• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH SUTRIYONO H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH SUTRIYONO H"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH SUTRIYONO

H14102120

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(2)

RINGKASAN

SUTRIYONO (H14102120). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kinerja Industri Mobil di Indonesia (dibimbing oleh SRI MULATSIH).

Perkembangan sektor industri umumnya menjadi prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional negara-negara berkembang. Demikian juga dengan Indonesia. Hal ini disebabkan sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi kepada pemakainya. Bagi investor, sektor industri memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. Di sisi lain, hasil pembangunan paling nyata yang dianggap sebagai sumber kekayaan, kekuatan dan stabilisasi di negara-negara maju adalah kadar industrialisasinya yang tinggi. Keberhasilan negara maju tersebut kemudian banyak dijadikan cermin pola pembangunan oleh negara-negara berkembang. Strategi yang berorientasi industri ini memungkinkan munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kekuatan modal untuk beroperasi di dalam negeri. Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia adalah Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil). Secara umum, Indonesia merupakan salah satu pasar otomotif paling potensial di Asia termasuk Indonesia. Permintaan akan kendaraaan bermotor dalam hal ini mobil dari tahun ke tahun relatif meningkat walaupun dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada tahun 1998 sebagai puncak krisis drastis menurun.

Krisis moneter tahun 1998 memberikan tekanan yang sangat berat pada produksi mobil di dalam negeri. Total penjualan tahun 1997 yang mencapai 386.691 anjlok hingga 85 persen pada tahun 1998. Namun hingga tahun 2004, industri mobil di Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2000 mencapai 12 persen, dari data di Gabungan Industri Kendaran Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Toyota mendominasi total penjualan mobil baru yaitu, mencapai 137.324 unit di tahun 2004 atau 28,96 persen dari total penjualan mobil, diikuti dengan Mitsubishi 18,79 persen dan Suzuki 16,80 persen. Berdasarkan asal negaranya, pasar industri mobil di Indonesia dikuasai Jepang dengan market share mencapai 93,37 persen. Sisanya diperebutkan mobil- mobil asal Korea, Jerman, Perancis, Swedia, Inggris, Amerika Serikat dan mobil lokal Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di Indonesia. Kedua, Menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap industri mobil di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data dalam penelitian ini diambil dari data instansi- instansi terkait yaitu GAIKINDO, BPS, beberapa perpustakaan, media elektronik (internet) dan hasil penelitian terdahulu. Data yang digunakan merupakan data time series (data deret waktu) pada tahun 1983-2003. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekonometrika melalui model regresi linier berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).

(3)

di Indonesia dengan menggunakan taraf nyata 10 persen, sedangkan krisis ekonomi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap industri mobil di Indonesia. Variabel lainnya yaitu CR4, berpengaruh positif tetapi tidak signifikan pada taraf nyata 10 persen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan agar perusahaan industri mobil hendaknya meningkatkan efisiensi internal dengan merekrut tenaga ahli, dan teknologi tepat guna ya ng dapat meningkatkan jumlah produksi dengan meminimumkan biaya operasional.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA

OLEH SUTRIYONO

H14102120

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : SUTRIYONO

NRP : H14102120

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri

Mobil di Indonesia.

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. NIP. 131 849 397

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal disetujui : _________________

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Februari 2007

SUTRIYONO H14102120

(7)

dari pasangan Bapak Suparlan dan Ibu Supriati Ningsih. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN Bangka IV Bogor. Penulis melanjutkan pend idikan menengah pertama di SLTPN 3 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMUN 8 Bogor. Kemudian pada yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ilmu Ekonomi.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan atas segala rahmat yang telah dilimpahkan Allah SWT sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini diberi judul “Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Mobil Di Indonesia”. Judul ini dipilih penulis

karena rasa ketertarikan terhadap perkembangan industri kendaraan bermotor roda empat (mobil). Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini, namun penulis berharap semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Serta segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis terutama kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

2. Bapak M. P. Hutagaol, Ph.D sebagai dosen penguji utama dalam sidang karya ilmiah ini. Semua saran maupun kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Widyastutik, M.Si sebagai komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dalam tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya tanggung jawab penulis.

(9)

Ujang Jaya atas persahabatanya dan atas bantuannya dalam mengerjakan skripsi ini.

6. Keluarga Besar The HOMMER’S atas kesetiaannya selama tujuh tahun berteman.

7. Seluruh penghuni Dua Mawar atas kerjasamanya terutama saudara Granson, Batara, Herry, Erick.

8. Teman-teman seperjuangan di IESP angkatan 39,38, dan 40.

Bogor, Februari 2007

SUTRIYONO H14102120

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian... 4 1.4. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Konsep Ekonomi Industri ... 6

2.2. Pendekatan Struktur Perilaku Dan Kinerja ... 7

2.3. Struktur Pasar ... 10

2.3.1. Pangsa Pasar ... 14

2.3.2. Konsentrasi ... 14

2.3.3. Hambatan Masuk (Barrier to Entry) ... 15

2.4. Perilaku Pasar ... 19

2.5. Kinerja Pasar ... 20

2.6. Penelitian Terdahulu ... 21

2.7. Kerangka Pemikiran ... 22

2.8. Hipotesis Penelitian ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 25

3.2. Jenis Dan Sumber Data ... 25

3.3. Metode Analisis Dan Model Penelitian... 23

3.4. Uji Ekonometrika Dan Statistika ... 27

IV. SEJARAH INDUSTRI DAN KEBIJAKAN OTOMOTIF DI INDONESIA ... 33

(11)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Mobil di Indonesia ... 38

5.2. Pengujian Model ... 39

5.3. Kriteria Ekonometrika Dan Statistik ... 39

5.4. Interpretasi Dan Uji Ekonomi ... 43

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(12)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Berbagai Produsen Mobil ... 3

2. Ciri-Ciri Tipe Pasar ... 12

3. Hasil Estimasi Parameter Model Analisis Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Mobil di Indonesia ... 39

4. Uji Autokorelasi ... 40

5. Uji Heteroskedastisitas... 41

6. Uji Multikolinearitas... 42

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pendekatan Struktur Perilaku dan Kinerja ... 9

2. Contoh Pasar yang Berdekatan... 10

3. Kurva Pasar Persaingan Sempurna ... 17

4. Kurva Keseimbangan Pasar Monopoli ... 18

(14)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Variabel Dependen dan Independen yang Digunakan Dalam Model ... 51

2. Variabel Riil Dependen dan Independen yang Digunakan Dalam Model .... 52

3. Data Hasil Penghitungan PCM (1983-2003) ... 53

4. Data Hasil Penghitungan CR4 (1983-2003) ... 54

5. Data Hasil Penghitungan X-Effisiensi (1983-2003) ... 55

6. Data Hasil Penghitungan Growth (1983-2003) ... 56

7. Data Hasil Penghitungan Produktivitas (1983-2003) ... 57

8. Hasil Estimasi Output ... 58

9. Uji Autokorelasi ... 58

10. Uji Heteroskedastisitas ... 58

11. Uji Multikolinearitas ... 58

12. Uji Normalitas ... 59

(15)

Perkembangan sektor industri umumnya menjadi prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional negara-negara berkembang. Demikian juga dengan Indonesia. Hal ini disebabkan sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi kepada pemakainya. Bagi investor, sektor industri memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. Di sisi lain, hasil pembangunan paling nyata yang dianggap sebagai sumber kekayaan, kekuatan dan stabilisasi di negara-negara maju adalah kadar industrialisasinya yang tinggi. Keberhasilan negara maju tersebut kemudian banyak dijadikan cermin pola pembangunan oleh negara-negara berkembang. Strategi yang berorientasi industri ini memungkinkan munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kekuatan modal untuk beroperasi di dalam negeri.

Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia adalah Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil). Secara umum, Indonesia merupakan salah satu pasar otomotif paling potensial di Asia, ketakutan akan lesunya industri mobil karena tingginya harga BBM mungkin tidak perlu dirisaukan. Karena prospek industri mobil lebih ditentukan oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi dan kemudahan mendapatkan pembiayaan.

Kenaikan harga BBM ternyata tidak membuat surut minat masyarakat untuk membeli mobil. Ini antara lain tercermin dari besarnya nilai penjualan pada Auto Expo yang digelar oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia

(16)

2

(GAIKINDO) di Jakarta Convention Center pada bulan Juli 2005. Hingga akhir penyelenggaraan pameran ini mampu menyedot 161.089 pengunjung dengan total penjualan mencapai Rp 1,16 triliun, naik sekitar 28,3 persen dibandingkan pameran yang sama pada Juli 2004. Setelah sempat terpuruk di tahun 1998 akibat krisis, hingga Juli 2005 jumlah total penjualan mobil baru mencapai 345.166 unit, naik 30,4 persen dibandingkan Juli tahun sebelumnya (Rochma, 2005).

Masih buruknya jasa angkutan umum dalam kota diyakini menjadi ukuran akan tetap tingginya permintaan mobil dalam negeri. Di Jakarta misalnya, selama puluhan tahun terakhir ini sebagian besar kendaraan umum di ibu kota tidak layak jalan. Emisi gas buang kendaraan umum sudah melebihi ambang batas toleransi. Kondisi ini ditandai dengan kondisi armada yang jauh di bawah standar. Hasil survei tahun 2000, jumlah armada PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta) yang mencapai 12.000 unit pada 1990-an hanya tersisa 2.500 unit. Sementara itu penduduk Jakarta membutuhkan sekurang-kurangnya 9.000 unit bus. Tidak mengherankan jika perbandingan jumlah mobil pribadi dan angkutan umum di Jakarta sangat mencolok yaitu 98 persen berbanding 2 persen. Sedangkan perbandingan pengguna mobil pribadi dengan angkutan umum masing- masing 49,7 persen dan 50,3 persen (Rochma, 2005).

Krisis moneter tahun 1998 memberikan tekanan yang sangat berat pada produksi mobil di dalam negeri. Total penjualan tahun 1997 yang mencapai 386.691 anjlok hingga 85 persen pada tahun 1998. Namun hingga tahun 2004, industri mobil di Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2000 mencapai 12 persen. Dari data di

(17)

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Toyota mendominasi total penjualan mobil baru yaitu, mencapai 137.324 unit di tahun 2004 atau 28,96 persen dari total penjualan mobil, diikuti dengan Mitsubishi 18,79 persen dan Suzuki 16,80 persen. Berdasarkan asal negaranya, pasar industri mobil di Indonesia dikuasai Jepang dengan market share mencapai 93,37 persen. Sisanya diperebutkan mobil- mobil asal Korea, Jerman, Perancis, Swedia, Inggris, Amerika Serikat dan mobil lokal Indonesia. Tabel 1.1 menunjukkan berbagai industri produsen mobil yang menguasai pasar industri di Indonesia.

Tabel 1.1. Berbagai Produsen Mobil di Indonesia Perusahaan Nilai

Investasi

Kegunaan

Investasi Keterangan

PT. Honda Prospect

Motor USD 70 juta Merakit Honda Jazz

Sebelumnya merakit Honda Strem, New City, CRV

PT. Astra Daihatsu Motor

Rp. 30

Milyar Merakit Xenia

Total investasi Rp. 2 trilyun Toyota Motor Manufacturing Indonesia USD. 380

juta IMV (International

Multipurpose Vehicle) Kapasitas produksi 70.000 unit IMV dan 180.000 unit mesin/Th Toyota Motor Company melalui Toyota Motor Manufacturing Indonesia

USD. 90 juta Merakit Avanza

Melibatkan 2200 tenaga kerja (kapasitas 6000 unit/bulan) PT. Tjahja Sakti

Motor (Astra Group)

Rp. 50

Milyar Merakit BMW Seri 5

Kapasitas produksi 16 unit/hari PT. Hyundai Mobil Indonesia Rp. 20 Milyar Merakit Hyundai Matrix Sebelumnya sudah merakit Atoz, Trajet, Excel Honda Motor Co.

Ltd USD. 137

juta

Perakitan Sejumlah Mobil Merk Honda

90% produksi diekspor ke Asia dan Eropa Proton Holding Sdn. Bhd RM. 68,4 juta Perakitan Mobil Proton Sumber: Rochma, 2005.

(18)

4

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan industri mobil di Indonesia memberikan kontribusi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi dan ma mpu menciptakan lapangan kerja. Dalam penelitian mengenai industi mobil digunakan kerangka analisis Structure,

Conduct, Performance (SCP framework) yang menganalisa faktor- faktor yang

mempengaruhi kinerja industri mobil secara sistematis. Perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di Indonesia?

2) Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap industri mobil di Indonesia?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1) Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di Indonesia.

2) Menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap industri mobil di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi penelitian industri mobil selanjutnya serta dapat dijadikan salah satu rujukan (literature) mengenai industri mobil di Indonesia. Disamping itu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pustaka yang

(19)

berkaitan dengan kajian analisis Structure, Conduct, Performance (SCP) dalam analisis pada ekonomi industri.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Ekonomi Industri

Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi, Ilmu ini menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif menekankan pada studi empiris dari faktor- faktor yang mempenga ruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar. Struktur, perilaku dan kinerja merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi di pasar. Struktur pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan (Jaya, 2001).

Ekonomi industri adalah suatu studi teoritis dan empiris tentang bagaimana struktur pasar dan perilaku penjual dan pembeli mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan ekonomi (Koch, 1980). Menurut Hasibuan (1993), pengertian industri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu : mikro dan makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang-barang-barang yang mempunyai sifat saling menggantikan (substitusi). Dari segi pembentukan pendapatan yang cenderung bersifat makro, industri adalah ekonomi yang menciptakan nilai tambah.

Ada beberapa alasan mengapa ekonomi industri menjadi semakin penting untuk dipelajari, baik di negara- negara maju maupun di negara- negara yang sedang berkembang. Pertama, praktek-praktek struktur pasar yang semakin terkonsentrasi dalam kegiatan bisnis telah dikenal sejak lama. Kedua, semakin tinggi konsentrasi cenderung mengurangi persaingan antar perusahaan yang

(21)

kemudian membawa perilaku yang kurang efisien. Ketiga, konsentrasi industri yang tinggi membawa konsentrasi kekayaan yang melemahkan usaha-usaha pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, maupun kesempatan berusaha. Keempat, kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi membawa lebih jauh intervensi pemerintah. Kelima, kajian-kajian tentang struktur, perilaku dan kinerja industri tidak lepas dari masalah-masalah apa yang diproduksi, bagaimana, dan untuk siapa suatu barang dan jasa diproduksi (Hasibuan, 1993).

Dalam melakukan analisis ekonomi industri, terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengamati kaitan antara struktur, perilaku dan kinerja. Pertama, hanya memperhatikan secara mendalam dua aspek, yakni kaitan antara struktur dan kinerja industri, sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. Kedua, pengamatan kinerja dan perilaku, dan kemudian dikaitkan lagi dengan struktur. Ketiga, menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudian diamati kinerjanya. Keempat, kinerja tidak perlu diamati lagi, karena telah dijawab dari hubungan struktur dan perilakunya (Hasibuan, 1993).

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja

Pendekatan structure-conduct-performance dalam ekonomi industri menjelaskan pola hubungan antara struktur pasar (market share), tingkah laku perusahaan-perusahaan (conduct) dan performance suatu industri. Struktur pasar yang berbeda akan membentuk perilaku yang berbeda pula bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat didalamnya, yang tentunya akan menghasilkan

(22)

8

Sebagai contoh, dalam industri relatif dikuasai oleh sebagian kecil perusahaan (struktur pasar oligopoli), maka perusahaan-perusahaan tersebut akan melancarkan berbagai strategi yang bersifat persaingan non-harga (tingkah laku) untuk meningkatkan keuntungan (performance perusahaan). Hubungan antara struktur pasar, tingkah laku dan performance ini merupakan pola hubungan yang satu arah.

Teori harga (price theory) dan fakta- fakta empiris mendukung pendapat bahwa beberapa bentuk hubungan sebab akibat menunjukan hubungan dengan arah sebaliknya. Bila perusahaan-perusahaan dalam struktur pasar oligopoli melakukan kolusi (tingkah laku), maka perusahaan-perusahaan ini akan bertindak seolah-seolah mereka adalah satu (collective monopoly), dengan kondisi seperti ini perusahaan tersebut dapat melancarkan berbagai strategi untuk menguasai pasar, dengan dukungan keuangan dan sumber daya yang cukup besar. Perusahaan dominan ini dalam jangka pendek dapat melakukan penuruna n harga dibawah biaya rata-rata, hal ini akan menyebabkan perusahaan kecil tidak mampu bersaing bahkan untuk perusahaan yang efisien sekalipun. Akibatnya perusahaan-perusahaan kecil ini terpaksa keluar dari pasar yang bersangkutan, dan pangsa pasar akan diambil oleh perusahaan yang dominan tersebut.

Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep konvensional dalam bidang ekonomi industri. Pola tersebut ditunjukan dalam Gambar 2.1.

(23)

Sumber : Jaya (2001)

Gambar 2.1. Pendekatan Struktur Perilaku dan Kinerja Pasar

Setiap perusahaan memiliki suatu struktur tertentu pada masing- masing keadaan. Struktur ini mempengaruhi perilaku dari perusahaan. Sebagai contoh dalam suatu oligopoli ketat, perusahaan-perusahaan yang menjadi pemimpin dapat bertindak seenaknya, menetapkan harga bersama-sama. Struktur dan perilaku kemudian mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja yang baik terutama mencangkup

UKURAN-UKURAN

Kondisi permintaan Kondisi penawaran

Elastisitas permintaan Skala ekonomi

Elastisitas silang dari permintaan

STRUKTUR

Ukuran distribusi permintaan Pangsa pasar

Konsentrasi Rintangan masuk Elemen-elemen lain

PERILAKU

Kerjasama dengan pesaing Strategi melawan pesaing advertensi

KINERJA

Harga biaya dan pola hubungan Kemajuan teknologi

X-efisiensi Keseimbangan dalam pendistribusian

Pengalokasian yang efisien Pengaruh-pengaruh

(24)

10

harga yang rendah, efisiensi, inovasi dan keadilan, meskipun penyebabnya terutama berasal dari struktur perilaku dan kinerja, namun hal ini dapat berpengaruh terbalik (contohnya pasar perusahaan yang agresif dan kinerja yang baik dapat meningkatkan pangsa pasarnya). Komponen yang utama dari tiga kondisi ini (struktur, perilaku dan kinerja) adalah determinan-determinan yang membentuk struktur itu sendiri, yaitu skala ekonomi dan disekonomi. Contoh, teknologi pasar akan meningkatkan skala ekonomi, sehingga hanya ada tempat untuk satu perusahaan, yang kemudian akan menjadi monopoli. Sebaliknya, bila teknologi menghasilkan perusahaan-perusahaan dalam ukuran kecil dan terdapat banyak perusahaan, maka terjadilah persaingan (Jaya, 2001).

2.3. Struktur Pasar

Pasar didefinisikan sebagai satu kelompok penjual dan pembeli yang mempertukarkan barang yang dapat disubstitusi (Jaya, 2001). Dalam kasus nyata, produk yang berbeda dijual di daerah yang terpisah secara geografis. Pasar pada kasus ini membatasi konsumen dalam zone pembelian, seperti yang diilustrasikan dalam gambar berikut :

Sumber : Jaya (2001)

Gambar 2.2. Contoh Pasar-Pasar yang Berbatasan

MOBIL Mitsubishi Honda Daihatsu Suzuki Toyota

(25)

Pada Gambar 2.2. pasar dibatasi oleh jenis mobil dan daerah geografis. Pasar ini jelas akan berbeda bila setiap mobil dibeli oleh kelompok pembeli yang terpisah, serta tidak pernah memilih diantara mobil- mobil tersebut. Tetapi bila mobil tersebut dianggap oleh sebagian besar pembeli dapat saling menggantikan, maka kemungkinan besar akan terdapat suatu pasar yang lebih luas yang mencangkup seluruh mobil. Kemampuan substitusi barang merupakan kondisi kunci, bila barang itu terdapat didalam pasar, maka barang la in berada diluar pasar tersebut, sehingga ekonomi muncul sebagai daya tarik bagi pasar-pasar individu. Tiap pasar dibatasi oleh dua dimensi yaitu jenis produk dan daerah geografis (Jaya, 2001)

Struktur pasar dan tingkah laku juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi pasar. Misalnya, lokasi dan pemilikan bahan baku yang diperlukan, teknologi yang dipakai, kuatnya serikat kerja yang ada, elastisitas harga permintaan, tersedianya barang substitusi, la ju pertumbuhan permintaan, cara pembelian yang dilakukan oleh pembeli dan kondisi dasar lainnya. Pangsa pasar menunjukan besarnya tingkat penjualan relatif perusahaan, yakni rasio antara besarnya penjualan perusahaan dengan total penjualan industri. Untuk keperluan tersebut, setiap pasar perlu mengetahui secara pasti batas pasar operasinya. Maka, batas pasar setiap jenis produk dan jalur produk dari perusahaan yang termasuk dalam suatu jenis industri tertentu perlu diketahui sebelumnya.

(26)

12

Tabel 2.3. Ciri-Ciri Tipe Pasar

Ciri-Ciri Monopoli Perusahaan

Dominan Oligopoli Persaingan Monopolistik Persaingan Murni Kondisi Utama Memiliki 100 Persen Pangsa Pasar Menguasai 50 persen sampai dengan 100 persen pangsa pasar tanpa pesaing kuat Gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang pangsa pasarnya 60 persen sampai dengan 100 persen Banyak pesaing yang efektif dan tidak satu pun memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar Lebih dari 50 pesaing yang tidak satu pun memiliki pangsa pasar yang berarti Indeks Hirschman-Herfindal (HHI) HHI = 10.00 2.500<HHI <10.00 1.000<HHI <2.500 100<HHI<1000 HHI<100 Jumlah

Produsen Satu Banyak Sedikit Banyak

Sangat Banyak

Entry/Exit Barrier

Sangat

Tinggi Tinggi Tinggi Rendah

Sangat Rendah

Tipe Produk Heterogen Heterogen Homogen/

Heterogen Heterogen Homogen

Kekuasaan Menentukan

Sangat

Besar Relatif Relatif Sedikit Tidak Ada

Persaingan Selain Harga

Tidak Ada Besar Besar Besar Tidak Ada

Informasi Sangat Terbatas Cukup Terbuka Terbatas Cukup Terbuka Terbuka

Profit Berlebih Berlebih Agak

Berlebih Normal Normal

Efesiensi Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Cukup Baik Baik Sumber : Jaya

Pasar monopoli terdiri dari satu produsen yang mempunyai pangsa pasar keseluruhan atau sebesar 100 persen dan memiliki hambatan masuk pasar yang sangat tinggi karena produsen yang menguasai pasar akan berusaha keras agar tidak ada pesaing. Pada struktur pasar yang dipimpin oleh perusahaan dominan, pelaku pasar terdiri dari beberapa perusahaan namun hanya satu pelaku usaha yang terlibat mendominasi pasar. Hambatan untuk masuk pasar ini cukup tinggi namun biasanya informasi pasarnya cukup terbuka.

(27)

Pada pasar oligopoli terdapat beberapa pelaku usaha yang memimpin pasar dengan pangsa pasar gabungan sebesar 60 persen. Hambatan masuk cukup tinggi dan informasi yang diterima terbatas. Para oligopolis juga bertindak sebagai monopolis terutama jika mereka melakukan kerjasama sehingga efisiens inya menjadi kurang baik.

Pasar monopolistik terdiri dari banyak produsen dimana banyak pesaing yang efektif dan tidak ada satu pun yang memiliki pangsa pasar diatas 10 persen. Para produsen menjual produknya dengan karakteristik yang berbeda-beda dan dapat menjualnya dengan harga yang diinginkan. Hambatan masuk dan informasinya cukup terbuka sehingga tingkat persaingannya tinggi dan efisiensinya cukup baik. Sementara pasar persaingan murni setiap produsen tidak memiliki pangsa pasar yang berarti. Dengan hambatan masuk yang rendah dan informasi yang terbuka maka para pesaing potensial dapat mudah memasuki pasar. Struktur pasar merupakan pokok bahasan yang kompleks, dengan sejumlah konsep yang terpadu serta membutuhkan banyak data untuk mengevaluasinya (Jaya, 2001).

Menurut Shepheard (1979), struktur pasar suatu industri menunjukan kontribusi pasar yang mempengaruhi proses persaingan ilmiah. Secara umum struktur pasar memiliki beberapa elemen yang menggambarkan ukuran perusahaan-perusahaan yang bersaing didalam pasar. Elemen-elemen tersebut adalah pangsa pasar, konsentrasi, dan rintangan masuk pasar (barrier to entry).

(28)

14

2.3.1. Pangsa Pasar

Menurut literature Neo-Klasik landasan posisi perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktik bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100% dari total penjualan seluruh pasar (Jaya, 2001). Peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Pangsa pasar sering digunakan sebagai indikator proksi untuk melihat adanya kekuatan pasar dan menjadi indikator tentang seberapa pentingnya suatu perusahaan di pasar. Derajat kekuatan pasar pada umumnya akan muncul ketika pangsa pasar mencapai 15 persen, pada tingkatan 25-30 persen derajat monopoli menjadi signifikan dan pada tingkat 40-50 persen perusahaan mempunyai kekuasaan pasar yang kuat.

2.3.2. Konsentrasi

Menurut Shepheard (1979), suatu konsentrasi merupakan kumpulan dari

market share para pemimpin pasar, yang jumlahnya tidak boleh kurang dari dua

atau lebih dari delapan. Konsentrasi menunjukan tingkatan oligopoli, dimana

market share merupakan indikator tunggal yang menunjukan tingkatan kekuatan

monopoli dalam skala ordinal, yaitu membandingkan market share yang lebih besar atau lebih kecil pada industri yang sama. Market share yang lebih tinggi besarnya selalu mengarah pada kekuatan monopoli yang lebih besar, sedangkan

market share yang lebih rendah menunjukan hal sebaliknya. Distribusi market share tersebut lebih menggambarkan struktur pasar, unsur struktur pasar, perilaku

(29)

dan kinerja akan berubah bersamaan berubahnya struktur pasar. Pemusatan merupakan tingkat oligopoli.

Para oligopolis dapat melakukan koordinasi secara ketat seakan-akan mereka monopolis sejati. Persaingan hebat bisa terjadi diantara mereka atau mungkin mengikuti suatu pola lebih lanjut. Kombinasi kekuatan pasar mereka perlahan mengurangi pengaruh perusahaan yang mempunyai pangsa pasar utama (Jaya, 2001).

Konsentrasi menunjukan derajat oligopoli. Faktor-faktor penyebab konsentrasi adalah kemajuan teknologi, perlindungan yang berlebihan, penciptaan rintangan masuk, keringanan pajak dan subsidi, serta perilaku merger. Konsentrasi dapat dihitung menggunakan metode concentration ratio (CR) dan

Herfindahel-hiercshman indeks (HHI).

2.3.3. Hambatan Masuk (Barrier to Entry)

Istilah entry adalah adanya tambahan satu atau lebih penjual baru ke dalam suatu pasar sehingga menciptakan kapasitas yang baru. Entry didefinisikan sebagai keberadaan dari penjual baru, akan tetapi perusahaan yang telah ada dapat saja keluar dari pasar saat perusahaan baru masuk kedalam pasar, sehingga yang sesuai adalah net entry. Keluar masuknya perusahaan kecil secara luas tidak akan mempengaruhi posisi dari perusahaan dominan (Shepheard, 1979). Penghambat untuk masuk kedalam industri dapat bersifat alami seperti biaya investasi yang tinggi, penguasaan teknologi baru, tingkat produksi minimal yang tinggi dan adanya sunk cost. Hambatan masuk juga dapat bersifat legal berupa perangkat-perangkat aturan yang dibuat oleh pemerintah. Hal lain yang dapat dijadikan

(30)

16

faktor hambatan masuk adalah Minimum Efficiency Scale (MES). Perusahaan yang memasuki pasar dengan kondisi dibawah MES tidak sanggup bersaing dengan perusahaan yang telah ada di pasar.

Menurut Jaya (2001), ada beberapa hal umum berkaitan dengan hambatan memasuki suatu pasar,

1. Hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat.

2. Hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama sekali (bebas masuk), hambatan rendah, hambatan sedang, sampai tingkatan tinggi dimana tidak ada lagi jalan masuk.

3. Hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Peranan hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan. Beberapa ahli ekonomi memandangnya sebagai sesuatu yang penting. Tetapi pandangan saat ini menyatakan rintangan-rintangan dan pesaing baru merupakan kedua hal yang mungkin memodifikasi pengaruh dan pangsa pasar dan pemusatan. Shepherad (1979) mengemukakan dua jenis hambatan, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk masuk ke dalam pasar yang bersifat dari luar perusahaan. Hambatan eksogen ini terdiri dari modal (capital requirements), skala ekonomi, diferensiasi produk, intensitas penelitian dan pengembangan, intervensi yang besar dan integritas vertikal. Hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish firm,

(31)

Q1 P

D

Jumlah yang diminta

strategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi pemasaran produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri.

Beberapa elemen pasar yang telah disebutkan yakni pangsa pasar, konsentrasi, dan hambatan masuk merupakan struktur pasar yang dapat dilihat secara sudut pandang ekonomi industri. Sedangkan struktur pasar yang dapat dilihat dari sudut pandang mikroekonomi sebagian besar meliputi pasar persaingan sempurna dan monopoli (Nicholson, 1999).

Asumsi pada pasar persaingan sempurna adalah: terdapat sejumlah perusahaan ya ng masing- masing memproduksi barang yang homogen; setiap perusahaan mengambil harga (price taker) dimana setiap perusahaan tidak berpengaruh terhadap harga pasar; informasi sempurna dan tidak ada biaya untuk informasi. Pasar persaingan sempurna dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber : Nicholson (1999)

Gambar 2.4. Kurva Pasar Persaingan Sempurna

Harga keseimbangan (equilibrium price) pada pasar persaingan sempurna terjadi ketika jumlah yang diminta dengan jumlah yang ditawarkan sama (AD=AS). Pada Gambar 2.4 harga keseimbangan terletak di P dengan jumlah yang diminta adalah sebesar Q1. Pada harga ini tidak ada insentif untuk mengubah perilaku satu sama lain (Nicholson, 1999). Untuk memaksimumkan keuntungan

Harga

(32)

18 P C Q MR D Q MC AC A E P

pada pasar persaingan sempurna maka perusahaan akan memproduksi sampai harga sama dengan biaya marginanya (P=MC).

Berbeda dengan pasar persaingan sempurna, perusahaan pada pasar monopoli akan memaksimumkan keuntungan dengan berproduksi pada output menghasilkan pendapatan marginalnya sama dengan biaya marginalnya (MC=MR), namun tingkat harga lebih besar biaya marginalnya (P>MC) karena perusahaan monopoli menghadapi kurva permintaan dengan kemiringan yang negatif. Untuk menjual satu unit tambahan, monopoli tersebut harus menurunkan harga semua unit yang dijual jika ingin menghasilkan peningkatan permintaan yang diperlukan untuk menyerap unit marginal ini.

Sumber : Nicholson (1999)

Gambar 2.5. Kurva Keseimbangan Pasar Monopoli

Pada Gambar 2.4. Tingkat output yang memaksimumkan keuntungan pada perusahaan monopoli adalah pada tingkat produksi Q dan harga pasar adalah di P. Keunt ungan yang didapat oleh perusahaan monopoli adalah sebesar PEAC. Jika perusahaan berproduksi di sebelah kanan atau sebelah kiri Q, maka keuntungan tidak akan maksimum.

(33)

2.4. Perilaku Pasar

Perilaku dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi. Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh para pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai akibat dari strruktur pasar yang dihadapinya.

Dalam pasar persaingan sempurna, perusahaan tidak memiliki kebebasan dalam menetapkan harga. Perusahaan lebih bersifat price takers, harga sepenuhnya ditetapkan oleh mekanisme supply dan demand, sedangkan pada pasar oligopoli, perilaku perusahaan di pasar sulit ditebak. Banyak altenatif yang menyangkut unsur strategi harga maupun produk, serta tersedianya kesempatan bagi mereka untuk saling menjadi pesaing yang tangguh, namun pada saat yang sama juga tersedia kesempatan bekerja sama untuk melakukan kolusi. Kolusi ini dimaksudkan agar mereka dapat mempertahankan keuntungan yang sudah didapat selama ini, bahkan kolusi antar perusahan juga dapat digunakan unt uk memperkuat posisi tawar menawar (bargaining power) dengan pihak lain. Kolusi akan berdampak negatif bagi para konsumen, karena kolusi menyebabkan tingkat harga menjadi semakin tinggi, lain halnya dengan para oligopolis yang menguasai pasar, dengan adanya kolusi keuntungan yang lebih tinggi diharapkan akan dapat tercapai.

(34)

20

2.5. Kinerja Pasar

Kinerja pasar adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh strruktur dan perilaku industri (Hasibuan, 1993). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek. Kinerja, menurut Jaya (2001), dipusatkan pada tiga aspek pokok, yaitu : kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi.

a. Efisiensi

Efisiensi adalah menghasilan suatu nilai output yang maksimumkan dengan menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara kuantitas maupun nilai ekonomis dan tidak ada sumberdaya yang terbuang. Efisiensi terdiri dari efisiensi internal dan efisiensi alokasi

b. Kemajuan teknologi

Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang yang telah ada. Untuk mengembangkan cara baru yang lebih baik dalam suatu proses produksi dibutuhkan usaha dan sumber daya yang mahal. Bila masyarakat hanya memiliki sedikit sumberdaya dalam suatu proses produksi maka pembaharuan mengarahkan penggunaan sumber daya secara hemat. Proses pembaharuan tidak dapat menghidari masalah ketidakpastian, karena itu ide-ide baru membutuhkan penelitian dan percobaan terlebih dahulu.

(35)

c. Keadilan

Keadilan dalam hal ini adalah keadilan dalam pendistribusian. Keadilan mempunyai tiga dimensi pokok, yaitu kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan.

Kinerja pasar dapat dilihat melalui pola profit (keuntungan), pola ini digambarkan melalui Price-Cost-Margin (PCM). PCM dapat diartikan sebagai suatu indikator kemampuan perusahaan untuk menaikan harga diatas biaya produksi dan dapat menggambarkan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan keuntungan dengan memperbesar nilai tambah. Nilai tambah ini dapat dilihat melalui selisih antara nilai output industri dengan nilai inputnya.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang ekonomi industri dengan menggunakan analisis SCP sudah umum digunakan. Penelitian yang sudah dilakukan antara lain analisis SCP pada industri motor di Indonesia (Ardiansyah, 2006), industri ban (Delima, 2005) dan lainnya.

Penelitian-penelitian di atas memiliki tujuan yang sama yaitu melihat hubungan antara struktur pasar dan perilaku usaha terhadap kinerja suatu industri. Struktur pasar diukur dengan metode CR2 dan kinerja pasar diukur dengan PCM. Indikator yang digunakan untuk mengetahui kekuatan pasar dalam suatu industri adalah tingkat konsentrasi, nilai tambah, rasio modal dan tenaga kerja, luas pasar, skala perusahaan, serta hambatan untuk masuk pasar. Sedangkan indikator untuk kinerja perusahaan yang digunakan adalah tingkat upah pekerja. Adanya perilaku yang kondusif diukur dari perilaku-perilaku industri terhadap sesamanya dan juga

(36)

22

pemerintah. Bentuk perilaku tersebut biasanya diwujudkan dalam bentuk asosiasi-asosiasi dan perusahaan-perusahaan yang melakukan kerja sama dan persetujuan dalam pasar untuk menetapkan tingkat harga.

Dari penelitian-penelitian sebelumnya juga mengungkap bahwa ada faktor lain yang juga dapat mempengaruhi struktur, perilaku, dan kinerja industri seperti faktor eksogen contohnya kebijakan pemerintah. Kebijakan dapat mempengaruhi secara langsung kepada perilaku perusahaan dan kemudian membentuk struktur tertentu yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja industri.

2.7. Kerangka Pemikiran

Penelitian mengenai hubungan struktur pasar dengan kinerja industri biasanya menggunakan indikator tingkat konsentrasi dan keuntungan. Dalam penelitian hubungan struktur pasar dengan kinerja industri mobil ini tingkat konsentrasi yang diukur adalah CR4. Ketersediaan data menjadi ha mbatan untuk menentukan variabel yang dapat digunakan. Sehingga variabel yang digunakan dalam menganalisis pengaruh struktur pasar terhadap kinerja pada industri mobil di Indonesia adalah PCM (Price Cost Margin). Faktor yang mempengaruhi kinerja (PCM) adalah efisiensi internal (X-eff), konsentrasi empat pasar terbesar (CR4), pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan dimana faktor ini menunjukkan permintaan pasar (Growth), dan variabel dummy krisis.

(37)

Gambar 2.6. Bagan Kerangka Pemikiran

3.8. Hipotesis Penelitian

Penelitian sebelumnya mengenai hubungan struktur pasar dan kinerja menunjukkan sebagian besar terdapat hubungan yang positif antara tingkat konsentrasi dengan tingkat keuntungan. Beberapa mendapatkan hubungan yang negatif, hal ini dikarenakan adanya perbedaan proksi yang digunakan dalam setiap penelitian. Konsentrasi yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi industri. Pengaruh negatif terjadi apabila konsentrasi tinggi akan menciptakan monopoli, yang selanjutnya akan menimbulkan kerugian sosial berupa inefisiensi. Sedangkan pengaruh positif terjadi bila perusahaan yang memiliki kekuatan pasar,

Industri Mobil di Indonesia

STRUKTUR Konsentrasi (CR4) (X-eff) Barrier to entry PERILAKU Strategi Harga Strategi Produk Strategi Promosi KINERJA Price-Cost Margin Pengaruh Struktur Terhadap Kinerja

Kesimpulan dan Saran

(38)

24

demi mempertahankan posisinya akan cenderung memperhatikan efisiensi internal dalam berproduksi.

Hipotesis yang dapat dirumuskan mengenai Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Mobil di Indonesia yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

1. Efisinsi- X (X-eff) berpengaruh positif terhadap kinerja industri mobil di Indonesia;

2. Konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) berpengaruh positif terhadap kinerja industri mobil di Indonesia;

3. Growth berpengaruh positif terhadap kinerja industri mobil di Indonesia; 4. Produktivitas berpengaruh positif terhadap kinerja industri mobil di

Indonesia,

5. Dummy Krisis berpengaruh negatif terhadap kinerja industri mobil di Indonesia.

(39)

Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang berasal dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) dan Badan Pusat Statistik (BPS), yang semuanya berlokasi di Jakarta. Pelaksanaan penelitian ini berjalan kurang lebih selama lima bulan, yaitu dari bulan September 2006 sampai bulan Januari 2007.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data dalam penelitian ini diambil dari data instansi- instansi terkait yaitu GAIKINDO, BPS, beberapa perpustakaan, media elektronik (internet) dan hasil penelitian terdahulu. Data yang digunakan merupakan data time series (data deret waktu) pada tahun 1983-2003. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) yang digunakan dalam penelitian ini adalah IHPB Indonesia dengan tahun dasar 1993 (1993 = 100) yang diperoleh dari BPS. IHPB adalah angka yang menggambarkan besarnya perubahan harga perdagangan besar atau grosir dari komoditas-komoditas yang diperdagangkan disuatu negara atau daerah. Komoditas tersebut merupakan produksi dalam negeri yang dipasarkan didalam negeri, diekspor, atau diimpor.

3.3. Metode Analisis dan Model Penelitian

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekonometrika melalui model regresi linier berganda dengan menggunakan metode

(40)

26

dibuat dalam bentuk kwadratik dengan tujuan untuk memperkecil varian sehingga diperoleh kesalahan yang kecil. Analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel- variabel independen terhadap variabel dependennya. Untuk mempermudah dalam pengolahan data, alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini dioperasikan melalui perangkat lunak microsoft

excell dan eviews 4.1.

Model untuk menjelaskan pengaruh struktur pasar terhadap kinerja industri mobil di Indonesia dibangun sebagai berikut;

PCM = ß0 + ß1X-eff + ß2CR4t + ß3Growth + ß4Produktivitast + ß5PCM(-1)

ß6dummy+ut (1) dimana, PCM = output Nilai total upah tambah nilai x100% X-eff = input nilai tambah nilai x100% CR4i =

= m i i ms 1 , msi = tot i s s x 100 % Growth = Produktivitas = X100% Kerja Tenaga Input Nilai Output Nilai ß0 = Konstanta

ßi = Koefisien yang menghubungkan variabel eksogen dan variabel

endogen / parameter dugaan

% 100 x -1) -(t tahun pada riil Output 1) -(t tahun pada riil Output t tahun pada riil Output

(41)

PCM = Price Cost Margin (persen),

X-eff = Efisiensi internal perusahaan dalam industri (persen),

CR4 = Konsentrasi empat perusahaan terbesar dalam industri mobil di Indonesia (persen),

Growth = Pertumbuhan nilai produksi yang menunjukan permintaan pasar (persen),

Produktivitas = Tingkat produktivitas perusahaan dalam menghasilkan output

pada periode waktu tertentu (persen),

Dummy = Variabel dummy krisis ekonomi (0. Sebelum krisis ekonomi, dan 1. Sesudah krisis ekonomi),

ut = Unsur gangguan.

msi = Pangsa pasar perusahaan i (persen),

si = Penjualan perusahaan i (Unit),

stot = Penjualan total seluruh perusahaan (Unit).

3.4. Uji Ekonometrika dan Statistika

Agar dapat digunakan sebagai dasar analisis lebih lanjut, maka perlu juga diuji apakah memenuhi kriteria ekonometrika, dalam arti tidak terjadi penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan dalam metode estimasi OLS supaya hasil estimasi tidak menyimpang. Analisis ekonometrika dilakukan dengan melakukan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas, dan uji normalitas.

(42)

28

a. Uji Autokorelasi

Salah satu Asumsi OLS ialah nilai u antara satu pengamatan bersifat bebas (tidak tergantung) pada nilai u pengamatan lainnya. Hal ini berimplikasi kovarians u dua pengamatan sama dengan no l. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka dikatakan terjadi autokorelasi atau korelasi serial

Autokorelasi adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai sebelumnya, dapat dengan tenggang (lag) satu atau lebih. Koefisien autokorelasi berkisar antara –1 dan +1, dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi. Suatu model dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Pada program E-Views, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*R-squared pada uji

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM (Thomas, 1997). Hipotesis dalam uji ini

adalah:

H0 : ? = 0, tidak terdapat autokorelasi H1 : ? ? 0, terdapat autokorelasi

Wilayah kritik penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < a sedangkanwilayah penerimaan H0 adalah Probability Obs*R-squared > a. Jika H0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model. Sebaliknya jika H0 diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model.

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah varian dari gangguan atau variabel dependen yang berubah sepanjang waktu atau varian yang tidak konstan. Salah satu asumsi

(43)

dengan menggunakan OLS adalah terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau homoskedastis yakni varians dari error-term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh nilai variabel bebas (Xi). Jika asumsi ini tidak terpenuhi dalam suatu regresi tertentu, maka dapat dikatakan error-term mengalami masalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas pada software E-views dapat dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity atau Autoregressive

Conditional Heteroscedasticity (ARCH) test. Hipotesis yang diuji adalah :

H0 : ? = 0, tidak terdapat heteroskedastisitas H1 : ? ? 0, terdapat heteroskedastisitas

Wilayah kritik penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < a, sedangkan wilayah penerimaan H0 adalah Probability Obs*R-squared > a. Jika H0 ditolak maka varians dari error term untuk setiap pengamatan berbeda untuk seluruh variabel bebas, sebaliknya jika H0 diterima maka varians dari error term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh variabel bebas

c. Uji Multikolinieritas

Asumsi lainnya yang harus dipenuhi dalam metode estimasi OLS adalah tidak terdapat gejala multikolinieritas didalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat pada sesama variabel bebas (independen). Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel independen yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 0.8 maka terdapat gejala multikolinieritas (Gujarati, 1995). Namun, dalam metode regresi linier sederhana (OLS) hal ini bukanlah suatu ketentuan yang mutlak. Menurut Koutsoyiannis (1997), pengujian

(44)

30

multikolinieritas dapat juga dilakukan dengan uji Klein. Uji Klein ini menunjukkan bahwa jika koefisien korelasinya (r2) lebih kecil dari nilai

R-squared (R2) atau R2 lebih besar dari r2, maka dapat juga disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.

d. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Uji ini perlu dilakukan jika jumlah sampel yang digunakan kurang dari 30 (n < 30). Hipotesis pengujiannya adalah :

H0 : a = 0, error term terdistribusi normal H1 : a ? 0, error term tidak terdistribusi normal.

Wilayah kritis penolakan H0 adalah Jarque Bera (J-B) > ?2df-2 atau probabilitas (p_value) < a, sedangkan daerah penerimaan adalah Jarque Bera (J-B) < ?2df-2 atau probabilitas (p_value) > a. Jika H0 ditolak maka disimpulkan error

term tidak terdisribusi normal, sedangkan jika H0 diterima maka disimpulkan bahwa error term terdistribusi normal.

Suatu model dikatakan baik dan sesuai dengan kriteria statistik dapat dilihat dari uji-F, uji- t dan ukuran kebaikan model (R2).

e. Uji-F

Uji-F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependennya.

Hipotesis:

H0 : ß1 = ß2 = ... = ßk = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap varibel dependen),

(45)

H1 : ßk ? 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap varibel dependen).

Jika probability F-statistic < taraf nyata (a), maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Jika probability F-statistic > taraf nyata (a), maka terima H0, dan tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen.

f. Uji- t

Dipergunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing- masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis:

H0 : ß k = 0 (variabel independen-k tidak mempengaruhi variabel dependen), H1 : ß k ? 0 atau ß k < 0 atau ß k > 0 (variabel independen-k mempengaruhi variabel

dependen).

Wilayah kritik penolakan H0 adalah bila probability t-statistic < taraf nyata, artinya variabel independen-k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Jika probability t-statistic > taraf nyata (a), maka terima H0 yang berarti bahwa variabel independen-k tidak mempengaruhi variabel dependennya secara signifikan.

g. Koefisien Determinasi (R2)

Uji statistik lainnya yang perlu untuk melihat kebaikan suatu model adalah koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi berfungsi untuk melihat seberapa besar variasi variabel- variabel independen (bebas) dapat menjelaskan

(46)

32

variasi dari variabel dependennya (terikatnya). Koefisien determinasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni R2 dan R2-adjusted. Salah satu yang membedakan

keduanya adalah pada R2-adjusted memberikan pinalti pada model dengan

penambahan variabel independent pada model sedangkan pada R2 tidak

memberikan pinalti. Oleh karena itu dengan penambahan variabel independent pada suatu model seringkali dapat meningkatkan nilai R2 tetapi menurunkan nilai R2-adjustednya. Perlu diketahui bahwa nilai dari R2 selalu positif sedangkan nilai dari R2-adjusted dapat bernilai negatif.

(47)

Industri kendaraan bermotor di Indonesia mulai dikembangkan pada tahun 1974 yaitu mulai didorongnya para agen tunggal kendaraan bermotor untuk melakukan perakitan di dalam negeri. Kebijakan yang dimaksud dilanjutkan dengan berbagai kebijakan pemerintah lainnya yang bertujuan agar negara kita memiliki industri kendaraan bermotor sendiri. Dalam hal ini perkembangan otomotif di Indonesia didorong oleh kebijakan pemerintah yang mengatur sektor tersebut, kemajuan teknologi dan situasi ekonomi yang terjadi.

Secara garis besar sejarah perkembangan industri kendaraan bermotor di Indonesia dapat dibagi dalam empat era, seperti diuraikan berikut ini :

1. Era 1969-1979

Tahun 1969, menteri perindustrian dan menteri perdagangan mengeluarkan surat keputusan bersama untuk mengatur impor kendaraan bermotor, baik dalam kondisi Complitely-Built-Up (CBU) dan Complitely–

Knocked-Down (CKD), serta pendirian pabrik perakitan dan agen tunggal di

dalam negeri. Pabrik perakitan dan pendukungnya, seperti industri yang memproduksi ban, cat, dan aki mulai bertumbuh. Perusahaan lokal mampu mendesain jigs, dan fixtures dan melaksanakan beberapa proses seperti mencat, melas, trimming, dan metal finishing.

Pada tahun 1971 PT. Kharma Yuda Motor, yang memasarkan mobil Mitshubishi, adalah perusahaan yang pertama mendapatkan izin untuk beroperasi sebagai agen tunggal. Penjualan domestik diperkirakan berjumlah

(48)

34

50.000 unit per tahun. Pada tahun 1974, untuk membangun Industri otomotif dalam negeri pemerintah melarang impor kendaraan CBU. Hanya agen tunggal yang berfungsi sebagai pabrik perakitan yang diizinkan untuk mengimpor kendaraan bentuk CKD.

Tahun 1976, pemerintah mengeluarkan serangkaian peraturan yang terkenal dengan sebutan Program Pena nggalan. Bagian pertama dari kebijakan ini menetapkan bea masuk yang tinggi untuk kendaraan yang masuk tidak menggunakan stamping parts yang diproduksi dalam negeri. Ada 35 merek yang saling bersaing untuk menarik konsumen. Daya beli masyarakat masih lemah karena kondisi perekonomian Indonesia yang baru mulai membaik.

Pemerintah memprioritaskan pengembangan minibus dengan menerapkan pajak yang lebih tinggi untuk sedan dan pajak yang lebih rendah untuk minibus, seperti kijang dan Colt T 120. Produsen umum mulai berkembang dan mulai menghasilkan radiator, knalpot, shock absorber, pelek, interior dan kursi, kabel, gasket, komponen plastik, chassis, stamping parts, dan komponen dari karet. Penjualan tahunan perlahan- lahan bergerak ke 72.000 unit pada tahun 1976 dan 103.000 unit pada tahun 1979.

2. Era 1980-1989

Tahun 1983, pemerintah mengeluarkan program penanggalan bagian ke dua untuk mendorong produsen komponen lokal. Bea masuk ditetapkan pada komponen-komponen utama. Industri pendukung mulai memproduksi komponen utama, seperti transmisi, kopling, power train (termasuk mesin), sistem rem, komponen yang ditempa dan di cor, serta window regulator. Pada

(49)

tahun 1983 ada dua puluh merek bersaing di pasar domestik. Penjualan mobil melonjak ke 208.000 unit pada tahun 1981 tetapi merosot ke 150.000 dan 170.000 unit pada tahun berikut nya.

3. Era 1990-1998

Pada tahun 1993, pemerintah mengganti program penanggalan dengan program insentif, yang dikenal dengan paket kebijakan otomotif 1993. Produsen mobil diperbolehkan untuk memilih sendiri komponen yang akan menggunakan produk lokal dan akan mendapatkan potongan bea masuk, atau bahkan dibebaskan dari bea masuk, jika berhasil mencapai tingkat kandungan lokal tertentu.

Pabrik produsen mesin, transmisi, dan propeller shafts bertumbuh menghasilkan produk tidak hanya saja untuk pasar domestik namun juga pasar internasional. Sekitar 24 merek bersaing untuk menarik pelanggan. Tingkat ekonomi yang membaik mendorong angka penjualan mobil dari 159.000 unit di tahun 1989 menjadi 214.000 unit pada tahun 1993 dan 397.000 unti pada tahun 1995.

Pada tahun 1996, pemerintah memutuskan untuk mempercepat Program Insentif dan memperkenalkan Program Mobil Nasional. Program ini menetapkan bahwa untuk mendapatkan pembebasan bea masuk, perusahaan harus mencapai tingkat kandungan lokal sebesar 20 persen, 40 persen, dan 60 persen di tahun pertama, ke dua dan ke tiga.

PT Timor Putra Nasional yang bermitra dengan KIA motors dari Korea Selatan, adalah perusahaan pertama yang mendapatkan pembebasan bea

(50)

36

masuk melalui program ini. Tetapi perusahaan-perusahaan lain tidak mendapatkan insentif yang sama, sehingga me nimbulkan protes dari anggota World Trade Center (WTC). Pembebasan pajak barang mewah, selain bea masuk untuk kendaraan yang memiliki kandungan lokal 60 persen mendorong produsen untuk menanamkan modal dalam pabrik-pabrik baru, seperti pabrik mesin dan casting yang menghasilkan produk setengah jadi. Tercatat dua puluh merek asing maupun nasional bersaing dalam pasar lokal. Tetapi pada tahun ini penjualan mobil turun ke 376.000 pada tahun 1996.

Krisis ekonomi yang melanda Asia termasuk Indonesia pada tahun 1997, mengalami tekanan yang sangat keras pada perindustrian mobil di Indonesia. Inflasi yang membubung tinggi, dan Rupiah yang terdepresiasi mencapai Rp 17.000 per Dollar Amerika yang sebelumnya hanya Rp 2.500 per USD dan situasi politik yang genting mengakibatkan banyak perusahaan bangkrut karena hutang luar negeri yang menumpuk hingga berlipat empat bahkan lebih. Setelah mencapai angka penjualan tertinggi pada tahun 1997 sebesar 392.000 unit jatuh menjadi 58.000 pada tahun 1998.

4. Era 1999- sekarang

Liberalisasi pasar masuk ke Indonesia setelah pemerintah mengeluarkan Kebijakan Paket Otomotif 1999, yang bertujuan untuk mendorong ekspor produk otomotif, menggerakkan pasar domestik pasca-krisis, dan memperkuat struktur sektor otomotif dengan mengembangkan industri pembuatan komponen. Program insentif ditinggalkan dan bea masuk, rata-rata diturunkan hingga setengahnya.

(51)

Kendaraan CBU masuk kembali ke pasar dalam negeri dan kendaraan-kendaraan mewah seperti Jaguar dan Lexus terlihat mulai meluncur di jalan. Importir mobil CBU mulai berkembang. Kompetisi semakin ketat karena produk lokal harus bersaing dengan produk impor yang berarti produsen lokal harus meningkatkan kualitas.

Penjualan melonjak tinggi dari 94.000 unit pada tahun 1999 menjadi 301.000 unit pada tahun 2000, setahun setelah pemerintah membuka pasar domestik. Angka tersebut terus menanjak menjadi 483.000 unit pada tahun 2004 dan mencapai 520.000 mobil pada tahun 2005.

Saat ini industri kendaraan bermotor Indonesia berada pada kondisi persaingan terbuka sejak diterbitkannya Kebijakan Otomotif Nasional tahun 1999 yang memberikan kesempatan pada importir umum untuk mengimpor produk dalam keadaan jadi, serta mengurangi tarif bea masuk menjadi maksimum 80 persen dari sebelumnya yang mencapai 200 persen.

Perubahan kebijakan tersebut mendorong industri kendaraan untuk meningkatkan kemampuannya dalam persaingan di pasar dalam negeri, regional bahkan dunia. Kenyataannya industri otomotif Indonesia dapat bertaha n bahkan semakin maju. Setelah melalui beberapa pasang surut pertumbuhan terutama dalam masa-masa sulit pada masa krisis, industri dalam negeri saat ini mampu pensuplai kendaraan roda empat ke pasar dunia. Hal tersebut memacu industri komponen untuk meningkatkan kemampuannya dalam memenuhi permintaan industri perakit yang semakin meningkat.

(52)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Mobil di Indonesia

Hasil estimasi analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri mobil di Indonesia dengan menggunakan analisis regresi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) adalah seperti ditampilkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Parameter Model Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Industri Mobil di Indonesia

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob,

C -22,35853 31,31394 -0,714012 0,4878 XEFF 2,871322 1,226250 2,341548 0,0358 CR4 15,72369 36,52639 0,430475 0,6739 GROWTH 1,336391 0,688372 1,941379 0,0742 PROD 0,186714 0,087001 2,146109 0,0513 PCM(-1) 7,756546 4,133289 1,876604 0,0832 DK -1518,123 478,5199 -3,172539 0,0073

R-squared 0,833779 Mean dependent var -118,0020

Adjusted R-squared 0,831860 S,D, dependent var 7,410890

S,E, of regression 6,117466 Akaike info criterion 1,593973

Sum squared resid 4,865040 Schwarz criterion 1,628824

Log likelihood -152,3973 F-statistic 2,480626

Durbin-Watson stat 1,862130 Prob(F-statistic) 0,008004

Sumber : Lampiran 8 Keterangan :

Menggunakan taraf nyata 10 persen

Dari hasil estimasi pada tabel model pengaruh struktur pasar terhadap kinerja industri mobil di Indonesia sebagai berikut:

PCM = -22,35 + 2,87X-eff + 15,72CR4 + 1,34Growth + 0,19Produktivitas + 7,76PCM(-1) – 1518,12DK

(53)

5.2. Pengujian Model

5.3. Kriteria Ekonometrika dan Statistika

a. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar

error term, Dari estimasi model analisis pengaruh struktur pasar terhadap kinerja

Industri mobil di Indonesia didapatkan bahwa nilai dari probability obs*

R-Squared adalah sebesar 0,759271, lebih besar dari taraf nyata yang digunakan

yaitu sebesar sepuluh persen (a = 10 persen), Hal ini berarti bahwa H0 terletak pada daerah penerimaan yang berarti model yang digunakan tidak mengalami gejala autokorelasi.

Tabel 5.2. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0,056608 Probability 0,815953

Obs*R-squared 0,093904 Probability 0,759271

Sumber : Lampiran 9

b. Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi berganda terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain atau dapat juga dikatakan untuk menguji melihat apakah model regresi memenuhi asumsi bahwa model memiliki gangguan yang variannya sama (homoskedastisitas).

(54)

40

Tabel 5.3. Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 3,087168 Probability 0,060244

Obs*R-squared 16,18674 Probability 0,134339

Sumber : Lampiran 10

Pengujian heteroskedastisitas dalam estimasi model pengaruh struktur pasar terhadap kinerja industri mobil di Indonesia menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas, Hal ini diperlihatkan dengan nilai probabilitas Obs*R-squared (0,134339) yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen pada White Heteroskedasticity (wilayah terima H0).

c. Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan suatu keadaaan dimana terjadinya satu atau dua variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variabel bebas lainnya, Terjadinya multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat correlation matrix, jika korelasi antar variabel bebas dalam persamaan regresi kurang dari |0,8| (rule of thumbs) maka disimpulkan bahwa dalam persamaan regresi tidak terjadi gejala multikolinearitas, dan sebaliknya jika

coefficient matrix lebih dari dari |0,8| maka disimpulkan pada persamaan regresi

terjadi gejala multikolinearitas, Namun menurut uji klein bahwa gejala multikolinearitas dimana coefficient matrix > rule of thumbs dapat diabaikan jika koefisien determinasi > dari koefisien matrixnya.

(55)

0 1 2 3 4 5 6 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 Series: Residuals Sample 1983 2003 Observations 21 Mean 1.86E-15 Median -0.007623 Maximum 3.334095 Minimum -3.545120 Std. Dev. 1.693225 Skewness -0.170393 Kurtosis 2.728961 Jarque-Bera 0.165897 Probability 0.920398 Tabel 5.4. Uji Multikolinearitas

XEFF CR4 GROWTH PROD DK

XEFF1 1,000000 -0,481164 0,141665 -0,047872 0,603017 CR4 -0,481164 1,000000 -0,056711 -0,367545 -0,560309 GROWTH 0,141665 -0,056711 1,000000 -0,048247 0,321640 PROD -0,047872 -0,367545 -0,048247 1,000000 0,256580 DK 0,603017 -0,560309 0,321640 0,256580 1,000000 Sumber : Lampiran 11

Dari Tabel 5,4, dapat dilihat bahwa coefisient matrix tidak ada lebih besar dari

rule of thumbs sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model tersebut tidak

mengalami masalah multikolinearitas.

d. Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah error term terdistribusi secara normal, Uji normalitas salah satu asumsi klasik pada OLS yang jika jumlah

sample yang digunakan kurang dari 30 (n<30), Uji ini menggunakan uji Jarque Bera-Test.

Tabel 5.5. Uji Normalitas

Sumber: Lampiran 12

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal pada estimasi model pengaruh struktur pasar terhadap kinerja industri

(56)

42

mobil di Indonesia, Hal ini ditandai dengan nilai probabilitasnya (0,920398) yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen (wilayah terima H0), Adanya masalah normalitas pada residual tidak memberikan dampak yang berarti pada persamaan yang dihasilkan (Romayani, 2005), Hal ini dikarenakan masalah normalitas dapat dihilangkan dengan menambahkan variabel-variabel lain yang belum dimasukkan dalam persamaan.

e. Uji-F

Uji-F bertujuan untuk melihat pengaruh variabel independent secara keseluruhan terhadap variabel dependentnya, Dari tabel 5,1 dapat dilihat bahwa Probabilitas (F-Statistic) atau sering disebut P-Value adalah sebesar 0,008004 yang lebih dari taraf nyata yang digunakan yakni sepuluh persen (a = 10 persen), Nilai ini menjelaskan bahwa paling tidak ada satu variabel independent yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependentnya atau dengan kata lain bahwa keabsahan model dapat diterima.

f. Uji t-Statistik

Dari hasil estimasi yang ditunjukkan oleh Tabel 5,1, ada empat variabel indepent yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependentnya pada taraf nyata sepuluh persen (a = 10%), Kelima variabel tersebut adalah X-efisiensi berpengaruh positif, growth berpengaruh positif, produktivitas yang berpengaruh positif, dan dummy krisis ekonomi berpengaruh negatif, Sedangkan variabel

empat perusahaan dengan pangsa pasar terbesar (CR4) tidak signifikan

berpengaruh terhadap kinerja industri mobil di Indonesia dengan taraf nyata sebesar 10 persen (a = 10 persen).

(57)

g. Koefisien Determinasi (R2)

Hasil estimasi yang ditunjukkan Tabel 5.1, koefisien determinasi pada model adalah sebesar 0,833779, yang artinya adalah variasi variabel independent (kinerja industri mobil di Indonesia) pada model dapat dijelaskan oleh variasi-variasi variabel independent sebesar 83,38 persen, sedangkan sisanya sebesar 16,62 persen dijelaskan oleh variasi variabel- variabel di luar model.

5.4. Interpretasi dan Uji Ekonomi

Dari hasil estimasi berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa X-effisiensi yang menunjukkan efisiensi internal perusahaan dalam industri berpengaruh positif yang signifikan (a = 10 persen) terhadap kinerja industri mobil di Indonesia dengan koefisien sebesar 2,87, Artinya, jika efisiensi internal perusahaan dalam industri mobil meningkat sebesar satu persen maka kinerja (keuntungan) industri mobil di Indonesia akan naik sebesar sebesar 2,87 persen, dan sebaliknya, jika efisiensi internal perusahaan dalam industri mobil turun sebesar satu persen maka kinerja (keuntungan) industri mobil di Indonesia akan turun sebesar sebesar 2,87persen dengan asumsi cateris paribus, Temuan empiris ini sesuai dengan hipotesis yaitu semakin efisien suatu perusahaan akan meningkatkan kinerja, dimana efisiensi dapat dilakukan denga n meminimumkan biaya produksi, teknologi yang tepat, penggunaan input secara terpadu, perekrutan tenaga kerja yang kompeten di bidangnya.

Growth yang merupakan pertumbuhan produksi yang menunjukkan permintaan pasar berpengaruh positif yang signifikan (a = 10 persen) terhadap kinerja industri mobil di Indonesia dengan koefisien sebesar 1,34. Artinya, jika

Gambar

Tabel 1.1. Berbagai Produsen Mobil di Indonesia  Perusahaan  Nilai
Gambar 2.1. Pendekatan Struktur Perilaku dan Kinerja Pasar
Gambar 2.2. Contoh Pasar-Pasar yang Berbatasan MOBIL Mitsubishi Honda Daihatsu Suzuki Toyota
Tabel 2.3. Ciri-Ciri Tipe Pasar
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan pelaksanaan pelelangan PENGA DA A N PERA LATA N PRA KTEK DA N PERA GA SISWA SD pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Bima Tahun

Hospital/health post (Tools: secondary data review, transect walk) Infrastructure types Types of Health Centre Numbe rs of Health Center s Numb er of Health worke rs

Mata kuliah pada kelompok ini wajib diambil oleh seluruh mahasiwa Program Studi Sosio Ekonomi Perikanan Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

Formulasi dari struktur aktiva adalah sebagai berikut: Struktur aktiva :  Aktiva Total Tetap  Aktiva Total (Syamsudin 2001:9) Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5