BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Usia Lanjut
1. Pengertian Usia Lanjut
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Adapun menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat ada 4 tahapan mengenai batasan umur yaitu, usia pertengahan (middle age) usia antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) usia antara 75-90 tahun, sedangkan usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun. Sehingga dapat di simpulkan bahwa di sebut lanjut usia adalah seseorang yang telah berumur 65 tahun keatas (Mubarak, 2006).
Batasan umur lanjut usia di Indonesia adalah 60 tahun keatas, hal ini di pertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahterahan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008).
2. Proses Menua
Menurut Constantindes dalam Nugroho, (2008) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi, aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti strok, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (Martono & Darmojo, 2004).
Menurut Stanley dan Patricia (2002) beberapa teori tentang penuaan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu:
a. Teori Biologis, yaitu teori yang mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.
1). Teori Genetika
Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode etik. Penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar di wariskan yang berjalan dari waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya.
2). Teori dipakai dan rusak
Teori ini terjadi karena kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada teori ini juga dapat terjadinya peningkatan jumlah kolagen dalam tubuh lansia, tidak adanya perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi (Maryam, 2008). Sedangkan menurut Leuckenotte (2000), menjelaskan bahwa teori
ini pada dasarnya mencerminkan keyakinan bahwa organ-organ dan jaringan memiliki jumlah energi yang tersedia dan pada akhirnya energi itu diberikan untuk di keluarkan.
3). Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya, karsinogen dari industri cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.
4). Teori Imunitas
Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bartamdah tua,pertahanan mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun tubuh.
5). Teori Neuroendokrin
Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal seperti yang telah terjadi pad struktur dan sel.
b. Teori psikologis, teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan prilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Perubahan sosiolgis dikombinasikan dengan perubahan psikologis.
1). Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam tahun-tahun akhir kehidupannya dan telah merangsang penelitian yang pantas di pertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia.
2). Teori Tugas perkembangan
Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang di jalani dengan integritas. Dengan kondisi tidak adanya pencapaian pada perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan denagn rasa penyesalan atau putus asa.
3). Teori Disengagement (Teori Pembebasan)
Yaitu suatu proses yang menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Seperti kemiskinan yang diderita oleh lansia dan menurunnya derajat kesehatan yang mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
4). Teori Aktifitas
Lawan langsung dari teori pembebasan adalah teori aktifitas penuaan, yang berpandapat bahwa jalan menuju panuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.
5). Teori Kontinuitas
Teori ini juga dikenal dengan teori perkembangan. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai
dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap penuaan.
3. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Persepsi kesehatan dapat menentukan kualitas hidup. Pemahaman persepsi lansia tentang status kesehatan esensial untuk pengkajian yang akurat dan untuk pengembangan intervensi yang relevan secara klinis. Konsep lansia tentang kesehatan umumnya bergantung pada persepsi pribadi terhadap kemampuan fungsional. Karna itu, lansia yang terlibat dalam aktifitas kehidupan sehari-hari biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan mereka yang aktifitasnya terbatas karena kerusakan fisik, emosional atau sosial mungkin merasa dirinya sakit (Potter, 2005).
Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia, perubahan fisiologis umum yang diantisipasi pada lansia. Perubahan fisiologis ini bukan proses patologi. Perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan bergantung keadaan dalam kehidupan.
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan medik. Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat pada perubahan badan menjadi bungkuk, tulang menjadi keropos, masa dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut, dinding pembuluh darah menebal dan menjadi tekanan darah tinggi otot jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi, terutama pada wanita, otak
menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu menurun.
Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia adalah :
a. Perubahan fisik 1) Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi :
Terjadinya penurunan jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2) Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi :
Berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarapan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitive terhadap sentuan.
3) Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi :
Terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kta,
50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
4) Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi :
Timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama.
Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
5) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi :
Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi :
Pada pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering ditemui antara lain temperature suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik kurang lebih 35oC, ini akan mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7) Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi :
Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring pertambahan usia.
8) Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi :
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
9). Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, darah masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun.
Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi urine pada pria.
10). Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi:
Produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic
rate), dan daya pertukaran zat menurun, Produksi aldosteron menurun,
Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testoteron menurun.
11). Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi :
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi, Timbul bercak pigmentasi, Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, Berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, Kuku jari menjadi keras dan rapuh, Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
12). Sistem musculoskeletal
Perubahan pada sistem musculoskeletal meliputi :
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan manjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.
Semua perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
Sedangkan perubahan yang terjadi pada sistem neurologis lansia menurut Darmojo, (2004) yaitu adanya perubahan dari sistem persarafan dapat dipicu oleh gangguan dari stimulasi dan inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Perubahan pada lansia dapat diasumsikan terjadi respon yang lambat yang dapat mengganggu dalam beraktivitas akan menurun disebabkan antara lain oleh motivasi, kesehatan, dan pengaruh dari lingkungan. Pada lansia yang mengalami kemunduran dalam kemampuan mempertahankan posisi mereka dan menghindari kemungkinan jatuh. Terdapat kemampuan untuk mempertahankan posisi dipengaruhi oleh tiga fungsi yaitu: Keseimbangan (Balance), Postur tubuh, Kemampuan berpindah. Adapun gangguan yang sering muncul pada lansia diantaranya dizziness, sinkop, hipotermi dan hipertermi, gangguan tidur, delirium, dan demensia, salah satu bentuk dari demensia pada lansia adalah alzheimers disease yang penyebabnya belum di ketahui.
Sedangkan menurut Kushariyadi (2010), perubahan yang terjadi pada sistem neurologis lansia adalah perubahan pada lansia dari cara bicara dan berkomunikasi, perubahan pada pola tidur lansia, perubahan status mental, perubahan status memori, perubahan kepribadian dan kehilangan keseimbangan (gangguan cara berjalan).
b. Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan
jangka panjang (berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup beberapa perubahan),dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan buruk). I.Q. (Intellegentian Quantion ) tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor (terjadinya perubahan pada daya membayangkan karena tekanan–teanan dari faktor waktu).
Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini disebabkan karena fungsi neuron di otak secara progresif. Kehilangan fungsi ini akibat menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut dan metabolisme di otak lambat. Selanjutnya sangat sedikit yang di ketahui tentang pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif pada lanjut usia. Perubahan kognitif yang di alami lanjut usia adalah demensia, dan delirium.
B. Faktor-Faktor Yang Dapat Menyebabkan Lansia Jatuh
Jatuh merupakan kejadian yang mempercepat patah tulang pada seseorang dengan kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density (BMD)) rendah. Jatuh dapat menyebabkan patah tulang seperti yang terjadi pada punggung, pergelangan tangan, pinggul, lengan bagian atas. Penyebab jatuh pada lansia dapat disebabkan oleh banyak faktor, sehingga strategi pencegahan harus meliputi berbagai komponen agar terpenuhi. Aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan atau kelas aerobik dapat meningkatkan masa tulang sehingga tulang lebih padat dan dapat menurunkan resiko terjadinya jatuh. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko jatuh untuk meminimalisir dampak dari jatuh yang terjadi (AGS et al.2001).
Untuk lebih dapat memahami faktor resiko jatuh maka harus dimengerti bahwa stabilitas itu di tentukan atau di bentuk oleh :
1. Sistem sensorik
Pada sistem ini yang berperan di dalamnya adalah penglihatan (visus) dan pendengaran. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Begitu pula semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
2. Sistem syaraf pusat (SSP)
Penyakit SSP seperti stroke dan parkinson hidrosefalus tekanan normal, sering di derita oleh lanjut usia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik (Tinetti, 1992).
3. Kognitif
Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko jatuh. Dengan adanya penurunan kemampuan kognitif,maka kewaspadaan, status mental, dan emosional akan menurun, sehingga akan mempengaruhi kesadaran, penilaian, gaya berjalan, keseimbangan, dan proses informasi yang diperlukan untuk berpindah atau mobilisasi secara aman.
4. Muskuloskeletal (Reuben, 1996; Tinetti 1992).
Faktor ini betul-betul berperan besar terjadinya jatuh terhadap lanjut usia (faktor milik usia lanjut) gangguan musculoskeletal menyababkan gangguan gaya berjalan dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisioligis, antara lain :
a. Kekakuan jaringan penghubung
Kekakuan jaringan penghubung merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkn kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk sampai berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan memberikan latihan untuk menjaga mobilitas.
b. Berkurangnya massa otot
Berkurangnya massa otot mengakibatkan jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis menetap. Oleh karena itu pada lansia seringkali terlihat kurus.
c. Perlambatan konduksi syaraf d. Penurunan visus/lapang pandang
Perubahan yang terjadi antara lain timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya, menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
Hal tersebut menyebabkan :
a. Penurunan range of motion (ROM) sendi
b. Penurunan kekuatan otot terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah
c. perpanjangan waktu reaksi
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek, penurunan irama dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
Secara singkat faktor resiko jatuh pada lansia di bagi dalam dua golongan besar menurut Kane dalam Nugroho, (2008) yaitu :
1). Faktor intrinsik (faktor dari dalam) 2). Faktor ekstrinsik (faktor dari luar)
Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik
Kondisi fisik dan Obat-obat yang diminum Neuropsikiatrik
FALLS
Penurunan virus dan (JATUH) Alat-alat bantu berjalan Pendengaran
Perubahan neuro muskuler Lingkungan yang tidak gaya berjalan dan reflek mendukung (berbahaya) postural karena proses menua
C. Penyebab-Penyebab Jatuh Pada Lansia
Faktor-faktor yang sulit di ketahui menurut Nugroho 2008, misalnya pengaruh makanan yang kurang. Jatuh sering membawa akibat lanjutan, misalnya timbul perubahan pada persendian alat gerak tubuh, terjadinya patah tulang dan infeksi kulit. Penyebab jatuh pada lanjut usia biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor atau multifaktor, antara lain karena :
1. Kecelakaan, merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia)
a. Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung
b. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada di dalam rumah tertabrak lalu jatuh.
2. Nyeri kepala dan atau vertigo 3. Hipotensi orthostatic
a. Hipovilemia/curah jantung rendah b. Disfungsi otonom
c. Penurunan kembalinya darah vena ke jantung d. Terlalu lama berbaring
e. Pengaruh obat-obatan hipotensi f. Hipotensi sesudah makan 4. Obat-obatan a. Diuretik/antihipertensi b. Antidepresan trisiklik c. Sedative d. Antipsikotik e. Obat-obatan hipoglikemi f. Alkohol
5. Proses penyakit yang spesifik Penyakit-penyakit akut seperti :
a. Kardiovaskuler, seperti : 1). Aritmia
2). Stenosis aorta 3). Sinkop sinus karotis b. Neurologi, seperti :
1). TIA
2). Serangan kejang 3). Parkinson
4). Kompresi syaraf spinal karena spondilosis 5). Penyakit serebelum
6. Idiopatik (tak jelas penyebabnya)
7. Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba a). Drop attack (serangan roboh)
b). Penurunan darah ke otak tiba-tiba c). Terbakar matahari
D. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Sering di Hubungkan Dengan Jatuhnya Lansia
Terdapat 3 faktor lingkungan yang dapat di hubungkan dengan terjadinya jatuh pada lansia, seperti :
1. Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di bawah
2. Tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok
3. Tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah di pegang, misalnya a. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun
b. Karpet yang tidak di lem dengan baik, keset yang tebal atau pinggirnya tertekuk dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah bergeser c. Lantai yang basah dan licin
e. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaanya (Nugroho, 2008).
E. Faktor-Faktor Situasional Yang Mungkin Mempresetasikan Jatuh, antara lain (Reuben, 1996; Campbell 1987) :
1. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali (5%), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin di sebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobil (jarang bergerak) ketika tiba-tiba ingin berpindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
2. Lingkungan
Sekitar 70% lansia yang jatuh terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak di banding saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung atau menabrak benda-benda perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau tidak rata, penerangan ruang yang kurang.
3. Penyakit akut
Dizziness dan sinkope sering menyebabkan lansia jatuh. Eksaserbasi akut dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan lansia jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba-tiba pada penderita penyakit jantung iskemik dan sebagainya.
F. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti : a. Perlukaan (injury)
1). Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa sobekan atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena
2). Patah tulang (fraktur) (a). Pelvis
(b). Femur (terutama kollum) (c). Humerus
(d). Lengan bawah (e). Tungkai bawah (f). kista
3). Hematom subdural b. Perawatan rumah sakit
1. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi) 2. Resiko penyakit-penyakit iatrogenic
c. Disabilitas
1. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik 2. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak
d. Resiko untuk di masukan dalam rumah perawatan (nursing home) e. Kematian (Kane, 1994).
G. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus di lakukan karena bila sudah terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : 1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu di lakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh, perlu di lakukan assesmen keadaan sensorik, neurologic, muskuloskeletal, dan penyakit sistemik yang sering mendasari atau menyebabkan jatuh.
Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya diganti dengan menggunakan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.
Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan penjelasan yang komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh akibat minum obat tertentu.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural
sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan (gait) juga harus dilakukan dengan cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
3. Mengatur atau mengatasi faktor situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut atau eksaserbasi akut, penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh (Reuben, 1996; Kane, 1992; Van-der-cammen, 1991).
H. Kerangka Teori
Gambar 2.2 kerangka teori
Sumber : Modifikasi (Kane, 1994 dikutip dari Darmojo, 2004) Usia Lanjut
Penurunan fungsi sistem tubuh
Faktor lingkungan penyebab jatuh : 1. Kondisi lantai 2. Kondisi penerangan 3. Keberadaan tangga di rumah 4. Penggunaan alat-alat rumah tangga
Perubahan fisik Perubahan mental Perubahan sosial
Sistem musculoskeletal
Penurunan kekuatan otot
I. Kerangka Konsep
Variabel independent Variabel dependent
Gambar 2.3 Kerangka konsep
J. Variable penelitian
1. Variable terikat merupakan variable yang di pengaruhi atau menjadi akibat dari variable bebas. Variable terikat (dependent) pada penelitian ini adalah resiko terjadinya jatuh pada lansia..
2. Variable bebas adalah variable yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variable terikat. Variable bebas (independent) pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang meliputi kondisi lantai, kondisi penerangan rumah, keberadaan tangga di rumah, penggunaan alat-alat rumah tangga.
a. Kondisi lantai b. Kondisi penerangan c. Keberadaan tangga d. Penggunaan alat-alat di
rumah
Resiko terjadinya jatuh pada lansia