• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERI DAN METODE Status Penelitian Tempat dan Waktu Materi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MATERI DAN METODE Status Penelitian Tempat dan Waktu Materi Penelitian"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Status Penelitian

Penelitian ini merupakan tahap tiga dari dua tahap penelitian sebelumnya. Penelitian tahap pertama adalah penelitian penginduksian monyet obes menggunakan pakan diabetogenik selama satu tahun. Penelitian tahap kedua adalah pembuktian efek nikotin cair dosis rendah terhadap obesitas monyet dan risiko aterosklerosis berdasarkan konsentrasi kolesterol dan LDL-C. Penelitian tahap tiga ini diarahkan untuk membuktikan efek nikotin dalam mekanisme hambat aterosklerosis tingkat seluler pada arteri koroner jantung, yang didukung dengan evaluasi terhadap keberadaan HDL pada jaringan hati dan aorta. Sejalan dengan itu keandalan monyet obes sebagai hewan model aterosklerosis juga dievaluasi.

Tempat dan Waktu

Penelitian tahap tiga ini dilakukan dalam dua waktu periode kegiatan. Kegiatan pertama adalah intervensi asupan nikotin cair dosis rendah pada monyet obes selama 4 bulan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2009. Kegiatan ini dilakukan di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), LPPM IPB-Bogor dan PT IndoAnilab Bogor. Kegiatan kedua adalah penyeleksian monyet obes kontrol berdasarkan profil IMT, dilanjutkan dengan kegiatan nekropsi dan kegiatan evaluasi menggunakan teknik histologi dan imunohistokimia yang dikerjakan selama tiga bulan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Kegiatan ini dilakukan di Pusat Studi Satwa Primata, LPPM IPB-Bogor, PT Wanara SatwaLoka Bogor, dan Laboratorium Patologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Materi Penelitian

Materi utama penelitian ini adalah jaringan jantung, aorta, dan hati dari monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa umur 6-8 tahun, bobot badan 4.2kg-6.4kg sebanyak 9 ekor. Monyet dikelompokkan sebagai monyet obes tanpa intervensi nikotin (TN, n=4) dan monyet obes dengan intervensi

(2)

nikotin (DN, n=5). Semua monyet memiliki indeks massa tubuh (IMT) (kg/m2) dengan kategori obesitas dari 23.04 sampai dengan 34.57.

Pembentukan monyet obes dilakukan dengan pemberian pakan obesitogenik dengan nilai energi sebesar 4000 Kal/g selama 12 bulan, kebutuhan energi 72-120Kal/kg/hari (NCR 2003). Setelah itu, dilanjutkan dengan penambahan asupan nikotin cair dosis rendah (0.5mg/ml) selama 3 bulan dengan cara mencampurkan dalam pakan 0.50-0.75 mg/kg bobot badan/hari.

Monyet obes kontrol tanpa intervensi nikotin diperoleh dari hasil seleksi populasi monyet yang dikandangkan individu di Unit Penangkaran PSSP LPPM IPB. Seleksi dilakukan berdasarkan bobot badan dan IMT, sehingga masuk pada kategori obes.

Kerangka dasar perancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Mattjik & Sumertajaya 2002) dengan menggunakan model statistika sebagai berikut.

Y

ij

= μ + τ

j

+ ε

ij dengan : i = 1,2

j = 1,2, ...ji

μ = rataan umum dari pengamatan τj = efek perlakuan ke-j

τ1 = kontrol (tanpa nikotin)

τ2 = perlakuan (dengan nikotin)

εij = galat percobaan

Pelaksanaan Penelitian

Pemeliharaan Monyet

Prosedur pengandangan, perlakuan, dan tindakan nekropsi untuk monyet obes yang mendapat intervensi nikotin disetujui oleh Komisi Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Coba dari PT IndoAnilab nomor protokol 01-1A-IACUC-09 (Lampiran 1). Adapun prosedur pada monyet obes kontrol mengikuti protokol pemeliharaan monyet dalam kandang individu di Unit Penangkaran PSSP LPPM IPB. Penimbangan, pengukuran indeks massa tubuh, dan nekropsi pada kedua

(3)

kelompok monyet dilakukan dengan prosedur yang sama dan dilakukan oleh dokter hewan dan petugas yang sama.

Pembiusan

Setiap prosedur yang berhubungan dengan penanganan hewan dilakukan terhadap monyet dalam keadaan terbius menggunakan Ketamin HCl 10mg/kgBB secara intra muskular. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT) (kg/m2), dilakukan dengan menimbang bobot badan dan tinggi duduk monyet dengan rumus bobot badan (kg) dibagi tinggi duduk dikuadratkan (m)2 (Kaufman et al. 2007).

Nekropsi dan Perfusi

Nekropsi diawali dengan pembiusan menggunakan Ketamin HCl 10mg/kg bobot badan secara intra muskular dilanjutkan dengan eutanasi menggunakan Pentobarbital 30mg/kg bobot badan intra vena. Perfusi dilakukan dengan menusukkan jarum 18G pada jantung dan drainase pada Vena abdominalis, diawali dengan cairan NaCl fisiologis dan dilanjutkan dengan cairan formaldehida 4%. Prosedur nekropsi selanjutnya disajikan pada Lampiran 2. Setelah itu, jantung secara terpisah dari organ lainnya diperfusi kembali melalui aorta menggunakan cairan formaldehida 4% bertekanan 100mmHg selama 1 jam. Setelah selesai, jaringan dikoleksi dalam cairan paraformaldehida 4% selama 3 (tiga) hari, kemudian disimpan dalam alkohol 70% sebagai stopping point sampai proses selanjutnya. Jaringan hati juga mengalami prosedur yang sama. Jaringan aorta yang menjadi materi penelitian ini menempel pada organ jantung.

Penanganan Jaringan

Jaringan hati yang sudah difiksasi dengan pengawet paraformaldehid 4% dan alkohol 70% disiapkan menjadi preparat histologi dengan mengambil jaringan hati yang berdekatan dengan kantung empedu dengan ukuran 1.0x1.0cm2. Jaringan aorta diperoleh dengan memotong melintang aorta asending yang berdekatan dengan jantung. Arteri koroner jantung Left Arterial Decending (LAD), Left Circumflex (LCX), dan Right Coronary Accending (RCA) berikut jaringan di sekelilingnya dipisahkan dari organ jantung, kemudian dipotong

(4)

menjadi 3 potongan melintang berdasarkan lokasi proksimal, medial, dan distal secara proporsional dengan ukuran 1.0x0.5cm2. Teknik penyiapan arteri koroner ini merujuk pada prosedur yang dilakukan di Primate Research Center

Departement of Camparative Medicine Bowman Gray School of Medicine Wake Forest University NC USA (Lampiran 3).

Pemrosesan Jaringan

Potongan jaringan tersebut di atas dikemas dalam kaset untuk pembuatan parafin blok dengan mengikuti prosedur Tissue Processing Laboratorium Patologi PSSP LPPM IPB (Lampiran 4).

Pembuatan Slide Histologis

Pembuatan slide histologis, pewarnaan umum Hematoxilin & Eosin (HE) dan pewarnaan khusus Verhoeff Van Gieson (VVG) berturut-turut mengikuti protokol Laboratorium Patologi PSSP LPPM IPB (Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7). Kegiatan ini menghasilkan 81 slide histologis arteri koroner jantung LAD, LCX, dan RCA potongan proksimal, medial, dan distal untuk diwarnai dengan HE dan VVG, serta 9 slide histologis jaringan hati dan 9 slide histologis potongan aorta untuk diwarnai dengan HE dan imunohistokimia HDL.

Teknik Imunohistokimia.

Pengamatan terhadap keberadaan HDL pada jaringan hati dan aorta dilakukan dengan metode imunohistokimia. Langkah metode ini dimulai dengan proses penghilangan parafin, sediaan diblok (endogenous peroxidase) dengan 0.3% hidrogen peroksida (H202) dalam methanol selama 15 menit. Setelah

pencucian selama 30 menit, sediaan kembali dicuci dengan PBS dan diinkubasi dengan antibodi primer (HDL antibody, human, US Biological) terhadap HDL-2, HDL3 dan ApoA-1 pada suhu 4oC selama 24 jam dalam humidity chamber. Tahap selanjutnya adalah inkubasi sediaan masing-masing dengan imunoglobulin kelinci yang telah dibiotinilasi, kemudian dengan antibodi berlabel enzim peroksidase (ABC kit), masing-masing selama 30 menit. Reaksi komplemen yang terjadi divisualisasikan dengan pemberian 3.3 diaminobenzidine (DAB)-H2O2. Sediaan

(5)

kemudian di counter-stain dengan hemaktosilin Mayer selama 1-2 detik lalu didehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat, dijernihkan dengan silol, dan ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan dilakukan untuk menentukan secara kualitatif lokasi, distribusi, frekuensi, dan relatif sel-sel yang imunoreaktif terhadap keberadaan HDL. Variasi penerapan prosedur teknik imunohistokimia lebih lanjut disajikan pada Lampiran 8 dan dilakukan dengan konsultasi dengan Bagian Patologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB.

Analisis Penelitian

Evaluasi Formasi Lesi Aterosklerosis

Evaluasi formasi tingkat keparahan lesi aterosklerosis dilakukan dengan menerapkan grading aterosklerosis menurut American Heart Association (Stary et

al. 1995). Komunikasi pribadi dengan pihak Primate Research Center, Departement of Camparative Medicine Bowman Gray School of Medicine, Wake Forest University NC USA diperoleh gambaran bahwa lesi aterosklerosis koroner

pada manusia dan pada monyet ekor panjang dapat dianalogikan. Pada saat penelitian ini dilakukan, pihak mereka juga sedang melakukan evaluasi lesi aterosklerosis pada monyet sebagaimana grading yang disarankan Stary et al. (1995).

Pada prinsipnya grading lesi aterosklerosis ini dilakukan dengan melihat formasi deposit lesi aterosklerosis secara umum (Stary et al. 1995). Pertama dilakukan dengan melihat bentuk formasi lesi apakah bersifat sentris atau konsentris. Kedua dilakukan dengan memperkirakan ketebalan lesi aterosklerosis pada tunika intima secara kualitatif. Ketiga dilakukan dengan melihat komponen seluler pada tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia. Komponen seluler ini meliputi respons aterosklerosis yang dilakukan oleh sel-sel otot polos maupun sel-sel peradangan, banyaknya sel-sel busa, banyaknya ekstra dan intraseluler lipid, serta banyaknya komplikasi yang muncul, seperti adanya nekrosis, kalsifikasi, trombosis, dan perdarahan.

Selain memperkirakan ketebalan tunika intima secara kualitatif, dalam penelitian ini dilakukan pengukuran ketebalan tunika intima (KI), ketebalan

(6)

tunika media (KM), ketebalan dinding arteri (KI+KM) secara kuantitatif untuk dihitung rasio intima/media ataupun rasio intima/dinding arteri (Pasterkamp et al. 1999). Pengukuran ini dibantu dengan Nikon-DS Camera Head

DSFi1/DS-5M/DS/-2Mv/DS-2MBW Instruction version 3.2.

Evaluasi Seluler Lesi Aterosklerosis Koroner

Evaluasi seluler lesi aterosklerosis koroner dilakukan dengan melihat (a) kondisi sel-sel peradangan, (b) kondisi endotelium, (c) kondisi sel-sel otot polos, dan (d) perubahan-perubahan histopatologis lainnya berikut keterkaitan antar kondisi a, b dan c. Evaluasi ini dilakukan terhadap 81 slide histologis arteri koroner jantung LAD, LCX, dan RCA potongan proksimal, medial, dan distal monyet obes baik dengan intervensi nikotin maupun tanpa intervensi nikotin.

Kondisi sel peradangan. Evaluasi kondisi sel-sel peradangan dilakukan

dengan melihat keberadaan dan penyebaran sel-sel peradangan pada tunika intima (TI), tunika media (TM), dan tunika adventisia (TA) dengan kriteria meliputi: terlihat banyak (3), terlihat cukup banyak (2), jarang terlihat (1), dan tidak terlihat (0). Selain itu, untuk melihat adanya indikasi regresi aterosklerosis dilakukan pengamatan terhadap adanya proses regenerasi tunika intima dan sitolisis/emigrasi makrofag dan sel-sel busa (Williams et al. 2008). Penilaian yang diberikan adalah (1) jika terdapat kejadian regenerasi dan sitolisis, dan (0) jika tidak terdapat kejadian regresi dan sitolisis.

Kondisi endotelium. Evaluasi terhadap kondisi lapisan endotelium

dilakukan dengan melihat adanya kesan penebalan endotelium (T) atau tidak (N) yang posisinya berada pada tunika intima dan berbatasan dengan lumen arteri dengan pembesaran 10x100. Dalam mengevaluasi kondisi endotelium ini diperlukan kehati-hatian, utamanya untuk mengantisipasi perubahan patologis yang semu dikarenakan masalah teknis, baik pada saat perfusi jantung, pemotongan jaringan, maupun pada saat pewarnaan.

Kondisi sel-sel otot polos. Evaluasi terhadap kondisi sel sel otot polos

dilakukan dengan melihat tingkat aktivitas proliferasi. Untuk memudahkan pembedaan morfologi dan pola perilaku sel-sel otot polos dilakukan dengan berkonsultasi dengan patologist.

(7)

Evaluasi Keberadaan HDL pada Jaringan Hati dan Aorta

Evaluasi keberadaan HDL pada jaringan hati dan aorta dilakukan dengan menentukan secara kualitatif lokasi, distribusi, dan frekuensi dan relatif sel-sel yang imunoreaktif terhadap keberadaan HDL. Sel-sel yang imunoreaktif tersebut memendarkan warna coklat yang lebih pekat daripada sel sel yang di dalamnya tidak terdapat HDL.

Pengolahan Data dan Penyajian Informasi

Penyajian hasil evaluasi formasi lesi aterosklerosis. Hasil evaluasi

terhadap formasi lesi aterosklerosis koroner disajikan pada tabel yang barisnya terdiri dari perlakuan dengan nikotin dan tanpa nikotin, sedangkan kolomnya terdiri dari tiga tempat potongan arteri koroner LAD, LCX dan RCA. Dalam hal ini peubah yang diamati adalah tipe keparahan lesi aterosklerosis menurut grading

American Heart Association (Stary et al. 1995)

Penyajian hasil evaluasi seluler lesi aterosklerosis. Hasil evaluasi

terhadap seluler lesi aterosklerosis koroner disajikan pada tabel yang barisnya terdiri dari perlakuan dengan nikotin dan tanpa nikotin, sedangkan kolomnya terdiri dari kriteria yang diamati pada arteri koroner LAD, LCX, dan RCA. Kriteria yang diamati adalah kondisi sel-sel peradangan, kondisi endotel, dan kondisi sel-sel otot polos.

Penyajian hasil evaluasi keberadaan HDL. Hasil evaluasi terhadap

keberadaan HDL pada jaringan hati dan aorta disajikan dengan membandingkan gambar hasil staining imunohistokimia dua monyet yang mendapat intervensi nikotin dan dua monyet yang tidak mendapat intervensi nikotin. Pembandingan

staining dilakukan dengan membandingkan kepekatan warna.

Analisis korelasi. Untuk mengetahui keeratan hubungan linier antara

tingkat obesitas dengan hasil evaluasi formasi lesi aterosklerosis atau dengan hasil evaluasi seluler lesi aterosklerosis dilakukan analisis korelasi (Saefuddin et al. 2009). Pada analisis korelasi ini dilakukan penghitungan koefisien korelasi antara peubah IMT dengan peubah rasio intima terhadap ketebalan dinding arteri (tingkat keparahan lesi aterosklerosis).

(8)

Koefisien kolerasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien kolerasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar dua peubah (Mattjik & Sumertajaya 2002).

Koefisien kolerasi Pearson ini sering dinotasikan dengan r dan nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1 ≤ r ≤ 1), nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier.Koefisien korelasi antara peubah X dan Y dapat dirumuskan sebagai berikut (Saefuddin et al. 2009).

Keterangan:

= rataan x = pengamatan ke-i peubah x

= rataan y = pengamatan ke-i peubah y

= banyaknya pengamatan

Peubah tipe lesi aterosklerosis (X) dan peubah kondisi peradangan sel (Y) merupakan peubah yang berskala ordinal. Dengan demikian untuk mengetahui adanya hubungan antara dua peubah tersebut dilakukan dengan uji koefisien korelasi peringkat Spearman. Hipotesis yang digunakan ialah H0: X dan Y bebas,

lawan H1: X dan Y berhubungan positif atau H1: X dan Y berhubungan negatif

(Wayne 1978). Uji koefisien korelasi peringkat Spearman juga dilakukan terhadap koefisien korelasi Spearman bagi hubungan antara peubah IMT(X) dan peubah tipe lesi aterosklerosis (Y).

Jika hasil pengamatan nilai-nilai X maupun Y memiliki angka yang sama maka koefisien korelasi Spearman yang digunakan ialah (Wayne 1978):

Jika tidak, rumus koefisien korelasi Spearman adalah sebagai berikut ,

(9)

dengan : = peringkat peubah X, pengamatan ke-i = peringkat peubah Y, pengamatan ke-i n = banyaknya pengamatan

Penyusunan Konstruksi Efek Nikotin dalam Mekanisme Aterosklerosis

Penyusunan konstruksi efek nikotin dalam mekanisme hambat aterosklerosis merupakan keluaran yang diharapkan dalam penelitian ini. Teknik penyusunan tersebut dilakukan dengan menyajikan beberapa temuan yang dikonfirmasi dengan hasil studi pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Polemik yang terjadi pada penetapan uang kuliah tunggal memberikan dampak yang sangat signifikan diantaranya adalah masalah klasifikasi dari sistem uang kuliah tunggal

Pengambilan variabel kewirausahaan yang terdiri dari visi, perencanaan, peluang dan mengambil resiko dianggap lebih berpotensi dalam menentukan keberhasilan usaha pada

Limbah pemanenan kayu adalah pohon atau bagian pohon yang tertinggal dan belum dimanfaatkan di areal tebangan yang berasal dari pohon yang ditebang dan pohon-pohon lain

Pendaftar merupakan pengguna eksternal yang terlibat dalam proses penyeleksian peserta didik baru. Pendaftar perlu melakukan daftar ulang apabila pendaftar telah diseleksi

Disfungsi ereksi merupakan salah satu gangguan fungsi seksual, yang diartikan sebagai ketidakmampuan yang menetap seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan

1) Pembuatan model (modelling), pembuatan objek-objek yang akan dibuat animasi nantinya dengan menggunakan bentuk dasar seperti bola (sphere), kubus (cube), dll.. 3)

Salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan pendidikan tinggi akuntansi adalah sikap dan mental mahasiswa dalam Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan

Jamaah tabligh adalah sekumpulan orang yang berdakwah hingga meninggalkan kenikmatan pasilitas kehidupan dan anak istrinya disaat melaksanakan program khuruj.Dalam