• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN PEMBUATAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PADA GURU-GURU IPA SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELATIHAN PEMBUATAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PADA GURU-GURU IPA SMP"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

I. B. N. Sudria1, N. P. Ristiati2, A.A.I.A. R. Sudiatmika3, I W. Redhana4, I W. Suja5

ABSTRACT

ABSTRAK

PELATIHAN PEMBUATAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

SAINTIFIK PADA GURU-GURU IPA SMP

12345Jurusan Fisika dan Pengajaran IPA Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Ganesha Email: ibnsudria.undiksha@gmail.com

The Community Service Activity (PkM) was conducted in normal situation before the Covid-19 pandemic. The PkM aims to improve the ability of junior high school science teachers in making science learning tools (lesson plans, worksheets, subject matter texts, and assessment that are consistent and aligned) with the scientific approach that is still a problem in schools. The implementation of the PkM activity took place at SMAN 1 Susut Bangli, which was attended by 13 junior high school science teachers as the main participants, namely 3 teachers from Susut sub-district and 10 teachers from outside of Susut sub-district. This activity was also attended by 9 science teachers at SMAN 1 Susut as observers to motivate junior high school science learning. The PkM was implemented using a training and mentoring method with the 32-hour pattern, namely 24 hours face to face (8 hours or one day every week for 3 weeks) and a total of 8 hours online. Activities included (1) briefing face-to-face on PBS followed by homework for concept-analysis and drafting an example of scientific learning tools (PBS) in week I, (2) assistance in clarifying the content and concept of PBS targets and continuing the preparation of PBS for meetings II and III, and (3) mentoring and online guidance through classroom.google with total minimum duration of 8 hours which were scheduled in the 3 week program conduction. The results of the PkM showed that the participants were enthusiastic and consider PBS is very important and asked to be given PBS that has been made to be used at schools. It still leaves resistance to commitment to a change. The blended way of the service, can be readily modified in only online way in such limitation of social distancing of Covid-19 pandemic.

Keywords: training, mentoring, scientific learning tools, consistency

Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) dilakukan dalam situasi normal sebelum masa pandemi Covid-19. PkM ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru-guru IPA SMP dalam membuat perangkat pembelajaran IPA (RPP, LKS, teks materi pelajaran, dan asesmen yang konsisten dan selaras) dengan dengan pendekatan yang masih menjadi masalah di sekolah. Pelaksanaan Kegiatan PkM bertempat di SMAN 1 Susut Bangli yang diikuti oleh 13 guru IPA SMP sebagai peserta utama yakni 3 orang berasal dari kecamatan Susut dan 10 orang dari luar kecamatan Susut. Kegiatan ini juga diikuti oleh 9 guru bidang-bidang IPA SMAN 1 Susut sebagai observer untuk memotivasi konsolidasi pembelajaran IPA SMP dengan kelanjutan pembelajaran bidang-bidang IPA di SMA. PkM dilaksanakan menggunakan metode pelatihan dan pendampingan dengan pola 32 jam yaitu 24 jam tatap muka (8 jam atau 1 hari setiap minggu) dan total 8 jam daring/online. Kegiatan meliputi (1) tatap muka pembekalan tentang PBS disertai tugas rumah untuk identifikasi-analisis konsep dan pembuatan draf satu contoh PBS pada minggu I, (2) pendampingan klarifikasi konten/konsep target PBS dan melanjutkan pembuatan PBS untuk pertemuan II dan III, dan (3) pendampingan dan bimbingan secara daring melalui classroom.google minimal dengan alokasi waktu 8 jam yang didistribusikan selama 3 minggu. Hasil PkM menunjukkan peserta antusias mengikuti kegiatan meskipun PBS yang dihasilkan baru sebatas draf. PBS being trained is considered very important. However, participants willing are to be given scientific learning tools that has been ready to be used at schools. Masih menyisakan hambatan komitmen untuk berubah. Kesiapan program online dari blended service itu cukup mudah dimodifi-kasi untuk pelaksanaan hanya melalui daring dalam situasi keterbatasan social seperti pandemi Covid-19.

(2)

PENDAHULUAN

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP

2013) mengamanatkan penerapan

pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Belajar dengan pendekatan saintifik merupakan belajar melalui penemuan sendiri yang sejalan dengan paradigm konstruktivis tranformatif dan self directed learning. Jaminan pebelajar sendiri atau hanya dengan bantuan seperlunya dalam melakukan kegiatan belajar untuk fase-fase mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasi sangat penting dalam membentuk keterampilan proses sains sebagai sasaran utama belajaran dengan pendekatan saintifik. Bimbingan dalam belajar penemuan hendaknya diberikan secara bertahap menuju kemandirian. Guru-guru juga belum mampu mengembangkan perangkat pembelajaran dengan pendekatan saintifik secara konsisten pada belajar penemuan oleh siswa (Sudria, Sya’ban, & Ngadiran, 2013. Pengembangan PBS dapat menggunakan penalaran induktif dan/atau induktif (Sudria, 2018).

IPA merukan gejala kehidupan dan dasar dari teknologi agar manusia bisa hidup lebih baik. Untuk hidup secara wajar dalam jaman teknologi yang maju, masyarakat memerlukan pengetahuan dasar dan keterampilan IPA yang berguna, terutama untuk kewaspadaan hidup (mengontrol pemenuhan kebutuhan hidup) melalui kecerdasan pemanfaatan teknologi dan mengontrol prilaku terhadap lingkungan. Isi sains terus berkembang dengan cepat, sehingga tidak mungkin mengajarkan semua isi sains disekolah. Untunglah belajar sains sebagai proses atau inkuri/ilmiah (AAAS, 1994) secara aktif keterlibatan belajar sains melalui penemuan sendiri sangat efektif untuk belajar sains yang sejalan dengan mandat Kurikulum 2013 untuk melakukan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Namun sayang panduan sebagai pegangan yang konsisten untuk pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan saintifik masih sulit didapat. Isi sains Pendidikan sains for All dianjurkan berupa pengetahuan/konsepsi IPA

yang dasar dan berguna (Rutherford & Ahgreen, 1989).

Perangakat pembelajaran saintifik merupakan perangkat pembelajaran siswa menemukan pengetahuan yang umumnya berupa pengetahuan sebab dan akibat sebagai peristiwa alam, jadi pengetahuan atau konsepsi berbasis data. Metode ilmiah sebagai rujukan kegiatan ilmiah mengisaratkan perumusan hipotesis atau fokus sebagai target temuan melalui penerapan metode ilmiah. Meskipun metode ilmiah dapat diimplementasikan secara fleksibel, seperti secara sederhana melalui sikulus belajar dengan fase exploration, term

introduction, dan application (Lawson, 1995),

penyajian secara lebih rinci dalam siklus belajar 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunkasi) akan membantu kejelasan asesmen/ monitoring dalam rangka menjamin implementasinya dengan baik. Meskipun siklus kegiatan ilmiah dapat dimulai dari fase mana saja (Silberberg, 2003). Sebagai contoh, boleh saja secara spontan siswa langsung merumuskan hipotesis (di awal). Namun informasi awal, rumusan masalah, data eksperimen, asosiasi, dan komunikasi wajib dirumuskan/diklarifikasi sebagai ciri rasional dari kegiatan penemuan ilmiah.

Semua langkah dalam kegiatan ilmiah Kurikulum 2013 (seperti 5M) sesungguhnya mengacu pada rumusan hipotesis atau fokus temuan, sehingga semua langkah akan konsisten. Konsistensi setiap langkah (M1 hingga M5) semestinya diklarifikasi kesesuaiannya dengan rumusan hipotesis. Pemerintah dalam Kurikulum 2013 menekankan hal ini dalam bentuk target pengetahuan berupa pengetahuan konseptual, prosedural, faktual, dan metakognitif. Keempat jenis pengetahuan dalam kontek belajar saintifik tidak bisa dihindari yakni pengetahuan konseptual dibangun dengan menepkan pengetahuan prokedural untuk memberdayakan pengetahuan faktual tentang pengetahuan yang ditargetkan dengan mempertimbangkan prakondisi pembenahan

(3)

pengetahuan prasyarat utama. Pengetahuan metakognitif minimal tentang refleksi terhadap kegiatan belajar saintifik yang telah dilakukan untuk penguatan penguasaan pengetahuan yang ditargetkan.

Konstruksi pengetahuan pada dasarnya bisa menggunakan penalaran induktif atau deduktif yang perlu dilaksanakan secara konsisten terutama bagi pebelajaran saintifik pemula untuk menghindari belajar dengan menghafal. Penalaran induktif lebih ditekankan sebagai belajar secara alami untuk jenjang sekolah mengah ke bawah (AAAS, 1993). Keterkaitan keempat pengetahuan konseptual, procedural, faktual, dan metakonitif dalam membangun konsepsi ilmiah (pengethauan konseptual) untuk suatu konsep yang diidentifikasi semestinya disajikan dengan baik misalnya dalam satu deret di dalam tabel, agar keterkaitannya terlihat. Dalam pembuatan rancangan perangkat pembelajaran dengan penalaran induktif untuk memperkecil peluang dilemahkan oleh penalaran deduktif, urutan keempat pengetahuan tersebut sebaiknya ditata ulang yakni pengetahuan faktual, pengetahuan prosedural, pengetahuan konseptual, dan pengetahuan metakognitif yang dilengkapi dengan identifikasi pengetahuan prasyarat utama untuk konstruksi pengetahuan konseptual tersebut.

Guru-guru masih mengalami masalah yang besar, terutama dalam mengembangkan kegiatan dari fase-fase mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasi (5M) yang konsisten dengan pendekatan saintifik. Guru masih susah menghadirkan fenomena pengantar (konteks objek belajar) untuk memfokuskan siswa pada awal pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Ketepatan dan daya tarik fenomena penghatar pada kegiatan belajar penemuan sesungguhnya sangat penting untuk membuat rancangan belajar penemuan melalui kegiatan 5 menjadi feasibel bagi siswa. Perumusan fenomena pengantar yang demikian tidak mudah, karena menuntut penguasaan konsep

serta pengalaman dan wawsan guru yang luas dalam belajar secara penemuan (saintifik).

Perangkat pembelajaran, terutama lembar kegiatan siswa (LKPD/LKS) dan teks materi pelajaran sebagai dokumen administratif kegiatan belajar yang real semestinya digunakan oleh siswa belajar masih jauh dari memadai, bahkan sering hanya berisi latihan soal dan atau prosedur praktikum yang reseptif. LKPD dan buku-buku IPA SMA maupun SMP yang beredar belum cukup mengarahkan belajar sains secra saintifik. Pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran IPA dengan pendekatan saintifik secara taat asas dengan pendekatan saintifik sangat diperlukan oleh guru-guru IPA SMP untuk secara kritis dan kreatif untuk meningkatkan kepercayaan diri akan keberhasilan mengemban pelaksanaan tugas dalam mengelola pembelajaran yang secara berkelanjutan akan menguatkan komitmen guru untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran. Dukungan produk IPTEKS terhadap keberhasilan kegiatan pelatihan tersebut cukup tinggi. Prototip perangkat pembelajaran sains (kimia) dengan pendekatan saintifik secara taat assas mengikuti penalaran dasar induktif dan deduktif dengan validitas yang cukup memadai sebagai produk IPTEKS telah berhasil dikembangkan oleh Sudria dan kawan-kawan (Sudria& Suheimi, 2015; Sudria, 2016). Prototip perangkat tersebut hanya perlu dimodipikasi sedikit dengan mengurangi kedalaman materi dan menambahkan porsi bimbingan sehingga sesuai dengan pembelajaran sains tingkat SMP. Peningkatan kemampuan guru-guru dalam pembuatan dan pengembangan perangkat pembelajaran IPA dengan pendekatan saintifik di SMP sangat diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme guru sendiri dan sekaligus untuk meningkatkan minat dan kualitas belajar IPA, sehingga sasaran pendidikan sains terutama untuk menumbuhkan keterampilan proses sains (berpikir kritis, kreatif dan penyelesaian masalah) pada pebelajar dan pada pemilikan pengetahuan/konsepsi IPA yang

(4)

dasar dan berguna. Studi ini memamparkan proses dan hasil kegiatan pelatihan dan pendampingan pengembangan PBS dengan pendekatan saintifik yang konsisten melalui PkM dengan pola 32 jam yang terdiri dari 24 jam pertemuan tatap muka dan 8 jam pendampingan secara daring/online.

METODE

Kegiatan pengabdian pada masyarakat (PkM) ini dilakukan dalam situasi normal sebelum masa pandemic Covid-19. PkM berupa pelatihan dan pendampingan pembuatan perangkat pembelajaran (terutama LKPD/LKS) secara konsisten dan selaras menggunakan pendekatan saintifik. Peserta utama pelatihan adalah guru-guru IPA Kabupaten Bangli. Kegiatan juga diikuti oleh guru-guru bidang IPA SMAN 1 Susut Bangli (di tempat kegiatan pelatihan dilakukan) sebagai observer. Kehadiran guru SMA dimaksudkan memberi kesempatan secara partisipatif untuk mengetahui keadaan guru-guru IPA SMP dalam membuat persiapan pembelajaran IPA di SMP yang akan menjadi input pembelajaran bidang-bidang IPA di SMA. Pelaksanaan kegiatan menggunakan metode pelatihan dengan pola 32 jam yakni 24 jam (3 hari) tatap muka dan 8 jam pendampingan daring/online yang didistruibusi selama 3 minggu.

Pertemuan pertama berupa pembekalan penyegaran implementasi metode ilmiah dalam pembelajaran (yang dikembangkan menjadi berbagai siklus belajar ilimiah), penguatan wawasan paradigm belajar saintifik, konstruktivis transformatif, dan self directed learning, identifikasi dan analisis jenis pengetahauan (konseptual, procedural, faktual, metakognitif dan konsep prasyarat) sesuai dengan kompetensi dalam silabus (Permendikbud nomor 24 tahun 2016), serta reviu beberapa contoh perangkat pembelajaran yang dimilki/digunakan guru sebagai kewajiban pra-pelatihan Selanjutnya dilakukan penyamaan persepsi dan penyesuaian prototip perangkat pembelajaran yang ditawarkan oleh

pelatih sebelum memulai pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran saintifik yang ditargetkan dalam kegiatan PkM ini. Pertemuan pertama ditutup dengan penugasan pembuatan draf satu unit perangkat pembelajaran (terutama LKS) untuk alokasi waktu 2-3 JP (jam pertemuan di kelas) yang akan diajarkan di sekolah segera setelah pertemuan kedua, yang juga meliputi identifikasi dan analisis konsepsi (pengetahuan yang ditargetkan).

Pertemuan kedua berupa pendampingan penyempurnaan draf perangkat pembelajaran saintifik secara konsisten dan selaras yang ditugaskan sebagai tugas pra-pelatihan pertemuan kedua (diberitahukan pada pertemuan minggu sebelumnya). Untuk mengkiati keterbatasan waktu pelatihan agar lebih cepat dan praktis serta feasibilitas guru menyesuaikan perangkat terkait (RPP, asesmen, media, dan teks materi pelajar/bahan ajar), pelatihan dimulai dari membuat LKPD (LKS) untuk satu pertemuan selama 2-3 jam pelajaran. Di samping itu LKPD secara operasional semestinya dipegang siswa selama belajar di kelas dan sekaligus dapat sebagi bukti otentik kegiatan belajar siswa. Namun keberadaan LKPD dengan pendektan saintifik yang konsisten menerapakan kegiatan 5M saintifik sulit didapat oleh guru-guru. Fasilitas bimbingan terhadap klarifikasi materi pembekalan minggu sebelumnya masih disediakan. Pertemuan kedua diakhiri dengan tugas penerapan perangkat pembelajaran atau validasi teman sejawat terhadap draf PBS yang dihasilkan pada pertemuan pelatihan minggu kedua dan melaporkan hasilnya pada pelatihan ketiga dalam minggu berikutnya.

Pertemuan ketiga dilakukan diskusi sharing hasil implementasi atau validasi teman sejawat terhadap perangkat pembelajaran saintifik yang dihasilkan dalam pelatihan minggu sebelumnya. Keseluruhan kegiatan juga didampingi diskusi secara online melalui

classroom google dengan alokasi waktu efektif

8 jam (3 jam stiap minggu). Refleksi dan rekomendasi dari Tim pelatih terhadap

(5)

kendala-kendala yang dihadapi dalam implmentasi perangkat pembelajaran saintifik tersebut di lapangan. Pertemuan diakhiri dengan pengisian angket apresiasi peserta terhadap keseluruhan kegiatan PkM yang diikutinya (anonim).

Asumsi positif kemampuan dan keterampilan saintifik awal guru-guru IPA SMP sebelum pelatihan yang cukup baik tidak terjadi. Guru-guru IPA SMP peserta pelatihan belum memiliki pengalaman mengembangkan dan/atau menggunakan PBS yang konsisten mengacu pada metode ilmiah, bahkan belum menyadari bahwa konsepsi dari konsep (definisi pengetahuan) dalam bentuk rumusan hipotesis/rumusan masalah investigasi sebagai sasaran yang akan dibangun melalui pelaksanan pelajaran dengan pendekatan saintifik yang konsisten. Belum menyadari bahwa sejumlah siklus belajar 3 E, 5E, 7E, dan 5 M sesungguhnya merupakan variasi penerapan langkah-lanhkah metode ilmiah, semua mengakomodasi komponen-komponen metode ilmiah. Peserta enggan untuk menunjukkan perangkat pembelajaran IPA yang mereka gunakan/miliki. Pendampingan dalam pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga masih didominasi dengan diskusi untuk meyakinkan bahwa rumusan hipotesis (kejelasan target rumusan pengetahuan) pada guru terhadap pengetahuan yang akan dikonstruksi (konstruktivisme) menjadi acuan semua kegiatan 5 M agar pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat efektif. Peserta diajak mengkaji contoh PBS (RPP, LKS/LKPD, asesmen, dan teks materi pelajaran/bahan ajar) yang disiapkan oleh pelatih. Dengan kondisi demikian, pelatihan dan pendampingan hingga akhir pertemuan ketiga hanya mampu menghantar untuk menghasilkan draf LKPD untuk sejumlah peserta.

Evaluasi dilakukan berdasarkan hasil penilaian selama dan pada akhir pelaksanaan pelatihan. Penilaian terhadap keberhasilan pelatihan dilakukan terhadap peningkatan aktivitas dan antusias dan produk PBS yang dihasilkan

peserta serta tanggapan dari mereka setelah mengikuti keseluruhan kegiatan. Analisis data keberhasilan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari dukungan MGMP IPA Kabupaten Bali berhasil menghadirkan peserta 15 orang guru IPA SMP sebagai peserta utama yakni 3 orang dari Kecamatan Susut dan 12 dari laur kecamatan Susut, namun hanya 11 orang yang mengikuti hingga akhir. Jumlah peserta guru IPA SMP yang sesuai dengan target antar 10 – 15 guru IPA SMP. Peserta tambahan adalah 9 orang guru Kimia, Fisika, dan Biologi di sekolah tempat pelaksanaan pelatihan (SMAN 1 Susut Bangli) sebagai observer.

Kemampuan awal

Semua peserta enggan menunjukkan PBS yang mereka gunakan/miliki. Mereka umumnya menggunakan LKPD/LKS dalam buku pelajaran. Mereka mengakui PBS yang digunakan SMP belum mengakomodasi pendekatan saintifik secara konsisten seperti yang ditargetkan dalam kegiatan PkM ini. LKPD masih cendrung sebatas petunjuk kerja dan latihan soal-soal seperti yang umum ditemukan di buku pelajaran IPA SMP saat ini.

Perkembangan pelaksanaan kegiatan

Kegiatan pelatihan diikuti oleh 13 orang guru IPA SMP sebagai peserta utama (aktif) dan hanya 11 orang yang mengikuti keseluruhan kegiatan. Sembilan orang guru IPA SMA di tempat pelaksanaan PkM juga hadir sebagai peserta tambahan (sukarela membuat PBS) dan tidak hadir ketika ada kegiatan mengajar siswa SMA di kelas. Antusiasme guru IPA SMP maupun SMA mengikuti pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran IPA saintifik (PBS) pada awalnya tinggi, namun setelah pembekalan sedikit menurun dan membaik kembali setelah dilakukan pendampingan terutma untuk peserta utama (guru IPA SMP). Pelaksanaan kegiatan belum selancar rancangan pelaksanaan yang disusun, karena berbagai kendala terutama penguasaan dan

(6)

keterampilan guru-gura IPA SMP terhadap metode ilmiah serta menguasai ICT. Kegiatan pelatihan didominasi oleh diskusi peningkatan pemahaman tahapan-tahapan kegiatan saintifik 5 M dan pelatihan pengembangan PBS sangat lambat, secara perlahan selama tiga kali kegiatan pendampingan tatap muka hanya bisa menghantarkan peserta pada draf LKPD saintifik untuk 2-3 JP pertemuan. Diskusi online yang dicanangkan melalui

classroom.google juga kurang berjalan lancer,

sehingga diskusi melalui online classroom.google diperpanjang (tidak ditutup). Semua peserta antusias mengikuti pelatihan, tetapi sangat lambat.

Produk (PBS)

Pelatihan hanya efektif difokuskan untuk membuat LKS yakni dokumen yang akan paling praktis dan otentik untuk mendokumentasikan implmentasi kegiatan 5M. Pada akhir pertemuan ketiga pelatihan 8

September) kebanyakan LKS belum selesai, sehingga disarankan untuk menyelesaikan dan mengunggahnya dalam classroom.google

(online) segera.

Hinggga dua minggu setelah pertemuan tatap muka pelatihan terakhir (8 September) hanya beberapa peserta yang mengunggah LKS (produk pelatihan). Produk yang dihasilkan secara umum sudah menyajikan tahapan 5M, tetapi cendrung masih berupa draf yang masih perlu disempurnakan sebelum diterapkan (diujicobakan) di kelas.

Tanggapan peserta

Jumlah dan persentase kategori pendapat peserta (guru IPA SMP dan guru bidang-bidang IPA SMA) yang tergolong sangat baik (SB), baik (B), cukup (C), kurang (K), dan sangat kurang (SK) terhadap program dan pelaksanaan pelatihan PBS yang konsisten mengikuti pendekatan saintifik disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah dan persentase kategori pendapat peserta terhadap pelatihan

No Aspek SB B C K SK

1 Informasi Kegiatan 12 5 0 0 0

2 Rancangan kegiatan 5M saitifik:

a. fenomena awal 11 6 0 0 0 b. mengamati 8 9 0 0 0 c. menanya 7 10 0 0 0 d. mengumpulkan data 8 9 0 0 0 e. mengasosiasi 7 10 0 0 0 d. mengkomunikasi 7 10 0 0 0

3 Manfaat identifikasi, analisis dan pengelompokan pengetahuan (konseptual, procedural, metakognitif, dan konsep prasyarat)

11 6 0 0 0

4 LKS 15 2 0 0 0

5 RPP 10 7 0 0 0

6 Teks materi pelajaran 13 4 0 0 0

7 Penilaian 10 17 0 0 0

8 Alokasi waktu sistem pelaksanaan pelatihan 9 8 0 0 0

9 Tempat pelaksanaan kegiatan pelatihan 7 10 0 0 0

10 Pendampingan 10 7 0 0 0

Jumlah 145 120 0 0 0 Persentase 54.7 45.3 0 0 0 Peserta juga memberikan komentar terbuka

(7)

Peserta memberi komentar postif terhadap materi pelatihan. Mereka memberi kesan bahwa beberapa kali pelatihan dengan total waktu 24 jam tatap muka dan 8 jam online masih belum cukup membuat mereka terampil membuat PBS saintifik, terutama untuk materi yang abstrak. Mereka minta PBS yang sudah jadi untuk dilatihkan di sekolah.

Pembahasan

PkM pelatihan dan pendampingan

pengembangan PBS cukup berhasil dilihat dari antusias peserta mengikuti kegiatan, tanggapan peserta, meskipun produk yang dihasilkan masih sebatas draf PBS, karena dukungan keterampilan penalaran ilmiah (penerapan metode ilmiah) peserta (terutama guru-guru IPA SMP) pada awalnya kurang memadai. PBS yang dihasilkan masih memerlukan penyempurnaan sebelum diterapkan pada siswa di sekolah. Pendapat terbuka dari beberapa peserta menyatakan masih memerlukan pelatihan lagi.

Kemampuan awal mengembangkan PBS guru-guru IPA SMP belum memadai, sehingga enggan mennunjukkan PBS yang mereka sudah miliki atau gunakan yang didukung oleh pengakuan mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan kesulitan memperoleh PBS yang konsisten dengan pendekatan saintifik

dilapangan sebagai latarbelakang kegiatan PkM ini.

Antusiasme guru IPA SMP maupun SMA mengikuti pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran IPA saintifik (PBS) pada awalnya tinggi, namun setelah pembekalan sedikit menurun. Penurunan antusiasme ini, sempat menghawatirkan tim pendamping. Rumusan sosok hipotesis yang semestinya menyiratkan adanya variabel bebas dan variabel terikat serta kemudahan mengendalikan variabel kontrol sebagai kunci keberhasilan belum dipahami dan diakui kebutuhannya oleh guru. Kesadaran dan pengakuan tehadap pentingnya rumusan hipotesis sebagai acuan setiap langkah 5M dan tuntutan agar siswa yang semestinya sendiri dengan/tanpa bimbingan guru melakukan kegiatanmengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasi dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Lebih jauh bahwa kegiatan M1 hingga M3 penting untuk menumbuhkan motivasi belajar melalui penemuan sendiri (saintifik) atau sebagai spirit investigasi (Sudria, 2016). Guru hanya sebagai fasilitator, terutama penyiapan program pembelajaran dan memberikan bimbingan jika diperlukan secara mendidik seperti menghindari untuk memberi informasi langsung/solusi, usahakan dalam bentuk pertanyaan penuntun dan/atau alternative-alternatif solusi. Namun dengan penayangan contoh komponen-komponen unit PBS (RPP, LKPD/LKS, teks materi pelajaran, dan instrument penilaian) yang sudah disiapkan/diberikan kepada peserta dan elaborasi tambahan-tambahan contoh lain secara spontan oleh tim pelatih untuk mendemonstrasikan flausibilitas sting-seting PBS, dapat mengembalikan antusiasme peserta kembali tinggi. Pada akhir keterbatasan waktu, alokasi pelatihan selama 24 jam tatap muka dan 8 jam pendampingan online (classroom google) belum cukup mencaai target PkM secara maksimal. Hal ini juga tidak didukung oleh kemampuan penguasaan ICT, terutma oleh sebagian besar peserta guru-guru IPA SMP

(8)

yang sudah relative tua (usia lebih dari 40 tahun).

Sebesar 54,7% peserta memberikan tanggapan sangat baik dan 45,3% baik terhadap kegiatan pelatihan dan pendamping pengembangan PBS yang benar konsisten dengan pendekatan saintifik. Hal ini juga diperkuat oleh pengakuan tambahan secara tertulis dari bebrapa peserta yang sangat sangat membutuhkan kehadiran PBS yang disasar dengan mengharapkan lebih banyak PBS demikian diberikan kepada guru-guru di sekolah untuk langsung dipraktekkan. Kekhawatiran guru terhadap keberlanjutan kegiatan ini cukup beralasan, mengingat keterampilan pengembangan PBS melalui hasil pelatihan dan pendampingan dalam waktu yang terbatas sebenarnya belum kuat dan hambatan beban mengajar yang tinggi dilapangan (minimal 24 jam melaksanakan pembelajaran secara tatap muka).

Bantuan pendampingan secara online (classroom.goolge) yang cukup praktis dan mudah serta pelaksanaannya lebih fleksibel terhadap waktu berjalan kurang lancar. Semua peserta berhasil akses classroom.google yang dibuatkan pelatih, namaun hanya beberapa orang yang aktif memanfaatkannya dan beberapa orang yang mengungah PBS hasil pelatihan. Fasilitas komentar diforum bersama (bisa diakses pelatih dan peserta) belum cukup sering digunakan (hanya digunakan oleh beberapa peserta saja) dan diskusi belum disertai dengan pengunggahan contoh bagian kelengkapan PBS yang dibuat oleh peserta. Ketidaklancaran ini terutama dikontribusi oleh penguasaan ICT terutama oleh guru-guru IPA SMP yang sudah berumur lebih dari 45 tahun dan juga kesulitan menangkap signal telepon di luar sentra-sentra sekolah. Sementara kesibukan guru di sekolah (tugas mengajar dan administrasi) tinggi.

Produk pelatihan yang semasih sebatas draf PBS cendrung baru sebatas mengkopi format contoh dan mengganti isinya materi lain mengindikasikan bahwa pelatihan lebih lanjut dengan dorongan sendiri atau dari supervisi sekolah sangat diperlukan untuk keberlanjutan

kemampuan awal membuat PBS yang konsisten dengan pendekatan saintifik yang dibangun dalam pelaksanaan PkM pelatihan dan pendampingan ini. Meskipun kegiatan pelatihan belum berjalan lancar sesuai dengan harapan dalam rancangan kegiatan, perkembangan performan peserta guru-guru IP SMP peserta selama pelatihan dari keadaan yang cendrung belum mampu membuat PBS yang konsisten dengan pendekatan saintifik hinga mampu membuat draf yang baru sebatas mengganti isi sesuai dengan format yang diberikan merupakan capaian pelaksanaan PkM yang cukup berarti.

SIMPULAN

PkM pelatihan dan pendampingan

pengembangan PBS dengan pola 32 jam (24 jam tatap muka dan 8 jam pendampingan

online/daring) dapat dilakukan dengan

melibatkan tahapan kegiatan (1) pembekalan sosok PBS yang konsisten dengan pendekatan saintifik, memeberikan contoh kelengkapan unit pembelajaran (RPP, LKPD, teks materi pelajaran, dan instrument penilaian) yang sinergis untuk satu unit pembelajaran untuk 2-3 jam tatap muka, (2) pelatihan yang tetap difasilitasi diskusi pendalaman masing-masing kegiatan 5M yang mengacu pada sasaran/target pengetahuan yang akan dikonstruksi sesuai dengan penjabaran kompetensi sesuai dengan panduan kurikulum 2013, dan (3) pendampingan secara daring. Pelatihan dan pendampingan pengembangan PBS cukup efektif, meskipun hasil kegiatan hanya sebatas berhasil membawa peserta membuat PBS yang konsisten dengan pendekatan saintifik sebatas draf (belum maksimal seperti target yang diharapkan) yang dikarenakan karena dukungan penguasaan dan keterampilan awal dalam penalaran saintifik/ilmiah kurang cukup memadai dan panduan sebagai acuan pengembangan rancangan langkah-langkah 5 M yang lebih operasional dan konsisten dengan penerapan pendekatan saintifik di sekolah sulit didapat. Rumusan sosok hipotesis yang semestinya menyiratkan adanya variabel bebas

(9)

dan variabel terikat serta kemudahan mengendalikan variabel kontrol sebagai kunci keberhasilan belum dipahami dan diakui kebutuhannya oleh guru.

Tanggapan peserta menunjukkan bahwa PBS yang konsisten dengan pendekatan saintifik diperlukan oleh guru-guru dilapangan. Penyelenggaraan pendidikan tingkat sekolah menengah pertama (SMP) sangat penting dan strategis dalam membangun generasi penerus. Usia 11 – 15 tahun merupakan fase perkembangan operasi formal dimana semestinya terjadi pengembangan kemampuan penalaran yang tajam. Secara bersamaan harus juga menjamin perkembangan fisik (pertumbuhan jasmani) yang ideal untuk menghantarkan siswa berhasil mengalami pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental yang optimal sebagai identitas remaja yang sangat penting. Fase pengembangan mental (penalaran) yang tajam sering diabaikan dalam pengelolaan pendidikan jenjang SMP. Daya nalar remaja yang kurang memadai akan berkontribusi pada daya nalar masyarakat, sehingga fenomena kenakalan remaja yang berlanjut menjadi tabiat di masyrakat cendrung terjadi.

Penyelenggaraan pembelajaran dengan pendekatan saintifik secara optimal sangat diperlukan untuk membangun mental (penalaran remaja). Untuk penyedian panduan pengembangan PBS, dukungan kebijakan pengembangan profesionalisme (termasuk kajian sistem SKS dan beban kerja guru) dan fasilitas penerapan pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang konsisten dengan pendekatan saintifik memerlukan keterlibatan kontribusi dari semua pemangku kepentingan

penyelenggaraan pendidik (pihak

pneyelenggara, siswa, dan pengguna) untuk setiap satuan pendidikan. Meskipun program PkM ini dilakukan dalam situasi normal sebelum masa pandemi Covid-19, kesiapan program online dalam rancangan blanded

service (tatap muka dan online) mudah

dimodifikasi menjadi pelaksanaan hanya secara

online seperti dalam situasi pembatasan sosial

dalam masa pandemi Covid-19. DAFTAR RUJUKAN

American Association for the Advancement of Scinece. (1993). Benchmarks for Science

Literacy: Project 2061. NewYork : Oxford

University Press.

Ausubel, D.P. (2000) The Acquisition and

Retention of Knowledge: A cognitive view

(Kluwer Academic Publishers, Dordrecht). Bourke, S. (1989). Teaching methods. In P.

Langford (ed.) Educational psychology (pp.65–86). Melbourne: Longman-Cheshire.

Ehrman, M. E. & Leaver, B. L. (2003). Cognitive styles in the service of language learning. System 31: 393-415.

Felder, R. M. & Silverman L.K. (1988). Engr.

Education, 78(7), 674–681.

Gredler, M.E. (2001). Learning and instruction:

Theory and practice (4th edn). Upper

Saddle River, NJ: Merrill-Prentice Hall. Herron (1977). Science Education. Problems

Associated with Concept Analysis. Vol. 61. No. 2. pp: 185-199.

Johnstone, A.H, Why is Science Difficult to Learn? Things are Seldom What They Seem. Journal of Computer Assisted

Learning, 75-83, (1991)

Lawson, A.E. (1995). Science Teaching and the

Development of Thinking. California :

Wadsworth Publishing Company.

Lee, K.W.L. (1999). “A Comparison of University Lecture and Pre-service Teachers Understanding of a Chemical Reaction an the Particulate Level”.

Journal of Chemical Education. 76,

1008-1012.

Lehtinen, E. (2016). Teacher Education a Key Element of Successful Educational Systems. Filland University. KONASPI

VIII - 12-15 Oktober di Hotel Grand Sahid

Jaya - Jakarta

OECD, (2007). PISA 2006: Science Competencies for Tomorrow’s World Executive Summary. Http:/www. pisa.oecd.org. Diakses 2 Maret 2010. OECD, (2010). PISA 2009 Results: Executive

Summary. Http:/www. pisa.oecd.org. Diakses 2 Maret 2010

(10)

OECD. (2003). First Result from PISA 2003: Executive Summary. www. Pisa.oecd.org. Diakses 6 April 2005

OECD. (2012). First Result from PISA 2012: Executive Summary. www. Pisa.oecd.org. Diakses 6 Oktober 2015

Rutherford F. J. and Ahlgren A.. (1990).

Science for All Americans. New York :

Oxford University Press.

Silberberg, M. S., Chemistry The Molecular

nature of Matter and Change, 3rd. edition,

McGraw-Hill Higher Education, (2003). Sudria, I. B. N. 2016. Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Kimia saintifik dengan Penalaran dasar Induktif dan Deduktif,

KONASPI VIII - 12-15 Oktober di Hotel

Grand Sahid Jaya - Jakarta

Sudria, I.B.N. & Syah’ban, S. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pola Berpikir Induktif dan Deduktif untuk Pembinaan Keterampilan Saintifik Siswa Sekolah Menengah.

Laporan Hasil Penelitian. Universitas

Pendidkan Ganesha.

Sudria, I.B.N., Kartowasono, N. Nurlita, F. & Syah’ban, S. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Berpikir Deduktif. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Pendidkan Ganesha.

Thomond, P.N. (2004). Exploring and Describing Management Action for the Pursuit of Disruptive Innovation. Doctor Thesis. Cranfield University. Tersedia:

dspace.lib.cranfield.ac.uk/.../P.%20Thomo

Gambar

Tabel 1. Jumlah dan persentase kategori pendapat peserta terhadap pelatihan

Referensi

Dokumen terkait

pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara di SMA Harapan Mekar kelas XI Medan Tahun 2013 berdasarkan sumber informasi yang diperoleh mayoritas

Heterogenitas bahwa orang yang memiliki pengetahuan berbeda memungkinkan mereka untuk menggabungkan dan sebagai sumber daya tukar, meningkatkan probabilitas perusahaan dari

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu bank sentral yang ada di Sumatera Utara yang memiliki program kegiatan corporate social

Perihal : Pemberitahuan aksi damai dalam surat tersebut aksi damai akan dilakukan “06 s/d 07 Februari 2019, Rute : Kantor Polres Labuhanbatu, dan masa aksi ± 50 Orang,

Daya terima masyarakat terhadap aspek aroma bolu cukke dengan penambahan tepung daun kelor yang melibatkan indera penciuman yaitu hidung, setiap panelis memiliki

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang meliputi program pendidikan akademik, vokasi

Batuan beku / sedimen / metamorf yang paling banyak disusun oleh mineral yang terbentuk sebelum kuarsa dalam reaksi Bowen adalah

Grafik persentase adsorbsi maksimum logam berat Cu, Cd dan Pb untuk perlakuan yang berbeda-beda yaitu dengan sampel serbuk karbon, serbuk karbon ditambah nano