• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN INKLUSI DI SMK NEGERI 4 PADANG ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN INKLUSI DI SMK NEGERI 4 PADANG ARTIKEL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK

BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN INKLUSI

DI SMK NEGERI 4 PADANG

ARTIKEL

Oleh:

GUSMIZA NURLELY

NPM: 10060209

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

(2)

1

FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK

BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN INKLUSI

DI SMK NEGERI 4 PADANG

Oleh:

Gusmiza Nurlely

Ahmad Zaini

Fuaddillah Putra

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This research is motivated their learners with special needs who have difficulty in learning. This study aimed to describe the factors that cause learning difficulties of students with special needs in inclusive education at SMK Negeri 4 Padang in terms of: 1) cognitive, 2) affective, 3) psychomotor aspects. This research was conducted with a qualitative descriptive approach. The informants are two key informants that learners with special needs while additional informants consisted of two teachers. This research instrument interview guidelines. Analysis of the data in the form of data reduction, data presentation and conclusion. Results of the study revealed that the factors causing learning difficulties of students with special needs in terms of: 1) cognitive, learners with special needs or mention the trouble to translate what has been heard with your own words. 2) the affective aspects, attitudes of learners with special needs to receive / pay attention to the material taught by the teacher. 3) psychomotor aspects, learners with special needs have difficulty in saying the words clearly and difficult to listen to teachers' subject matter presented.

Keywords: Learning disabilities, students with special needs

PENDAHULUAN

Peningkatan sumber daya manusia merupakan suatu syarat mencapai tujuan pembangunan.Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan pendidikan.Pendidikan adalah

kegiatan kehidupan manusia untuk

mengembangkan potensi dalam mencapai perwujudan manusia seutuhnya.

Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1 dinyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dalam dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Kustawan (2013:1) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik (termasuk

peserta didik berkebutuhan khusus) secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan tersebut diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,

dan kemajemukan bangsa, serta

diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan salah satuwadah yang berperan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia, serta upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam pencapaian kesejahteraan umum dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali. Pendidikan juga diselenggarakan dengan mempertimbangkan aspek kemauan dan pengembangan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung penyelenggaraan sistem

(3)

2

pendidikan untuk semua (pendidikan inklusi) termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.

Perkembangan pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus, berdasarkan UU No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan pada bab IV Pasal 5 Ayat 2 bahwa”Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial berhak mendapatkan pendidikan khusus”, hal inilah yang melatarbelakangi adanya pendidikan inklusi di Indonesia.

Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama dengan anak normal untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa didalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak

dapat dipisahkan sebagai suatu

komunitas.Namun, masih adanya

penyelenggaraan pendidikan dengan cara memisahkan antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal pada sistem sekolah khusus dan sekolah reguler, kebijakan ini dipandang sebagai salah satu sifat deskriminatif yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan hak azasi manusia.

Manusia adalah makhluk yang belajar, oleh karena itu belajar selalu ada dalam

kehidupannya. Marliany (2010:195)

mendefinisikan “Belajar sebagai perubahan yang relatif permanen pada perilaku yang terjadi akibat latihan, dan perubahan perilaku yang terjadi karena bukan latihan, atau pengkondisian sementarasuatu organisme (seperti kelelahan atau akibat obat) tidak dimasukkan”. Sementara Syah (2012:87) juga mengemukakan “Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.

Berangkat dari pendapat tersebut dapat disimpulkan belajar adalah proses perubahan tingkahlaku individu dari yang tidak baik menjadi baik, sehingga menghasilkan sebuah perubahan baru yang positif, yang dapat merubah pandangan seseorang terhadap individu tersebut. Belajar merupakan unsur yang berproses dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan, misalnya jika seseorang belajar maka ia akan mengalami proses yang akan membentuk orang tersebut dari tidak bisa menjadi bisa, belum lancar menjadi lancar dan amatiran menjadi mahir. Belajar merupakan suatu proses yang akan merubah seseorang atau individu menjadi seorang pribadi yang lebih bermanfaat dan dapat berguna bagi individu lainnya, begitu

juga dengan peserta didik berkebutuhan khusus.

Peserta didik berkebutuhan khusus tidak secepat peserta didik normal lainnya dalam menerima pelajaran, tidak bisa mengontrol waktu belajarnya, peserta didik berkebutuhan khusus juga memiliki hambatan/ kendala untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan dan kurangnya semangat peserta didik berkebutuhan khusus dalam belajar serta peserta didik berkebutuhan khusus tidak percaya diri dan pendiam di kelas maupun dalam bergaul dengan

teman-temannya kemudian peserta didik

berkebutuhan khusus merasa tidak dianggap dalam kelompok serta kurangnya motivasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus dalam belajar.

Pada saat proses belajar mengajar berlangsung,pendidik atau guru mata pelajaran tentunya mengharapkan peserta didik berkebutuhan khusus bisa menguasai ilmu yang disampaikan.Peserta didik berkebutuhan khusus tidakhanya menguasai ilmu tersebut tetapi juga bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini juga bertujuan agar peserta didik berkebutuhan khusus saat ujian bisa percaya diri menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam lembaran jawaban. Jika hal tersebut sudah terlaksana, maka peserta didik berkebutuhan khusus bisa memperoleh nilai sesuai dengan apa yang diharapkan dan guru mata pelajaranpun akan dengan mudah mengukur

tingkat kemampuan peserta didik

berkebutuhan khusus dalam pemahaman materi pelajaran saat proses belajar mengajar berlangsung.

Setiap peserta didik berkebutuhan khusus pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan.Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa peserta didik berkebutuhan khusus itu memiliki perbedaan

dalam hal kemampuan intelektual,

kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang peserta didik normal dengan peserta didik berkebutuhan khusus.

Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah pada umumnya hanya ditujukan kepada para peserta didik normal, sehingga peserta didik berkebutuhan khusus menjadi terabaikan. Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang

(4)

3

sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa peserta didik normal saja, tetapi juga dialami oleh peserta didik berkebutuhan khusus.

Menurut Mulyadi (2010:6) “Pada umumya kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat sosiologis, psikologis, ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya.

Menurut Dalyono (2010:229) kesulitan belajar sebagai “Suatu keadaan yang dirasakan peserta didik, dimana peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, jadi kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang dialami peserta didik tidak mampu belajar secara wajar yang disebabkan karena adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan belajar lainnya”. Sementara Mulyadi (2010:6) berpendapat bahwa, pada umumya kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasinya.

Berangkat dari pendapat-pendapat tersebut, kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang dialami oleh peserta didik dalam proses belajar yang ditandai dengan ketidakmampuan mereka dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan yangbersumber dari banyak faktor yang bersifat intern ataupun ekstern.

Kustawan (2013:70) mendefinisikan beberapa kesulitan belajar anak berkebutuhan khusus adalah:

1. Permasalahan belajar berkenaan dengan media atau alat bantu yang dibutuhkannya.

2. Permasalahan belajar juga berkenaan dengan pemilihan materi yang sesuai.

3. Kesulitan buku sumber atau bahan

ajar yang sesuai dengan

kebutuhannya.

4. Kesulitan dengan cara membagi waktu belajar.

5. Kesulitan dalam mempersiapkan ujian.

6. Kesulitan dalam belajar mandiri atau belajar sendiri.

7. Kesulitan dalam pengerjaan tugas mandiri tidak berstruktur.

8. Kesulitan dalam belajar kelompok.

9. Kesulitan dalam menerima

pelajaran di sekolah.

10. Kesulitan dalam menyusun catatan pelajaran.

Berangkat dari teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus adalah suatu kondisi atau keadaan yang dialami oleh peserta didik berkebutuhan khusus, yang dapat menghambat aktifitas belajar mereka yang menyebabkan terjadinya kesulitan dalam penerimaan materi pelajaran.Kesulitan-kesulitan belajar tersebut terjadi dalam berbagai bentuk ataupun kondisi yang disebabkan oleh berbagai faktor yang melatarbelakanginya.

Menurut Syah (2012:184), secara garis besar faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus terdiri atas dua macam, yaitu:

1. Faktor intern peserta didik, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri peserta didik sendiri. Faktor ini meliputi:

a. Bersifat kognitif, seperti rendahnya kapasitas intelektual peserta didik.

b. Bersifat afektif, seperti sikap peserta didik.

c. Bersifat psikomotor, seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan, pendengaran dan fisik peserta didik.

2. Faktor ekstern, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri peserta didik. Faktor ini meliputi:

a. Lingkungan keluarga,

contohnya ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu.

b. Lingkungan perkampungan atau masyarakat, contohnya wilayah perkampungan yang kumuh dan teman sepermainan yang nakal. c. Lingkungan sekolah, contohnya

kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan

(5)

4

fasilitas sekolah yang tidak mendukung.

Kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah inklusijuga merupakan kegiatan untuk membantu peserta didik berkebutuhan khusus dalam upaya menemukan konsep diri, memfasilitasi penyesuaian diri terhadap hambatannya, mengkoordinasikan dengan ahli lain, melakukan konseling terhadap keluarganya, membantu perkembangan anak berkebutuhan khusus agar berkembang efektif, memiliki keterampilan hidup mandiri, dan mengembangkan hobi, serta mengembangkan keterampilan sosial dan personal.

Untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua warga negara tanpa perbedaan dalam rangka memenuhi hak belajar setiap warga negara, pada tahun 2009 jurusan PLB UNP bekerja sama dengan SMK Negeri 4 Padang untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus pada tingkatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada tahun 2014 jumlah anak berkebutuhan khusus di SMK Negeri 4 Padang berjumlah 19 orang. SMK Negeri 4 Padang merupakan salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusi yang cukup dikenal di kotaPadang. Selama proses pembelajaran di SMK Negeri 4 Padang, pengelompokkan peserta didik dilakukan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang mereka miliki, begitu juga dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus diberikan kebebasan untuk bersosialisasi dengan siapa saja, baik itu teman sebaya, guru, ataupun staf pengajar lainnya yang ada di lingkungan sekolah.

SMK Negeri 4 Padang berhasil mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus mengikuti Ujian Nasional dengan peserta didik normal lainnya. Ujian Nasional peserta didik berkebutuhan khusus sama dengan peserta didik normal lainnya, kecuali pada peserta didik tuna rungu soal ujian bahasa inggris (listening) diganti dengan ujian tulisan karena peserta didik tuna rungu mengalami gangguan pendengaran sehingga peserta didik tuna runggu tidak dapat mendengarkan ujian (listening) dengan baik. Namun demikian berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan di SMK Negeri 4 Padang ternyata peserta didik berkebutuhan khusus mempunyai hambatan dalam belajar.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan guru mata pelajaran di SMK Negeri 4 Padang pada tanggal 20 Maret 2015 terungkap bahwa “Adanya kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik berkebutuhan

khusus terkait dengan proses komunikasi saat belajar di kelas”.Selanjutnya Penulis melakukan wawancara dengan seorang guru BK di SMK Negeri 4 Padang pada tanggal 20 Maret 2015 dari hasil wawancara terungkap bahwa peserta didik berkebutuhan khusus dalam belajar lebih lambat dibandingkan dengan peserta didik normal lainnya, terutama pada peserta didik tuna daksa, peserta didik berkebutuhan khusus diberikan pelayanan khusus oleh guru mata pelajaran, guru BK serta pihak sekolah yang lainnya. Peserta didik berkebutuhan khusus juga belum maksimal mendapatkan layanan bimbingan dan konseling, peserta didik berkebutuhan khusus kesulitan dalam memahami materi pelajaran,

kurang bersemangat dalam proses

pembelajaran, kesulitan dalam penggunaan buku sumber/bahan ajar, tidak konsentrasi dalam belajar, dikucilkan dalam kelompok teman sebaya, terkendala dalam membuat catatan pelajaran dan mengalami kendala dalam mempersiapkan diri untuk ujian.

Pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh peserta didik yang berkebutuhan khusus atau berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh peserta didik yang berkemampuan tinggi. Selain itu kesulitan juga dialami oleh peserta didik yang berkemampuan rata-rata disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik sesuai dengan harapan. Namun peneliti lebih memfokuskan penelitian kepada faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik abnormal atau peserta didik yang berkebutuhan khusus.Dasar inilah yang dijadikan landasan bagi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul:

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

PesertaDidikBerkebutuhanKhusus pada

Pendidikan Inklusi di SMKNegeri 4 Padang. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini sebagai berikut:

1. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus dilihat dari aspek kognitif.

2. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus dilihat dari aspek afektif.

3. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus dilihat dari aspek psikomotor.

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan “Apa saja faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus pada pendidikan inklusi di SMK Negeri 4 Padang?”

(6)

5

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus dilihat dari aspek kognitif.

2. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus dilihat dari aspek afektif.

3. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus dilihat dari aspek psikomotor.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Moleong (2010:6) penelitian kualitatif adalah “Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.

Informan dalam penelitian ini ditentukan setelah peneliti menetapkan informan kunci (key informants) dan selanjutnya dari informan kunci ditetapkan informan berikutnya. Informan dalam penelitian ini adalah dua orang peserta didik berkebutuhan khusus. Peneliti juga menggunakan informan tambahan yaitu satu orang guru bidang studi, dan satu orang guru BK.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa wawancara. Menjamin keabsahan data dan kepercayaan data penelitian yang peneliti peroleh dapat dilakukan dengan cara, yaitu; 1) kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3) dapat dipercaya (depenability). Data ini diuji dengan melakukan triangulasi dan mengadakan membercheck, setelah itu dianalisis dengan 3 tahap; 1) reduksi data (data reduction), 2) penyajian data (data display), dan 3) penarikan kesimpulan (verification).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Terkait dengan Aspek Kognitif

Perkembangan kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga hambatan

pada bahasa akan menghambat

perkembangan intelegensi anak tunarungu. Cruickshank yang dikutip oleh Somantri (2005:97) mengemukakan bahwa anak-anak tunarungu sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang tampak terbelakang. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami anak tetapi juga tergantung pada potensi kecerdasan yang dimiliki, rangsangan mental, serta dorongan dari lingkungan luar yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kecerdasan itu.

Dengan demikian, hambatan

intelektual yang rendah anak tunarungu bukanlah suatu penyebab kerendahan tingkat intelegensinya, melainkan karena tidak mendapat kesempatan untuk

mengembangkan intelegensinya.

Pemberian bimbingan yang teratur terutama dalam kecakapan berbahasa akan dapat membantu perkembangan intelegensi anak tunarungu. Anak tunarungu terhambat perkembangannya yang bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian menghubungkan, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian. Sementara aspek intelegensi yang bersumber dari penglihatan dan yang berupa motorik tidak banyak mengalami hambatan tetapi justru berkembang lebih cepat.

2. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Terkait dengan Aspek Afektif

Kepribadian pada dasarnya

merupakan keseluruhan sifat dan sikap pada seseorang yang menentukan cara-cara yang unik dalam penyesuaiannya dengan lingkungan. (Somantri, 2005:99).

Untuk mengetahui keadaan

kepribadian anak tunarungu, kita perlu perhatikan bagaimana penyesuaian diri mereka. Hubungan antara anak dan orang

tua terutama ibu menentukan

perkembangan kepribadiannya. Lebih-lebih pada masa awal perkembangannya. Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsangan pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktepatan emosi, dan keterbatasan intelegensi dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya. Sikap peserta didik berkebutuhan khusus dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap

(7)

6

pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

Menurut pendapat peneliti bahwa peserta didik berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam belajar bukan hanya pada aspek afektif saja seperti labilnya emosi dan sikap tetapi juga bisa disebabkan oleh munculnya kelainan perilaku yang dialami peserta didik saat berada di dalam kelas.

3. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Terkait dengan Aspek Psikomotor

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, diperoleh informasi bahwa pada umumnnya peserta didik berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam belajar berkenaan dengan aspek psikomotor yaitu seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemapuan fungsi gerak tubuh dan ekspresi verbal maupun non verbal. Sesuai pendapat Syah

(2012:218), mengemukakan bahwa

kesulitan belajar yang terkait dengan aspek psikomotor adalah: a. Keterampilan bergerak dan bertindak: Kecakapan mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya. b. Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal: (1) Kefasihan melafalkan/ mengucapkan (2) Kecakapan membuat mimik dan gerakan jasmani.

Selanjutnya Syah (2012:184), mengemukakan bahwa “Kesulitan belajar peserta didik biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku peserta didik seperti berteriak-teriak di dalam kelas, mengusir teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah”.

Menurut pendapat peneliti bahwa peserta didik berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam belajar bukan hanya pada aspek psikomotor saja seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran tetapi juga bisa disebabkan oleh munculnya kelainan perilaku yang dialami peserta didik saat berada di dalam kelas.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pada bulan Februari 2016

tentangFaktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus pada pendidikan inklusi di SMK Negeri 4 Padang, dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus terkait dengan aspek kognitif seperti rendahnya kapasitas

intelektual peserta didik dan

perkembangan kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi olehperkembangan bahasa, sehingga hambatan pada bahasa

akan menghambat perkembangan

intelegensi anak tunarungu.

2. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus terkait dengan aspek afektif seperti sikap dan nilai. Oleh karena itu, tuntutan akan kemampuan guru untuk memilih dan memilah metode, yang sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran merupakan harapan akan keberhasilan pencapaian prestasi belajar siswa dalam pelajaran.

3. Faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus terkait dengan aspek psikomotor seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan, pendengaran dan fisik peserta didik.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait, sebagai berikut: 1. Peserta didik tunarungu, diharapkan untuk

lebih percaya diri dan mengolah diri dengan kekurangan yang dimilikinya sehingga lingkunganpun memudahkan peserta didik dalam berkomunikasi.

2. Guru pendamping, sebagai guru

pendamping lebih mengenal lagi

bagaimana watak peserta didik

penyandang tunarungu dan lebih memahami kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh peserta didik tuna rungu. 3. Guru Bimbingan dan Konseling, sebagai

guru BK tidak harus menunggu peserta didik untuk mengungkapkan kesulitan yang dialaminya, guru BK juga harus lebih memberikan perhatian kepadanya agar peserta didik tersebut bisa lebih terbuka

dengan guru BK dengan tidak

membedakan peserta didik lainnya. 4. Teman peserta didik tunarungu, sebagai

teman harusnya memberikan ruang untuk

peserta didik tunarungu dalam

menonjolkan dirinya dan tidak

membedakan teman dengan kekurangan yang dimilikinya.

(8)

7

5. Orang tua peserta didik tunarungu, lebih memperhatikan pola kehidupan yang dimiliki oleh peserta didik tunarungu dan lingkungan seperti apa yang harusnya dimiliki oleh peserta didik.

6. Peneliti selanjutnya, diharapkan bisa melakukan penelitian lanjutan bagaimana factor penyebab kesulitan belajar peserta didik berkebutuhan khusus.

KEPUSTAKAAN

Dalyono, M. (2010). Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Kustawan, Dedy. 2013. Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: PT. Luxima Metro Media.

Marliany, Rosleny. 2010. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.

Moleong, J., Lexi. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Mulyadi. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar (Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus). Yogyakarta: Nuha Litera.

Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil yang diperoleh, mulai dari penanganan pasca panen beras hitam, dan pola rantai pasokan yang dilakukan petani beras hitam sangat mempengaruhi hasil dan

[r]

Pilot pesawat yang sedang terbang dengan ketinggian 350 m melihat sebuah kapal nelayan yang sedang berlayar.. Apabila sudut depresi pilot terhadap kapal sebesar 30 0

Pejabat Pengadaan pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi

10 Dimana pada kandungan asap rokok seperti tar dan bahan karsinogenik lainnya yang diduga sebagai pemicu proses awal terjadinya karies pada gigi memiliki kandungan yang

data reduction pada kuesioner pola penggunaan facebook dan teknik scale reliability analyze pada kuesioner prilaku sosial (keterampilan sosial) maka yang menjadi standar

Perbedaan Self-Esteem Proses Penuaan Pada Lansia Pria Dan Wanita Terhadap Citra Tubuh Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak4.

Implementasi Metode Latihan KEterampilan/Drill pada Pembelajaran Keterampilan Vokasional Otomotif untuk Siswa Difabel(Tunarungu) di SMALB. Universitas Pendidikan Indonesia |