• Tidak ada hasil yang ditemukan

PHOSPHORYLATED INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 SEBAGAI PREDIKTOR KELAHIRAN PRETERM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PHOSPHORYLATED INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 SEBAGAI PREDIKTOR KELAHIRAN PRETERM"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PHOSPHORYLATED INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR

BINDING PROTEIN-1 SEBAGAI PREDIKTOR

KELAHIRAN PRETERM

dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K)

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RS SANGLAH

(2)

DAFTAR ISI

Daftar isi ... i

Daftar Singkatan ... iii

Daftar Gambar ... iv

Daftar Tabel ... v

BAB 1.PENDAHULUAN ... 1

BAB 2. PERSALINAN PRETERM DAN PHOSPHORYLATED INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 ... 4

2.1 Persalinan preterm ... 4

2.2 Etiologi dan faktor resiko persalinan preterm ... 5

2.3 Prediksi persalinan preterm ... 6

2.4 Insulin-like growth factor binding protein-1 ... 16

2.5 Analisis ekonomi ... 28

BAB 3. KESIMPULAN ... 35

(3)

DAFTAR SINGKATAN

ACOG American College of Obstetricians and Gynecologists

ACTH Adrenocorticotrophin

AF Amniotic fluid

AFP Alpha-fetoprotein

β-hCG Beta human chorionic gonadotrophin

BMI Body mass index

BV Bacterial vaginosis

CI Confidence interval

CP Cerebral palsy

CRH Corticotrophin releasing hormone CRP C-reactive protein

E3 Estriol

EMMPRIN Extracellular matrix metalloproteinase inducer FFN Fetal fibronectin

IGFBP-1 Insulin-like growth factor-binding protein-1

IL Interleukin

IUGR Intrauterine growth retardation IVF In vitro fertilization

LR+ Positive likelihood ratio LR- Negative likelihood ratio

MAB Monoclonal antibody

MMP Matrix metalloproteinase NPV Negative predictive value

OR Odds ratio

PAPP-A Pregnancy-associated plasma protein A

PG Prostaglandin

phIGFBP-1 Phosphorylated insulin like growth factor-binding protein-1 PPV Positive predictive value

PROM Premature rupture of membranes TNF-α Tumour necrosis factor-alpha

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pengukuran serviks dengan teknik USG transvaginal ... 12

Gambar 2 Contoh funneling serviks ... 13

Gambar 3 Endometrium pada wanita hamil ... 16

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Bishop ... 9

Tabel 2 Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif fibronektin fetal ... 15

Tabel 3 Akurasi pemeriksaan bedside phIGFBP-1 dalam memprediksi kelahiran preterm spontan di berbagai penelitian ... 20

Tabel 4 Kombinasi pemeriksaan phIGFBP-1, fibronection fetal, dan pengukuran panjang serviks pada persalinan preterm ... 21

Tabel 5 Karakteristik tes phIGFBP-1 dan tes fibronektin fetal ... 25

Tabel 6 Sensitivitas, spesifisitas, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, NPP, dan NPN alat prediksi preterm secara klinis ... 26

Tabel 7 Sensitivitas, spesifisitas, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, NPP, dan NPN alat prediksi preterm parameter biofisik ... 26

Tabel 8 Sensitivitas, spesifisitas, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, NPP, dan NPN alat prediksi preterm dengan parameter biologik ... 27

Tabel 9 Estimasi biaya akibat persalinan preterm ... 31

Tabel 10 Rerata kebutuhan biaya perawatan setiap tahunnya ... 31

Tabel 11 Biaya perawatan bayi dan ibu sesuai usia gestasi ... 33

Tabel 12 Kebutuhan biaya prediksi preterm yang direkomendasikan ... 34

(6)

BAB 1 PENDAHULUAN

Beban medis, psikologis, dan ekonomi dari ancaman persalinan preterm yang mengarah ke persalinan preterm atau kelahiran preterm merupakan beban yang besar untuk keluarga. Tingginya angka kematian bayi paling banyak diakibatkan oleh kelahiran preterm. Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator derajat kesehatan suatu negara. Angka kematian bayi ini tidak mengalami penurunan yang signifikan walaupun sudah terdapat perbaikan dari manajemen perinatal dari tahun ke tahun.

Kelahiran preterm didefinisikan sebagai kelahiran yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau 259 hari, yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal serta menjadi kerugian kesehatan dalam jangka yang panjang.1,2,3 Anak yang lahir prematur memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita serebral palsi, defisit sensorik, penyakit pernapasan, dan kesulitan dalam konsentrasi belajar dibandingkan dengan anak yang lahir cukup bulan. Morbiditas yang terkait dengan kelahiran preterm sering meluas ke kehidupan anak itu selanjutnya.4,5 Oleh karena itu, diagnosis persalinan preterm yang akurat dan prediksi kelahiran preterm pada wanita dengan gejala adalah penting bagi pemberi layanan kesehatan, agar dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat dan efektif, sehingga menghindari intervensi yang tidak perlu.

Kelahiran preterm merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal.6 Penurunan kejadiannya tidak terjadi dalam dua dekade terakhir walaupun sudah ada peningkatan dalam manajemen perinatal.7,8 Penilaian kemungkinan kelahiran preterm masih menjadi tantangan para klinisi, karena intervensi klinis standar (pemberian tokolitik,

(7)

kortikosteroid, dan pengiriman ke fasilitas perawatan yang memadai) memiliki potensi beresiko dan tidak murah.

Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Sekitar 11 juta (85%) dari kelahiran preterm terkonsentrasi di Afrika dan Asia, sekitar setengah juta di Amerika Latin dan Karibia. Kejadian tertinggi kelahiran preterm berada di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua kelahiran), dan terendah berada di Eropa (6,2%).9 Di Amerika Serikat pada tahun 2005, sebanyak 28.384 bayi meninggal pada tahun pertama hidupnya. Kelahiran preterm terlibat sekitar dua pertiga dari kematian ini.10 Di Indonesia diperkirakan kelahiran preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian neonatal sebanyak 20% dari seluruh kelahiran preterm.11

Tidak semua pasien yang datang dengan tanda persalinan preterm akan menjadi kelahiran preterm. Bagaimanapun juga, banyak dari kondisi ini harus mengalami perawatan di rumah sakit yang sebenarnya tidak diperlukan oleh karena sulitnya menentukan antara ancaman persalinan preterm dan persalinan preterm yang menjadi kelahiran preterm. Prediktor diagnosis yang baik tidak hanya menghindari pasien dari terapi tokolitik dan efek sampingnya, tetapi juga dapat menurunkan angka perawatan rumah sakit dan juga menurunkan angka rujukan ke fasilitas perawatan perinatologi. Telah banyak prediktor diagnostik yang digunakan untuk memprediksi kelahiran preterm sebelumnya, namun belum ada yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik untuk digunakan klinisi dalam praktek sehari – hari.

Insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1) berasal dari jaringan desidua

endometrium.12 Marker biologik ini meningkat pada sekresi servikovaginal, yang ditemukan pada kelahiran preterm.13 Tes bed-side untuk memprediksi kelahiran preterm dengan mendeteksi adanya phosphorylated Insulin-like growth factor binding protein-1 (phIGFBP-1)

(8)

tersedia dalam bentuk Actim Partus test™. Bentuk IGFBP-1 yang tidak terfosforilasi ditemukan pada cairan amnion, sedangkan IGFBP-1 yang terfosforilasi disekresi dari sel desidua endomentrium manusia. Kerusakan jaringan pada segmen bawah uterus pada saat terjadinya kontraksi uterus atau disebabkan oleh proses infeksi mengakibatkan proteolisis dan keluarnya IGFBP-1 ke dalam sekret servikovagina.

Sari pustaka ini akan membahas mengenai IGFBP-1 yang terfosforilasi pada sekret servikovagina sebagai prediktor kelahiran preterm dalam kegunaannya sehari – hari, sehingga diharapkan dapat mengurangi angka perawatan rumah sakit, pemberian tokolitik, rujukan untuk memperoleh fasilitas perinatologi, dan biaya yang dikeluarkan.

(9)

BAB 2

PERSALINAN PRETERM DAN PHOSPHORYLATED INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1

2.1 Persalinan Preterm

Persalinan preterm adalah persalinan yang menjadi kelahiran pada umur kehamilan kurang 37 minggu, dengan berat bayi baru lahir dapat rendah atau lebih besar dari usia kehamilan namun tetap memenuhi kriteria definisi preterm.14 Menurut Creasy dan Herron, didefinisikan sebagai persalinan pada wanita hamil dengan usia gestasi 20 – 36 minggu, dengan kontraksi uterus empat kali tiap 20 menit atau delapan kali tiap 60 menit selama enam hari, dan diikuti oleh satu dari beberapa hal berikut: ketuban pecah dini (premature rupture of

membrane, PROM), dilatasi serviks ≥ 2 cm, penipisan serviks > 50%, atau perubahan dalam

hal dilatasi dan penipisan serviks pada pemeriksaan secara serial.15 Definisi lain mengenai persalinan preterm yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks sebelum memasuki usia gestasi yang matang (antara 20 sampai 37 minggu).16 Sedangkan menurut WHO, preterm didefinisikan sebagai usia kehamilan yang kurang dari 37 minggu lengkap (259 hari) sejak hari pertama haid terakhir.17

Di Indonesia sendiri angka kejadian persalinan preterm belum dapat dipastikan jumlahnya namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian persalinan preterm.18 Lima provinsi mempunyai persentase BBLR tertinggi adalah Provinsi Papua (27,0%), Papua Barat (23,8%), Nusa Tenggara Timur (20,3%), Sumatera Selatan (19,5%), dan Kalimantan Barat (16,6%). Sedangkan 5 provinsi dengan persentase BBLR terendah adalah Bali (5,8%),

(10)

Sulawesi Barat (7,2%), Jambi (7,5%), Riau (7,6%), dan Sulawesi Utara (7,9%).18 Dari penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993, didapatkan angka kejadian persalinan preterm 20,4% dan berat lahir rendah sebesar 9,3%. Selain itu terdapat sejumlah morbiditas yang turut berperan dalam terjadinya persalinan dan kelahiran preterm, misalnya anemia, di mana prevalens anemia pada ibu hamil mencapai 51%.19

2.2 Etiologi dan faktor risiko persalinan preterm

Dalam sebagian besar kasus, etiologi persalinan preterm tidak terdiagnosis dan umumnya multifaktor. Kurang lebih 30% persalinan preterm tidak diketahui penyebabnya.20 Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh beberapa faktor seperti kehamilan ganda (30% kasus),21 infeksi genitalia, ketuban pecah dini, perdarahan antepartum, inkompetensia serviks, dan kelainan kongenital uterus (20-25% kasus).22 Sisanya 15-20% sebagai akibat hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan penyakit-penyakit lain selama kehamilan.23 Seluruh kondisi klinis yang berkaitan dengan persalinan preterm tersebut dapat digolongkan menjadi faktor-faktor antara lain sebagai berikut:15

- Faktor maternal:

 Status sosial ekonomi yang rendah

Riwayat persalinan preterm sebelumnya

 Usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun

 Berat badan rendah sebelum hamil (Indeks Massa Tubuh - IMT < 19,8 kg/m2)24

 Merokok

 Penyalahgunaan zat adiktif

 Riwayat abortus pada trimester kedua - Faktor uterus:

 Anomali uterus

(11)

- Infeksi16

 Bakterial vaginosis (BV)

 Trikomonas vaginalis

Faktor risiko yang paling dominan adalah sosial ekonomi yang rendah dan riwayat persalinan preterm sebelumnya.

2.3 Prediksi persalinan preterm

Terdapat tiga alasan pentingnya dilakukan prediksi terhadap persalinan preterm. Pertama, dengan menjabarkan faktor-faktor prediktif terhadap persalinan preterm, mekanisme terjadinya persalinan preterm spontan dapat diketahui lebih baik. Kedua, prediksi persalinan preterm tersebut berguna untuk mengidentifikasi kelompok wanita dengan risiko tinggi yang mungkin membutuhkan pemeriksaan lanjutan dan membutuhkan intervensi. Ketiga, masih berkaitan dengan alasan kedua, dengan mengidentifikasikan kelompok wanita dengan risiko persalinan preterm yang rendah, segala macam pemeriksaan yang membutuhkan biaya dan intervensi yang mungkin membahayakan dapat dihindari. Hingga saat ini, belum ada satu atau beberapa kelompok pemeriksaan yang memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang optimal. Prediksi tersebut dibagi menjadi prediksi klinis, biofisik, dan biologik.25 Sebagian lagi membagi atas prediksi primer dan sekunder. Prediksi primer artinya prediksi yang dapat diketahui sebelum kehamilan, sedangkan prediksi sekunder adalah prediksi yang hanya dapat diketahui setelah kehamilan.26 Prediksi disini belum tentu suatu uji skrining, karena saat ini belum ada uji skrining yang dilakukan rutin terhadap persalinan preterm yang terpisah dari proses anamnesis untuk mencari faktor risiko, seperti riwayat persalinan sebelumnya. Prediksi yang tepat akan memberikan kesempatan melakukan intervensi yang efektif.27 Dalam sari pustaka ini, batasan yang digunakan adalah prediksi klinis, biofisik, dan biologik.

(12)

Prediksi persalinan preterm secara klinis mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik dan skrining infeksi vagina. Dari anamnesis, dokter bisa mendapatkan data identitas pasien, memperkirakan usia kehamilan saat datang berdasarkan hari pertama haid terakhir, serta menggali kebiasaan dan faktor risiko yang berkaitan dengan insidens persalinan preterm yang mungkin ada pada pasien.16 Dari identitas pula dokter dapat memperkirakan kondisi sosial ekonomi pasien sebab hampir seluruh penelitian menemukan bahwa keadaan sosioekonomi yang rendah memiliki kaitan dengan persalinan preterm.28

Riwayat persalinan preterm sebelumnya merupakan penanda risiko paling kuat dan paling penting.24,28 Diperkirakan bahwa insidens terjadinya persalinan preterm selanjutnya setelah satu kali persalinan preterm meningkat hingga 14,3% dan setelah dua kali persalinan preterm meningkat hingga 28%.29 Wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki risiko untuk mengalaminya kembali pada kehamilan selanjutnya. Selain itu, kebiasaan merokok juga berkaitan dengan peningkatan kejadian preterm. Semakin banyak ibu merokok, risiko terjadinya persalinan preterm makin besar.28

Dari pemeriksaan fisik, pemeriksa bisa memperoleh data klinis pasien seperti keadaan umum, berat badan dan tinggi badan yang sekaligus digunakan untuk mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT), tekanan darah, dan pemeriksaan obstetrik. Indeks massa tubuh yang rendah sebelum hamil (IMT < 19,8 kg/m2) atau kenaikan berat badan yang kurang pada saat kehamilan meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm.24,28

Dari pemeriksaan obstetrik, adanya kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan pematangan serviks pada usia gestasi 24-37 minggu merupakan suatu penanda persalinan preterm aktif.16 Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis persalinan preterm adalah terdapatnya kontraksi yang nyeri, dapat diraba, berlangsung selama lebih dari 30 detik dan muncul minimal empat kali tiap 20 menit.30 Hanya saja, nilai sensitivitas dan prediksi positifnya rendah sehingga tidak dapat digunakan

(13)

sebagai alat skrining persalinan preterm. Jika pada usia gestasi 22 - 24 minggu terdapat empat atau lebih kontraksi tiap jamnya, nilai sensitivitas dan prediksi positif 9% dan 25%. Sementara bila pada usia gestasi 27 - 28 minggu didapatkan empat atau lebih kontraksi tiap jamnya, nilai sensitivitas dan prediksi positifnya 28% dan 23%.31

Selain itu dari pemeriksaan obstetrik juga dapat dilakukan penilaian serviks dengan menggunakan skor Bishop. Nilai Bishop diperoleh dari kriteria dalam tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, skor Bishop didapat dari penjumlahan skor masing-masing kriteria sesuai hasil pemeriksaan fisik.

Tabel 1 Skor Bishop

Dengan mengumpulkan faktor risiko-faktor risiko tersebut, dapat dilakukan penilaian risiko dan pengelompokan terhadap wanita dengan risiko tinggi mengalami persalinan preterm pada awal kehamilan. Nilai ini diambil dari riwayat pasien, latar belakang sosial, dan gaya hidup; ada beberapa yang menambahkan adanya gejala yang dirasakan selama kehamilan. Namun, nilai prediksinya rendah. Nilai kemungkinan terjadinya preterm dengan penilaian risiko ini antara 1,3 hingga 8,7 kali lipat. Salah satu alasannya adalah banyak persalinan preterm justru terjadi pada wanita yang dinilai tidak memiliki risiko berdasarkan penanda standar. Pada praktiknya, sensitivitasnya kurang dari 50%, bahkan di bawah 25% dengan nilai prediksi positif (Positive Predictive Value-PPV) antara 20% dan 40%. Alhasil, kurang dari setengah dari ibu hamil yang menjalani persalinan preterm yang berhasil

(14)

diidentifikasi dan akan terdapat banyak ibu hamil yang dianggap berisiko tinggi yang akan menjalani sejumlah pemeriksaan yang mahal dan tidak efektif.28

Selain berkaitan dengan kehamilan, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat memberikan informasi mengenai kemungkinan adanya infeksi, khususnya pada vagina. Infeksi pada vagina dipandang penting sebagai alat untuk memprediksikan terjadinya preterm oleh karena terdapat sejumlah bukti kuat mengenai peran infeksi sebagai faktor risiko persalinan preterm yang paling kuat.28 Bukti tersebut antara lain: (1) infeksi intrauterin atau adanya produk mikroorganisme sistemik pada hewan yang hamil mencetuskan persalinan preterm, (2) pengobatan antibiotik terhadap infeksi intrauterin yang asenden dapat mencegah terjadinya prematuritas, (3) infeksi maternal sistemik seperti pielonefritis dan pneumonia seringkali berhubungan dengan kejadian persalinan preterm pada manusia, (4) infeksi intrauterin subklinis berhubungan dengan prematuritas, (5) pengobatan vaginosis bakterial dan bakteriuria asimtomatik mencegah prematuritas, dan (6) korioamnionitis akut secara histologis berhubungan dengan persalinan preterm yang spontan. Penelitian mikrobiologi dan histopatologis menunjukkan infeksi berperan pada 25-40% kasus persalinan preterm.28,32

Prediksi biofisik dilakukan dengan mengukur parameter fisik pada ibu. Parameter fisik yang dimaksud adalah panjang serviks. Cara pemeriksaan serviks antara lain yaitu:

1. Digital dengan jari.

2. Ultrasonografi (USG) transabdominal. 3. USG transperineal.

4. USG transvaginal.

Pengukuran panjang serviks dapat digunakan untuk memprediksikan adanya risiko persalinan preterm. Serviks yang pendek memiliki risiko lebih tinggi mengalami persalinan preterm.33

(15)

Pemeriksaan digital dengan jari merupakan cara pemeriksaan yang umum dilakukan oleh dokter dalam mendiagnosis persalinan preterm namun bersifat sangat subyektif dalam menilai panjangnya serviks, di samping itu terjadi perbedaan yang begitu jauh antara satu pemeriksa dengan pemeriksa yang lain sehingga cara ini mempunyai nilai yang paling rendah dalam menentukan panjangnya dan pembukaan serviks.34

Penilaian serviks yang lebih baik dapat dilakukan dengan menggunakan USG. Teknik USG yang dapat dilakukan adalah USG transabdominal, transperineal dan transvaginal. USG transabdominal memiliki keterbatasan yaitu ketika dilakukan pemeriksaan, kandung kemih harus dalam keadaan terisi, namun hal ini dapat menyebabkan pemanjangan serviks sehingga mengaburkan adanya serviks yang pendek atau bentuk serviks yang funneling (pembukaan serviks dari internal os).34

USG transvaginal merupakan cara invasif yang tidak membutuhkan pengisian kandung kencing sehingga gambaran serviks yang sebenarnya bisa ditampilkan dengan jelas. Disamping itu USG transvaginal juga dapat mengukur dengan akurat bila terjadi pembukaan serviks bahkan juga funneling sehingga tatacara pengukuran serviks yang sangat dianjurkan adalah secara transvaginal.34,35,36

Gambar 1 Pengukuran serviks dengan teknik USG transvaginal Sumber : Novaes et al 2007

(16)

Panjang serviks bervariasi sesuai dengan usia kehamilan di mana semakin tua usia kehamilan, maka ukuran serviks akan semakin memendek untuk memungkinkan persalinan dimulai.

Palacio dkk meneliti nilai cut off panjang serviks terhadap 333 kasus persalinan preterm usia 24 - < 36 minggu dan mengelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu kelompok pertama < 32 minggu (sangat preterm) dan ≥ 32 minggu (kelompok 2, preterm) dan mendapatkan bila panjang serviks < 15 mm pada semua kelompok maka kemungkinan besar akan terjadi persalinan preterm dengan sensitivitas 28,6% dan spesifisitas 96,5%. Sedang bila panjang serviks 25 mm bisa diprediksi risiko terjadinya persalinan preterm akan sangat rendah.37

Funneling serviks yang dapat ditemukan dengan USG adalah T, Y, V, U, seperti

ditunjukkan dengan gambar 2.

Gambar 2 Contoh funneling serviks. Sumber : Phllippe Jeanty 2001

Pada wanita yang dicurigai akan mengalami persalinan preterm, USG transvaginal bisa menjadi prediksi yang baik. Panjang serviks yang > 3 cm pada usia gestasi 34 minggu memiliki nilai prediksi negatif yang besar. Hal ini dapat menghindarkan wanita tersebut dari terapi dan pemeriksaan lanjut yang tidak diperlukan.34

(17)

Prediksi biologik dilakukan dengan menggunakan biomarker yang diproduksi pada masa kehamilan, baik dari tubuh ibu maupun bayi. Biomarker tersebut dapat berasal dari serum, plasma, sekret vagina atau serviks termasuk pewarnaan Gram, cairan amnion, urin, dan DNA.38 Biomarker biologik yang dapat digunakan untuk memprediksikan adanya persalinan preterm adalah fibronektin fetal, Ureaplasma urealyticum, relaksin, human

defensins 2, estriol, Corticotrophin-releasing hormone (CRH), interleukin-6, alfa fetoprotein,

protein reaktif C (C-reactive protein, CRP), dan Insulin-like Growth Factor Binding Protein-1 (IGFBP-Protein-1).

Lebih dari satu dekade, deteksi dari berbagai prediksi biologik telah diteliti sebagai suatu alat diagnostik yang potensial dalam memprediksi ancaman persalinan preterm pada umur kehamilan kurang dari 35 minggu. Dari semuanya, fetal fibronektin dan phIGFBP-1 pada sekret servikovagina menjadi suatu rapid response tests dalam mendiagnosis persalinan preterm secara klinis.39

Fibronektin fetal merupakan suatu glikoprotein matriks ekstraseluler. Fibronektin fetal dalam cairan biologis diproduksi oleh amniosit dan sitotrofoblas. Zat ini muncul selama masa gestasi pada semua kehamilan. Kadarnya paling tinggi ditemukan pada cairan amnion (100 μg/mL) pada trimester kedua, dan menjadi 30 μg/mL saat aterm. Zat ini terletak di permukaan antara sisi maternal dan fetal pada membran amnion, di antara korion dan desidua, dan terkonsentrasi di ruang di antara desidua dan trofoblas. Fibronektin fetal di sini berperan sebagai perekat antara uterus dan hasil konsepsi. Konsentrasi fibronektin fetal yang ditemukan di dalam darah 1/5 dari yang ditemukan dari cairan amnion dan tidak muncul dalam urin. Pada kondisi normal, glikoprotein ini tetap berada di tempatnya tersebut, dan hanya sebagian kecil dapat ditemukan pada sekret servikovagina setelah usia gestasi 22 minggu (kurang dari 50 ng/mL). Kadar di atas nilai ini (≥ 50 ng/mL) pada atau setelah usia

(18)

gestasi 22 minggu pada sekret servikovagina berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya persalinan preterm spontan.40

Pemeriksaan fibronektin fetal digunakan untuk menilai risiko persalinan dan kelahiran preterm dengan mengukur jumlah kadar fibronektin fetal pada sekret servikovagina. Pada kenyataannya, fibronektin fetal merupakan salah satu penanda kelahiran preterm terbaik yang pernah diujicobakan pada seluruh populasi yang diteliti, termasuk wanita berisiko rendah dan tinggi tanpa riwayat persalinan preterm, wanita dengan riwayat kelahiran kembar, serta wanita dengan riwayat persalinan preterm. Secara keseluruhan, sensitivitas dan spesifisitas uji fibronektin fetal mencapai 56% dan 84% pada usia gestasi kurang dari 37 minggu, namun hasil tersebut bervariasi sesuai usia gestasi saat pengumpulan, populasi yang diteliti, serta prevalensi kelahiran preterm. Nilai prediksi positifnya bervariasi antara 9% hingga 46%, tergantung insidens persalinan preterm pada populasi yang sedang diteliti. Tingginya kadar fibronektin fetal (di atas persentil 90), bahkan pada usia gestasi 13-22 minggu, berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya persalinan preterm spontan sebesar dua hingga tiga kali.40

Tabel 2 Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif fibronektin fetal dalam memprediksikan persalinan preterm 7 hari setelah pemeriksaan dan sebelum usia 37 minggu. Sumber : Joffe et al 1999

Pemeriksaan fibronektin fetal tersedia dalam dilakukan di dalam laboratorium atau langsung di tempat tidur pasien, dengan kadar ambangnya 50 ng/mL. Salah satu keterbatasan

(19)

uji fibronektin fetal adalah uji tersebut tidak dapat dilakukan pada keadaan berikut: PPROM, perdarahan, riwayat hubungan seksual dalam 24 jam sebelumnya, dan pre-eklamsia.39

2.4 Insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1)

Insulin-like growth factor-binding protein-1 (IGFBP-1), merupakan suatu protein

yang disintesis dan disekresikan oleh hati janin dan orang dewasa dan merupakan suatu produk utama dari jaringan desidua endometrium. Fungsi fisiologi dari IGFBP-1 pada kehamilan esensial bagi fungsi endometrium/desidua dan interaksi antara endometrium-trofoblas, yang dimulai pada saat praimplantasi. Selain itu, IGF juga berperan dalam pengaturan pertumbuhan embrionik dan diferensiasi, dan IGFBP-1 mengatur kerja IGF pada janin. Pada sirkulasi maternal, konsentrasi IGFBP-1 meningkat pada kehamilan dan merupakan protein utama pada cairan amnion dari trimester kedua hingga usia gestasi cukup bulan.42

Gambar 3 Endometrium pada wanita hamil, interaksi blastokis – desidua trofoblas/endometrial dan peranan human chorionic gonadotropin (HCG),

interleukin-1β (IL-1β), IGF-II, dan IGFBP-1.

(20)

Keadaan fosforilasi IGFBP-1 bervariasi pada masing-masing cairan dan jaringan tubuh. Pada cairan amnion, bentuk IGFBP-1 yang dominan adalah bentuk tidak terfosforilasi (npIGFBP-1), meskipun juga terdapat bentuk yang terfosforilasi (kecuali bentuk yang sangat terfosforilasi). Sumber IGFBP-1 di cairan amnion tidak diketahui. Bentuk terfosforilasi, khususnya bentuk IGFBP-1 yang sangat terfosforilasi (phIGFBP-1), disekresi oleh sel desidua manusia.42

Bentuk IGFBP-1 yang tidak terfosforilasi dan yang kurang terfosforilasi pada sampel yang diambil dari serviks dan vagina dapat dideteksi dengan immunoenzymometric assay. Pendeteksian npIGFBP-1 pada cairan ketuban merupakan cara untuk mendiagnosis adanya pecah ketuban. Pemeriksaan dengan uji cepat menggunakan strip akan memberikan hasil positif bila kadarnya di atas 25 - 50 μg/L. Kerusakan jaringan pada segmen bawah uterus, oleh karena kontraksi uterus atau karena proteolisis yang diinduksi oleh infeksi, dapat menyebabkan bocornya produk koriodesidua seperti fibronektin dan IGFBP-1 ke serviks. Keberadaan protein ini pada sekret servikovaginal bisa menjadi petanda persalinan preterm dan persalinan cukup bulan. Hal yang mendukung hipotesis ini adalah bahwa peningkatan kadar IGFBP-1 di sekret serviks dapat memprediksikan pematangan serviks pada kondisi term (cukup bulan). Kadar 10 μg/L dijadikan kadar ambang antara hasil positif dan negatif. Bila kadarnya melebihi 100 - 200 μg/L, akan memberikan hasil positif palsu adanya PROM. Pada wanita yang mengalami persalinan preterm, peningkatan kadar IGFBP-1 terfosforilasi dapat memprediksikan peningkatan morbiditas akibat infeksi puerperal dan neonatal. Sebagai marker adanya infeksi intrauterin, bentuk IGFBP-1 terfosforilasi dapat memperkirakan infeksi pada kehamilan lebih spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan fibronektin fetal, oleh karena urin dan cairan semen hanya mengandung sedikit IGFBP-1.42

Insulin-like growth factor binding protein-1 yang tidak terfosforilasi ditemukan pada kadar 100 - 1000 kali lebih tinggi pada cairan ketuban dibandingkan di serum dan ketika

(21)

biomarker ini meluap hingga ke serviks, hal ini dapat digunakan untuk menguji adanya

PPROM. Peningkatan kadar IGFBP-1 terfosforilasi pada getah serviks dapat digunakan

sebagai prediksi persalinan preterm (positive likelihood ratio 6, sensitivitas 78%, positif palsu 13%). Pada wanita tanpa gejala preterm, biomarker ini tidak terlalu kuat dalam memprediksikan adanya persalinan preterm.38 Pada penelitian lain, pada keadaan dimana ruptur membran prematur sulit didiagnosis secara klinis, pemeriksaan IGFBP-1 pada sekret serviks dan vagina menggunakan uji cepat dipstick memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif berturut-turut sebesar 100%, 92%, 84%, dan 100%.43

Pada wanita tanpa gejala, untuk memprediksikan terjadinya persalinan preterm sebelum usia gestasi 37 minggu, pemeriksaan IGFBP-1 memiliki positive likelihood ratio 4,17 (interval kepercayaan 95% 2,44-7,13) dan negative likelihood ratio 0,21 (interval kepercayaan 95% 0,08-0,51).27

Riboni dkk (2011) mengatakan bahwa test phIGFBP-1 lebih baik dari tes fibronectin fetal dalam memprediksi kelahiran preterm sebelum usia kehamilan 34 minggu (p < 0,001), dengan nilai prediksi negatif (NPN) prediksi kelahiran kurang dari 7 hari dan kurang dari 34 minggu usia kehamilan sebesar 97,7% dan 97,1%. Selain lebih murah dari tes fibronectin fetal juga menurunkan angka perawatan rumah sakit, pemberian obat - obatan, dan biaya yang diperlukan. Rahkonen dkk (2010) menggunakan cut off point kadar phIGFBP-1 10 mcg/l dan mendapatkan 20,2% di atas nilai cut off dari 4630 sampel. Peningkatan resiko kelahiran preterm spontan pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 37 minggu berkaitan dengan kadar phIGFBP-1 lebih dari 10 mcg/l dibandingkan dengan yang kurang dari 10 mcg/l (0.9% versus 0.4%, P = 0.041; 5.1% versus 3.2%, P = 0.005). Brik dkk (2010) menggunakan kombinasi pemeriksaan phIGFBP-1 dengan pengukuran panjang serviks dalam memprediksi kelahiran preterm, dan didapatkan bahwa kombinasi kedua pemeriksaan

(22)

menjadi lebih akurat sebagai prediktor, dibandingkan dengan masing – masing pemeriksaan itu sendiri. Nilai prediksi negatif (NPN) phIGFBP-1 untuk kelahiran kurang dari 7 hari setelah pemeriksaan sebesar 95%, dan kelahiran kurang dari 48 jam tidak berbeda dengan kelahiran kurang dari 32 minggu sebesar 96,4%. Paternoster dkk (2009) meneliti 210 wanita hamil tunggal dengan adanya kontraksi uterus dan membran intak pada umur kehamilan antara 24 sampai 34 minggu menggunakan pemeriksaan phIGFBP-1 dan pengukuran panjang serviks. Didapatkan hasil bahwa kombinasi kedua pemeriksaan dapat menjadi prediktor kelahiran preterm yang baik (analisis regresi logistik univariat P<0,0001), dan nilai prediksi negatif phIGFBP-1 sebesar 90,8%. Altinkaya dkk (2009) mengemukakan bahwa phIGFBP-1 pada sekret serviks merupakan marker yang potensial untuk kelahiran preterm pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu, dengan nilai prediksi negatif sebesar 92,5%. Rahkonen dkk (2009) menyimpulkan pemeriksaan cepat phIGFBP-1 memiliki nilai prediksi negatif yang tinggi untuk kelahiran preterm dibandingkan dengan pengukuran panjang serviks (>25 mm) pada prediksi kelahiran dalam 14 hari dan kurang dari 34 minggu (98,7% versus 99,0%; 97,4% versus 97,6%). Apin dkk (2008) mengevaluasi kegunaan tes partus Actim™ pada praktek sehari-hari dalam manajemen pasien dengan keluhan persalinan preterm. Didapatkan 2 kelahiran (2,8%) dari kelompok tes negatif, dan 3 kelahiran (42,8%) dari tes positif dalam 48 jam setelah tes. Sensitivitas, spesifitas, nilai predisksi positif, dan nilai prediksi negatif berturut – turut sebesar 50%, 95,5%, 57% dan 91,4%. Penurunan angka perawatan rumah sakit dan penggunaan tokolitik setelah penggunaan tes partus Actim™ secara rutin dilaporkan dalam penelitian ini.

Tabel 3 Akurasi pemeriksaan bedside phIGFBP-1 dalam memprediksi kelahiran preterm spontan di berbagai penelitian.

(23)

Tabel 4 Kombinasi pemeriksaan phIGFBP-1, fibronection fetal, dan pengukuran panjang serviks pada persalinan preterm.

(24)

Tes partus Actim™ adalah tes dipstik imunokromatografi yang berdasarkan antibodi monoklonal, yang merupakan tes cepat bedside untuk mengukur kematangan serviks dalam kehamilan. Menurut produsen, tes ini paling berguna untuk wanita dengan gejala pada usia kehamilan antara 22 dan 34 minggu dengan ketuban yang masih utuh. Tes ini sederhana, dan tidak ada resiko pada ibu dan janin jika dilakukan sesuai prosedur yang direkomendasikan produsen.39

Selama pemeriksaan dengan spekulum, sekret atau cairan serviks diambil dari endoserviks dengan swab Dacron yang disediakan dalam kit test. Pengujian ini memerlukan minimal 150 ul sampel (ekstraksi cairan serviks) untuk mendapatkan hasil yang baik (agar dipstik berfungsi dengan tepat). Pengambilan sampel harus dilakukan sebelum vaginal

(25)

kemudian dimasukkan dan diaduk selama 10 detik dalam larutan ekstraksi dan dipstick dapat dicelupkan setelah swab diangkat. Dipstik tetap dimasukkan dalam larutan ekstraksi sampai cairan penanda mencapai area hasil. Kemudian dipstick diangkat dari cairan ekstraksi (sesegera mungkin setelah cairan penanda tampak di area hasil) dan biarkan selama 5 menit dalam posisi horisontal. Total waktu dari pengambilan sampel sampai tampak hasil tidak lebih dari 10 menit.39

Hasilnya diintepretasikan dengan menghitung jumlah baris pada area hasil. Hasil positif dapat segera diartikan saat dua garis biru (garis kontrol dan garis tes) tampak diarea hasil. Namun hasil negatif harus dikonfirmasi setelah 5 menit. Jika hanya garis kontrol yang muncul setelah 5 menit maka hasilnya adalah negatif. Terlihatnya garis kontrol menunjukkan cara pengujian sudah benar. Jika garis kontrol tidak muncul, tes ini tidak valid dan harus diulang menggunakan dipstik lain. Produsen merekomendasikan selalu segera dilakukannya pengujian terhadap sample Namun jika diperlukan, sampel dapat disimpan sampai 4 jam sebelum pengujian.39

Gambar 4 Cara pengambilan sampel Sumber : Medix Biochemica 2007

Kit dapat disimpan pada suhu +2 ° C sampai +8 ° C, namun komponen harus mencapai suhu kamar sebelum dilakukan pengujian. Tes kit dapat disimpan selama 2 bulan pada suhu kamar (18 ° C hingga +30 ° C), asalkan belum kadaluwarsa. Pengukuran dengan

(26)

tes partus ini dapat dilakukan di laboratorium atau bedside di berbagai unit pelayanan kesehatan dan bisa dilakukan oleh teknisi laboratorium, dokter, atau perawat.39

Semua yang diperlukan untuk melakukan tes partus sudah disertakan di dalam setiap kemasan kit. Biaya adalah $ 35 CAD (Rp 317 ribu) per test kit. Tes partus ini dijual dalam kotak yang berisi 10 kit. Produk ini memiliki masa tahan 1 tahun yang baik tanpa diperlukan tambahan peralatan lain untuk membaca hasil.39

ketersediaan data klinis mengenai validitas phIGFBP-1 sebagai penanda persalinan preterm dan efektivitas tes partus untuk membantu dalam mendiagnosis persalinan preterm dan memprediksi kelahiran preterm pada wanita dengan gejala telah tercantum pada pembahasan beberapa artikel yang dipublikasikan selama dekade terakhir. Semua artikel adalah studi observasional (dengan sedikit sampel) dimana spesimen phIGFBP-1 diperoleh dari wanita hamil preterm dengan gejala yang menunjukkan kontraksi uterus yang teratur dan selaput ketuban yang utuh dan kemudian dilakukan pengujian.39

Hasil yang diperoleh dari beberapa studi ini, yang diterbitkan setelah tahun 2001, menyebutkan bahwa tes partus Actim™ berpotensi untuk menjadi alat klinis yang berguna untuk meyakinkan terjadinya persalinan preterm pada wanita dengan gejala dengan membran yang utuh. Penelitian-penelitian ini telah menunjukkan bahwa tidak adanya phIGFBP-1 di sekret serviks perempuan dengan gejala (usia kehamilan antara 20 dan 36 minggu, sebagian besar dengan kehamilan tunggal) yang disertai kontraksi prematur dan membran yang utuh rendah kemungkinan merupakan tanda adanya ancaman persalinan preterm sebelum usia kehamilan 35 minggu dan dalam waktu 7 hari dari pengujian. Namun, validitas dan reliabilitas dari hasil penelitian-penelitian tersebut dibatasi oleh studi observasional dengan ukuran sampel kecil, serta keragaman desain mereka, kriteria kelayakan, dan studi protokol.39 Tes partus Actim™ memiliki beberapa keterbatasan. Karena phIGFBP-1 juga ditemukan pada manusia serum, sampel yang mengandung darah dapat memberikan reaksi

(27)

positif. Oleh karena itu, sampel harus bebas darah untuk menghindari positif palsu. Sebelum tes dilakukan, direkomendasikan melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa membran janin yang utuh, karena dengan membran janin pecah, tes juga akan memberikan hasil positif. Tingkat kadar IGFBP-1 dalam cairan ketuban begitu tinggi. Dalam kasus kebocoran cairan ketuban, yang Actim uji partus akan memberikan hasil positif. Uji premature rupture of the

membrane (PROM) Actim™, adalah tes yang baru dikembangkan dan dipasarkan, untuk mendeteksi pecah dini membran. Namun, tes partus actim tidak perlu dijalankan bersama dengan uji PROM Actim untuk mengkonfirmasi membran utuh. Urine atau cairan mani dalam sampel tersebut tidak mengganggu kinerja pengujian Oleh karena itu, telah dinyatakan baru-baru ini bahwa tidak membatasi penggunaan tes partus pada wanita dengan gejala dan membran utuh. Namun, tidak ada bukti ilmiah langsung pada pengaruh hubungan seksual sebelum dihasil tes.39

Tabel 5 Karakteristik tes phIGFBP-1 dan tes fibronektin fetal Sumber : Corabian, 2008

(28)

Tabel 6 Sensitivitas, spesifisitas, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, NPP, dan NPN alat prediksi preterm secara klinis

(29)

Tabel 7 Sensitivitas, spesifisitas, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, NPP, dan NPN alat prediksi preterm dengan parameter biofisik

Tabel 8 Sensitivitas, spesifisitas, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, NPP, dan NPN alat prediksi preterm dengan parameter biologik

(30)
(31)

2.4 Analisis ekonomi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa prematuritas merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas neonatus. Prematuritas berkaitan dengan morbiditas serta cacat pada anak,dan hampir seluruh kasus gangguan perkembangan neurologis. Selain itu, prematuritas dan bayi berat lahir rendah juga berkaitan dengan kelainan kronik jangka panjang seperti hipertensi dan dislipidemia. Tingkat kelahiran preterm, kelahiran yang terjadi sebelum lengkap usia gestasi 37 minggu, di Amerika Serikat sekitar 12,3% dari keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya, dan merupakan tingkat kelahiran preterm tertinggi di antara negara industri.27 Dalam kajian ini, konversi mata uang menggunakan kurs US$1 senilai Rp 9.500 dan UK£ 1 senilai Rp 15.000 (per Februari 2010).

Pada tahun 2001, di Amerika Serikat diketahui terdapat 384.200 bayi baru lahir yang didiagnosis sebagai bayi prematur/BBLR. Biaya perawatan bayi prematur/BBLR di rumah sakit secara keseluruhan mencapai US$ 5,8 miliar (sekitar Rp 55,100 triliun), mewakili 47% dari biaya perawatan seluruh bayi baru lahir dan mencakup 27% dari keseluruhan perawatan inap kasus pediatri. Bayi prematur/BBLR rata-rata membutuhkan biaya perawatan sekitar US$ 15.100 (sekitar Rp 143.450.000) dan lama perawatan 12,9 hari sementara bayi baru lahir

(32)

tanpa komplikasi membutuhkan biaya US$ 600 (sekitar Rp 5.700.000) dan lama perawatan 1,9 hari.44

Biaya perawatan akan semakin membengkak pada bayi baru lahir sangat prematur (usia gestasi < 28 minggu/berat lahir < 1.000 g), yaitu sekitar US$ 65.600 (sekitar Rp 623.200.000) dan pada bayi dengan komplikasi saluran pernafasan spesifik. Meskipun begitu, 2/3 dari jumlah keseluruhan biaya perawatan bayi preterm/BBLR merupakan biaya perawatan untuk bayi yang tidak terlalu preterm.44 Bayi preterm maupun BBLR membutuhkan perawatan di dalam inkubator dalam perawatannya di rumah sakit. Di negara berkembang, biaya untuk perawatan bayi BBLR (berat 1.000 gram) dengan menggunakan inkubator adalah sebesar US$ 800 (sekitar Rp 7.600.000) per hari. Di Bogota, biaya untuk perawatan bayi BBLR (berat 1.000 gram) dengan menggunakan inkubator adalah sebesar US$ 89 (sekitar Rp 845.500) per hari.45

Tidak hanya pada saat lahir saja, bayi preterm tentunya akan mengalami komplikasi jangka panjang. Komplikasi tersebut dapat berupa gangguan perkembangan dan neurologis, disabilitas motorik dan sensorik, kesulitan dalam belajar, serta masalah sosial.44,46

Penelitian di Inggris dan Wales menunjukkan pengeluaran untuk bayi preterm di sektor publik pada tahun 2006 mencapai UK£2,946 miliar (US$ 4,567 miliar atau Rp 44,190 triliun) dan terdapat hubungan perbandingan terbalik antara usia gestasi dengan peningkatan biaya yang dibutuhkan. Artinya, semakin preterm suatu bayi dilahirkan, makin tinggi pula biaya yang dibutuhkan untuk proses tumbuh kembangnya. Bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan, peningkatan biaya yang dibutuhkan oleh bayi preterm agar bisa tumbuh hingga usia 18 tahun diperkirakan sebesar UK£22.885 (US$35.471 atau sekitar Rp 343.275.000). Untuk bayi very preterm (28-31 minggu), peningkatan biaya yang dibutuhkan lebih tinggi, yaitu sekitar UK£61.781 (US$95.760 atau sekitar Rp 926.715.000) dan untuk extremely

(33)

preterm (< 28 minggu) dibutuhkan UK£94.740 (US$146.847 atau sekitar Rp 1.421.100.000).46 Komponen biaya tersebut meliputi:46

1. Perawatan inap di rumah sakit 2. Perawatan jalan

3. Perawatan kesehatan dan sosial 4. Edukasi

Penelitian oleh US Institute of Medicine tahun 2005 menunjukkan beban ekonomi keseluruhan setiap tahunnya akibat kelahiran preterm mencapai US$ 26,2 miliar (sekitar Rp 248,900 triliun) atau US$ 51.600 (sekitar Rp 490.200.000) untuk tiap bayi preterm yang lahir. Dua pertiga dari jumlah tersebut merupakan biaya untuk pelayanan medis, mencapai US$ 16,9 miliar (sekitar Rp 160,550 triliun). Biaya persalinan mencapai US$ 1,9 miliar (sekitar Rp 18,050 triliun) atau US$ 3.800 (sekitar Rp 36.100.000) perbayi prematur. Intervensi dini terhadap bayi prematur mencapai US$ 611 juta (sekitar Rp 5,8045 miliar) atau sekitar US$ 1.200 (sekitar Rp 11.400.000) untuk tiap bayi prematur. Pendidikan khusus yang berkaitan dengan disabilitas terutama cerebral palsy, retardasi mendal, gangguan penglihatan dan pendengaran menambah beban US$ 1,1 miliar (sekitar Rp 10,450 triliun) atau US$ 2.200 (sekitar Rp 20.900.000) perbayi prematur. Hilangnya produktivitas kerja berkaitan dengan disabilitas tersebut berkontribusi sebesar US$ 5,7 miliar (sekitar Rp 54,150 triliun) atau US$ 11.200 (sekitar Rp 106.400.000) perbayi prematur.47

Penelitian Petrou dkk. tentang beban ekonomi akibat kelahiran bayi extremely preterm selama periode 12 bulan setelah lahir dalam tabel di bawah ini:48

Tabel 9 Estimasi biaya akibat persalinan preterm

(34)

Tabel 10 Rerata kebutuhan biaya perawatan setiap tahunnya Sumber : National Academy Press 2007

Kebutuhan biaya perawatan pertahunnya, sesuai usia gestasi, baik untuk rawat inap maupun rawat jalan disajikan dalam tabel 10. Biaya akibat tingkat morbiditas tersebut dapat dikurangi dengan pencegahan persalinan preterm, seperti prediksi dini dan akurat, intervensi untuk menghilangkan faktor risiko serta menunda terjadinya persalinan dengan pemberian tokolitik, kortikosteroid untuk pematangan paru janin, dan antibiotik profilaksis.27,49 Sayangnya, semua hasil penelitian mengenai prediksi preterm, baik secara klinis atau dengan menggunakan parameter fisik dan biologik, hanya dapat memprediksikan terjadinya persalinan preterm tujuh hari setelah pemeriksaan hingga maksimal sebelum usia gestasi 37 minggu. Artinya, dengan metode prediksi bagaimana pun, persalinan yang terjadi tetap preterm. Namun, dengan telah diprediksikannya suatu persalinan preterm, dokter dapat

(35)

langsung melakukan intervensi dan tata laksana secara dini sehingga bayi prematur yang dilahirkan lebih baik.

Intervensi yang dapat dilakukan pada ibu hamil yang telah diprediksikan akan mengalami persalinan preterm adalah dengan menunda terjadinya persalinan selama mungkin sehingga dimungkinkan untuk dilakukan intervensi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas neonatal. Antibiotik juga dapat diberikan untuk mencegah infeksi neonatal. Pemberian steroid antenatal mengurangi morbiditas neonatal seperti distres pernafasan, perdarahan intraventrikel, enterokolitis nekrotikans, dan duktus arteriosus paten.49

Gilbert dkk meneliti tentang kuantifikasi persalinan preterm ditinjau dari sisi usia kelahiran dan berat lahir. Hasilnya adalah kejadian sindrom distres pernafasan, kebutuhan bantuan ventilasi, lama rawat dan biaya rawat perkasus berkurang secara eksponensial terhadap peningkatan usia gestasi dan berat lahir.50 Contohnya, untuk bayi yang lahir pada usia gestasi 25 minggu, biaya rerata perkasus adalah US$202.700 (sekitar Rp 1.925.650.000) sementara untuk bayi yang lahir pada usia gestasi 36 minggu dan 38 minggu, rerata biaya perkasus adalah US$2.600 (Rp 24.700.000) dan US$1.100 (sekitar Rp 10.450.000).50 Lebih lengkapnya dapat dilihat dalam tabel 11.

Tabel 11 Biaya perawatan bayi dan ibu sesuai usia gestasi Sumber : Gilbert et al 2003

(36)
(37)
(38)

BAB 3 KESIMPULAN

Persalinan preterm yang menjadi kelahiran preterm merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal baik di dunia maupun di Indonesia. Komplikasi persalinan preterm terhadap janin dapat melibatkan berbagai sistem organ tubuh, hematologi, endokrin, dan sistem saraf pusat. Dimana komplikasi yang ditimbulkan tentunya akan mengakibatkan dampak merugikan dari segi ekonomi, sosial, dan dan terutama kualitas hidup janin yang dapat bertahan hidup.

Tidak semua pasien yang datang dengan tanda persalinan preterm akan menjadi kelahiran preterm.. Prediktor diagnostik yang baik tidak hanya menghindari pasien dari terapi tokolitik dan efek sampingnya, tetapi juga dapat menurunkan angka perawatan rumah sakit dan juga menurunkan angka rujukan ke fasilitas perawatan perinatologi. Telah banyak prediktor diagnostik untuk memprediksi kelahiran preterm digunakan sebelumnya, namun belum ada yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik untuk digunakan klinisi dalam praktek sehari – hari.

Phosporylated insulin-like growth factor binding protein-1 (phIGFBP-1) telah hadir

diberbagai uji diagnostik dalam mendiagnosis persalinan preterm dan memprediksi terjadinya kelahiran preterm. Dengan tingginya nilai sensitivitas dan spesifisitas serta nilai prediksi negatif mencapai 100%, uji phIGFBP-1 dapat membantu klinisi memprediksi kelahiran preterm menjadi lebih baik lagi, dan menurunkan angka perawatan rumah sakit yang tidak diperlukan.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

1. International classification of diseases and related health problems. 10th revision. Geneva: World Health Organization; 1992.

2. Huddy CL, Johnson A, Hope PL. Educational and behavioral problems in babies of 32– 35 weeks gestation. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;85: 23F-8. doi:10.1136/fn.85.1.F23

3. Wang ML, Dorer DJ, Fleming MP, Catlin EA. Clinical outcomes of near-term infants.

Pediatrics 2004 ;114:372-6. PMID:15286219 doi:10.1542/peds. 114.2.372

4. Petrou S. The economic consequences of preterm birth during the first 10years of life.

BJOG 2005;112 Suppl 1;10-5. PMID:15715587

5. Petrou S, Mehta Z, Hockley C, Cook-Mozaffari P, Henderson J, Goldacre M. The impact of preterm birth on hospital inpatient admissions and costs during the first 5 years of life.

Pediatrics 2003;112:1290-7. PMID:14654599 doi:10.1542/peds.112.6.1290

6. Goldenberg RL, Culhane JF, Iams JD, Romero R. Epidemiology and causes of preterm birth. Lancet 2008;371(9606):75–84.

7. Iams JD, Romero R, Culhane JF, Goldenberg RL. Primary, secondary, and tertiary interventions to reduce the morbidity and mortality of preterm birth. Lancet 2008;371(9607):164–75.

8. Iams JD. Prediction and early detection of preterm labor. Obstet Gynecol 2003 ;101:402– 12.

9. Beck S, Wojdyla D. The worldwide incidence of preterm birth: a systematic review of maternal mortality and morbidity. Bull 31 World Health Organ 2010;88:31–38.

10. MacDorman MF, Mathews TJ: Recent trends in infant mortality in the United States. NCHS Data Brief, No. 9. Hyattsville, MD, National Center for Health Statistics, 2008.

(40)

11. Anonymous. Manajemen Persalinan Preterm. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, Semarang 24 – 26 Maret 2005.

12. Chien P, Khan K, Ongston S. The diagnostic accuracy of cervicovaginal fetal fibronectin in predicting preterm delivery: an overview. Br J Obstet Gynecol 2007; 104:436-444.

13. Lockwood C, Kuczynski E. Markers of risk for preterm delivery. J Perinat Med 2009; 27: 5-20.

14. Cunningham FG, Lenovo KJ. Preterm Birth. Williams Obstetrics 23rd. McGraw-Hill Co. 2010. Ch 36: 804-31.

15. Von Der Pool BA. Preterm Labor: Diagnosis and treatment. Am Fam Phys.Mei 1998. 16. Ross MG, Eden RE. Preterm Labor.Article. Juli 2009. Diunduh dari

www.emedicine.com

17. Danelian P, Hall M. The epidemiology of preterm labour and delivery.In: Norman J, Greer I, editors. Preterm Labour: Managing risk in clinical practice. Cambridge University Press. USA. 2005.

18. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta 2008.

19. Departemen Kesehatan RI, 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001-2010, Jakarta.

20. Guaschino S, De Seta F, Piccoli M, Maso G, Alberico S. Aetiology of preterm labour: bacterial vaginosis. Br J Obstet Gynecol. 2006;113 Suppl 3:46-51.

21. Mercer BM, Goldenberg RL, Meis PJ, Moawad AH, Shellhaas C, Das A, et al. The Preterm Prediction Study: prediction of preterm premature rupture of membranes through clinical findings and ancillary testing. The National Institute of Child Health and Human

(41)

Development Maternal-Fetal Medicine Units Network. Am J Obstet Gynecol 2000;183(3):738-45.

22. Dizon-Townson DS. Preterm labour and delivery: a genetic predisposition. Paediatr Perinat Epidemiol 2001;15 Suppl 2:57-62.

23. Papatsonis DNM. Prepregnancy counseling: preterm birth. International Congress Series 2005;1279:251-270.

24. Goldenberg RL, Iams JD, Mercer BM, Meis PJ, Moawad AH, Copper RL, et al. Preterm prediction study: the value of new vs standard risk factor in predicting early and all spontaneous preterm labor. Am J Public Health. February 1998;88: 233-8.

25. Institute of Medicine. Preterm birth: causes, consequences, and prevention. National Academy of Sciences.Washington DC: National Academic Press: Washington DC. 2007. 26. Leitich H. Secondary predictors of preterm labour. Br J Obstet Gynecol. 2005; 112: Supp

1. pp 48-50.

27. Honest H, Forbes CA, Duree KH, Norman G, Duffy SB, Tsourapas A, et al. Screening to prevent spontaneous preterm birth: systematic reviews of accuracy and effectiveness literature with economic modeling. Health Technology Assessment 2009 Vol.13 No 43. 28. Goffinet F. Primary predictors of preterm labour. Br J Obstet Gynecol 2005;112 Suppl

1:38-47.

29. Chandraharan E, Arulkumaran S. Recent advances in management of preterm labor. J Obstet Gynecol India Vol. 55, No. 2 : March/April 2005 Pg 118- 124.

30. Di Renzo GC, Roura LC, et al. Guidelines for the management of spontaneous preterm labour. Archives of perinatal medicine 13 (4) 2007.p 29-35.

31. Iams JD, Newman RB, Thom EA, Goldenberg RL, Mueller-Huebach E, Moawad A, et al. Frequency of uterine contractions and the risk of spontaneous preterm delivery. N Engl J Med 2002;346:250-5

(42)

32. Pararas MV, Skevaki CL, Kafetzis DA. Preterm birth due to maternal infection: Causative pathogens and modes of prevention. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 2006;25(9):562-9.

33. Iams JD, Goldenberg RL, Meis PJ, Mercer BM, Moawad A, Das A, et al. The length of cervix and the risk of spontaneous premature delivery. NEJM February 1996 Vol 334 No 9. P 567-72.

34. Van den Hof M, Crane J. Ultrasound cervical assessment in predicting preterm birth. SOGC Clinical guidelines No 102 May 2001.

35. Gamze C, Çigdem S, Senol K, Filiz A. Evaluation of the length of the cervix by transvaginal and transabdominal ultrasonography in the second trimester. J Obstet Gynecol India Vol. 55, No. 4 : July/August 2005.

36. Kore SJ 1, Parikh MP 2, Lakhotia S 2, Kulkarni V 3, Ambiye VR. Prediction of risk of preterm delivery by cervical assessment by transvaginal ultrasonography . J Obstet Gynecol India Vol. 59, No. 2 : March/April 2009.

37. Palacio M, Sanin-blair J, S’Anchez M, Crispi F, G’omez O, Carreras E, Coll O, Cararach V, Gratac E . The use of a variable cut-off value of cervical length in women admitted for preterm labor before and after 32 weeks. Ultrasound Obstet Gynecol 2007; 29: 421– 426

38. Vogel I, Thorsen P, Curry A, Sandager P, Uldbjerg N. Biomarkers for the prediction of preterm delivery. Acta Obstet Gynecol Scand 2005; 84: 516–525.

39. Corabian P. The Actim Partus versus The TLIiq System as a Rapid Response Test to Aid in Diagnosing Preterm Labor in Symptomatic Woman. Institute of Health Economics Alberta Canada. 2008

40. Berghella V, Hayes E, Visintine J, Baxter JK Fetal fibronectin testing for reducing the risk of preterm birth (Review).The Cochrane Collaboration. 2008.p 3 – 6.

(43)

41. Joffe GM, Jacques D, Bemis-Heys R, Burton R, Skram B, Shelburne P. Impact of the fetal fibronectin assay on admission for preterm labor. Am J Obstet Gynecol 1999;180:581-6.

42. Kekki M. Prediction and prevention of spontaneous preterm birth and peripartum infection by screening for cervical insulin-like growth factor-binding protein-1 and bacterial vaginosis in pregnancy. Disertasi. University of Helsinki Finland. September 2002.

43. Akercan F, Cirpan T, Kazandi M, Terek MC, Mgoyi L, Ozkinay E. The value of the insulin-like growth factor binding protein-1 in the cervical-vaginal secretion detected by immunochromatographic dipstick test in the prediction of delivery in women with clinically unconfirmed preterm premature rupture of membrane. European Journal of Obstetrics and Gynecology and Reproductive Biology Vol 121. 2005. p 159-63.

44. Russel RB, Green NS, Steiner CA, Howse JL, Poschman K, Dias T, et al. Cost of hospitalization for preterm and low birth weight infant in United States. Pediatrics Vol 120 No 1. Juli 2007

45. Kangaroo Mother Care. Diunduh dari http://www.bndes.gov.br/english/ studies/KangarooMother.pdf. 2008.

46. Mangham LJ, Petrou S, Doyle LW, Draper ES, Marlow N. The cost of preterm birth throughout childhood in England and Wales. Pediatrics. 2009; Vol 123 No 2. p e312-27. 47. Institute of Medicine. Preterm birth: causes, consequences, and prevention. National

Academy of Sciences.Washington DC: National Academic Press: Washington DC. 2007. 48. Petrou S, Henderson J, Bracewell M, Hockley C, Wolke D, Marlow N. Pushing the boundaries of viability: the economic impact of extreme preterm birth. Early Human Development (2006) 82, 77—84.

(44)

49. Iams JD, Romero R, Culhane JF, Goldenberg RL. Primary, secondary, and tertiary interventions to reduce the morbidity and mortality of preterm birth.Lancet 2008;341:164-75.

50. Gilbert WM, Nesbitt TS, Danielsen B. The cost of prematurity: quantification by gestational age and birth weight. Obstet Gynecol 2003;102:488 –92.

Gambar

Tabel 1 Skor Bishop
Gambar 1 Pengukuran serviks dengan teknik USG transvaginal     Sumber : Novaes et al 2007
Gambar 2 Contoh funneling serviks.
Tabel 2  Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif fibronektin fetal  dalam memprediksikan persalinan preterm 7 hari setelah pemeriksaan dan sebelum  usia 37 minggu
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Metode apa yang digunakan dalam mencatat investasi pada Anak Perusahaan dalam laporan keuangan

Bila sinyal AC yang kecil digandengkan pada basis melelui kapasitor maka sinyal ini akan menghasilkan ayunan-ayunan pada arus kolektor dengan dengan bentuk

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan prediksi mekanisme reaksi, senyawa 1,5- bis -(4'-triflorometilfenil)-pentan-3-on (THC7) 8 dapat disintesis dari starting

Tujuan dari perancangan proyek akhir ini adalah merancang sebuah kampanye sosial yang dapat memberikan pemahaman dan edukasi mengenai kesulitan makan pada anak yang

Berdasarkan contoh di atas makna harf jar ila / / adalah kesudahan yang berkaitan dengan diri orang, Karena dhamir /ka/ yang terdapat pada kata menunjukkan makna kata

Penggunaan Finite State Machine sebagai pemodelan dari karakter musuh mejadikan game ini menarik untuk dimainkan karena kemampuan musuh di setiap state untuk mencari,

Studi penelitian ini diberi judul “ Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank ter- hadap Pertumbuhan Laba pada Peru- sahaan Sektor Perbankan,” Penelitian ini merupakan replikasi dari

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul