• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

A. IDENTITAS DIRI 1. Pengertian Identitas Diri

Menurut Erikson (dalam Berk, 2007) identitas merupakan pencapaian besar dari kepribadian remaja dan merupakan suatu tahap yang penting agar individu dapat menjadi orang dewasa yang produktif dan bahagia. Identitas diri pada individu akan melibatkan penjelasan mengenai siapa diri individu, apa yang menjadi nilai individu, dan hal-hal yang dipilih individu tersebut untuk menjalani hidup. Identitas diri merupakan suatu konsep mengenai diri, pembuatan suatu tujuan, nilai, dan kepercayaan dimana untuk hal-hal tersebut individu memiliki komitmen.

Marcia (dalam Moshman, 2005) menyatakan bahwa identitas diri adalah suatu hal yang dimiliki secara kuat oleh individu, adanya kesadaran akan diri, dan pilihan-pilihan diri akan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, serta idiologi agama, dan politik. Identitas diri merupakan penggabungan dari keterampilan dan kepercayaan pada masa kanak-kanak, yang mengalami pengidentifikasian sehingga membuat keterampilan dan kepercayaan tersebut menjadi lebih jelas atau pada akhirnya tidak lagi digunakan, merupakan hal yang unik, serta merupakan hal yang membuat individu merasa memiliki kelanjutan dari masa lalunya dan memiliki pandangan untuk mencapai masa depannya.

(2)

Sementara itu Blasi dan Glodis (dalam Moshman, 2005) menyatakan identitas diri merupakan jawaban dari pertanyaan, “Siapakah saya?” yang terdiri dari pencapaian suatu kesatuan antara elemen-elemen masa lalu individu dan harapan di masa yang akan datang, yang menjadi dasar adanya perasaan berkesinambungan pada diri individu. Identitas diri terbentuk melalui penilaian individu terhadap dirinya yang didasarkan pada pertimbangan budaya, idiologi, dan harapan masyarakat serta adanya penilaian diri yang didasarkan pada persepsi orang lain.

Santrock (2007) menyatakan bahwa identitas diri merupakan identitas yang diawali pada masa kanak-kanak yang kemudian berlanjut di usia remaja yang ditandai dengan pertanyaan yang sering muncul, yaitu “Siapakah saya?”. Identitas di masa remaja banyak ditandai dengan upaya mencari keseimbangan antara kebutuhan untuk mandiri dan juga kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Hal yang paling sederhana yang dapat dilihat sebagai bentuk dari identitas diri adalah adanya komitmen individu dalam area tertentu seperti vokasional, sikap idiologis, dan orientasi seksual.

Pengertian lain mengenai identitas dikemukakan oleh Waterman (dalam Lefrancois, 1993)yang menyatakan identitas sebagai kemampuan individu untuk menggambarkan secara jelas mengenai dirinya yang mencakup gambaran mengenai tujuan, nilai, dan kepercayaan, dimana individu tersebut memiliki komitmen yang jelas. Komitmen tersebut berkembang sepanjang waktu dan dibuat karena adanya pandangan bahwa pemilihan tujuan, nilai, dan kepercayaan,

(3)

merupakan hal-hal yang dapat memberikan petunjuk, manfaat, dan makna dalam hidup.

Berdasarkan beberapa pengertian identitas diri yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah penghayatan yang berasal dari apa yang dipikirkan oleh individu mengenai siapa dirinya, adanya penentuan terhadap arah dan tujuan hidup, serta individu memiliki nilai-nilai yang diyakini, yang dapat dilihat berdasarkan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, dan idiologi; yang terbentuk dari pemikiran individu mengenai siapa dirinya dan harapan masyarakat terhadap dirinya.

2. Pembentukan Identitas Diri

Erikson (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa dalam tahap psikososial yang dialami oleh remaja, yaitu identity versus role confusion, remaja akan mengalami kondisi yang disebut sebagai krisis identitas, yaitu suatu periode dimana remaja mengalami masa-masa yang sulit ketika mencoba alternatif yang ada pada domain identitas sebelum remaja memutuskan untuk membuat nilai dan tujuan dalam hidupnya. Remaja melalui proses pencarian dari dalam diri, melakukan pencarian melalui karakteristik-karakteristik yang menggambarkan diri yang dimiliki saat remaja berada dimasa kanak-kanak dan mengkombinasikan hal tersebut dengan kapasitas dan komitmen yang dimiliki oleh remaja. Remaja akan menjadikan hal ini menjadi bagian inti dari dalam diri yang kemudian akan menghasilkan kematangan identitas diri.

(4)

Pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada atau tidaknya eksplorasi dan komitmen (Marcia, 1993). Eksplorasi adalah suatu periode dimana remaja akan secara aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil. Remaja akan melakukan eksplorasi dengan mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai domain dari identitas diri. Sementara komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih. Remaja yang memiliki komitmen akan menetapkan pilihannya, mempertahankan prinsipnya, kukuh dalam pendirian dan tidak bergeming terhadap hal-hal yang dapat membuat pendiriannya berubah.

Munculnya krisis dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat ketika individu berada di remaja akhir (Marcia, 1993). Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam teori perkembangan mengenai pembentukan identitas diri bahwa masa remaja awal dilihat sebagai masa perubahan dimana pemikiran-pemikiran, kondisi psikoseksual, dan pemenuhan fisiologis yang dimiliki individu sebelum memasuki usia remaja mengalami perubahan menjadi bentuk yang lebih dewasa. Masa remaja tengah dilihat sebagai periode terjadinya pembentukan kembali dimana pada usia ini individu mengalami pengaturan baru pada keahlian-keahlian yang lama dan yang baru dimiliki. Masa remaja akhir, yang dilihat sebagai usia yang bertolak belakang dengan usia remaja awal dan remaja tengah, merupakan usia terjadinya

(5)

penggabungan, yaitu usia dimana susunan identitas diri dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Oleh karena itu, masa remaja akhir merupakan periode dimana pada kebanyakan individu identitas diri sudah benar-benar terbentuk.

Interaksi dengan teman sebaya merupakan hal yang sangat penting di usia remaja yang dapat menolong remaja dalam memberikan gambaran mengenai pilihan-pilihan yang ada dan nilai-nilai yang dapat dimiliki oleh remaja yang akan membentuk identitas diri remaja tersebut (Berk, 2007). Interaksi dengan teman sebaya dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai hubungan dengan orang lain, seperti, apa nilai yang diyakini ketika bersahabat dengan orang lain dan ketika akan memilih pasangan hidup nantinya. Selain itu, teman sebaya juga dapat mempengaruhi remaja dalam hal pencarian informasi mengenai karir dan juga mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih karir.

Menurut Papalia (2008) interaksi dengan teman sebaya merupakan sumber dari adanya rasa kasih sayang, simpati dan saling memahami bagi remaja. Melalui interaksi dengan teman sebaya remaja dapat mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan moral, yaitu pengetahuan mengenai apa yang benar dan salah serta mempelajari nilai-nilai yang berkaitan dengan politik dan agama, seperti adanya keinginan untuk memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat, serta memilih keyakinan yang tepat bagi dirinya.

Interaksi remaja dengan teman sebaya juga dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai perasaan-perasaan seksual seperti gairah seksual dan perasaan tertarik, mengembangkan bentuk intimasi yang baru, serta mengatur

(6)

perilaku seksual sehingga remaja dapat menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan (Santrock, 2007). Kelompok teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk dapat membentuk hubungan yang dekat, yang dapat menjadi suatu proses pembelajaran bagi remaja untuk dapat menjalankan peran sebagai orang dewasa nantinya.

3. Status Identitas

Menurut Erikson (dalam Berk, 2007), pembentukan identitas diri dapat dilihat berdasarkan ada tidaknya eksplorasi dan komitmen dalam diri individu. Kombinasi dari ada tidaknya krisis dan komitmen menghasilkan beberapa status identitas yang dikemukan oleh Marcia (dalam Berk, 2007). Status identitas yang dimiliki individu dapat dilihat ketika individu berada pada remaja akhir yaitu usia 18-22 tahun (Honess & Yardley, 2005).

Marcia (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa terdapat empat jenis status identitas, yaitu:

1. Identity Diffusion

Diffusion merupakan status dimana individu tidak memiliki krisis dan komitmen. Individu pada status identitas ini tidak memiliki arahan yang jelas, dimana individu tidak memiliki keterikatan dengan nilai dan tujuan dan juga tidak secara aktif mencoba untuk menemukan nilai dan tujuan tersebut. Individu pada status identitas ini juga tidak pernah mencari alternatif-alternatif dan juga tidak pernah mendapatkan tugas-tugas yang terlalu berat dan berbahaya.

(7)

2. Identity Foreclosure

Foreclosure merupakan status dimana individu tidak memiliki krisis akan tetapi memiliki komitmen. Pada status identitas foreclosure individu telah memiliki komitmen terhadap nilai dan tujuan namun tanpa disertai adanya pencarian terhadap alternatif-alternatif yang ada. Individu yang berada pada status identitas foreclosure menerima identitas yang telah dipilihkan untuk individu oleh figur otoritas seperti orang tua, guru, pemimpin agama, atau pasangan individu tersebut.

3. Identity Moratorium

Moratorium merupakan status dimana individu memiliki krisis akan tetapi tidak memiliki komitmen. Pada status identitas moratorium individu berada pada proses pencarian dimana individu berusaha untuk mengumpulkan informasi dan mencoba berbagai aktivitas, dengan keinginan untuk mendapatkan nilai dan tujuan-tujuan yang akan mengarahkan kehidupan mereka. Namun pada status identitas ini individu belum membuat komitmen yang pasti dalam hidup.

4. Identity Achievement

Achivement merupakan status dimana individu memiliki krisis dan komitmen. Pada status identitas ini individu telah mencari alternatif, individu melakukan penyusunan pada pilihan diri terhadap nilai-nilai dan tujuan. Individu yang memiliki status identitas achievement merasa telah memiliki kesejahteraan secara psikologis, merasa memiliki persamaan yang

(8)

dimiliki sepanjang waktu, dan mengetahui kemana arah yang akan dituju nantinya.

4. Domain Identitas

Perkembangan identitas dapat terjadi dalam beberapa domain (Berk, 2007). Marcia (1993), menyatakan bahwa terdapat beberapa domain dalam identitas diri, dimana pencapaian domain tersebut meliputi tugas perkembangan pada masa remaja.

Menurut Erikson (dalam Cobb, 2007), domain identitas diri yang pada umumnya terdapat pada masa remaja adalah:

1. Pilihan Pekerjaan

Hal utama yang menjadi pertanyaan dalam domain ini adalah keputusan mengenai kehidupan kerja individu nantinya. Hal ini mencakup aktivitas-aktivitas yang akan dikerjakan untuk mendapatkan penghasilan, aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dalam keluarga dan orang tua, sebagai pekerja sukarela, atau aktivitas lain dimana individu menghabiskan waktunya. Akan tetapi pemilihan pekerjaan yang dilihat tidak semata-mata untuk tujuan keuangan, namun juga dapat berupa hal-hal yang dianggap menarik bagi individu untuk dikerjakan seperti penentuan pilihan terhadap karir dan juga jenis pendidikan yang diminati.

(9)

2. Kepercayaan Idiologis

Domain ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh individu dalam agama dan politik. Dalam agama berkaitan dengan seberapa jauh individu melakukan apa yang menjadi pandangannya secara subjektif mengenai agama yang diyakini, filosopi hidup yang dimiliki, serta tanggung jawab sosial dan etika. Dalam politik berkaitan dengan hubungan antara individu dan masyarakat dimana individu tersebut tinggal. Domain ini tidak hanya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pesta politik, tetapi juga berkaitan dengan masalah-masalah yang sedang terjadi di tengah masyarakat seperti pengetahuan tentang adanya kebijakan-kebijakan ekonomi, hal-hal yang berkaitan dengan masalah perlindungan lingkungan serta hal yang berkaitan dengan masalah hukum di tengah masyarakat.

3. Kepercayaan Hubungan Seksual Interpersonal

Domain ini mencakup hal yang berkaitan dengan peran gender yang menentukan seseorang disebut wanita atau pria dan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual. Kepercayaan akan peran gender mencakup hal yang berkaitan dengan pandangan individu mengenai apa yang dapat dilakukan oleh seorang wanita atau pria, dalam lingkungan yang seperti apa sebaiknya individu melakukan peran gendernya sebagai wanita atau pria, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan peran gender yang mempengaruhi individu dalam pemilihan pasangan. Hubungan seksual berkaitan dengan pandangan individu

(10)

mengenai orientasi seksual, pandangan individu mengenai hubungan dalam berpacaran dan hubungan seksual, dan juga pandangan individu mengenai hubungan seksual sebelum dan sesudah menikah.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Diri

Pembentukan identitas dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya (Weigert dalam Ristianti, 2009). Disamping itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan dan juga dalam diri individu akan sangat mempengaruhi pembentukan identitas dalam diri individu tersebut (Kunnen & Bosma dalam Berk, 2007).

Masa remaja merupakan periode dimana pembentukan identitas terjadi, dan menjadi lebih baik di sepanjang rentang kehidupan. Pembentukan identitas pada masa remaja merupakan awal dari pembentukan yang terjadi di sepanjang hidup, merupakan proses yang dinamis, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan diri dan lingkungan (Berk, 2007).

Menurut Berk (2007), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan identitas diri individu, yaitu:

1. Orang Tua

Ketika orang tua menyediakan dukungan emosional dan kebebasan bagi anak untuk menjelajahi lingkungannya, maka anak akan berkembang dengan memiliki pemahaman yang sehat mengenai siapa dirinya. Hal ini juga terjadi pada remaja dalam pencarian identitas yang sedang dilakukannya. Pembentukan identitas remaja akan berkembang

(11)

dengan semakin baik ketika remaja memiliki keluarga yang memberikan “rasa aman” dimana anak diijinkan untuk dapat melihat ke dunia luar yang lebih luas. Kelekatan anak dengan orang tua, pemberian kebebasan kepada anak untuk menyampaikan setiap pendapat yang ingin diberikan, dukungan dan kehangatan dari orang tua, serta adanya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan remaja akan mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja.

2. Interaksi dengan Teman Sebaya

Melalui interaksi dengan teman sebaya yang beragam, perolehan remaja mengenai ide dan nilai juga akan bertambah. Adanya dukungan secara emosi yang diperoleh dari teman dekat akan membuat remaja saling membantu satu sama lain dalam mencari pilihan-pilihan dan teman sebaya dapat menjadi model peran bagi remaja pada perkembangan identitas. Hubungan dengan teman sebaya akan membuat remaja belajar mengenai nilai yang mereka miliki dalam pertemanan, pilihan akan pasangan hidup nantinya, pencarian informasi mengenai karir, serta pemilihan remaja akan karir. Selain itu kelompok teman sebaya merupakan sumber bagi remaja untuk memperoleh pandangan mengenai kasih sayang, rasa simpati, pemahaman akan orang lain, mengetahui nilai-nilai moral, serta sebagai tempat bagi remaja untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa nantinya.

(12)

3. Sekolah dan Komunitas

Sekolah dan komunitas yang menawarkan kesempatan yang luas dan beragam dalam hal pencarian yang dilakukan oleh remaja juga mendukung perkembangan identitas. Sekolah dapat membantu remaja dalam penyediaan kelas yang memiliki tingkat pemikiran yang tinggi, kegiatan ekstrakulikuler yang membuat remaja memiliki tanggung jawab dalam peran yang diambilnya, tersedianya guru atau konselor yang dapat mengarahkan remaja pada pemilihan akan bidang-bidang yang diminatinya, seperti jurusan yang ingin diambilnya nantinya, serta tersedianya program-program pembelajaran yang dapat menjadi suatu sarana dimana remaja dapat memperoleh gambaran mengenai dunia pekerjaan yang sesungguhnya ketika remaja berada pada usia dewasa nantinya.

4. Kebudayaan

Budaya memiliki pengaruh besar dalam perkembangan identitas, dimana budaya dapat membentuk adanya self-continuity disamping perubahan diri yang terjadi. Perbedaan budaya yang terdapat dalam lingkungan individu akan mempengaruhi bagaimana individu memandang peran-peran yang mereka miliki dalam lingkungan masyarakat.

(13)

6. Perkembangan Pembentukan Identitas Diri Remaja

Di masa remaja awal, sebagian besar remaja memiliki status identitas diffusion, foreclosure, dan moratorium (Santrock, 2007). Seiring dengan pertambahan usia ketika memasuki remaja akhir, kebanyakan individu berada pada status identitas achievement. Menurut Berk (2007) beberapa remaja dapat mengalami hanya satu status identitas, namun terdapat juga remaja yang mengalami perubahan dari satu status identitas menjadi status identitas yang lain. Marcia (1993) membuat sebuah skema mengenai perubahan status identitas yang dapat terjadi. A A A M M M M F F F D D D D D

Figure 2.1. Sebuah model yang menunjukkan perkembangan identitas (D= status identitas diffusion; F= status identitas foreclosure; M= status identitas moratorium; A= status identitas achievement)

Individu yang berada pada status identitas diffusion dapat berubah ke status identitas moratorium jika individu tersebut mulai mencoba mencari tahu secara serius sejumlah alternatif yang dapat digunakannya sebagai pilihan-pilihan untuk membuat komitmen (D M), dapat berubah menjadi individu yang berada

(14)

pada status identitas foreclosure jika individu tersebut memiliki komitmen tanpa adanya pencarian pilihan-pilihan yang ada sebelum komitmen tersebut dibuat (D F), atau individu akan tetap berada pada status identitas tersebut jika individu tersebut tidak pernah berusaha untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan identitas (D D).

Individu yang berada pada status identitas foreclosure dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas moratorium jika individu tersebut mempertimbangkan kembali komitmen yang sebelumnya sudah diambil dan mencari berbagai pilihan baru yang dapat diambil (F M), dapat tetap berada pada status identitas foreclosure (F F), atau individu tersebut dapat mengalami kemunduran dengan berada pada status identitas diffusion jika komitmen yang sudah dimiliki individu tersebut tidak ada lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambilnya (F D).

Individu yang berada pada status identitas moratorium dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas achievement jika individu tersebut membuat komitmen dari pilihan-pilihan yang sudah dimilikinya (M A), atau dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas diffusion jika individu tersebut tidak lagi berusaha mencari tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambil untuk membuat komitmen (M D)

Individu yang berada pada status identitas achievement dapat tetap berada pada status identitas tersebut dimana individu tetap mempertahankan komitmen dan terus mencari tahu mengenai berbagai alternatif yang dapat diambilnya (A A), dapat berubah menjadi individu yang berada pada status

(15)

identitas moratorium dengan mempertimbangkan kembali komitmen yang sudah dimiliki dan mencari pilihan yang lain untuk mengganti komitmen tersebut (A M), atau dapat kembali ke status identitas diffusion jika komitmen awal yang sudah dibuat tidak dipertahankan lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu mengenai pilihan-pilihan lain yang dapat diambil (A D).

Kebanyakan remaja akan mengalami perubahan dari status identitas yang lebih rendah yaitu antara foreclosure atau diffusion menuju status identitas yang lebih tinggi yaitu moratorium atau achievement (Berk 2007). Menurut Archer (dalam Santrock, 2007) remaja yang mengembangkan identitas diri yang positif biasanya memiliki siklus perubahan status identitas dari moratorium-achievement-moratorium-achievement, dimana hal ini lebih menunjukkan adanya krisis yang terjadi pada masa remaja, bukan menunjukkan suatu penurunan perkembangan identitas. Siklus tersebut dapat terus berulang pada diri remaja seiring dengan adanya perubahan yang terjadi dalam pribadi remaja tersebut, pada lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial yang menuntut remaja untuk mengeksplorasi berbagai alternatif dan mengembangkan berbagai komitmen baru (Santrock, 2007). Menurut Berk (2007) terjadinya perubahan dalam diri individu atau pada lingkungan seperti adanya dukungan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, sekolah dan komunitas, serta budaya, dapat menjadi suatu peluang terjadinya pembentukan identitas pada diri remaja.

Menurut Monks (2002), norma-norma yang dimiliki dalam kelompok teman sebaya akan dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja. Pada masa remaja terdapat banyak hal yang dilakukan bersama dengan teman sebaya,

(16)

sehingga nilai-nilai yang dianggap benar dalam kelompok teman sebaya dapat mempengaruhi nilai yang dimiliki remaja. Hal tersebut akan mempengaruhi pandangan dan penilaian remaja mengenai suatu hal, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan identitas dirinya.

B. KECANDUAN INTERNET 1. Pengertian Kecanduan

Kecanduan dapat menjadi suatu masalah personal dan juga masalah sosial, dimana untuk masalah personal kecanduan dilihat sebagai suatu keberadaan yang dapat merugikan bagi individu yang memiliki kontrol dan motivasi yang kurang, dan untuk masalah sosial kecanduan dilihat sebagai kondisi yang dapat merusak lingkungan dan memperkecil kesempatan-kesempatan yang ada, yang dapat diambil oleh individu, pada lingkungan tersebut (Essau, 2008).

Carpenter (dalam Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan suatu kondisi dimana seseorang memerlukan suatu zat dengan tujuan untuk menghilangkan reaksi fisik dan psikologis yang muncul karena tidak adanya zat tersebut, dan biasanya melibatkan penyesuaian atau ketergantungan.

Menurut West (dalam Essau, 2008) kecanduan adalah suatu masalah yang terjadi dalam sistem motivasi seseorang yang melibatkan dorongan dan keinginan, perasaan akan kebutuhan, dan juga melibatkan pengertian seseorang terhadap identitasnya.

(17)

Menurut Sarafino (2006) kecanduan adalah kondisi yang di sebabkan oleh konsumsi zat-zat alami atau sintetik, dimana seseorang menjadi bergantung pada zat tersebut, baik secara fisik maupun secara psikologis. Ketergantungan fisik muncul ketika tubuh telah menyesuaikan diri pada suatu zat dan zat tersebut bergabung pada fungsi jaringan tubuh yang normal. Kecanduan psikologis adalah keadaan dimana individu merasa terpaksa menggunakan zat untuk memperoleh efek dari zat tersebut.

2. Pengertian Internet

Internet dideskripsikan sebagai sebuah jaringan dari jaringan-jaringan, yang menggabungkan komputer pemerintah, universitas dan pribadi bersama-sama dan menyediakan infrastruktur untuk penggunaan e-mail, bulletin, penerimaan file, dokumen hypertext, basis data hingga sumber-sumber komputer lainnya. Melalui jalur elektronik inilah kita dapat bertukar informasi dengan semua tempat yang ada di dunia (Srihartati, 2007).

Perkembangan internet dimulai pada tahun 1968, karena adanya kebutuhan di bidang militer, Amerika memulai rencana proyek jaringan (network) yang dinamakan the Advanced Research Project Agency Network (ARPANET). Proyek ini bertujuan menghubungkan beberapa pusat penelitian yang tersebar di berbagai tempat terpisah. Proyek ARPANET inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya internet. Tahun-tahun berikutnya internet terus mengalami perkembangan.

(18)

Jaringan komputer tersebut pada awalnya bertujuan memberikan pelayanan di lingkungan institusi pendidikan. Saat ini, internet benar-benar merupakan sistem komputer lintas batas, lintas negara dan lintas industri. Di seluruh dunia, ada lebih dari ratusan negara, ratusan juta pengguna yang terhubung lewat jaringan ini.

3. Aplikasi yang Terdapat dalam Internet

Beberapa aplikasi yang sering digunakan dalam internet adalah (Setiyo, 2006) :

1. Chatting

Chatting adalah aplikasi yang merupakan system komunikasi yang memungkinkan individu melakukan percakapan melalui internet dan dalam bentuk teks. Percakapan dapat dilakukan oleh banyak pihak, beberapa, puluhan, dan bahkan ratusan orang pada saat yang bersamaan di seluruh dunia. Dalam perkembangannya, chatting sudah tidak lagi hanya dalam bentuk teks, namun juga menggabungkan suara ataupun video dalam percakapannya.

2. Game Online

Game online adalah aplikasi yang merupakan layanan game (permainan) yang tersedia di komputer. Layanan ini dapat menghubungkan berbagai orang melalui internet dalam memainkan jenis permainan yang sama dan dalam waktu yang bersamaan. Permainan dapat menjadi ajang kompetisi dan strategi serta keterampilan dalam memenangkan sebuah permainan.

(19)

3. E-mail (Electronic Mail)

E-mail atau Electronic Mail merupakan aplikasi yang memungkinkan untuk mengirimkan surat berupa teks ketikan di komputer ke penerima di manapun di belahan dunia dalam waktu sangat singkat. Saat ini, selain teks, e-mail juga memungkinkan mengirimkan aneka bentuk lain seperti berbagai dokumen elektronik, gambar, suara, video, dan sebagainya sebagai lampiran dalam mengirimkan surat elektronik tersebut.

4. WWW (World Wide Web)

Aplikasi WWW merupakan aplikasi internet yang paling banyak digunakan sebagai aplikasi multimedia saat ini. Melalui WWW, dapat diakses baik informasi berupa teks, gambar, suara, bahkan streaming video. Aplikasi WWW atau website merupakan aplikasi yang paling digemari dan paling banyak digunakan saat ini.

5. Web Search

Aplikasi Web Search merupakan aplikasi internet yang memungkinkan untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai berbagai macam hal yang terdapat di internet.

4. Pengertian Kecanduan Internet

Menurut Young (dalam Essau, 2008), kecanduan internet memiliki pengertian yang sama dengan perilaku kecanduan yang lainnya, dimana didalamnya melibatkan perilaku yang kompulsif, kurangnya ketertarikan pada aktivitas lain, berhubungan dengan ketergantungan yang lain, dan adanya

(20)

symptom fisik dan mental yang muncul ketika perilaku tersebut berusaha dihentikan. Individu yang dinyatakan telah kecanduan terhadap internet adalah individu yang menghabiskan banyak waktunya dalam fungsi interaktif internet dan juga terlibat dalam berbagai forum yang tersedia dalam internet.

Ketergantungan terhadap internet merupakan kondisi yang menunjukkan munculnya masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga, lingkungan sosial, serta dalam kehidupan sekolah atau pekerjaan yang diakibatkan karena penggunaan internet. Individu yang mengalami kecanduan internet akan mengalami masalah yang signifikan dalam hidupnya seperti masalah dalam kesehatan, pekerjaan, masalah sosial, dan keuangan. Semakin interaktif fungsi internet yang dirasakan oleh individu maka semakin besar kecenderungan individu tersebut mengalami kecanduan.

Menurut Brenner (dalam Essau, 2008) individu dapat mengalami kecanduan ketika menghabiskan waktunya selama 19 jam per minggu, dimana dalam penggunaannya individu menunjukkan adanya keinginan untuk menambah waktu penggunaan internet, adanya ketidaknyamanan yang dirasakan ketika individu tersebut tidak menggunakan internet, dan adanya keinginan untuk secara terus-menerus menggunakan internet.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecanduan internet merupakan suatu kondisi ketergantungan yang dirasakan oleh individu sehingga menghabiskan banyak waktu menggunakan internet, minimal 3 jam per hari, dimana melibatkan perilaku yang berulang-ulang untuk menggunakan internet dan tidak tertarik untuk melakukan aktivitas lainnya, merasa bahwa dunia

(21)

maya di layar komputer lebih menarik dan munculnya perasaan yang tidak menyenangkan ketika individu berusaha untuk menghentikan tingkah laku tersebut.

5. Gejala Kecanduan Internet

Individu yang mengalami kecanduan internet dapat dilihat dari beberapa simptom yang muncul. Beberapa simptom tersebut seperti selalu membayangkan aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan dalam menggunakan internet, merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet sehingga waktu untuk menggunakan internet lebih panjang dari waktu yang sudah direncanakan, merasa tidak memiliki kontrol untuk menggunakan internet, merasa tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet, munculnya masalah-masalah dalam hubungan dengan orang lain, dalam pekerjaan, pendidikan atau karir, serta merasa adanya perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan cemas ketika tidak menggunakan internet (Young dalam Essau, 2008).

Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stefanescu et al (2007), remaja yang mengalami kecanduan internet akan merasa bahwa kepuasaan untuk menggunakan internet akan mereka peroleh ketika mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet. Ketika remaja yang mengalami kecanduan tidak dapat menggunakan internet, maka mereka akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku

(22)

kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet.

Tingkatan kecanduan terhadap internet juga beragam pada individu dan akan jelas terlihat dari pola perilaku yang muncul, yang dimulai dari rentang perilaku yang tidak biasa, kronis, dan tingkat perilaku yang terus-menerus dimiliki oleh individu tersebut. West (dalam Essau, 2008) menyatakan, terdapat tiga hal yang dapat menunjukkan tingkatan seseorang yang mengalami kecanduan, yaitu:

1. Adanya sesuatu yang tidak biasa yang dirasakan individu ketika individu tersebut tidak lagi menggunakan internet, seperti mengalami kecemasan jika tidak menggunakan internet

2. Adanya kebutuhan yang tidak biasa yang muncul karena ketergantungan terhadap penggunaan internet, seperti keinginan untuk menggunakan internet terus-menerus

3. Terjadinya sesuatu yang tidak biasa yang muncul dalam lingkungan sosial individu tersebut, seperti munculnya tekanan dari lingkungan atau larangan untuk tidak menggunakan internet pada individu

6. Komponen Kecanduan Internet

Menurut Griffiths (dalam Essau, 2008) terdapat beberapa komponen inti dari kecanduan internet, yaitu:

1. Salience

Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pemikiran,

(23)

perasaan (merasa sangat butuh), dan perilaku (kemunduran dalam perilaku sosial) individu. Individu akan selalu memikirkan tentang internet, meskipun sedang tidak menggunakan internet.

2. Mood modification

Hal ini merupakan pengalaman subjektif yang disebutkan sebagai suatu konsekuensi yang menyenangkan dari penggunaan internet, dan dapat dilihat sebagai suatu strategi coping dari masalah yang dimiliki oleh individu.

3. Tolerance

Hal ini berarti individu akan meningkatkan jumlah waktu yang dihabiskan dalam penggunaan internet sehingga dapat memperoleh efek yang menyenangkan yang dirasakan dalam diri individu tersebut ketika menggunakan internet.

4. Withdrawal symptoms

Hal ini merupakan terbentuknya perasaan yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika penggunaan internet dihentikan atau dikurangi secara tiba-tiba (misalnya mudah marah dan cemas).

5. Conflict

Hal ini menunjukkan konflik yang muncul antara pengguna internet dengan orang-orang yang berada di sekitar mereka (konflik interpersonal), konflik dalam tugas yang dimiliki (pekerjaan, tugas sekolah, kehidupan sosial, hobi, dan ketertarikan) atau dengan diri individu itu sendiri (konflik dalam batin dan atau perasaan subjektif dari

(24)

kehilangan kontrol), yang disebabkan karena individu menghabiskan waktu yang terlalu banyak dalam penggunaan internet.

6. Relapse

Hal ini merupakan kecenderungan untuk berulangnya kembali pola penggunaan internet dan bahkan kecenderungan untuk menggunakan kembali internet secara berlebihan. Kondisi ini terjadi segera setelah usaha penghentian penggunaan internet atau setelah pengontrolan terhadap penggunaan internet dilakukan.

C. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescer, yang berarti “tumbuh” atau “bertumbuh menjadi dewasa”. Masa remaja mencakup kematangan mental, emosional, dan fisik (Hurlock, 1990). Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan perubahan besar pada fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, 2007).

Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1990) secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang

(25)

khas dari cara berpikir remaja memungkinkan remaja untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang merupakan ciri khas dari periode perkembangan remaja.

2. Tugas Perkembangan pada Remaja

Menurut Hurlock (1990), seluruh tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas perkembangan remaja adalah:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya

f. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh nilai-nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi

Tugas perkembangan tersebut berkaitan dengan domain identitas yang digunakan untuk melihat identitas diri remaja. Adapun domain identitas tersebut adalah pekerjaan, keyakinan idiologis dan keyakinan seksualitas.

(26)

3. Ciri-ciri Remaja

Terdapat delapan ciri-ciri remaja yang dinyatakan oleh Hurlock (1990), yaitu:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Remaja mengalami perkembangan fisik dan perkembangan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan tersebut menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai, dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti putus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat.

(27)

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu:

a. Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah

b. Remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, sehingga menolak bantuan dari orang tua dan guru-guru

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada awal tahun masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting. Lambat laun remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak merasa puas dengan persamaan yang dimiliki dengan teman-teman dalam segala hal. Keinginan untuk tetap sama dengan kelompok dan juga keinginan untuk memiliki identitas diri akhirnya menimbulkan suatu dilema yang menimbulkan ”krisis identitas” atau masalah pada identitas remaja. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Erikson (dalam Hurlock, 1990) bahwa identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, apakah ia dapat menjadi seorang suami atau ayah, apakah ia mampu untuk tetap percaya diri sekalipun latar belakang ras, budaya,

(28)

agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya, dan secara keseluruhan apakah ia akan berhasil atau gagal dalam mengerjakan banyak hal dalam hidupnya.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Adanya anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sesuai dengan apa yang ia inginkan dan bukan sesuai dengan apa adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil dalam tujuan yang ditetapkannya sendiri.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan streotype belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

(29)

4. Batasan Usia Remaja

Monks, dkk (2002) membagi fase-fase masa remaja ke dalam tiga tahap, yaitu:

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Individu berusaha untuk menghindari ketidaksetujuan sosial atau penolakan dan mulai membentuk kode moral sendiri tentang benar dan salah. Individu menilai baik terhadap apa yang disetujui orang lain dan buruk apa yang ditolak orang lain. Pada tahap ini, minat remaja pada dunia luar sangat besar dan juga tidak mau dianggap sebagai kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanakannya.

b. Remaja pertengahan (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja berada dalam kondisi kebingungan dan terhalang dari pembentukan kode moral karena ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari. Keraguan semacam ini juga jelas dalam sikap terhadap masalah mencontek, pada waktu remaja duduk di sekolah menengah atas. Karena hal ini sudah agak umum, remaja menganggap bahwa teman-teman akan memaafkan perilaku ini, dan membenarkan perbuatan mencontek bila selalu ditekan untuk mencapai nilai yang baik agar dapat diterima di sekolah tinggi dan yang akan menunjang keberhasilan dalam kehidupan

(30)

sosial dan ekonomi di masa-masa mendatang. Pada tahap ini, mulai tumbuh semacam kesadaran akan kewajiban untuk mempertahankan aturan-aturan yang ada, namun belum dapat mempertanggungjawabkannya secara pribadi.

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun)

Pada tahap ini, individu dapat melihat sistem sosial secara keseluruhan. Individu mau diatur secara ketat oleh hukum-hukum umum yang lebih tinggi. Alasan mematuhi peraturan bukan merupakan ketakutan terhadap hukuman atau kebutuhan individu, melainkan kepercayaan bahwa hukum dan aturan harus dipatuhi untuk mempertahankan tatanan dan fungsi sosial. Remaja sudah mulai memilih prinsip moral untuk hidup. Individu melakukan tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri. Pada tahap ini, remaja mulai menyadari bahwa keyakinan religius penting bagi mereka. Nilai-nilai yang dimiliki juga akan menuntun remaja untuk menjalin hubungan sosial dan keputusan untuk menikah atau tidak. Selain itu, individu juga mulai merasa bahwa hidupnya tidak akan dapat secara terus-menerus bergantung pada orang tua sehingga individu mulai memikirkan mengenai pekerjaan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang dapat dipilih untuk masa depannya.

(31)

D. GAMBARAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA YANG MENGALAMI KECANDUAN INTERNET

Masa remaja dikarakteristikkan dalam dua hal yang berbeda. Pertama, masa remaja dilihat sebagai suatu periode yang dipenuhi oleh ketertarikan, pertumbuhan dan pengalaman, dan mengarah kepada perkembangan untuk menjadi dewasa muda yang produktif. Kedua, masa remaja merupakan periode yang penuh konflik dan juga bermasalah dalam keluarga yang memungkinkan terjadinya disfungsi dan juga pengasingan diri (Essau, 2008).

Menurut Erikson (Papalia, 2008), yang menjadi tugas utama pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Identitas diri adalah suatu konsepsi mengenai diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh individu. Masa remaja merupakan masa dimana individu harus dapat memutuskan siapakah mereka, apa keunikan yang mereka miliki dan apa yang menjadi tujuan hidup mereka. Hal ini akan diperoleh ketika remaja dapat menyelesaikan krisis yang muncul dari tahap perkembangan psikososial identity versus identity confusion. Kemampuan untuk menyelesaikan krisis tersebut akan membentuk remaja menjadi orang dewasa unik dengan pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat.

Marcia (1993) menyatakan bahwa identitas diri individu dapat digambarkan melalui status identitas, yang dilihat berdasarkan ada tidaknya dimensi krisis dan komitmen dalam beberapa area atau domain, yaitu pekerjaan (sekolah, pekerjaan, dam karir), keyakinan idiologis (berisikan masalah keagamaan dan sikap politik), serta keyakinan mengenai seksualitas (terdiri dari

(32)

sikap terhadap peran jenis kelamin dan seksualitas). Krisis adalah suatu periode dimana remaja akan secara aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil. Komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih.

Munculnya eksplorasi dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat ketika individu berada di remaja akhir (Marcia, 1993). Hal ini disebabkan karena pada masa remaja akhir susunan identitas diri dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Di usia remaja akhir, individu sudah mulai memilih prinsip moral untuk hidup serta menyadari bahwa keyakinan religius penting bagi mereka. Nilai-nilai yang dimiliki juga akan menuntun individu untuk menjalin hubungan sosial dan keputusan untuk menikah atau tidak. Selain itu, di usia remaja akhir, individu juga mulai merasa bahwa hidupnya tidak akan dapat secara terus-menerus bergantung pada orang tua sehingga remaja mulai memikirkan mengenai pekerjaan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang dapat dipilih untuk masa depannya.

Menurut Marcia et al (1993) identitas individu dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang tua, keluarga dan teman sebaya. Interaksi tentunya dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Interaksi individu secara langsung di usia remaja akan banyak dilakukan dengan teman sebaya, dimana remaja menghabiskan waktu dengan melakukan aktivitas bersama teman-teman seusianya (Berk, 2007). Sedangkan interaksi secara tidak langsung

(33)

dapat dilakukan dengan berbagai media, dan salah satunya yang saat ini banyak digunakan adalah komunikasi melalui internet.

Interaksi yang terjadi melalui internet akan mengurangi peluang seseorang untuk menangkap tanda-tanda komunikasi dari orang yang terlibat dalam komunikasi, sehingga membatasi penerimaan informasi yang diperoleh individu. Berbeda dengan interaksi secara langsung, pada interaksi melalui internet individu tidak dapat menangkap gerak-gerik, raut muka, nada suara, dan hal-hal lain dari individu yang terlibat dalam interaksi. Namun demikian, internet tetap dapat menghasilkan suatu komunikasi antara orang-orang yang menggunakannya (Putubuku, 2008).

Meskipun interaksi melalui internet memiliki perbedaan dengan interaksi yang dilakukan secara langsung, namun jumlah pengguna internet dunia, termasuk Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari data yang dinyatakan oleh Nasir (2010) bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia berjumlah 20 juta pengguna pada tahun 2006 dan 25 juta pengguna pada tahun 2007 serta sebanyak 64% dari jumlah pengguna tersebut berasal dari kalangan remaja. Pada tahun 2010 jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat hingga mencapai angka 30 juta orang.

Penggunaan internet merupakan hal yang sangat menarik perhatian para remaja saat ini. Hal ini terjadi karena melalui internet remaja dapat melakukan komunikasi dengan orang lain sehingga dapat saling memberikan dan menerima informasi. Karakteristik sosial yang muncul dalam komunikasi yang terjadi di dunia nyata juga dapat muncul secara alami ketika terjadi komunikasi secara maya

(34)

pada penggunaan internet, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya pembentukan identitas (Rimskii, 2010). Individu yang berkomunikasi dapat menentukan dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok, menerima nilai-nilai dari kelompok tersebut, menerima peran sebagai individu dari anggota kelompok, serta menentukan perbedaan dan persamaan dengan anggota kelompok. Selain itu, dalam pertukaran informasi, individu yang menggunakan internet juga dapat membentuk identitas mereka dengan menginternalisasikan elemen-elemen yang mereka dapatkan dari internet, seperti sikap, persepsi, pandangan mengenai orang lain, pertimbangan akan sesuatu, pendapat mengenai sesuatu, penilaian mengenai sesuatu, hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup, berbagi mengenai karakteristik dari aktivitas yang disukai dan hal lainnya.

Seiring dengan semakin berkembang dan semakin mudahnya akses terhadap jaringan internet, penggunaan internet secara berlebihan dapat terjadi pada siapa saja. Penggunaan internet yang berlebihan menyebabkan berkurangnya kontrol individu terhadap waktu yang digunakan untuk mengakses internet sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kecanduan. Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan internet tidak dapat mengontrol diri sehingga cenderung mengabaikan kegiatan lainnya, seperti sekolah, pekerjaan, interaksi secara langsung dengan lingkungan, dan kewajiban lainnya. Menurut Brenner (dalam Essau, 2008) individu dapat dinyatakan mengalami kecanduan internet ketika sudah menghabiskan waktunya rata-rata 19 jam per minggu untuk menggunakan internet.

(35)

Individu yang mengalami kecanduan internet dapat mengalami beberapa simptom. Simptom tersebut seperti selalu membayangkan aktivitas yang dapat dilakukan dalam internet, merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet, merasa tidak memiliki kontrol ketika menggunakan internet, merasa tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet, mengalami masalah dalam hubungan dengan orang lain, pekerjaan, pendidikan, atau karir, serta memiliki perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan cemas ketika tidak menggunakan internet. Hal ini tidak jauh berbeda dari pendapat Stefanescu et al (2007) yang menyatakan, remaja yang mengalami kecanduan internet akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet.

Kecanduan internet yang dimiliki oleh individu dapat dilihat dari beberapa komponen kecanduan internet yang dinyatakan oleh Griffiths (dalam Essau, 2008). Komponen kecanduan internet tersebut adalah: salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict dan relapse. Remaja yang mengalami kecanduan internet akan memiliki pandangan bahwa hubungan yang dimiliki melalui internet lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata sehingga remaja tersebut mengabaikan hubungan yang seharusnya dapat mereka miliki dengan orang lain di dunia nyata dan lebih memilih untuk melakukan interaksi melalui internet.

(36)

Penggunaan internet dapat menjadi sebuah sarana untuk menciptakan hubungan sosial yang semakin baik bagi para penggunanya (Mazalin & Moore, 2004). Pengguna internet dapat saling memberi dukungan melalui interaksi yang terjadi, meningkatkan hubungan dengan orang lain, serta para pengguna dapat menggunakan internet untuk semakin meningkatkan pemahamannya mengenai identitas dirinya. Penggunaan internet dapat bermanfaat untuk meningkatkan interaksi sosial apabila interaksi yang dilakukan melalui internet juga tetap disertai dengan interaksi yang terjadi secara langsung di dunia nyata. Artinya, interaksi yang seharusnya dilakukan di dunia nyata tidak digantikan oleh interaksi yang dilakukan melalui internet.

Interaksi yang lebih banyak dilakukan melalui internet tentunya juga dapat menyebabkan kecenderungan untuk mengabaikan interaksi secara langsung, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kematangan identitas diri individu. Kurangnya kedekatan secara langsung dengan teman sebaya, yang merupakan interaksi yang paling banyak dilakukan di usia remaja, merupakan salah satu hal yang dapat membatasi kesempatan bagi remaja untuk belajar dari lingkungan sosialnya secara langsung dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebayanya. Hal ini dapat menghambat kematangan identitas remaja pada masa perkembangan (Mazalin & Moore, 2004).

Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia nyata akan mempengaruhi remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi perkembangan identitas

(37)

langsung dengan teman sebaya yang beragam, perolehan remaja mengenai ide dan nilai juga akan bertambah. Teman dekat yang dimiliki remaja akan membuat remaja saling membantu satu sama lain dalam mencari pilihan-pilihan dengan adanya dukungan secara emosi dan teman sebaya dapat menjadi model peran bagi remaja pada perkembangan identitas. Hubungan dengan teman sebaya akan membuat remaja belajar mengenai nilai yang mereka miliki dalam pertemanan, pilihan akan pasangan hidup nantinya, pencarian informasi mengenai karir, serta pemilihan remaja akan karir. Selain itu kelompok teman sebaya merupakan sumber bagi remaja untuk memperoleh pandangan mengenai kasih sayang, rasa simpati, pemahaman akan orang lain, mengetahui nilai-nilai moral, serta sebagai tempat bagi remaja untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa nantinya.

(38)

Keterangan garis: Keterangan Terdiri dari Menyebabkan

Gambar 1. Kerangka Berpikir Remaja

Pembentukan Identitas Diri

Dipengaruhi oleh interaksi

Interaksi tidak langsung Interaksi langsung

Semakin berkurangnya aktivitas sosial untuk

berinteraksi secara langsung

Remaja tetap melakukan aktivitas sosial secara nyata untuk berinteraksi

Kecanduan Internet Aktivitas sosial remaja secara nyata, termasuk interaksi dengan lingkungan berkurang dan remaja lebih banyak melakukan interaksi melalui internet Interaksi melalui internet

Bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet?

Gambar

Figure  2.1.  Sebuah  model  yang  menunjukkan    perkembangan  identitas  (D= status identitas diffusion; F= status identitas foreclosure; M= status identitas  moratorium; A= status identitas achievement)
Gambar 1. Kerangka Berpikir Remaja

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Padrosi (2009:1) “Internet (International Networking) adalah kumpulan dari berbagai komputer di seluruh dunia yang terhubung satu sama lain,yang lazim disebut

Menurut Junaedi (2011:3-6) film dokumenter merupakan realitas yang terjadi di dunia nyata yang di pindahkan melalui proses representasi kedalam bentuk visual atau film

Menurut Aswin (1982) dalam Menur (2006), lemak tubuh berperan penting dalam inisiasi menarche, hal ini dapat dilihat pada remaja putri yang mengalami menarche lebih awal

Multiuser, yaitu dalam satu basis data server pada MySQL dapat diakses oleh beberapa user dalam waktu yang sama tanpa mengalami konflik atau kemacetan sistem.. Keamanan yang

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu Pengajar mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan keadaan dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta

Wanita dengan peningkatan trigliserida memiliki risiko dua kali lipat mengalami preeklampsia dibandingkan dengan wanita dengan berat badan normal.Pada orang dengan

Dengan menggunakan email, newsgroup, dan www.(world wide web :jaringan situs-situs web)para pengguna sosial media atau internet di seluruh dunia dapat berkomunikasi

Entitas adalah objek dalam dunia nyata yang dapat dibedakan dengan objek lain, sebagai contoh mahasiswa,dosen,departemen. Entitas terdiri atas beberapa atribut