BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 VO2max
2.1.1 Definisi VO2max
VO2max dapat didefinisikan sebagai volume oksigen maksimal yang dapat
digunakan seseorang per menit untuk mengoksidasi molekul nutrien untuk menghasilkan energi (Sherwood, 2014). Volume oksigen maksimal (VO2max)
merupakan proses terintegrasi dari sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, dan sistem otot untuk mengambil, menyalurkan, dan menggunakan oksigen (Poole, et al., 2008). Sistem pernapasan dibutuhkan untuk ventilasi dan pertukaran O2 dan
CO2 antara alveolus dan darah di kapiler pulmonal. Sistem kardiovaskuler
dibutuhkan untuk menyalurkan O2 ke otot yang aktif. Di sel otot, O2 akan
dimetabolisme oleh mitokondria sehingga dapat menghasilkan energi yang digunakan untuk beraktifitas (Sherwood, 2014).
2.1.2 Faktor - faktor yang mempengaruhi VO2max
1. Usia
Nilai VO2max mencapai puncak pada usia 18-25 tahun, nilai ini akan
berkurang secara bertahap setelah usia 25 tahun (Abdillah, et al., 2014). Penelitian dari Jackson AS et al. menemukan bahwa penurunan rata-rata VO2max per tahun
0.54 ml/kg/menit untuk wanita (1.7%). Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk penurunan kontraksi jantung dan penurunan isi sekuncup jantung (Mackenzie, 2013; Hartono, 2014).
2. Jenis Kelamin
Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki massa otot lebih kecil daripada pria (Hartono, 2014). Testosteron yang disekresi oleh testis laki-laki mendorong terjadinya sintesis dan penyusunan miosin dan aktin sehingga serat otot laki-laki lebih tebal, dan karenanya, otot-otot mereka lebih besar dan kuat daripada otot perempuan (Sherwood, 2014; Guyton&Hall, 2011). Laki-laki yang sangat sedikit melakukan aktivitas olahraga tetapi dengan kadar testosteron normal akan memiliki otot yang tumbuh sekitar 40% lebih besar dibandingkan otot perempuan yang tanpa testosteron (Guyton&Hall, 2011).
3. Fungsi Kardiovaskuler
Fungsi utama kardiovaskular dalam kerja fisik adalah mengangkut oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan ke otot-otot yang sedang bekerja. Saat olahraga, dibutuhkan curah jantung yang besar untuk memenuhi kebutuhan otot-otot rangka yang membutuhkan peningkatan penyaluran darah kaya O2 untuk menunjang
tingkat konsumsi ATP mereka yang tinggi. Aktivitas olahraga akan mengaktivasi sistem simpatis yang akan meningkatkan kecepatan jantung. Stimulasi simpatis juga akan memperkuat kontraktilitas jantung, dengan kata lain jantung berkontraksi lebih kuat dan memeras keluar lebih banyak darah yang
dikandungnya. Oleh sebab itu, selama aktivitas simpatis tetap meninggi, seperti ketika olahraga, jantung memompa lebih banyak darah dari biasanya untuk digunakan oleh otot yang berolahraga (Sherwood, 2014).
4. Fungsi paru
Pada saat melakukan aktifitas fisik, terjadi peningkatan kebutuhan O2 oleh
otot yang sedang bekerja. Kebutuhan O2 ini didapat dari ventilasi dan pertukaran
O2 dalam paru. Ventilasi merupakan proses mekanik untuk memasukkan atau
mengeluarkan udara dari dalam paru. Proses ini berlanjut dengan pertukaran O2
dalam alveoli paru dengan cara difusi. O2 yang terdifusi masuk ke dalam kapiler
paru untuk selanjutnya diedarkan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh. Untuk dapat memenuhi kebutuhan O2 yang adekuat dibutuhkan paru yang
berfungsi dengan baik, termasuk juga kapiler dan pembuluh pulmonal (Fox, 2011).
Selama olahraga, saat tekanan tekanan darah paru meningkat karena bertambahnya curah jantung, banyak kapiler paru yang semula tertutup menjadi terbuka. Hal ini meningkatkan luas permukaan darah yang tersedia untuk pertukaran sehingga meningkatkan kapasitas difusi oksigen, karena laju pertukaran gas berbanding lurus dengan luas permukaan tempat pertukaran gas tersebut terjadi (Sherwood, 2014).
5. IMT
Indek Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Indexs (BMI) merupakan cara sederhana untuk memantau status gizi seseorang, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan yang kurang, dapat
meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan yang berlebihan akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang (Ristianingrum, et al., 2010).
Indek Massa Tubuh (IMT) merupakan perbandingan BB dalam kilogram (kg) dan kuadrat dari TB dalam meter (m). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :
𝐼𝑀𝑇 = 𝐵𝐵 (𝑘𝑔) TB2 (m2)
Penelitian pada tahun 2014 oleh Laxmi, dkk membuktikan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) memiliki korelasi negatif dengan VO2max, semakin tinggi
Indek Massa Tubuh (IMT), maka menurunkan nilai VO2max (Laxmi, et al.,
2014).
6. Latihan fisik
VO2max dapat ditingkatkan dengan latihan olahraga secara teratur
sehingga penyaluran oksigen ke otot menjadi lebih baik. Otot-otot yang berolahraga akan lebih siap dalam menerima oksigen yang disalurkan kepada mereka. Olahraga juga meningkatkan jumlah kapiler fungsional dan jumlah serta ukuran mitokondria (Sherwood, 2014). Pembuluh darah kapiler fungsional pada otot yang bertambah banyak memungkinkan difusi oksigen di dalam otot dapat lebih mudah, akibatnya mempunyai kemampuan untuk mengangkut dan mempergunakan rata-rata oksigen lebih besar daripada orang yang tidak terlatih. Karena itu dapat mengkonsumsi oksigen lebih banyak per-unit massa otot, dan dapat bekerja lebih tahan lama (Prativi, et al., 2013).
Olahraga teratur dapat menyebabkan peningkatan diameter serat otot (hipertrofi) sebanyak 30-60%. Perubahan yang terjadi pada otot yang hipertrofi adalah peningkatan jumlah miofibril dan peningkatan jumlah mitokondria. Akibat perubahan tersebut, kemampuan sistem metabolik aerob akan meningkat. (Guyton&Hall, 2011).
Jantung atlet terlatih lebih kuat dan mampu memompa darah secara lebih efisien sehingga isi sekuncup lebih besar daripada pada orang tak terlatih. Sebagai contoh, jika isi sekuncup atlet berjantung kuat adalah 100 mL, kecepatan denyut jantung istirahat hanya 50 kali/menit untuk menghasilkan curah jantung yang normal yaitu 5000 mL/ menit. Sebaliknya, orang tak-terlatih dengan isi sekuncup sebesar 70 mL harus memiliki kecepatan denyut jantung sebesar 70 kali/menit agar curah jantung setara (Sherwood, 2014).
7. Rokok
Seseorang yang memiliki kebiasaan merokok, nilai VO2max lebih rendah
dari seseorang yang tidak merokok. Hal ini terjadi karena beberapa hal, Pertama, salah satu efek nikotin adalah konstriksi bronkiolus terminal paru-paru, yang meningkatkan tahanan aliran udara ke dalam dan ke luar paru-paru. Kedua, efek iritasi asap rokok itu sendiri menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus, juga pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel pernapasan yang normalnya terus bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernapasan. Akibatnya, lebih banyak debris terakumulasi di jalan napas dan menambah kesulitan bernapas. Berdasarkan semua faktor ini, bahkan perokok
ringan sekalipun sering merasakan adanya beban pernapasan selama kerja maksimal, dan tingkat kinerjanya dapat berkurang (Guyton&Hall, 2011).
Efek yang lebih hebat lagi adalah pengaruh merokok kronis. Banyak perokok kronis yang menderita beberapa tingkat emfisema. Pada penyakit ini, terjadi hal berikut: (1) bronkitis kronis, (2) obstruksi sebagian besar bronkioli terminalis, dan (3) destruksi sebagian besar dinding alveolus. Pada emfisema berat, empat perlima membran respiratorik dapat rusak, bahkan kerja yang paling ringan sekalipun dapat mengakibatkan gawat pernapasan. Sesungguhnya, kebanyakan pasien seperti itu bahkan tidak dapat melakukan kegiatan sederhana seperti berjalan mengelilingi sebuah ruangan tanpa terengah-engah (Guyton&Hall, 2011).
2.1.3 Pengukuran VO2max (Housh, et al., 2017)
Queens College Step Test merupakan metode pengukuran VO2max yang
mudah, cepat, dan akurat. Queens College Step Test memiliki beberapa keuntungan, yaitu alat yang dibutuhkan sederhana, mudah di laksanakan, dan membutuhkan waktu yang singkat. Alat yang digunakan adalah bangku dengan tinggi 41,3 cm, stopwatch, metronome, dan alat tulis untuk mencatat hasil.
Cara melakukan tes adalah responden berdiri tegak menghadap bangku dan melakukan uji coba naik turun bangku untuk menyesuaikan irama metronome. Responden melakukan gerakan naik turun bangku sesuai irama metronome selama 3 menit. Setiap gerakan disesuaikan dengan irama ketukan metronom sebagai berikut:
a. Laki-laki melakukan 24 langkah per menit b. Perempuan melakukan 22 langkah per menit
(Housh, et al., 2017)
Gambar 2.1
Gerakan Queens College Step Test
Setelah menyelesaikan tes, responden diminta untuk tetap berdiri. Pada detik ke 5 sampai detik ke 20 pada periode istirahat, dilakukan penghitungan jumlah pulsasi arteri radialis.
(Housh, et al., 2017)
Gambar 2.2
Penghitungan jumlah pulsasi arteri radialis
Jumlah pulsasi arteri radialis selama 15 detik tersebut dikalikan empat dan dimasukkan ke dalam persamaan berikut:
Laki-laki :
VO2max (mL/kg/min) = 111.33 – (0.42 × jumlah denyut nadi istirahat per menit)
Perempuan:
VO2max (mL/kg/min) = 65.81– (0.1847× jumlah denyut nadi istirahat per menit)
Selanjutnya, nilai VO2max disesuaikan dengan tabel berikut:
Tabel 2.1 VO2max
(Housh, et al., 2017)
2.2 Respirasi Mitokondria 2.2.1 Mitokondria
Mitokondria adalah organel energi atau “pembangkit tenaga” sel. Setiap mitokondria dibungkus oleh membran rangkap, yaitu membran luar dan membran dalam. Membran dalam mitokondria membentuk lipatan atau lekukan disebut krista, yang terisi larutan mirip gel yang dikenal sebagai matriks. Kedua membran dipisahkan oleh ruang antar membran. Sebuah sel dapat mengandung beberapa ratus hingga beberapa ribu mitokondria, bergantung pada kebutuhan energi
masing-masing jenis sel (Sherwood, 2014). Mitokondria dapat mereplikasi diri, yang berarti satu mitokondria dapat membentuk mitokondria kedua, ketiga, dan seterusnya, bilamana sel perlu untuk menambah jumlah ATP (Guyton&Hall, 2011).
(Sherwood, 2014)
Gambar 2.3 Mitokondria
Respirasi selular adalah reaksi intraselular, tempat untuk mengubah energi yang tersimpan dalam makronutrien menjadi adenosine triphosphate (ATP), energi yang dapat digunakan sel tubuh. Terdapat 3 tahap respirasi selular, yaitu (1) glikolisis, (2) siklus asam sitrat, dan (3) fosforilasi oksidatif. Penghasil ATP paling besar pada respirasi seluler terjadi pada tahap fosforilasi oksidatif, yang terdiri dari rantai transpor elektron dan sintesis ATP (Sherwood, 2014).
(Sherwood, 2014)
Gambar 2.4
Tahapan respirasi seluler 2.2.2 Fosforilasi oksidatif dalam respirasi mitokondria
Bagian krista dari membran dalam mitokondria mengandung banyak komponen rantai respiratori yang disebut sebagai komplek fosforilasi oksidatif (I-IV). Keempat komplek ini beserta komplek V, yang berperan untuk sintesis ATP, membentuk mesin yang menghasilkan suplai energi untuk sel. Komplek I-IV berperan sebagai multisubunit enzim yang menghasilkan gradien elektrokimia proton menyeberangi membran dalam mitokondria, yang digunakan oleh komplek V untuk memproduksi ATP. NADH dan FADH2 yang diproduksi selama
glikolisis dan siklus asam sitrat menyusun bahan bakar untuk menggerakkan rantai respirasi. Elektron dihantarkan melewati antar komplek dibantu oleh dua komponen kecil yang terdiri dari ubiquinone (larut lemak) serta bagian yang larut air yang disebut sebagai sitokrom c (Chaban, et al., 2013).
(Sherwood, 2014)
Proses dalam fosforilasi oksidatif adalah sebagai berikut (Sherwood, 2014)
1. Elektron berenergi tinggi yang diekstraksi dari hidrogen dalam NADH dan FADH2 dipindahkan dari satu molekul pengangkut elektron ke yang lain.
2. NADH dan FADH2 diubah menjadi NAD+ dan FAD, yang memungkinkan
keduanya untuk mengambil lebih banyak atom hidrogen yang dibebaskan selama glikolisis dan siklus asam sitrat.
3. Elektron berenergi tinggi jatuh dari tingkat energi tinggi ke rendah sewaktu dipindahkan dari satu molekul pengangkut ke yang lain dalam sistem transpor elektron.
4. Elektron diberikan ke O2, akseptor elektron terakhir pada sistem transpor
elektron. Oksigen ini, kini bermuatan negatif karena mendapat tambahan elektron, bergabung dengan ion H+, yang bermuatan positif karena mendonorkan elektron pada awal sistem transpor elektron, untuk membentuk H2O.
Gambar 2. 5 Respirasi Mitokondria
5. Ketika bergerak melalui sistem transpor elektron, elektron melepaskan energi bebas. Sebagian energi yang dibebaskan hilang sebagai panas, tetapi sebagian lagi dimanfaatkan untuk transpor H+ melintasi membran dalam
mitokondria dari matriks menuju ruang antarmembran pada kompleks I, III, dan IV.
6. Akibatnya, ion H+ lebih terkonsentrasi di ruang antarmembran daripada di matriks. Gradien H+ ini menghasilkan energi yang menggerakkan sintesis ATP oleh ATP sintase.
7. Karena gradien ini, ion H+ memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalir ke dalam matriks melintasi membran dalam lewat saluran-saluran di antara unit dasar dan stator pada kompleks ATP sintase.
8. Aliran ion H+ ini mengaktifkan ATP sintase dan menggerakkan sintesis ATP oleh headpiece, proses yang dinamakan kemiosmosis. Aliran ion H+ melalui saluran ini membuat headpiece dan tangkai berputas ke atas.
9. Akibat perubahan bentuk dan posisi sewaktu berputar, headpiece mengambil ADP dan Pi, menggabungkan keduanya dan membebaskan
produk ATP.
Fosforilasi oksidatif dalam respirasi mitokondria tidak 100% efisien karena tidak semua molekul O2 yang dikonsumsi dalam rantai transpor elektron
digunakan untuk proses sintesis ATP. Kebocoran proton, yang termasuk salah satu proses uncoupling, merupakan penyebab signifikan yang membuat respirasi mitokondria tidak efisien.
2.2.3 Konsep coupling dan uncoupling
Coupling adalah kondisi dimana konsumsi O2 oleh respirasi mitokondria
digunakan untuk mengkatalis ADP sehingga terbentuk menjadi ATP. Konsep uncoupling memiliki makna dimana adanya konsumsi O2 pada rantai respirasi
tanpa disertai dengan sintesis ATP (Thrush et al., 2013).
Terdapat 3 mekanisme uncoupling yaitu basal and inducible proton leak, electron leak, and electron slip. Basal proton leak terjadi ketika proton secara langsung lepas dari ruang antarmembran dengan cara berdifusi melalui membran dalam mitokondria. Proton leak juga bisa terjadi dengan cara diinduksi atau diregulasi oleh beberapa protein seperti UCPs (Uncoupling Proteins) atau ANTs (Adenine Nucleotide Translocases). Dalam kondisi normal, elektron ditransfer ke oksigen untuk membentuk molekul air. Akan tetapi, dalam proses ini bisa terjadi electron leak dimana elektron lepas dari rantai transport elektron sehingga dapat menyebabkan terbentuknya anion superoksida (O2-) atau radikal hidroperoksil
(•OH). Electron slip terjadi saat adanya proses transfer elektron melalui kompleks respirasi tanpa disertai proton pumping (Demine et al., 2019).
(Hoeks, et al., 2012) Rantai transpor elektron Sintesis ATP Kebocora n proton
Dari beberapa mekanisme di atas, kebocoran proton adalah sumber signifikan dari proses uncoupling. Kebocoran proton dapat dikurangi dengan menurunkan ekspresi protein adenine nucleotide translocase (ANT) (Larsen et al., 2011).
2.3 Semangka Kuning (Citrullus lanatus) 2.3.1 Taksonomi Kingdom : Plantae Subkingdom : Viridiplantae Infrakingdom : Streptophyta Superdivisi : Embryophyta Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Spermatophytina Kelas : Magnoliopsida Superordo : Rosanae Ordo : Cucurbitales Family : Cucurbitaceae
Genus : Citrullus Schrad Species : Citrullus lanatus (ITIS report, 2011)
2.3.2 Morfologi
Semangka termasuk tanaman semusim sehingga di Amerika, Eropa, Jepanag digolongkan ke dalam kelompok tomat, cabe, terong sebagai golongan sayuran buah. Di Indonesia, semangka termasuk golongan buah-buahan seperti
halnya melon dan stroberi. Semangka tumbuh merambat hingga mencapai panjang 3,5-5,6 meter dengan batang berbentuk bulat, lunak, berambut, dan sedikit berkayu. Cabang-cabang lateral mirip dengan cabang utama. Permukaan tanaman (batang dan daunnya) tertutup bulu-bulu halus dan tajam. Daun semangka berseling, bertangkai, helaian daunnya lebar dan berbulu, menjari, dengan ujungnya runcing. Panjang daun sekitar 3-25 cm dengan lebar 1,5-5 cm. Bagian tepi daun bergelombang dan permukaan bawahnya berambut rapat pada tulangnya. (Sobir & Siregar, 2010)
Bunga tanaman semangka muncul pada ketiak tangkai daun, berwarna kuning cerah. Semangka memiliki tiga jenis bunga, yaitu bunga jantan (staminate), bunga betina (pistillate), dan bunga sempurna (hermaphrodite). Pada umumnya bunga betina memiliki bunga jantan dan bunga betina dengan proporsi 7:1. Penyerbukan bunga terjadi secara silang (cross compatible) melalui perantara lebah madu dan lalat hijau. Mahkota bunganya berwarna kuning. Tangkai bunga jantan berdiameter kecil dan panjang, sedangkan pada tangkai bunga betina tampak bakal buah yang menggelembung. (Wulandari, 2012)
Bentuk buah semangka bermacam-macam, ada yang berbentuk bulat, oval, dan lonjong. Berdasarkan ukuran buah semangka dibedakan berdasarkan beratnya, yaitu:
a. Buah besar, beratnya lebih dari 4 kg b. Buah sedang, beratnya 2-4 kg
2.3.3 Syarat Tumbuh
1. Semangka berasal dari Afrika, suatu daerah tropika dengan cahaya matahari penuh, sedangkan suhu udara tinggi dan kering. Iklim yang kering dan panas, sinar matahari dan air yang cukup merupakan kebutuhan tanaman yang utama
2. Perkecambahan biji akan berlangsung dengan baik pada suhu 25-30oC. Suhu 18-20oC merupakan suhu minimum untuk perkecambahan biji. Suhu udara yang tinggi di atas 20oC (suhu siang antara 25-30oC dan suhu malam antara 12-18oC) merupakan suhu yang paling cocok bagi pertumbuhan karena tanaman akan tumbuh dengan cepat dan kuat
3. Suhu yang lebih tinggi lagi masih diperlukan bila calon buah sudah terbentuk. Proses pemasakan buah yang baik membutuhkan panas yang berkisar suhu 30oC
4. Curah hujan yang baik bagi tanaman semangka adalah 40-50 mm/bulan
5. Akar tanaman semangka menghendaki media tumbuh yang sarang (porous) dengan lahan yang gembur dan subur, mengandung banyak bahan organik, serta mempunyai drainase yang baik. Tanah berpasir atau tanah lempung berpasir yang banyak mengandung nitrogen cocok untuk tanaman ini
6. Pertumbuhan semangka akan baik pada pH 6-6,7, akan tetapi tanaman ini juga dapat tumbuh pada pH 5-7 karena memiliki toleransi yang cukup besar
(Kalie, 2008)
2.3.4 Kandungan Semangka Kuning
Semangka merupakan buah segar yang dapat langsung dikonsumsi tanpa pengolahan. Namun, beberapa masyarakat biasa mengolah semangka menjadi berbagai produk lain, seperti selai, salad, puding, dan jus buah. Daging buah semangka mengandung berbagai macam unsur gizi, baik makro (zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh) maupun unsur mikro (zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah kecil oleh tubuh. Daging buah semangka relatif rendah kalori dan banyak mengandung air (92%). Kandungan zat gizi lain dalam semangka adalah protein (0,5%), karbohidrat (6,9%), lemak (0,2%), dan berbagai vitamin. Berikut kandungan zat gizi semangka secara lengkap.
Tabel 2.2 Nutrisi pada 100 g Semangka kuning
Komponen Jumlah Energi 28 kal Air 92,1% Protein 0,5 g Lemak 0,2 g Karbohidrat 6,9 g Vitamin A 590 SI Vitamin C 6 mg Nikotinamid - Niasin 0,2 mg Riboflavin 0,05 mg Thiamin 0,05 mg Abu 0,3 mg Kalsium (Ca) 7 mg Besi (Fe) 0,2 mg Fosfor (P) 12 mg (Kalie, 2008)
Tabel 2.3 Kandungan sitrulin dari beberapa varietas semangka Varietas Warna Daging
Buah
Kandungan Sitrulin (mg/g)
Dengan biji
Cream of Saskatchewan Putih 1,0
Jamboree Merah 3,1
Sangria Merah 1,6
Summer Flavor 800 Merah 1,2
Summer Gold Kuning 3,6
Tender Sweet Orange Oranye 0,5
Tanpa biji
Hazera 6009 Merah 2,4
Hazera 6007 Merah 2,5
Hazera SW1 Merah 3,5
Orange Sunshine Oranye 3,0
Scarlet Trio Merah 1,4
Solid Gold Kuning 3,5
(Rimando & Perkinz-Veazie, 2005)
Di dalam semangka juga terdapat kandungan asam amino sitrulin. L-sitrulin adalah asam amino yang L-L-sitrulin akan dikonversi menjadi nitric oxide (NO) melalui beberapa tahapan. Kandungan L-sitrulin tertinggi terdapat pada semangka kuning berbiji dengan varietas Summer Gold (Tabel 2.3).
2.3.5 Pengaruh L-sitrulin terhadap NO
L-sitrulin yang masuk ke dalam tubuh manusia sesaat setelah mengkonsumsi jus semangka kuning akan mencapai ginjal. Di dalam ginjal, L-sitrulin diabsorbsi di sel tubulus proksimal ginjal kemudian dikonversi menjadi argininosuksinat dengan bantuan enzim argininosuccinate synthase (ASS). Selanjutnya, argininosuksinat akan dikonversi menjadi L-arginin dengan bantuan enzim argininosuccinate lyase (ASL). Oleh enzim endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS), L-arginin akan dikonversi menjadi nitrit oksida (NO). NO hasil konversi dari L-arginin akan masuk ke dalam mitokondria yang ada di dalam sel (Figuero et al., 2017).
Rata-rata volume distribusi sitrulin adalah 0,9 L/kg dan clearance L-sitrulin pada ginjal diestimasi sekitar 0,6 L/kg/jam (Barr et al., 2007). Rentang dosis klinis konsumsi L-sitrulin yang bisa ditoleransi pada orang sehat adalah 15 g secara per oral dalam sehari (Johnson et al., 2017).
2.4 Pengaruh NO terhadap VO2max
Setelah masuk ke mitokondria yang ada di dalam sel, NO akan berikatan dengan sitokrom c oksidase (COX). Ikatan NO dengan COX akan menurunkan ekspresi protein ANT dan kemudian dapat menurunkan kebocoran proton (Larsen et al., 2011). Penurunan kebocoran proton akan meningkatkan efisiensi fosforilasi oksidatif. Peningkatan efisiensi mitokondria akan meningkatkan jumlah oksigen yang dapat mengoksidasi molekul nutrien untuk menghasilkan energi sehingga akan meningkatkan produksi ATP yang dapat digunakan untuk aktivitas, yang mana hal tersebut akan meningkatkan nilai VO2max (Nair, et al., 2011). VO2max
yang tinggi akan membuat seseorang dapat beraktifitas lebih kuat dan lebih lama (Lotfi, et al., 2019). Nilai VO2max yang tinggi mengindikasikan seseorang dengan
kebugaran jasmani yang baik dan dapat melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Safitri & Dieny, 2015; Kementrian Kesehatan RI, 2015). Seseorang dengan kebugaran jasmani yang baik dapat melakukan aktivitas lebih kuat daripada orang dengan kebugaran jasmani yang kurang baik (Safitri & Dieny, 2015). Selain itu, semakin tinggi nilai VO2max
menunjukkan semakin banyak jumlah oksigen yang dapat mengoksidasi molekul nutrien untuk menghasilkan energi sehingga semakin banyak ATP yang diproduksi. Peningkatan produksi ATP membuat seseorang bisa beraktifitas
dengan intensitas yang lebih berat untuk waktu yang lebih lama (Lotfi, et al., 2019)