari besar dan berwisata. Minat mereka beragama bersifat sosial. Anak yang berusia di bawah 8 tahun memiliki keyakinan bahwa berdoa merupakan cara berbicara dengan Tuhan, namun ketika bertambahnya usia minat anak pada keyakinan berkurang mereka merasa bahwa sebagian doanya tidak dikabulkan. Pada usia ini anak juga sering berdiskusi maupun tanya-jawab seputar agama bersama dengan teman sebayanya. Mereka lebih dibingungkan oleh kenyataan perbedaan-perbedaan konsep yang didapatkan di sekolah.

b. Minat Beragama Menurut Fowler

Fowler dalam bukunya (Agus Clemers 1995: 28-29) menyebutkan bahwa anak usia 3-7 tahun masuk dalam tahap pertama yakni tahap Intuitive-Projective Faith yakni tahap anak mengalami dunia gambaran dan daya imajinasi yang bebas karena belum dikontrol oleh pikiran logis. Maka pengalaman anak bersifat

(46)

episodis dan kesan-kesan kongkret indrawi-emosional senantiasa berubah, maka dalam proses pendampingan penting adanya simbolisasi, bahasa, cerita, gerak maupun isyarat. Pada tahap ini membuka kepekaan anak terhadap dunia misteri dan Yang Ilahi serta tanda-tanda nyata kekuasaan-Nya. Dunia gambaran dan imajinasi ini menguasai seluruh hidup kognitif dan afektif yang mendasari pola kepercayaan anak.

Tahap kedua yakni tahap Mithic-literal faith yakni tahap anak usia 7-12 tahun. Pada tahap ini, operasi logis anak masih bersifat konkret, tetapi sudah memungkinkan daya pikir logis menggunakan kategori sebab-akibat, ruang dan waktu. Ceritalah yang menjadi sarana utama anak untuk mengumpulkan berbagai arti dan keterkaitan hal satu dengan hal yang lainnya dan untuk membentuk pendapatnya.

5. Kegiatan dalam PIA

Setelah mengetahui karakteristik perkembangan iman anak usia 6-10 tahun, maka perlu untuk menyusun kegiatan yang dapat membantu anak untuk memperkembangkan imannya. Prasetya (2008: 24) mempunyai pandangan bahwa kegiatan dalam PIA adalah tempat untuk pembinaan iman untuk anak-anak dan bukan satu-satunya, melalui kegiatan PIA ini anak diajak untuk mengembangkan kepribadian secara bertahap dan bertanggungjawab, untuk itu perlu disiapkan dan dilakukan secara terencana, sistematis dan metodis, dengan harapan anak dapat mengerti dan meyakini imannya, anak tahu kepada siapa harus beriman, mampu mengungkapkan imannya, mampu merayakan imannya, mampu menampilkan diri

(47)

dan hidupnya secara baik. Hal ini juga didukung oleh Bagiyowinadi (2009: 85-95) yang menyoroti persiapan PIA agar menarik diantaranya dibutuhkan perencanaan atau persiapan, bahan pertemuan, langkah-langkah serta metode untuk kegiatan PIA

a. Kegiatan PIA Dilaksanakan Secara Terencana

Kegiatan PIA yang dilaksanakan secara terencana dapat dilihat dalam satuan pendampingan yang digagas dalam mata kuliah PIA. Dalam bukunya Minggu Gembira Amin Susanto (2008: 17-18) menyatakan bahwa pertemuan yang telah direncanakan berdasarkan proses pengalaman hidup dalam terang iman, tampak dalam:

1) Tema:

Tema adalah batasan pertemuan yang memberi gambaran bagi pendamping tentang ruang lingkup iman yang akan dibahas. Tema yang ditawarkan yakni berharga dihadapan Tuhan, berharga bagi jemaat, berharga bagi masyarakat dan dunia.

2) Renungan Pendamping:

Kesaksian hidup dari pendamping yang merupakan hal penting dalam katekese. Perlu disajikan pertanyaan refleksi tentang tema yang disajikan pada bagian renungan pendamping. Bagiyowinadi (2009: 86-87) menyoroti tentang metode yang digunakan Yesus untuk membuka mata hati umat-Nya tentang Kerajaan Allah yakni melalui perumpamaan, pengalaman hidup sehari-hari, melalui

(48)

perbandingan dan alat peraga. Dari pengajaran Yesus tersebut maka hendaknya pendamping juga mampu memberikan renungan yang sesuai dengan hidup anak. 3) Tujuan:

Tujuan meliputi segi iman yang akan dicapai dalam suatu pertemuan. Terdapat tiga aspek tujuan yang akan dicapai (Bagiyowinadi 2009: 90) yakni kognitif, afektif dan psikomotorik.

4) Sumber Bahan:

Merupakan sumber-sumber yang dipakai dalam pembelajaran tertentu misalnya Kitab suci atau dokumen Gereja.

5) Sarana dan alat:

Perlengkapan yang dapat mendukung pertemuan menjadi semakin hidup dan mengena. Misalnya teks Kitab suci, blangko isian, teks lagu dan sebagainya. 6) Doa atau lagu pembukaan dan penutup:

Penting bagi pendamping bahwa setiap pertemuan yang direncanakan merupakan perjumpaan umat beriman. Kesadaran hadir umat dapat diungkapkan melalui doa pembukaan dan doa penutup dapat menggunakan lagu yang sesuai dengan kemampuan anak-anak.

7) Menyadari pengalaman:

Menyadari pengalaman merupakan unsur pokok dari suatu pendampingan yaitu dengn cara menggali, mendalami, memperluas pengalaman konkret sehari-hari yang mungkin dibicarakan dan sesuai dengan tema pertemuan. Hal yang paling pokok dalam menyadari pengalaman hidup adalah menyadari pengalaman hidup sehari-hari yang sesuai dengan tema melalui cerita, gambar, foto atau tanya jawab.

(49)

Bagiyowinadi (2009: 91) menambahkan bahwa “pengalaman anak dapat digali melalui aneka sarana dan pengalaman anak yang mirip dengan sarana yang diberikan dalam pendampingan dapat ditemukan dan disharingkan bersama”. 8) Mendengarkan Sabda Allah:

Langkah ini merupakan unsur pokok dalam proses pertemuan. Pertemuan mengupayakan agar lewat Kitab Suci peserta mampu menemukan pesan iman melalui drama, cerita atau membacakan kitab suci. Pesan Kitab Suci dapat dibuat menarik agar teringat dan dapat menjadikan pesan pewartaan bagi anak melalui beragam bentuk kreasi dengan menghias kutipan Kitab Suci maupun dengan menghafalkannya. Bagiyowinadi (2009: 91) menambahkan bahwa Kitab Suci dapat dijelaskan dan diperdalam agar anak menemukan pesanya.

9) Mempertemukan pengalaman sehari-hari dengan pengalaman iman:

Pengalaman sehari-hari akan bermakna ketika mendapatkan terang iman yang ditemukan dari Kitab Suci. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan, menghubungkan, membandingkan pengalaman sehari-hari dengan pesan pewartaan. Pengalaman hidup anak sehari-hari akan bermakna karena sabda Allah. Hal ini dapat mendorong suatu aksi nyata dalam hidup sehari-hari dan dapat dirumuskan dalam doa, maupun niat-niat hidup yang terbuka pada aksi dan tindakan nyata. Dalam terang Injil, anak-anak dapat semakin meresapi arti pengalamannya sehari-hari, bertobat dan menyadari kehadiran Allah.

10) Model eksploratif dan simulatif:

Model ini digunakan untuk anak-anak mendalami materi pendampingan dengan cara merasakan sendiri, menemukan dan menyimpulkan contohnya dengan

(50)

mengunjungi, melihat, mengamati, mendiskripsikan serta melakukan peragaan secara langsung misalnya dalam mengikuti misa anak.

b. Kegiatan PIA Bersifat Sistematis

Kegiatan PIA yang bersifat sistematis dapat dilihat dalam pengelolaan isi dan suasana dalam kegiatan PIA serta pengelolaan lain yakni pengelolaan awal, pengelolaan tenggah dan pengelolaan akhir.

1) Pengelolaan isi:

Menurut Prasetya (2008: 47) pengelolaan isi menyangkut bahan (Kitab Suci, ajaran Gereja, dokumen Gereja, hidup menggereja dan hidup memasyarakat) dan proses dalam kegiatan pendampingan, ini lebih pada upaya pendamping untuk menyiapkan secara bertanggungjawab.

2) Pengelolaan suasana:

Pengelolaan ini menyangkut suasana yang mau dibangun selama proses pendampingan agar menarik dan menyenagkan bagi anak-anak. Upaya ini tidak lepas dari penggunaan metode dan sarana yang ada, walau santai tetapi tetap mendalam dan utuh.

3) Pengelolaan awal:

Pengelolaan ini menyangkut tempat pendampingan, orang-orang yang harus dihubungi misalnya pengurus dewan paroki, ketua stasi maupun ketua lingkungan, bahan yang disampaikan, catatan administrasi yang disiapkan misalnya data peserta.

(51)

4) Pengelolaan tengah:

Pengelolaan ini menyangkut pendamping, dengan jadwal dan tugas yang jelas dan upaya pendampingan agar kegiatan PIA terus berjalan dan berkesinambungan berdasarkan program kerja yang dibuat.

5) Pengelolaan lanjut:

Pengelolan menyangkut pelaksanaan pendampingan, evaluasi pendampingan. Memonitor pendampingan meliputi suasana hati, harapan, dan motivasi anak-anak disetiap pertemuan, serta tanggapan orangtua terhadap kegiatan ini.

c. Kegiatan PIA Bersifat Metodis

Dalam kegiatan PIA, pendamping perlu memilih metode yang menarik agar dapat membantu memperkembangkan iman anak-anak. Hendaknya metode yang dipilih tepat, sederhana dan menarik sehingga dekat dengan kehidupan anak sehari-hari. Prasetya (2008: 45-46) menawarkan lima (5) metode yang sesuai dengan usia dalam PIA berikut metode yang ditawarkan:

1) Metode Ekspresi:

Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mengekspresikan (berupa gerak, irama, gambar dan puisi) gagasan atau ide yang telah diterima dalam pertemuan. 2) Metode Populer:

Metode ini mengajak anak untuk mendalami materi dengan aneka tehknik dan model populer yang diminati dan dekat dengan anak-anak sehingga menjadi milik bagi mereka seperti acara televisi, lagu yang dimodivikasi maupun permainan dengan kuis atau dengan sarana audio-visual.

(52)

3) Metode Dinamika Kelompok:

Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi dalam bentuk aneka permainan yang menghibur namun mendidik, selain itu melatih anak untuk bekerjasama dalam kelompok misalnya dengan permainan yang membutuhkan kelompok atau out bond.

4) Metode naratif:

Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi melalui cerita, baik cerita rakyat, cerita bergambar maupun fabel (cerita binatang).

6. Fungsi dari Kegiatan yang ada dalam PIA

Setelah melihat tentang kegiatan dalam Pendampingan Iman Anak maka harapannya, anak-anak yang pernah ikut Pendampingan Iman Anak memiliki kekhasan dalam hal imannya yakni mampu semakin mengenal dan lebih dekat dengan Yesus Kristus, mampu menampilkan diri dan hidup secara baik, mampu menjadi berkat bagi orangtua, teman-teman dan masyarakat di sekitarnya.

Prasetya (2008: 24) mengungkapkan target dari kegiatan PIA yakni anak diharapkan tahu kepada siapa harus beriman, mampu mengungkapkan imannya dalam doa, mampu merayakan imannya secara bersama. Dari pernyataan tersebut tampak bahwa setelah mengikuti PIA anak diharapkan tidak hanya berhenti pada PIA melainkan mampu lebih dekat dengan Yesus Kristus, berguna bagi jemaat melalui kegiatan pelayanan gerejani, salah satu pelayanan yang mendekati usia mereka untuk lebih dekat dengan Tuhan adalah melalui komunitas yang

(53)

mendukung mereka berkembang yakni komunitas PA yang menjadi wadah bagi anak dan remaja untuk melayani Tuhan sesuai usia mereka dan belajar menjadi berkat bagi sesama.

B. KETERLIBATAN PUTRA-PUTRI ALTAR

Dalam hidup menggereja baik kaum awam, religius maupun hierarki dibutuhkan semangat untuk berpartisipasi atau terlibat dalam hidup menggereja, terlibat berarti berpartisipasi dengan aktif dan sadar (Heuken 2005: 103) sehingga tidak hanya tahu dan ikut-ikutan saja tetapi sadar dan aktif mengikuti kegiatan menggereja. Ensiklik Mediator Dei (1947) membagi tiga bentuk partisipasi yakni partisipasi batin atau penghayatan pribadi, partisipasi lahir dan partisipasi sakramental yakni ikut menyambut komuni, maka umat yang dikatakan terlibat dalam kegiatan menggereja berarti ikut berpartisipasi batin atau penghayatan pribadi dalam bentuk doa-doa, partisipasi lahir yakni ikut menyanyi, menjawab doa umat dan aklamasi, serta tampak dalam gerakan lahiriah, seperti berlutut, mengatupkan tangan dan partisipasi sakramental yakni menyambut komuni.

Dalam KHK artikel 899 §2. Menyatakan bahwa:

Dalam perjamuan Ekaristi umat Allah dihimpun menjadi satu, dibawah pimpinan Uskup atau pimpinan imam di bawah otoritanya, yang bertindak sebagai pribadi Kristus (personam Christi gerere), serta semua umat lain yang menghadirinya, entah klerus entah awam bersama-sama mengambil bagian, masing-masing menurut caranya sendiri sesuai keberagaman tahbisan dan tugas-tugas liturgis.

Partisipasi umat secara aktif dan sadar ternyata perlu mendapatkan perhatian besar dari umat sendiri karena berdasarkan baptisan, umat Allah

(54)

mendapatkan hak dan kewajiban dalam tugas imam, nabi dan raja sebagai umat kristiani (SC 14) dan umat Allah diharapkan tidak hanya menjadi umat yang pasif melainkan ikut serta, penuh khidmat dan secara aktif (SC 18) maka dalam perayaan liturgis dibutuhkan partisipasi kaum awam untuk menggembangkan dan menghidupkan Gereja, karena “setiap anggota Gereja ikut serta bertanggung jawab dalam kehidupan Gereja” (Purwatma 2014: 18) . Dalam kesempatan ini kita akan melihat salah satu bentuk keterlibatan awam dalam hidup menggereja, yakni sebagai PA. Brien (2005: 132) melihat bahwa banyak anak dan kaum muda katolik yang terlibat dalam bidang liturgi Gereja dimana mereka dapat mengambil bagian secara aktif. Menjadi PA termasuk menggambil bagian secara aktif dalam keterlibatan liturgi Gereja. Dalam tugasnya saat Ekaristi PA berada di depan, maka secara sadar tingkah laku mereka dilihat oleh umat kalau PA secara aktif, sadar dan penuh dengan sikap hormat maka umat akan terbantu, sebaliknya jika PA bertingkah laku tidak baik akan menggangu umat.

1. Putra-Putri Altar

Putra-putri Altar atau misdinar adalah anak-anak dan remaja yang mau melayani Yesus, dokumen Gereja Redemptionis Sacramentum artikel 40 membenarkan bahwa”mereka (anggota PA) adalah bagian dari umat beriman yang berpartisipasi aktif dalam melayani Tuhan”. Pada saat perayaan Ekaristi, Yesus yang hadir di altar membutuhkan anak dan remaja untuk melayani Yesus dan umat-Nya. Martasudjita (2008: 12) dalam bukunya Panduan Misdinar menuliskan

Gambar

Grafik 1  : Histogram
Tabel 1:  Tugas Putra-putri Altar
Tabel 6:  Panduan Studi Dokumen
Tabel 7: Item-Total Statistics  Scale Mean if  Item Deleted  Scale  Variance if  Item Deleted  Corrected  Item-Total  Correlation  Cronbach's  Alpha if Item Deleted  X1  121.7167  94.884  .434  .864  X2  121.6833  93.678  .492  .863  X3  121.6333  94.846
+7

Referensi

Dokumen terkait

Organisasi psikologis adalah tujuan akhir pertumbuhan dan perkembangan dari funsi dan dasar biologis.sehingga kemudian timbul usaha untuk menrangkan hubungan antara proses-

The stem structure consist of epidermal (one layer), cortex (7-8 cell layers), extra xilary fiber (I-2 cell layers) and vascular bundles (amphicribral type) in three circum-ference.

yang mengikuti semua standarisasi peralatan listrik seperti cara penggambaran dan kode- kode pengaman dalam pemasangannya, maka menjadi tanggung jawab kita untuk. menggunakan

Denagan aneka makanan dan minuman yang enak dan segar dengan harga yang bias dicapai oleh semua golongan masyarakat sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan ketertarikan saya

Fasilitas yang disediakan oleh penulis dalam perancangan ini adalah kapel sebagai tempat berdoa baik bagi komunitas maupun masyarakat sekitar, biara dengan desain interior

Kata hasud berasal dari berasal dari bahasa arab ‘’hasadun’’,yang berarti dengki,benci.dengki adalah suatu sikap atau perbuatan yang mencerminkan

[r]

“ STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SUBJECTIVE WELLBEING PADA LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS YANG MENGIKUTI PROLANIS DI PUSKESMAS ‘X’ KOTA BANDUNG “. Universitas Kristen