• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi telinga

Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam (Dhingra, 2007).

2.1.1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna) dan liang telinga (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada 1/3 bagian luar, sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Satu pertiga bagian liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut, namun pada 2/3 bagian dalam hanya di jumpai sedikit kelenjar serumen (Dhingra, 2007).

2.1.2. Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari gendang telinga (membrane tympanic), tulang pendengaran (malleus, incus, stapes) dan tuba eustachius. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila di lihat dari arah liang telinga, mempunyai ukuran panjang vertical rata-rata 9-10 mm, diameter 8-9 mm dan tebalnya kira-kira 0,1 mm. Bagian atas di sebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah di sebut pars tensa. Pars flaksida hanya berpalis dua, yaitu bagian luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam (Dhingra, 2007).

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan dengan Prosesus longus malleus yang melekat pada membran timpani, malleus melekat

(2)

pada incus dan incus melekat pada stapes. Stapes terletak pada sisi cochlea yang bersifat oval (Dhingra, 2007).

Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Tuba eustachius terdiri dari tulang pada1/3 bagian luar dan tulang rawan pada 2/3 ke arah nasofaring. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm (Dhingra, 2007).

2.1.3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari semicircular canalis dan rumah siput (cochlea). Semicircular canalis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Cochlea melengkung seperti cangkang siput, pada irisan melintang cochlea tampak vestibuli di sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perlimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli di sebut membrani vestibuli, sedangkan dasar skala media adalah membran basalis, pada membrani ini terletak organ corti (Dhingra, 2007).

2.2. Fungsi Telinga

Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran dan keseimbangan. Gelombang suara dikumpulkan oleh telinga luar dan di salurkan ke lubang telinga dan menuju gendang telinga. Gendang telinga bergetar untuk merespons gelombang suara, getaran ini mengakibatkan tiga tulang pendengaran (ossicle) di telinga tengah bergerak. Secara mekanis geteran dari gendang telinga ini akan disalurkan, menuju cairan yang berada di rumah siput (cochlea). Getaran yang sampai di cochlea ini akan menghasilkan gelombang, sehingga rambut sel yang ada di cochlea akan bergerak. Gerakan ini mengubah energi mekanik menjadi energi elektrik ke saraf pendengaran (auditory nerve) dan menuju ke pusat pendengaran di otak. Pusat ini akan menerjemahkan energi tersebut menjadi suara yang dapat di kenal oleh otak. Dalam fungsi keseimbangan, rangsangan di

(3)

transmisikan sepanjang serat saraf nervus cranialis kedelapan (auditorius) pars vestibularis ke otak tengah, medulla oblongata, cerebelum dan medulla spinalis. Rangsangan ini memulai perubahan refleks pada otot-otot leher, mata, badan dan ekstremitas untuk mempertahankan keseimbangan, postur, serta mata dapat difiksasi pada objek yang bergerak (Dhingra, 2007).

2.3. Otitis Media Supuratif Kronik 2.3.1. Definisi

Otitis media merupakan suatu keadaan inflamasi pada telinga tengah dan rongga mastoid tanpa melihat pada etiologi atau patogenesis. Ada tidaknya efusi telinga tengah dan lamanya efusi akan membantu dalam mendefinisikan prosesnya. Efusi bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka waktunya di bagi atas akut (0-3 minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12 minggu). OMSK di cirikan dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui membran timpani yang perforasi ataupun tympanostomy tuba yang tidak respon dengan terapi medikamen. Otitis media supuratif kronik adalah suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (Kenna dan Latz, 2006).

2.3.2. Epidemiologi

Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain di sebabkan kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygine dan nutrisi yang jelek. Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling banyak di Negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0,9% dan di Israel hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggeris kurang dari 1% (Lasminingrum L, 2000).

(4)

2.3.3. Etiologi

Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang di jumpai pada anak dengan cleftpalate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik.

Penyebab OMSK antara lain:

a) Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi, tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet dan tempat tinggal yang padat (Kumar, 1996).

b) Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder (Kumar, 1996).

c) Otitis media sebelumnya

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis (Kumar, 1996).

(5)

d) Infeksi

Bakteri yang di isolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisma yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif dan beberapa organisma lainnya (Kumar, 1996).

e) Infeksi saluran nafas atas

Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang menghubungkan antara hidung dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga (Kumar, 1996).

f) Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis (Kumar, 1996).

g) Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi (Kumar, 1996).

h) Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal (Kumar, 1996).

(6)

2.3.4. Klasifikasi

Secara klinis OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu: tipe tubotimpanal (tipe mukosa = tipe benigna) dan tipe atikoantral (tipe tulang = tipe maligna). Penyakit tubotimpanal ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dengan gejala klinik yang bervariasi dari luas serta tingkat keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dengan anaerob luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous (Dhingra, 2007).

Secara klinis penyakit tipe tubotimpanal terbagi atas: penyakit aktif dan tidak aktif. Pada yang aktif terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba Eutachius atau setelah berenang, kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai muko purulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada parstensa. Jarang di temukan polip yang besar pada liang telinga luar. Sedangkan yang tidak aktif, pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinnitus atau suatu rasa penuh dalam telinga (Dhingra, 2007).

Pada tipe antikoantral ditemukan adanya kolesteatom yang berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega dan berwarna putih. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu: kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat (Mills, 1997).

Kolesteatom didapat terbagi atas primary acquired cholesteatoma dimana kolesteatom terjadi pada daerah atik atau parsflaksida, dan secondary acquired cholesteatoma yang berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis, biasanya bagian postero superior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian postero superior (Meyer, 2006).

(7)

2.3.5. Patogenesis

Patogenesis OMSK benigna terjadi karena proses patologi telinga tengah, pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba, maka disebut juga sebagai penyakit tubotimpanal. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang di mulai setelah dewasa (Helmi, 2005). Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan (Djaafar, 2007). Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadilah proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap didalam kantong mukosa telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat, adekuat dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal (Helmi, 2005).

Pada primary acquired cholesteatoma tidak ditemukan riwayat penyakit otitis media atau perforasi membran timpani sebelumnya. Kolesteatom ini timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Dhingra, 2007 dan Djaafar, 2007).

Pada secondary acquired cholesteatoma, kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Dhingra, 2007 dan Djaafar, 2007).

2.3.6. Gejala Klinis

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen (kental dan putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus di hasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai

(8)

reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi, keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak di jumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih dan mengkilat. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis (Kerschner, 2007).

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus di interpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramenrotundum) atau fistellabirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea (Kerschner, 2007).

(9)

3. Perforasi

Pada yang jinak biasanya sentral, bisa di anterior, posterior atau inferior dari malleus dan pada yang ganas di daerah postero superior (Dhingra, 2007). Tala (2010) di Medan mendapatkan 36 telinga perforasi total, perforasi sentral sebanyak 26 telinga, perforasi subtotal dan posterosuperior masing-masing 1 telinga. Ologe dan Nwawolo mendapatkan 6% siswa SD negeri di desa dengan OMSK yang ditandai dengan perforasi persisten membran timpani lebih dari 3 bulan (Ologe dan Nwawolo, 2003).

4. Mukosa kavum timpani

Tampak pada perforasi membran timpani yang besar. Secara normal warnanya merah muda, saat terjadi inflamasi warnanya menjadi merah, udem dan lunak dan kadang-kadang tampak granulasi (Dhingra, 2007).

5. Otalgia (nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis (Helmi, 1990).

6. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo sering kali merupakan tanda telah terjadinya fistellabirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang

(10)

akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum (Helmi, 1990).

2.3.7. Diagnosa

Untuk melengkapi pemeriksaan dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut:

1) Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya di dapati tuli konduktif. Tapi dapat pula di jumpai adanya tuli sensotineural beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara di telinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstrarotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, berat dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik). Skala ISO mengklasifikasikan ketulian menjadi beberapa derajat (berdasarkan batas ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri), yaitu :

Normal : 0 dB sampai 25 dB Tuli ringan : 26 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 60 dB Tuli berat : 61 dB sampai 90 dB Tuli sangat berat : lebih dari 90 dB

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat

(11)

di perkirakan dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu:

• Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB.

• Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila di sertai perforasi.

• Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

• Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimana pun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur (Boesoirie, 2007).

2) Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas di bandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit di bandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:

a) Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan segmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral (Johnson, 2003).

b) Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga

(12)

dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur (Johnson, 2003).

c) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom (Johnson, 2003).

d) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanal semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid (Johnson, 2003).

3) Bakteriologi

Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang di temukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering di jumpai pada OMSK adalah Pseudomonasaeruginosa, Stafilokokusaureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokuspneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lainyang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius influenza, tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi (Ballenger JJ, 1997).

(13)

2.3.8. Komplikasi

Komplikasi OMSK terbagi dua, yaitu komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) dan komplikasi ekstratemporal. Komplikasi intratemporal terdiri dari parese n.fasial dan labirinitis. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis. Pada OMSK ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial (Kenna dan Latz, 2006).

2.3.9. Penatalaksanaan

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini di sebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu :

a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga berhubungan dengan dunia luar.

b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinusparanasal. c. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga

mastoid.

d. Gizi dan higien yang kurang.

Prinsip penatalaksanaan OMSK dapat dibagi atas penatalaksanaan medis dan bedah. Penatalaksanaan medis adalah aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret, dan terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal (Mills, 1997).

Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah operasi mastoidektomi, yang terdiri dari mastoidektomi sederhana yang bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid dan mastoidektomi radikal yang bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah di mana rongga mastoid telinga tengah dan liang telinga luar di gabungkan

(14)

menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah. Untuk kasus-kasus yang akan di lakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti (Johnson, 2003).

Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotik dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin) sebelum hasil tes resistensi di terima. Pada infeksi yang di curigai karena penyebabnya telah

resisten terhadap ampisilin dapat di berikan amoxisilin asam klavulanat (Djaafar etal, 2007).

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah di observasi selama 2 bulan, maka idealnya di lakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran tympani yang perforasi dan mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada atau infeksi yang berulang, maka sumber infeksi itu harus di obati terlebih dahulu mungkin juga perlu melakukan pembedahan misalnya adenoid ektomi dan tonsilektomi (Djaafaretal, 2007).

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan yaitu mastoidektomi, apabila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan apabila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi. Jenis pembedahan pada OMSK antara lain: mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, dan pendekatan ganda timpanoplasti (Djaafar etal, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Untuk Bisnis B2 Diaz Haryo Kusumo, SE, M.Sc... Supriyanto,

Fakultas Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nobel Indonesia, 2019, hlm 3.. penelitian menyimpulkan bahwa fasilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Mengisi form gudang untuk bahan hasil dalam negeri seperti gambar dibawah ini:... mengupload dokumen data gudang untuk hasil produksi seperti pada gambar

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Usaha budidaya cabai rawit yang di lakukan secara kerjasama

Kemudian sistem akan mencari “wakil berita” yang menjadi ciri khas untuk kategori tersebut dengan menghitung nilai tengah (center) dari vektor berita dalam

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transaksional dengan komitmen organisasi. Semakin positif persepsi terhadap

Pada tahun 2020 Kota Makassar telah berusia 413 tahun sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000 yang menetapkan hari jadi Kota Makassar tanggal 9 Nopember

dengan model Double Seasonal ARIMA dalam memodelkan pemakaian listrik di Pulau Batam, dilihat dari nilai AIC, MSE dan MAPE.. (1983), “The Estimation and