• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Bahan Organik dalam Budidaya Kedelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan Bahan Organik dalam Budidaya Kedelai"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BAHAN ORGANIK

DALAM BUDIDAYA KEDELAI

Halaman Sampul

Okti Purwaningsih

C. Tri Kusumastuti

UPY Press

2019

(2)

PEMANFAATAN BAHAN ORGANIK DALAM

BUDIDAYA KEDELAI

Copyright @2019

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Penulis : Okti Purwaningsih, C. Tri Kusumastuti Editor : Puguh Bintang Pamungkas

Tata Letak : Nugroho

Desain Cover : Narumi Dwi Purwandani

Cetakan 1, Mei 2019 ISBN: 978-602-53881-4-9

Penerbit: UPY Press

Jl. PGRI I No. 117 Sonosewu, Kasihan, Bantul Telp. (0274) 376808

Fax. (0274) 373198

(3)

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan atas karunia dan hidayah dari Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku tentang ‘Pemanfaatan Bahan Organik dalam Budidaya Kedelai’. Penggunaan bahan-bahan kimia dalam budidaya pertanian secara terus menerus mengakibatkan kerusakan tanah dan pencemaran lingkunga. Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dan pestisida kimia relatif tinggi. Oleh karena itu diperlukan adanya sosialisasi dan penyebaran informasi kepada masyarakat tentang kelebihan kekurangan penggunaan bahan organik dalam budidaya tanaman.

Buku ini diharapkan dapat memberikan informasi pengetahuan dan menambah wawasan bagi masyarakat umum, petani, praktisi di bidang pertanian, dan mahasiswa tentang teknik budidaya kedelai, pemanfaatan bakteri rhizobium dalam budidaya kedelai, serta panduan teknis pembuatan pupuk kandang dan kompos. Disamping itu buku ini juga dapat digunakan sebagai sumber referensi pada mata kuliah Budidaya Tanaman Pangan 1 dan mata kuliah Kesuburan & Pemupukan. Buku ini terdiri atas enam bab yaitu: (1) Pendahuluan, (2) Botani dan Morfologi Kedelai, (3) Teknik Budidaya Kedelai, (4) Pembuatan Pupuk Kompos dan Kandang, (5) Inokulasi Rhizobium pada kedelai, (6) Penutup.

Semoga buku ini dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang

(4)

budidaya kedelai di Indonesia. Kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini, penulis sampaikan ucapan terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.

Yogyakarta, Mei 2019 Penulis

(5)

Daftar Isi

Halaman Sampul ...i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... viii

Bab 1 Pendahuluan ... 1

Bab 2 Botani dan Morfologi Kedelai ... 15

Bab 3 Teknik Budidaya Kedelai ... 21

Bab 4 Pembuatan Pupuk Kandang dan Kompos ... 43

Bab 5 Inokulasi Rhizobium Pada Kedelai ... 55

Bab 6 Penutup ... 61

(6)

Daftar Tabel

Tabel 1. Nilai impor komoditas pangan pada

Semester I tahun 2018 (angka sementara) ... 2 Tabel 2. Rata-rata konsumsi per kapita seminggu

beberapa bahan pangan. ... 3 Tabel 3. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada

kedelai lahan sawah ... 30 Tabel 4. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada

kedelai lahan sawah ... 30 Tabel 5. Dosis anjuran pemupukan kalium pada

kedelai lahan sawah ... 30 Tabel 6. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada

kedelai lahan kering ... 34 Tabel 7. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada

kedelai lahan kering ... 34 Tabel 8. Dosis anjuran pemupukan kalium pada

kedelai lahan kering ... 35 Tabel 9. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada

kedelai lahan rawa lebak ... 37 Tabel 10. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada

kedelai lahan rawa lebak ... 37 Tabel 11. Dosis anjuran pemupukan kalium pada

kedelai lahan rawa lebak ... 37 Tabel 12. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada

(7)

Tabel 13. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada

kedelai lahan pasang surut ... 42 Tabel 14. Dosis anjuran pemupukan kalium pada

kedelai lahan pasang surut ... 42 Tabel 15. Komposisi unsur hara berbagai jenis pupuk

(8)

Daftar Gambar

Gambar 1. Dampak lingkungan penggunaan bahan kimia

yang dilakukan oleh petani. ... 5

Gambar 2. Perakaran dan bintil kedelai. ... 17

Gambar 3. Bunga kedelai. ... 18

(9)

Bab 1

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumberdaya alam. Berbagai julukan melekat untuk Indonesia, negeri ‘zamrud katulistiwa’, ‘gemah ripah loh jinawi’, bahkan ada syair lagu yang menyebutkan ‘tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Hal tersebut menggambarkan betapa suburnya negara kita. Semua yang kita butuhkan mudah kita dapatkan di alam. Disamping itu keindahan alam yang dimiliki oleh Indonesia menjadi daya tarik wisata yang memberikan sumbangan devisa bagi Indonesia. Produk perkebunan (CPO) memberikan sumbangan devisa tertinggi, devisa bagi Indonesia pada tahun 2016 (Kementerian Pariwisata RI, 2018). Sumbangan sektor pertanian terhadap devisa Indonesia lebih banyak dari perkebunan. Sedangkan sektor pertanian tanaman pangan belum banyak memberikan sumbangan devisa bagi Indonesia. Kondisi alam yang subur dan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan komoditas tanaman pangan ternyata belum mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia. Beberapa komoditas

(10)

pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat masih harus diimpor dari luar. Nilai impor komoditas pangan pada semester I tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Nilai impor komoditas pangan pada Semester I tahun 2018 (angka sementara)

Komoditas Volume (ribu ton) Nilai (juta US $)

Beras 1.119,79 524,29

Cabai 19,05 27,10 Bawang putih 117,62 153,29 Kedelai 1.167,94 507,66 Jagung 280,93 58,93 Biji gandum & meslin 4.529,21 1.132,39 Lada 0,64 2,49 Kentang 20,62 10,67 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018

Menurut proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2018 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 265 juta jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 133,17 juta jiwa laki-laki dan 131,88 juta jiwa perempuan. Menurut data Bank Dunia, pertumbuhan penduduk di Indonesia mencapai 1,2% per tahun. Hasil sensus penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta. Pertumbuhan produksi komditas pangan tidak selalu dapat mengikuti pertumbuhan konsumsi pangan penduduk Indonesia.

(11)

Konsumsi pangan per kapita penduduk Indonesia selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata konsumsi per kapita seminggu beberapa bahan pangan.

Jenis bahan pangan Satuan 2014 2015 2016 Beras lokal/ketan kg 1,626 1,631 1,668 Jagung pocelan/pipilan kg 0,023 0,023 0,021 Ketela pohon kg 0,066 0,069 0,073 Ketela rambat kg 0,050 0,065 0,069 Bawang merah ons 0,477 0,520 0,542 Bawang putih ons 0,300 0,335 0,339 Cabe merah ons 0,280 0,057 0,044 Cabe rawit ons 0,242 0,057 0,047 Kacang kedelai kg 0,000 0,000 0,000 Sumber: Publikasi Statistik Indonesia (2017).

Berdasarkan data pada Tabel 2. konsumsi bahan pangan setiap tahun mengalami peningkatan. Salah satu faktor penyebabnya adalah meningkatnya jumlah penduduk. Menurut data BPS produksi padi tahun 2015 sebesar 75,36 juta ton gabah kering giling, produksi jagung 19,61 juta ton pipilan kering, produksi kedelai 963,10 ribu ton biji kering. Produksi tersebut masih belum dapat memenuhi konsumsi pangan penduduk Indonesia, sehingga Indonesia masih harus mengimpor dari luar negeri. Sektor pertanian masih memiliki daya tarik sebagai mata pencaharian utama penduduk Indonesia, hal ini disebabkan karena produk pertanian menjadi bahan pangan manusia.

(12)

Berdasarkan data BPS pada bulan Februari tahun 2013 sebanyak 39.959.073 penduduk Indonesia mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama, jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 2,77% dibandingkan bulan Agustus tahun 2012 (Emiria dan Purwandari, 2014).

Melihat data tersebut, sektor pertanian komoditas tanaman pangan masih mempunyai potensi untuk dikembangkan. Hanya saja kenyataan di lapangan petani masih menempatkan sektor tanaman pangan bukan sebagai komoditas unggulan. Persepsi dalam masyarakat petani, usaha tani komoditas tanaman pangan belum mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Para petani yang terjun ke usaha tani tanaman pangan lebih banyak pada kelompok usia yang sudah masuk kategori manula sehingga usaha tani yang dilakukan hanya sekedar untuk kegiatan mengisi waktu bagi para manula. Kondisi tersebut menyebabkan produksi tanaman yang dihasilkan tidak dapat maksimal karena budidaya tanaman juga dilakukan tidak optimal. Akibatnya untuk memenuhi kebutuhan beberapa komoditas pangan harus impor dari luar, salah satunya adalah kedelai. Impor kedelai dari tahun ke tahun

(13)

meningkat karena produksi kedelai tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui hampir semua petani melaksanakan usaha tani menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Hal tersebut berakibat terhadap kesuburan tanah dan pencemaran lingkungan, serta kesehatan manusia akibat akumulasi bahan kimia dalam pangan yang dikonsumsi.Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dalam jangka waktu yang lama berdampak kepada kerusakan lingkungan berupa penurunan kesuburan tanah, akumulasi senyawa kimia dalam tanah, erosi, salinitas, dan kerusakan lainnya serta menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Gambar 1. Dampak lingkungan penggunaan bahan kimia yang dilakukan oleh petani.

(14)

Akibat dampak negatif yang timbul dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida, masyarakat mulai beralih untuk mengkonsumsi produk pertanian organik. Para petani secara bertahap membudidayakan tanaman secara organik, menggunakan pupuk dan pestisida organik. Pada sistem pertanian organik menerapkan prinsip ‘hukum pengembalian’ (low of return). Hal tersebut mengandung makna bahwa dalam sistem pertanian organik berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan untuk memberi makanan pada tanaman. Filososfi yang mendasari pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman (Soetanto 2002). Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah.

(15)

Kendala yang dihadapi dalam implementasi pertanian organik adalah ketersediaan bahan organik dan pestisida organik, karena bahan organik bersifat ruah dibutuhkan dalam jumlah banyak. Disamping itu mengubah pola pikir dan kebiasaan petani, dari usaha tani konvensional menggunakan pupuk dan pestisida kimia beralih ke pertanian organik. Konversi dari pertanian konvensional ke pertanian organik membutuhkan kesiapan sumberdaya manusia, sarana produksi pertanian, dan regulasi pemerintah.

Selama ini pertanian yang dikembangkan di Indonesia adalah pertanian modern yang menitikberatkan pada penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Tujuan kegiatan usaha tani tersebut adalah untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Paket teknologi pertanian modern meliputi: penggunaan varietas unggul berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia/sintesis, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Pada tahun 1962 Rachel Carson pertama kali mengemukakan tentang dampak negatif yang ditimbulkan dari pertanian

(16)

modern, dia menyampaikan pandangan bahwa pestisida kimia yang merupakan salah satu paket pertanian modern selalu bersifat toksik pada organisme lain bukan target/bukan pengganggu tanaman. Sejak saat itu resiko penggunaan bahan kimia pertanian mulai mendapatkan perhatian dari pakar lingkungan, disamping mulai muncul masalah-masalah lingkungan lain akibat penggunaan paket pertanian modern (Sutanto, 2002). Selama ini terjadi kesalahan persepsi di masyarakat bahwa jika kita tidak melaksanakan praktik pertanian modern maka dianggap kembali pada pertanian tradisional dan tanaman yang diproduksi akan turun secara drastis. Persepsi tersebut menyebabkan praktik pertanian organik di Indonesia belum dapat berjalan seperti yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika pertanian organik dilaksanakan dengan baik maka dapat mengembalikan kesuburan tanah yang mengalami kerusakan akibat penggunaan bahan-bahan kimia. Pada pertanian organik dapat menggunakan pupuk hijau, tanaman legum dalam pergiliran tanaman, rumput dan gulma untuk bahan kompos, serta kotoran hewan ternak.

(17)

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi para ahli dan masyarakat mulai menyadari bahaya yang ditimbulkan dari praktik pertanian modern terhadap kesehatan manusia serta menurunnya produktivitas lahan dan rusaknya keseimbangan ekosistem sehingga muncul hama penyakit baru. Kondisi tersebut memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk beralih ke pertanian organik yang ramah lingkungan. Peningkatan produksi pangan dengan menerapkan pertanian modern dan pertanian ramah lingkungan seolah-olah merupakan dua hal yang saling bertolak belakang. Hal ini merupakan tantangan dalam pengembangan pertanian. Saat ini perhatian untuk melaksanakan praktek pertanian alternatif dengan memperhatikan kesuburan tanah, keanekaragaman hayati dan ramah lingkungan mulai mendapat perhatian. Pertanian alternatif tersebut menitikberatkan pada penggunaan masukan dari dalam usaha tani yaitu memanfaatkan residu tanaman atau residu hewan serta penggunaan tanaman penutup tanah untuk menjaga kelembaban dan kesuburan tanah.

(18)

Pertanian organik merupakan gerakan ‘kembali ke alam’ memperbaiki kesuburan tanah dengan menggunakan sumber daya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Ada empat prinsip pertanian alami yaitu tanpa olah tanah, tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos, tidak dilakukan pemberantasan gulma baik melalui pengolahan tanah maupun penggunaan herbisida, tidak tergantung pada bahan kimia (Fukuoka, 1985 dalam Sutanto, 2002).

Pola hidup sehat dengan mengkonsumsi bahan pangan bebas bahan kimia berbahaya dan ramah lingkungan menjadi trend baru di masyarakat. Hal tersebut dipicu oleh kesadaran akan bahaya penggunaan pupuk kimia, hormon, dan obat-obatan kimia berbahaya dalam praktik pertanian. Trend baru di masyarakat tersebut menyebabkan permintaan terhadap produk pertanian organik juga meningkat. Meningkatnya permintaan tidak diimbangi dengan ketersediaan produk pertanian organik. Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia yg diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sampai tahun 2011 tercatat luas areal pertanian Indonesia

(19)

225.062,65 ha dengan status 90.135,5 ha merupakan area tersertifikasi pertanian organik dan 134.917,66 ha merupakan area tanpa sertifikasi organik (Ariesusanty et al., 2012). Pada tahun 2013 luas areal pertanian organik tersertifikasi mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah petani dan luas lahan pertanian organik di Indonesia masih rendah. Hasil survey yang dilakukan oleh Emiria dan Purwandari (2014) menunjukkan jumlah petani organik murni di kabupaten Bogor masih sangat sedikit dibandingkan petani konvensional.

Keberlanjutan pertanian organik tidak dapat dipisahkan dengan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial. Pertanian organik tidak hanya sebatas meniadakan penggunaan input sintesis, tetapi juga pemanfaatan sumber-sumber daya alam secara berkelanjutan, produksi makanan sehat, dan menghemat energi (Mayrowani, 2012). Pada tahun 2010 pemerintah meluncurkan program ‘Go Organic’. Program tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan pertanian organik di Indonesia. Program Go Organic tersebut meliputi berbagai kegiatan yaitu

(20)

pengembangan teknologi pertanian organik, membentuk kelompok tani organik, pegembangan pedesaan melalui pertanian organik, membangun strategi pemasaran pertanian organik. Kenyataannya pertanian organik belum berkembang dan masih sedikit petani yang melakukan usaha tani organik. Saat ini pembangunan pertanian dihadapkan pada berbagai permasalahan yaitu: 1) keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian; 2) lemahnya sistem alih teknologi dan kurang tepatnya sasaran; 3) terbatasnya akses layanan usaha untuk permodalan; 4) panjangnya rantai tata niaga dan belum adilnya sistem pemasaran; 5) keterbatasan kualitas dan ketrampilan sumberdaya petani; 6) lemahnya kelembagaan dan posisi tawar petani; 7) lemahnya koordinasi antar lembaga terkait birokrasi; 8) belum berpihaknya kebijakan ekonomi makro kepada petani (Departemen Pertanian, 2010 dalam Mayrowani, 2012). Program pengembangan pertanian organik di Indonesia adalah mendorong terwujudnya pertanian yang tangguh, berdaya saing, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.

(21)

Selama ini di masyarakat masih terdapat perbedaan pemahaman tentang produk pertanian organik, oleh karena itu pada tahun 2002 Departemen Pertanian membuat aturan dasar tentang pelaksanaan pertanian organik di Indonesia yang disahkan dalam bentuk SNI Sistem Pangan Organik. SNI tersebut mengatur sejak aspek budidaya sampai dengan pemasaran. SNI tersebut diterapkan untuk produk-produk: 1) tanaman dan produk segar tanaman serta produk pangan segar dan produk pangan olahan, ternak dan produk-produk peternakan, 2) produk olahan tanaman dan ternak untuk tujuan konsumsi manusia yang dihasilkan dari butir 1. Pengembangan pertanian organik melibatkan beberapa komponen yaitu sumberdaya lahan dan sumberdaya manusia. Sumberdaya lahan merupakan komponen penting dalam kegiatan pertanian, kesesuaian lahan dengan tanaman menjadi salah satu faktor yang menentukan hasil pertanian. Ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Ketersediaan pupuk organik dan bahan-bahan organik dalam jumlah yang cukup dibutuhkan dalam pertanian organik sehingga perlu

(22)

diketahui potensi bahan organik yang tersedia. Pupuk dan bahan organik dapat diperoleh dari dalam wilayah dan tidak perlu didatangkan dari luar wilayah jika potensi pupuk organik cukup untuk pertanian organik.

(23)

Bab 2

Botani dan Morfologi Kedelai

Kedelai (Glycine max (L.) Merril) termasuk dalam genus Glycine, famili Leguminosae. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri atas dua spesies yaitu kedelai putih (Glycine max), disebut kedelai putih, bijinya berwarna kuning, agak putih atau hijau dan kedelai hitam (Glycine soja). Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan ketinggian 40 – 100 cm, yang dapat membentuk 3 – 6 cabang. Daun kedelai termasuk daun majemuk dengan tiga helai anak daun. Helain daun berbentuk oval dengan ujung lancip, permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi (Tjandramukti, 2000). Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua daun akan menguning dan gugur, dimulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang. Daun berfungsi sebagai sumber karbohidrat sebagai persediaan untuk fase generatif dalam proses translokasi.

Tipe pertumbuhan batang tanaman kedelai dapat dibedakan menjadi determinate (terbatas), indeterminate

(24)

(tidak terbatas) dan semi determinate. Tipe determinate mempunyai ciri-ciri berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi, tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe indeterminate mempunyai ciri-ciri ujung batang lebih kecil dari bagian tengah, berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh, tanaman berpostur sedang sampai tinggi. Tipe semi determinate mempunyai karakteristik antara kedua tipe lainnya (Tjandramukti, 2000).

Perakaran kedelai terdiri atas akar tunggang, akar lateral dan akar serabut dengan kedalaman akar mencapai 1,5 m. Pada kondisi lengas tanah rendah akar akan berkembang lebih dalam agar dapat menyerap air dan unsur hara. Pada pangkal batang dan akar lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

Rhizobium japonicum yang menginfeksi akar dalam kondisi aerob. Bakteri tersebut bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri

(25)

ini, bintil akar mulai terbentuk 15 – 20 hari setelah tanam (Tjandramukti, 2000).

Gambar 2. Perakaran dan bintil kedelai.

Kedelai mempunyai bunga sempurna yang dapat menyerbuk sendiri. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga yang terbentuk dapat menjadi polong, kurang lebih 60 % bunga rontok sebelum membentuk polong (Pitojo, 2003).

(26)

Gambar 3. Bunga kedelai.

Buah kedelai berbentuk polong berisi 1 – 4 biji, tetapi rata-rata berisi dua biji. Jumlah polong per batang sangat bervariasi tergantung kultivar kedelai, jarak tanam dan kesuburan tanah. Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperm, embrio terletak diantara keping biji. Bentuk biji bulat lonjong tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Pitojo, 2003). Biji berukuran 6-10 g, warna kulit biji bermacam-macam yaitu kuning, hitam, hijau atau coklat. Berdasarkan berat biji kedelai digolongkan menjadi tiga golongan yaitu berbiji kecil bila berat 100 biji antara 6-10 g, berbiji sedang bila berat 100 biji 13 g dan berbiji besar bila berat 100 biji lebih dari 13 g (Indradewa, 2002). Kedelai

(27)

yang ditanam di Indonesia umumnya tipe determinate dan semi determinate varietas Manchuria dan India. Varietas Manchuria berbiji besar mengkilat, sedangkan varietas India bijinya kecil.

Gambar 4. Polong kedelai

Umur masak kedelai berkisar antara 75-110 hari tergantung pada kultivarnya. Kedelai dengan umur masak 75-85 hari termasuk kedelai genjah, umur masak 85-95 hari kedelai tengahan dan lebih dari 95 hari kedelai dalam. Kedelai yang berumur 85 hari pertumbuhan awal terjadi selama 15 hari diteruskan dengan pertumbuhan vegetatif aktif antara umur 16 – 30 hari. Pembungaan dan pengisian polong terjadi selama 35 hari antara umur 31 – 65 hari.

(28)

Pematangan biji berlangsung selama 20 hari antara umur 66 – 85 hari (Tampubolon et al., 1989).

(29)

Bab 3

Teknik Budidaya Kedelai

Kedelai merupakan tanaman golongan C3 yang cukup toleran terhadap naungan. Oleh karena itu tanaman kedelai sering digunakan dalam sistem pertanaman ganda (multiple cropping), pola pertanaman ganda yang sering dilakukan oleh petani adalah sistem tumpang sari (intercropping). Disamping karena tanaman ini toleran terhadap naungan juga kemampuannya dalam mengikat N2 sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan. Kombinasi antara tanaman legum dan non legum pada sistem tumpangsari umumnya dapat meningkatkan produktivitas lahan, dan yang paling banyak dipraktekkan oleh petani adalah tumpangsari antara kedelai dengan jagung. Untuk mendapatkan hasil yang baik maka harus digunakan kultivar kedelai yang mempunyai kemampuan memfiksasi N2 tinggi dan tahan naungan.

Umumnya kedelai akan tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, kaya akan bahan organik, pH berkisar antara 5,8 – 7,0. Tanah berpasir dapat ditanami kedelai asalkan air dan unsur hara dalam keadaan cukup. Kedelai

(30)

dapat dibudidayakan pada lahan sawah maupun lahan kering. Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan setelah padi. Kedelai dapat tumbuh pada suhu antara 18oC – 35oC, curah hujan rata-rata 1000 – 1500 mm/th dengan bulan kering antara 2 – 7,5 bulan. Tanaman kedelai di Indonesia biasa dibudidayakan sampai ketinggian tempat 500 m dpl (Miing-Lii, 1990). Delapan puluh lima persen areal kedelai di Jawa terdapat pada ketinggian kurang dari 100 m dpl, 10 % pada ketinggian 100 – 250 m dpl dan hanya 5 % yang terdapat pada daerah dengan ketinggian di atas 250 m dpl. Temperatur tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan kedelai. Pertumbuhan vegetatif awal tanaman kedelai di Canada terjadi di bawah kondisi temperatur pucuk tinggi tetapi temperatur tanah rendah (Walsh dan Layzell, 1986). Hasil penelitian Walsh dan Layzell (1986) temperatur tanah rendah (15oC) akan menurunkan laju fiksasi N2 tetapi efisiensi nitogenase meningkat, menurunkan pembagian (partitioning) N ke jaringan muda sehingga akan menginduksi remobilisasi N dari daun lebih tua dan menurunkan perkembangan luas daun. Ada tiga kemungkinan untuk meningkatkan toleransi kedelai terhadap temperatur rendah yaitu : (1)

(31)

menurunkan temperatur optimum untuk nitrogenase, (2) meningkatkan perkembangan bintil akar dan kemampuan fiksasi N2 pada temperatur rendah dan (3) perubahan pola pembagian C dan N.

Besarnya NER (Net Energy Rate) untuk tanaman kedelai adalah NAR (Net Assimilation Rate) – Energi yang digunakan untuk pertumbuhan – Energi untuk Respirasi – Karbohidrat untuk pertumbuhan Rhizobium (Tjandramukti, 2000). Kekahatan karbohidrat di daerah iklim tropis merupakan kendala rendahnya produksi kedelai. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan hasil asimilasi di daerah iklim tropis sehingga mendekati atau sama dengan daerah asalnya yaitu iklim subtropis. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu didukung dengan teknologi yang dapat meningkatkan ketebalan daun, meningkatkan kandungan klorofil dan memperpendek internode sehingga daun kuat dan tidak saling menutupi. Tanaman kedelai tidak akan mengalami kelayuan saat luxurious intensitas matahari saat siang hari. Asimilasi karbon akan lebih lama, ditunjang pula dengan ketebalan daun akan menigkatkan LAI (leaf area index) sehingga intensitas matahari yang hanya 11-12 jam mampu meningkatkan NAR sehingga NER

(32)

sama dengan NER di daerah subtropics (Tjandramukti, 2000).

Upaya peningkatan produksi tanaman kedelai dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain adalah perluasan areal pertanaman, perbaikan teknologi budidaya dan pengembangan varietas kedelai melalui program pemuliaan tanaman sehingga akan diperoleh varietas baru yang mempunyai sifat-sifat unggul. Terhitung sejak tahun 1974 – 1998 sudah ada 32 varietas kedelai yang dilepas. Terakhir ada lima varietas yang dilepas yaitu Bromo, Argomulyo dan Burangrang yang mempunyai ukuran biji besar serta Kawi dan Leuser yang mempunyai ukuran biji kecil. Varietas kedelai yang banyak dibudidayakan oleh petani antara lain adalah Wilis, Orba, Galunggung, Selamet, Sumbing, Singgalang, Kipas Putih, Dempo, Kerinci, Merbabu, Guntur, Lokon, Tidar, Raung, Rinjani, Petek, Tambora, Lampobatang, Anjasmoro, Mahameru, Cikuray, Argomulyo. Disamping itu sejak tahun 2001 dikembangkan kedelai hitam Malika, dimana pada tahun 2006 kedelai Malika tersebut sudah sebagai varietas unggul nasional. Badan Litbang Pertanian pada tahun 2001 – 2003 telah melepas varietas unggul kedelai yang adaptif pada lahan kering masam di Sumatera dan Kalimantan yaitu varietas Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai dan Seulawah yang

(33)

mempunyai potensi hasil 2 ton/ha (Badan Litbang Pertanian, 2004).

Penelitian untuk mengetahui adaptasi serta respon berbagai varietas kedelai terhadap kondisi lingkungan dan teknologi budidaya kedelai telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Harun dan Ammar (2001) bertujuan untuk menguji respon berbagai kultivar kedelai yaitu Selamet, Sumbing, Singgalang, Tidar, Wilis dan Kipas Putih terhadap inokulasi isolat Bradyrhizobium japonicum

strain Hup+ pada tanah masam. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa simbiosis antara kultivar Selamet dengan B. japonicum strain Hup+ asal isolat RIF 6 menunjukkan pertumbuhan dan hasil tertinggi dibandingkan dengan simbiosis antara kultivar dan isolat yang lain.

Rata-rata produktivas kedelai di tingkat petani pada kisaran 0,6 – 2 ton/ha, sedangkan pada skala penelitian telah mencapai 1,7 – 3,2 ton/ha. Berdasarkan realita tersebut produktivitas kedelai di tingkat petani memiliki potensi untuk dikembangkan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara mengadopsi teknologi hasil penelitian kepada petani. Hasil penelitian yang dapat diaplikasikan kepada petani antara lain tentang: (1)

(34)

penggunaan benih unggul dengan potensi hasil 1,70 – 3,25 ton/ha yang mempunyai karakter yang bervariasi dalam hal umur panen, kesesuaian terhadap kondisi lahan yang spesifik, warna dan ukuran biji; (2) pengendalian hama, penyakit, dan gulma atau organisme pengganggu tanaman/ OPT; (3) pengelolaan lahan meliputi pengolahan tanah, pemupukan dan pengelolaan unsur hara, kelembaban dan lengas tanah. Pada usaha tani kedelai dikenal istilah PTT Kedelai (Pengelolaan sumberdaya dan Tanaman Terpadu), kegiatan ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pendapatan petani. Pada PTT kedelai perlu diperhatikan lahan pertanian/agroekosistem yang akan digunakan untuk budidaya kedelai. Lahan pertanian untuk tanaman kedelai dikelompokkan menjadi empat macam yaitu: (1) lahan sawah, (2) lahan kering, (3) rawa lebak, (4) lahan pasang surut. Budidaya kedelai pada keempat jenis lahan tersebut memerlukan pengelolaan yang berbeda.

(35)

A. Budidaya Kedelai pada Lahan Sawah

Dalam budidaya kedelai perlu diperhatikan pemilihan benih sebagai bahan tanam. Benih kedelai yang umumnya digunakan pada lahan sawah antara lain adalah:

 Varietas berbiji besar: Anjasmara, Detam 1, Detam 2, Detam 3, Detam 4, Argomulyo, Burangrang, Baluran, Grobogan, Argopuro, Gumitir.

 Varietas berbiji sedang: Gepak kuning, Gepak hijau, Malabar, Gema, Malika, Ijen, Dering, Arjasari, Sinabung, Kaba, Wilis.

Varietas Anjasmara, Argopuro, detam 1, Detam 2, Detam 3, Detam 4, Gumitir, Wilis, Ijen, Kaba, Malika, Anjarsari, Sinabung ditanam pada Musim Kemarau I (MK I) bulan Februari – Juni setelah panen padi pertama. Varietas Baluran, Argomulyo, Burangrang, Malika, Dering, Gema, Anjarsari, Ijen, Malabar umumnya ditanam pada MK II bulan Juni-September. Ketersediaan air hujan pada MK I lebih banyak dibandingkan MK II. Benih yang digunakan sebagai bahan tanam hendaknya benih bermutu yaitu benih murni, bernas, sehat bebas dari infeksi hama penyakit, mempunyai daya tumbuh

(36)

lebih dari 85%. Kebutuhan benih untuk satu hektar bervariasi tergantung pada besar kecilnya ukuran benih, rata-rata berkisar antara 40 – 60 kg.

Kedelai di lahan sawah biasanya ditanam saat MK I setelah panen padi pertama dan saat MK II setelah panen padi kedua. Pada umumnya tidak dilakukan pengolahan tanah. Jerami padi bekas pertanaman kedelai dipotong, ditinggal di lahan dan digunakan sebagai mulsa atau dibakar. Jerami padi yang dibakar kaya akan kandungan hara K. Kenyataan di lapangan seringkali jerami padi diangkut dari lahan untuk digunakan sebagai makanan ternak. Pengembalian jerami padi ke lahan dapat memperkecil kehilangan unsur hara selama musim tanam padi. Hal ini juga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia karena adanya pengembalian bahan organik ke dalam tanah dapat mempertahankan kesuburan tanah. Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih, dkk. (2018) menunjukkan pemberian kompos jerami padi pada tanaman kedelai dapat meningkatkan kemampuan kedelai dalam memfiksasi nitrogen, ditunjukkan oleh peningkatan

(37)

jumlah bintil akar, bobot kering bintil akar, dan aktivitas nitrogenase.

Pembuatan saluran drainase dilakukan untuk memberikan aerasi dan mengatur kecukupan air bagi tanaman kedelai. Saluran drainase dibuat dengan kedalaman ± 60 cm, lebar ± 40 cm dan jarak antar saluran 5 – 6 m. Perlakuan benih kedelai dilakukan dengan inokulasi Rhizobium, dapat menggunakan legin kedelai 20 g/kg benih. Inokulasi ini dilakukan terutama pada lahan yang belum pernah ditanami kedelai. Tanaman kedelai mempunyai kemampuan untuk memfiksasi nitrogen (N2) melalui simbiosis dengan bakteri rhizobium. Fiksasi nitrogen tersebut dapat mensuplai kebutuhan nitrogen bagi pertumbuhan tanaman kedelai sehingga mengurangi penggunaan pupuk N anorganik. Pupuk kandang diberikan diatas benih yang telah ditanam sebagai penutup benih dengan dosis 4-5 g/lubang tanam. Pupuk anorganik sebagai sumber NPK diberikan saat tanam dengan cara disebar sesuai barisan tanaman. Acuan pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium untuk tanaman kedelai di lahan sawah dapat dilihat pada Tabel 3, 4, 5.

(38)

Tabel 3. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada kedelai lahan sawah

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg Urea/ha) Kadar hara terekstrak: % N (Kjeldahl) Rendah:

< 0,2 Sedang: 0,2-0,5 Tinggi: > 0,5 Tanpa jerami &

pupuk kandang 50-75 25-50 0 Menggunakan jerami 50 25 0 Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 25 0-25 0

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

Tabel 4. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada kedelai lahan sawah Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg SP36/ha) Kadar hara terekstrak: HCl 25% (mg

P2O5/100 g)

Rendah: < 20 Sedang: 20-40 Tinggi: > 40 Tanpa jerami &

pupuk kandang 75-100 50-75 0-25 Menggunakan jerami 75-100 50-75 0-25 Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 50-75 0-50 0 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

Tabel 5. Dosis anjuran pemupukan kalium pada kedelai lahan sawah

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg KCl/ha) Kadar hara terekstrak: HCl 25% (mg

K2O/100 g)

Rendah: < 10 Sedang: 10-20 Tinggi: > 20 Tanpa jerami &

pupuk kandang 100 100 0

Menggunakan jerami 75-100 75 0 Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 75 50 0

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

(39)

Jarak tanam yang dianjurkan 40 x 15 cm dan 40 x 10 cm, jumlah benih yang ditanam dua benih per lubang tanam. Populasi tanaman ± 350.000 – 500.000 per hektar. Pengairan diberikan sesuai kebutuhan tanaman pada saat perkecambahan, pertumbuhan vegetatif, pada saat berbunga, dan saat pengisian polong. Pada saat periode pengisian polong harus dipastikan kecukupan air bagi pertumbuhan tanaman kedelai. Pengendalian gulma dan hama penyakit dapat dilakukan secara mekanis, konvensional-manual. Pemanenan dilakukan saat daun sudah rontok dan 95% polong berwarna kuning kecoklatan atau coklat kehitaman tergantung jenis varietas. Pemanenan dilakukan secara manual dengan jalan dicabut atau dipotong menggunakan sabit.

B. Budidaya Kedelai pada Lahan Kering

Ada beberapa kemungkinan pola tanam kedelai di lahan kering yaitu:

 Padi gogo – kedelai.

 Kedelai – kedelai – bera.

 Jagung – kedelai – tembakau.

(40)

Pada masa tanam musim hujan I (MH I) bulan Oktober – Januari sebaiknya varietas yang ditanam adalah varietas yang berumur sedang, pada musim marengan MH II bulan Februari – Mei sebaiknya varietas berumur sedang atau genjah. Varietas yang dianjurkan untuk lahan kering maasam pada MH I adalah sebagai berikut:

 Varietas berbiji besar: Rajabasa, Anjasmara

 Varietas berbiji sedang: Ratai, Tanggamus, Sibayak, Slamet, Sinabung.

Pada MH II varietas yang dianjurkan untuk lahan kering masam adalah:

 Varietas berbiji besar: Anjasmara, Rajabasa.

 Varietas berbiji sedang: Sinabung, Sibayak, Ratai, Tanggamus, Slamet, Nanti.

Varietas yang dianjurkan lahan kering tidak masam pada MH I adalah:

 Varietas berbiji besar: Detam 1, detam 2, detam 3, Detam 4, Argopura, Anjasmara, Baluran, Gumitir.

 Varietas berbiji sedang: Sinabung, Kaba, Wilis, Malika, Gema, Arjasari, Dering.

(41)

 Varietas berbiji besar: Baluran, Burangrang, Argomulyo.

 Varietas berbiji sedang: Gema, Malabar, Ijen, Dering. Benih yang digunakan sebaiknya benih yang bermutu mempunyai daya tumbuh lebih dari 85%, bernas, murni, tidak tercampur degan kotoran benih, benih yang sehat bebas dari infeksi hama penyakit. Kebutuhan benih untuk satu hektar lahan bervariasi tergantung kepada besar kecilnya benih, umumnya berkisar 40 – 60 kg/ha. Sebelum ditanam benih diinokulasi dengan rhizobium/legin kedelai untuk meningkatkan kemampuan kedelai dalam memfiksasi N2 sehingga dapat mengurangi pemakaian pupuk urea.

Pengolahan lahan dilakukan sebelum musim hujan dengan jalan dibajak 1-2 kali, kemudian digaru. Saluran drainase dibuat dengan ukuran lebar 30 cm, kedalaman 25 cm, jarak antar saluran 3-5 m. Pada tanah bertekstur halus dan lahan bertopografi datar, jarak antar saluran dibuat lebih rapat 2-3 m. Jarak tanam untuk tanah yang subur dan air cukup adalah 40 x 15 cm, sedangkan pada tanah yang kurang subur dan air terbatas jarak tanamnya 40 x 10 cm. Populasi tanaman per hektar

(42)

kurang lebih 350.000 – 500.000 tanaman. Pemupukan dilakukan sesuai dengan kondisi tanah dan ada tidaknya penambahan bahan organik. Acuan dosis pupuk yang diberikan untuk tanaman kedelai di lahan kering dapat dilihat pada Tabel 6, 7, dan 8.

Tabel 6. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada kedelai lahan kering

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg Urea/ha) Kadar hara terekstrak: % N (Kjeldahl) Rendah: < 0,2 Sedang: 0,2-0,5 Tinggi: > 0,5 Lahan

masam Lahan tidak masam

Lahan

masam Lahan tidak masam

Lahan

masam Lahan tidak masam Tanpa pupuk

kandang 75 50-75 50 25-50 0 0 Pupuk kandang

2 ton/ha 50 50 25 0-25 0 0 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

Tabel 7. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada kedelai lahan kering

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg SP36/ha) Kadar hara ekstrak HCl 25% (mg P2O5/100 g)

Rendah: < 20 Sedang: 20-40 Tinggi: > 40 Lahan

masam Lahan tidak masam

Lahan

masam Lahan tidak masam

Lahan

masam Lahan tidak masam Tanpa pupuk

kandang 100-150 75-100 75-100 50-75 50 0-25 Pupuk kandang

2 ton/ha 50-75 50-75 50 0-50 25 0 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

(43)

Tabel 8. Dosis anjuran pemupukan kalium pada kedelai lahan kering

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg KCl/ha) Kadar hara ekstrak HCl 25% (mg K2O/100 g)

Rendah: < 20 Sedang: 20-40 Tinggi: > 40 Lahan

masam Lahan tidak masam

Lahan

masam Lahan tidak masam

Lahan

masam Lahan tidak masam Tanpa pupuk

kandang 75-100 100 75 75 50 0 Pupuk kandang

2 ton/ha 75 75 50 50 25 0 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

C. Budidaya kedelai pada lahan Rawa Lebak

Budidaya kedelai pada lahan rawa lebak harus memperhatikan jenis lahan yang meliputi 3 jenis lahan rawa lebak berdasarkan tipologinya yaitu:

1. Lebak dangkal/pematang: pola tanam yang dilakukan berupa padi-padi atau padi-palawija. 2. Lebak tengahan: dapat ditanamani dengan pola

tanam padi-padi atau padi-palawija.

3. Lebak dalam: pola tanam yang dilakukan adalah padi-padi.

Pada lahan rawa lebak tidak dilakukan pengolahan tanah, setelah selesai panen padi, jerami padi dipotong-potong dan dikembalikan lagi ke lahan. Varietas yang

(44)

dianjurkan untuk lahan rawa lebak adalah Argomulyo, Burangrang, Rajabasa, Baluran, Anjasmara, Sibayak, Nanti, Ratai, Tanggamus, Wilis, Ijen, Gema, Dering, Seulawah, Sinabung, Slamet. Total kebutuhan benih dalam 1 hektar lain berkisar 40 – 60 kg. Benih yang digunakan sebagai bahan tanam sebaiknya benih yang bernas, murni, sehat, bersih, daya tumbuh benih lebih dari 85%. Pada lahan yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum ditanam benih diinokulasi dengan rhizobium 20 gram/kg benih kedelai. Jarak tanam yang digunakn 40x15 cm atau 40x10 cm, setiap lubang tanam berisi dua tanaman. Pembuatan saluran drainase dilakukan dengan jarak antar saluran 5 - 6 meter dengan lebar antar saluran 40 cm dan kedalaman 60 cm. Pupuk organik atau pupuk kandang dapat diberikan dengan dosis 2 ton/ha. Pemanenan dilakukan jika daun sudah rontok dan 95% polong sudah berwarna kuning kecoklatan atau coklat kehitaman. Pemanenan dengan cara dicabut atau disabit.

Dosis acuan pemupukan dapat dilihat pada Tabel 9, 10, 11.

(45)

Tabel 9. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada kedelai lahan rawa lebak

Status bahan organik Dosis acuan pemupukan (kg Urea/ha) Kadar hara terekstrak: % N (Kjeldahl)

Rendah: < 0,2 Sedang: 0,2-0,5 Tinggi: > 0,5

Tanpa pupuk

kandang 50 -75 25 – 50 0

Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 25 0 - 25 0 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

Tabel 10. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada kedelai lahan rawa lebak

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg SP36/ha) Kadar hara terekstrak: HCl 25% (mg

P2O5/100 g)

Rendah: < 20 Sedang: 20 - 40 Tinggi: > 40

Tanpa pupuk

kandang 100 -150 75 – 100 50 Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 75 50 0 – 25 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

Tabel 11. Dosis anjuran pemupukan kalium pada kedelai lahan rawa lebak

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg KCl/ha) Kadar hara terekstrak: HCl 25% (mg

K2O/100 g)

Rendah: < 10 Sedang: 10 - 20 Tinggi: > 20

Tanpa pupuk

kandang 100 – 150 75 – 100 50 – 75 Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 75 50 0 – 25 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

(46)

D. Budidaya Kedelai pada Lahan Pasang Surut

Berdasarkan jenis tanahnya lahan pasang surut terdiri atas tanah mineral dan tanah gambut (organik). Berdasarkan tipe luapan dan kedalaman permukaan air tanah, lahan pasang surut dibedakan menjadi empat tipe yaitu:

1. Lahan pasang surut tipe luapan A: selalu terluapi air pasang baik pasang besar maupun kecil, kedalaman luapan lebih dari 1 meter dan waktu genangan lebih dari 6 bulan. Banyak ditemukan di daerah pantai atau sepanjang aliran sungai.

2. Lahan pasang surut tipe luapan B: hanya terluapi oleh pasang besar dan terdrainase harian. Pada tipe ini kedelai dapat ditanam dengan system surjan dan ditanam pada bagian yang ditinggikan.

3. Lahan pasang surut tipe luapan C: tidak pernah terluapi walaupun pasang besar, tetapi permukaan air tanah lebih dangkal dari 50 cm, drainase permanen, dan air pasang mempengaruhi secara tidak langsung.

4. Lahan pasang surut tipe D: tidak pernah terluapi, permukaan air tanah lebih dalam dari 50 cm,

(47)

drainase terbatas, penurunan air tanah terjadi selama musim kemarau pada saat evaporasi melebihi jumlah curah hujan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (2015) menyebutkan bahwa lahan pasang surut jenis tanah mineral dan gambut dangkal dengan tipe luapan B, C, dan D memiliki potensi untuk pengembangan kedelai dengan memperhatikan tipe iklim. Pola tanam lahan pasang surut dengan tipe luapan B adalah padi – padi untuk wilayah dengan tipe iklim A1 (10 -12 bulan basah dan 1 – 2 bulan kering), B1 (7-9 bulan basah dan 1-2 bulan kering), B2 (7 – 9 bulan basah dan 2 – 3 bulan kering). Pola tanam untuk tipe iklim C1 (5 – 6 bulan basah dan 0 – 1 bulan kering), C2 (5 – 6 bulan basah dan 2 – 3 bulan kering) adalah padi – padi atau padi – palawija. Pada lahan pasang surut tipe luapan C yang menggunakan air hujan sebagai sumber air utama, pola tanam yang digunakan adalah padi – palawija. Lahan pasang surut tipe luapan D merupakan lahan kering yang menggunakan air hujan sebagai sumber air pola tanam yang digunakan adalah padi – palawija/sayuran atau

(48)

palawija – palawija/sayuran. Padi ditanam pada bulan Oktober/November (MH), sedangkan palawija/kedelai ditanam pada bulan Maret.

Permasalahan yang dihadapi pada lahan pasang surut adalah kemasaman tinggi, keracunan Al dan Fe.Paket teknologi budidaya kedelai pada lahan kedelai yang direkomendasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan (2015) adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan tanah dan pembuatan saluran irigasi harus memperhatikan posisi kedalaman pirit (FeS2) untuk menghindari oksidasi pirit yang berlebihan sehingga menghasilkan HSO4 berlebihan yang dapat menyebabkan kemasaman dan meracuni tanaman. Pengelohan tanah hendaknya diikuti dengan pencucian agar tidak meracuni dengan penggelontoran air irigasi.

2. Pembuatan saluran drainase. Pada tipe luapan B kedelai ditanam pada bagian yang ditinggikan. Saluran drainase dibuat dengan lebar 30 cm, kedalaman 25 cm dan jarak antar saluran 2 – 3 meter. Pada tipe luapan C lebar saluran drainase 50 cm, kedalaman 70 cm, jarak antar saluran 6 – 8

(49)

meter, kemudian dibuat saluran kemalir (saluran cacing) berjarak 2 – 3 meter antar saluran kemalir dengan lebar 30 cm dan dalam 25 cm menuju ke saluran drainase yang berfungsi membuang air pencucian yang bersifat toxit. Pada tipe luapan D saluran drainase dibuat dengan lebar 30 cm, kedalaman 25 cm, jarak antar saluran 2 – 3 meter. 3. Varietas kedelai yang digunakan pada lahan pasang

surut adalah Rajabasa, Anjasmara, Argomulyo (varietas biji besar). Sedangkan varietas biji sedang yang direkomendasikan adalah Tanggamus, Slamet, Lawit, Menyapa, Wilis, Ijen, Ratai, Seulawah, Nanti, Ijen, Gema, Dering.

4. Pada lahan yang belum pernah ditanami kedelai, inokulasi rhizobium dapat dilakukan dengan dosis 20 g/kg benih.

5. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 40 x 15 cm atau 40 x 10 cm dengan 2 tanaman setiap lubang tanam. Populasi tanaman 300.000 – 500.000/ha.

6. Dosis anjuran pemupukan kedelai di lahan pasang surut dapat dilihat pada Tabel 12, 13,14.

(50)

Tabel 12. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada kedelai lahan pasang surut

Status bahan organik Dosis acuan pemupukan (kg Urea/ha) Kadar hara terekstrak: % N (Kjeldahl)

Rendah: < 0,2 Sedang: 0,2-0,5 Tinggi: > 0,5

Tanpa pupuk

kandang 75 50 – 75 25 -50

Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 50 25 0 – 25 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

Tabel 13. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada kedelai lahan pasang surut

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg SP36/ha)

Kadar hara terekstrak: HCl 25% (mg P2O5/100 g)

Rendah: < 20 Sedang: 20 - 40 Tinggi: > 40

Tanpa pupuk

kandang 75 – 100 50 – 75 0 – 25 Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 50 - 75 0 - 50 0 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

Tabel 14. Dosis anjuran pemupukan kalium pada kedelai lahan pasang surut

Status bahan organik

Dosis acuan pemupukan (kg KCl/ha)

Kadar hara terekstrak: HCl 25% (mg K2O/100 g)

Rendah: < 10 Sedang: 10 - 20 Tinggi: > 20

Tanpa pupuk

kandang 150 75 – 100 50 – 75 Menggunakan pupuk

kandang 2 t/ha 75 - 100 50 - 75 0 – 25 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015).

(51)

Bab 4

Pembuatan Pupuk Kandang

dan Kompos

A. Pupuk Kandang

Kandungan bahan organik dalam tanah sangat penting untuk tanah-tanah pertanian. Bahan organik berperan dalam hal pengaturan berbagai sifat tanah, penyangga persediaan unsur-unsur hara bagi tanaman dan berpengaruh terhadap struktur tanah. Sumber utama bahan organik bagi tanah berasal dari jaringan tanaman baik yang berupa seresah tanaman ataupun sisa-sisa tanaman yang telah mati. Sumber bahan organik lainnya adalah hewan (unggas, ternak, dll). Hewan merupakan pemakan berbagai tanaman. Limbah atau kotorannya merupakan bahan organik yang diperlukan bagi tanah-tanah pertanian. Sisa-sisa tanaman, limbah maupun kotoran hewan dan kompos yang dapat diubah di dalam tanah menjadi bahan-bahan organik tanah sering disebut sebagai pupuk organik. Salah satu contoh jenis pupuk organik adalah pupuk kandang.

(52)

Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kandang hewan ternak baik yang berupa kotoran padat (feses) yang sudah bercampur dengan sisa makanan maupun urine. Selain dapat menambah ketersediaan unsur hara dalam tanah pupuk kandang juga dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah serta membantu kehidupan perkembangan jasad renik. Pupuk kandang mampu mnegubah berbagai faktor dalam tanah sehingga menjadi faktor-faktor yang dapat meningkatkan kesuburan tanah.

Jenis pupuk kandang bermacam-macam tergantung dari jenis hewan yang menghasilkan kotoran seperti pupuk sapi, pupuk kerbau, pupuk kuda, pupuk ayam dan sebagainya. Komposisi unsur hara dari masing-masing pupuk kandang juga berbeda-beda (Tabel 15.)

(53)

Tabel 15. Komposisi unsur hara berbagai jenis pupuk kandang Jenis

Pupuk Wujud Bahan (%) H2O (%) N (%) P2O5 (%) K2O (%) Pupuk

Kuda Padat 80 Cair 20 Total - 75 90 78 0,55 1,35 0,70 0,30 - 0,25 0,40 1,25 0,55 Pupuk

Sapi Padat 70 Cair 30 Total - 85 92 86 0,40 1,00 0,60 0,20 0,20 0,15 0,10 1,35 0,45 Pupuk

Kambing Padat 67 Cair 33 Total - 60 85 69 0,75 1,35 0,95 0,50 0,05 0,35 0,45 2,10 1,00 Pupuk

babi Padat 60 Cair 40 Total - 80 97 87 0,55 0,40 0,50 0,50 0,10 0,35 0,45 0,45 0,40 Pupuk Ayam Total - 55 1,00 0,80 0,40

Berdasarkan proses penguraiannya pupuk kandang dibedakan menjadi pupuk panas dan dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya oleh mikroba berlangsung cepat dan menyebabkan timbulnya gas. Pupuk panas sebaiknya digunakan pada tanah-tanah yang berat (padat), selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah juga dapat mencegah hilangnya unsur hara. Pupuk kandang yang

(54)

termasuk dalam pupuk panas antara lain pupuk kambing dan pupuk kuda.

Pupuk dingin merupakan pupuk kandang yang yang proses penguraian oleh mikrobanya berjalan dengan lambat sehingga tidak menimbulkan gas atau panas. Pupuk kandang dingi lebih baik digunakan pada tanah-tanah yang ringan. Pupuk sapi dan pupuk ayam merupakan contoh dari pupuk kandang dingin.

Cara pembuatan pupuk kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran ternak baik yang berupa kotoran-kotoran yang sudah tercampur dengan sisa makanan maupun yang berbentuk cair (urine). Pupuk kandang dalam pemanfaatannya tidak dalam bentuk segar tetapi harus diolah/diuraikan terlebih dahulu.

Pupuk kandang yang berkualitas dapat diperoleh melalui beberapa proses atau tahapan sebagai berikut : 1. Dekomposisi

Pada tahap dekomposisi akan terjadi proses penguraian zat yang ada di dalam kotoran ternak menjadi zat yang dapat diserap oleh tanaman.

(55)

2. Pengeringan

Pengeringan ini dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengering atau dengan sinar matahari. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air. Pupuk kandang yang baik adalah pupuk kandang dengan kadar air kurang dari 30 %.

3. Pengayaan

Tahapan pengayaan ini dimaksudkan untuk membuang materi pupuk kandang yang kasar sehingga pupuk kandang yang dihasilkan mempunyai partikel-partikel yang lebih halus.

4. Pembersihan

Pembersihan merupakan tahapan untuk membebaskan pupuk kandang dari benih-benih tanaman yang terbawa dalam pupuk kandang.

5. Pengemasan

Tahap pengemasan merupakan tahapan terkahir dalam mendapatkan pupuk kandang. Pengemasan ini bertujuan untuk mempermudah dalam pendistribusian pupuk.

(56)

Selain melalui beberapa tahapan tersebut, untuk membuat pupuk kandang secara alami dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a. Pembuatan Pupuk Kandang Secara Terbuka

Sesuai dengan namanya, proses pembuatan pupuk kandang ini dengan cara menimbun kotoran hewan di tempat terbuka sehingga akan mengalami proses dekomposisi atau penguraian oleh mikroorganisme berlangsung diudara bebas. Biasanya proses dekomposisi dengan cara terbuka dapat berlangsung dengan cepat, tetapi akan menimbulkan polusi udara bagi lingkungan sekitarnya. Tipe ternak yang dalam pengolahannya menjadi pupuk dengan system terbuka adalah : 1). Ternak Besar

Ternak besar misalnya sapi dan kerbau. Kotoran sapi dikumpulkan dan dijemur pada tempat terbuka selama 2-3 hari. Penjemuran sebaiknya dilakukan diatas pasir. Setelah dijemur kotoran ditimbun pada tempat terbuka agar lebih cepat matang. Penimbunan sebaiknya dilakukan pada tempat yang lebih tinggi agar

(57)

tidak terkena aliran air hujan. Setelah 2 minggu pupuk telah matang dan siap untuk digunakan. 2). Ternak Sedang

Hewan ternak sedang meliputi domba dan kambing. Kotoran dikumpulkan dan ditimbun diatas tanah tanpa diberi alas. Kotoran sebaiknya disiram untuk mempercepat terjadinya proses pembusukan. Setelah kurang lebih satu bulan kotoran dan rumput telah hancur dan pupuk sudah matang dan siap untuk digunakan.

3). Ternak Unggas

Kotoran unggas yang berasal dari ayam lebih cepat mengalami kematangan karena kandungan unsur karbon dan nitrogen rendah. Sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk proses penguraiannya.

b. Pembuatan pupuk kandang secara tertutup

Pembuatan pupuk kandang secara tertutup dilakukan dengan menimbun kotoran ternak dalam lubang yang diberi atap. Kelebihan dari cara ini tidak menimbulkan polusi udara bagi lingkungan

(58)

karena penyebaran bau selama proses penguraian dapat dikurangi sedangkan kelemahannua membutuhkan waktu yang cukup lama dan pupuk tidak kering. Cara ini lebih efektif digunakan pada ternak besar dan sedang yang ptoduksi kototrannya cukup banyak.

Tempat penimbunan pada sistem ini terdiri dari dua bagian utama yaitu lubang dan atap. Kotoran dimasukkan ke dalam lubang dan setelah penuh pada permukaan tanah ditaburi dengan kapur tohor yang telah dihaluskan agar tidak terjadi pengasaman pada pupuk, kemudian ditutup atau ditimbun dengan tanah dan diberi parit agar tidak tergenang. Setelah 2-3 bulan pupuk siap untuk digunakan.

Ciri-ciri dari pupuk kandang yang sudang matang dan siap digunakan antara lain:

1) jika dipegang pupuk terasa dingin.

2) jika diremas pupuk mudah rapuh dan hancur dan 3) bau asli kotoran sudah hilang.

(59)

B. Kompos

Kompos organik dewasa ini banyak dikembangkan mengingat pentingnya penggunaan kompos dalam budidaya tanaman, khususnya untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Selain itu kompos juga berfungsi untuk memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah, meningkatkan aerasi dan drainase, menambah kemampuan tanah untuk menyerap panas dan air, serta mengurangi kemungkinan terjadinya erosi pada suatu daerah.

Kompos merupakan proses yang dihasilkan dari pelapukan (dekomposisi) sisa-sisa bahan organik secara biologi yang terkontrol menjadi bagian-bagian yang terhumuskan. Kompos sengaja dibuat hal ini disebabkan proses pengomposan jarang terjadi secara alami mengingat kemungkinan besar terjadi kondisi lingkungan yang kurang sesuai untuk proses biologis baik terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.

Ciri-ciri kompos yang baik adalah berwarna coklat dengan struktur remah dan gembur serta berbau daun yang melapuk. Untuk melapukkan bahan dalam pembuatan kompos diperlukan mikroba dalam hal ini adalah jamur dan bakteri.

(60)

Bahan organic yang digunakan untuk membuat kompos secara umum dibedakan menjadi :

i. Bahan organik yang memiliki kandungan nitrogen (N) tinggi dan karbon (C) tinggi. Contohnya adalah pupuk kandang, daun legume (gamal, lamtoro, kacang-kacangan) dan limbah tumah tangga.

ii. Bahan organic yang meiliki kandungan N rendah dan C tinggi. Contoh bahan ini adalah seresah daun, jerami, serbuk gergaji dan lain-lain.

Pembuatan Kompos

Dalam pembuatan kompos ada beberapa metode atau cara yang dapat digunakan. Metode atau cara tersebut antara lain Krantz, Indore dan Ian Macdonald.

a. Metode Krantz

Pembuatan kompos dengan metode KRANTZ ini dilakukan dalam lubang di dalam tanah dengan kedalaman ± 150 cm. Pembuatan kompos dimulai dengan menumpuk bahan-bahan mentah (seresah, sampah bahan organik, dan lain-lain) dengan ketinggian ± 50 cm. Setelah itu pada tumpukan bahan mentah diberikan pupuk kandang sebagai

(61)

aktifator dan setelah beberapa hari suhu akan meningkat antara 50º C - 60º C. Suhu ini akan mematikan bakteri atau mikroorganisme lain dan biji-biji gulma. Tumpukan ini kemudian diinjak-injak sampai keadaan menjadi anaerob, hal ini dilakukan untuk mencegah kehilangan N secara terus-menerus. Selanjutnya pada tumpukan ditambahkan lagi bahan-bahan mentah dan pupuk kandang sampai ketinggian mencapai kedalaman lubang kemudian bagian atas ditutup dengan lapisan tanah. Penutupan ini bertujuan untuk mengurangi laju kehilangan N dan melindungi kompos dari terik matahari. Untuk mendapatkan kompos yang yang telah matang dan siap diapilkasikan diperlukan waktu selama 3 bulan. b. Metode Indore

Pembuatan kompos dengan metode Indore dilakukan dengan cara bahan dasar (bahan baku) kompos ditumpuk dan disusun secara berlapis-lapis sampai dengan ketinggian kurang lebih 60 cm. Setiap lapis tingginya 15 cm sehingga dalam 60 cm terdapat 4 lapis. Disetiap lapis diberi pupuk kandang. Setelah itu dilakukan pembalikan secara teratur setiap 2 minggu. Pembalikan ini bertujuan

(62)

agar proses penguraian berjalan secara merata. Pengomposan dengan metode ini membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.

c. Metode Ian Macdonald

Pembuatan kompos dengan metode ini dilakukan dengan cara bahan untuk membuat kompos (seresah atau sampah organic dan sebagainya) dimasukkan dalam suatu tempat/wadah kemudian ditambahkan dengan activator dan ditutup bagian atasnya dan dijaga kelembabannya. Apabila tumpukan terlalu kering segera dilakukan penyiraman. Waktu yang diperlukan untuk prpses pelapukan dan kompos siap untuk digunakan kurang lebih 2-3 bulan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam Pembuatan Kompos a. Bahan-bahan untuk membuat kompos dihancurkan/

dipotong kecil-kecil agar campuran kompos homogen dan kecepatan fermentasi dapat merata . b. Temperatur awal harus tinggi agar patogen yang

terbawa dalam bahan dapat terbunuh.

c. Perlu dijaga kelembaban pada saat membuat kompos, hal ini bertujuan untuk mengimbangi penguapan dan mengaktifkan jasad renik.

(63)

Bab 5

Inokulasi Rhizobium Pada Kedelai

Tanaman kedelai termasuk golongan tanaman legum yang mempunyai keistimewaan karena tanaman ini dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium untuk memfiksasi N2 udara. Pemanfaatan fiksasi nitrogen biologi dalam sistem pertanian juga merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi kebutuhan pupuk anorganik terutama pupuk N disamping dapat menjaga kualitas kesuburan lahan pertanian. Kedelai merupakan salah satu tanaman leguminosae yang dapat bersimbiosis dengan bakteri diazotrop untuk memfiksasi N2. Tanaman kedelai dapat bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen Rhizobium,

Bradyrhizobium dan Azorhizobium.Selain dalam bentuk amonium dan nitrat, akar tanaman kedelai mendapatkan nitrogen dari udara bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium. Inokulasi Rhizobium diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nitrogen pada tanaman kedelai sehingga dapat mengurangi kebutuhan pupuk nitrogen anorganik.

Inokulasi Rhizobium pada tanaman kedelai sudah lama dikenal sebagai salah satu pupuk hayati. Inokulasi

(64)

Rhizobium diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nitrogen pada tanaman kedelai sehingga dapat mengurangi kebutuhan pupuk nitrogen anorganik. Kebutuhan tanaman kedelai akan unsur hara nitrogen sangat tinggi sehingga adanya sumber nitrogen yang murah akan membantu mengurangi biaya produksi. Pada tanaman kedelai untuk menghasilkan 1 kg biji, tanaman menyerap 70-80 gram nitrogen dari dalam tanah sehingga jika hasil panen 1,5 ton/ha maka akan menyerap 105-120 kg nitrogen dari dalam tanah. Adanya inokulasi Rhizobium yang efektif, 50-75% total kebutuhan nitrogen dapat dipenuhi dari fiksasi oleh Rhizobium.

Fiksasi N2 terjadi karena adanya hubungan simbiosis antara tanaman tingkat tinggi dengan bakteri prokariotik diazotrop yaitu bakteri yang dapat menambat molekul gas nitrogen yang ada dalam udara (MacDicken, 1994). Organisme diazotrop ini menghasilkan enzim nitrogenase yang berperanan sebagai katalisator dalam peruraian gas nitrogen dan mereduksi menjadi NH3+. Ada beberapa bakteri yang dapat memfiksasi N2, tetapi dalam pertanian,

Rhizobium merupakan bakteri yang paling penting dalam fiksasi nitrogen (Thomas, et al., 1997). Rhizobia penyebab

(65)

terbentuknya bintil akar pada akar tanaman legum. Tanpa tanaman legum rhizobia tidak dapat memfiksasi nitrogen, sebaliknya tanpa rhizobia tanaman legum juga tidak dapat memfiksasi nitrogen. Nitrogen difiksasi di bintil akar dan hanya terjadi jika ada hubungan simbiotik antara bakteri dengan tanaman legum.

Simbiosis antara rhizobia dengan akar tanaman legum akan menghasilkan organ penambat nitrogen yaitu bintil akar. Pada bintil akar terdapat sel-sel yang agak membesar berisi bakteroid dan diantaranya terdapat sel-sel yang lebih kecil dan lebih banyak mengandung pati. Perkembangan bintil akar mulai terjadi pada saat sel korteks akar terangsang membelah secara mitotik membentuk calon bintil dan diikuti oleh masuknya bakteri Rhizobium

kedalam sel-sel tersebut. Umumnya bintil akar terbentuk 5 - 6 hari setelah inokulasi, sedangkan fiksasi nitrogen terjadi 8 – 15 hari setelah inokulasi. Struktur bintil akar ditentukan oleh tanaman inang. Pada bintil akar determinate, daerah meristematik tidak jelas, bentuk bulat, misalnya pada tanaman kedelai. Bintil akar indeterminate ditandai dengan daerah meristimatik yang jelas, ukuran panjang meningkat selama pertumbuhan, misalnya pada clover. Bintil akar

(66)

yang efektif memfiksasi N2 berwarna merah karena mengandung leghemoglobin. Bintil akar tetap aktif selama 50 – 60 hari, setelah itu akan mengalami senescen. Pada saat senescen bakteroid dan leghemoglobin akan mengalami degradasi sehingga bintil akar berwarna hijau atau coklat. Bentuk, ukuran, warna, tekstur dan letak bintil akar pada tanaman ditentukan oleh tanaman inang (Dierolf,

et al., 2001). Tingkat efektivitas rhizobia bervariasi dilihat dari warna bintil akar, bintil akar berwarna merah muda lebih efektif memfiksasi nitrogen dibandingkan yang berwarna putih. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman inang (Karaca dan Uyanoz, 2012).

Inokulasi Rhizobium pada benih kedelai sangat mudah dilakukan dan tidak memerlukan ketrampilan khusus dan teknologi tinggi. Setiap petani dapat dengan mudah melakukan inokulasi Rhizobium. Inokulan yang digunakan pada benih kedelai umumnya berupa legin kedelai. Sebelum diinokulasi, benih kedelai direndam dulu dalam air sampai basah untuk memudahkan inokulasi. Inokulasi dilakukan dengan cara mencampur benih kedelai dengan legin kedelai. Legin kedelai yang digunakan sebanyak 15 gram

(67)

legin kedelai untuk 1 kg benih kedelai. Pada saat mencampur benih dengan legin kedelai hendaknya dilakukan di tempat teduh dan terhindar dari sinar matahari langsung untuk menghindari kerusakan legin kedelai. Setelah diinokulasi benih kedelai harus segera ditanam.

Beberapa hasil penelitian menunjukan inokulasi Rhizobium dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Namun demikian tidak semua kedelai memberikan respon yang sama terhadap inokulasi legin kedelai. Hal ini disebabkan karena ada spesifikasi antara jenis bakteri rhizobium dengan jenis varietas kedelai. Inokulasi kedelai di lahan pasir pantai pada 10 varietas kedelai (Grobogan, Burangrang, Argomulyo. Anjasmara, Dena 1, Gema, Kaba, Wilis, Sinabung, Gepak Kuning) dapat meningkatkan jumlah bintil akar, bobot kering bintil akar, bobot biji per tanaman dan indeks panen. Kultivar Burangrang lebih responsif terhadap inokulasi Rhizobium japonicum dibandingkan kultivar lainnya yang diuji (Purwaningsih, dkk., 2019). Pemberian kompos jerami padi pada kedelai yang diinokulasi Rhizobium japonicum dapat meningkatkan kemampuan kedelai dalam memfiksasi

(68)

nitrogen dilihat dari jumlah bintil akar, bobot kering bintil akar, dan aktivitas nitrogenase (Purwaningsih, dkk., 2018). Pemberian legin kedelai dapat meningkatkan kandungan N, P total tajuk dan meningkatkan pembentukan bintil akar (Mulyadi, 2012).Inokulasi Rhizobium 7g kg-1 benih dapat meningkatkan hasil panen 37.30% dibandingkan benih kedelai yang tidak diinokulasi (Fatmayanti, dkk., 2017). Pemberian bio soil neutralizer (BSN) pada tanah ultisol dapat meningkatkan pH tanah dan mampu meningkatkan hasil kedelai 45% jika disertai dengan aplikasi inokulan Rhizobium Elang Biru (IRE). Penggunaan IRE dapat meningkatkan pembentukan bintil akar efektif dari 1,5 menjadi 8,5 bintil akar/tanaman (Lestari dan Harsono, 2017).

(69)

Bab 6

Penutup

Kita mengetahui penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia secara terus menerus akan memberikan dampak negatip bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mengembangkan pertanian organic secara bertahap dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada di sekitar. Berbagai upaya melalui kegiatan penelitian perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan bahan organik dan agent hayati dalam budidaya tanaman sehingga mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk anorganik dan pestisida. Hasil-hasil penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan oleh petani.

Penelitian tentang pemanfaatan inokulasi Rhizobium pada kedelai telah banyak dilakukan dan hasilnya dapat mengurangi pemakaian pupuk anorganik serta dapat meningkatkan hasil biji kedelai. Demikian pula dengan pemanfaatan pupuk kandang maupun kompos dalam budidaya kedelai juga banyak diteliti dan hasilnya dapat meningkatkan produksi kedelai. Buku ini membahas

(70)

tentang pemanfaatan bahan organik dan inokulasi Rhizobium pada budidaya kedelai. Melalui buku ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi petani dan praktisi dalam pengembangan kedelai di Indonesia.

Gambar

Tabel 2. Rata-rata konsumsi per kapita seminggu beberapa bahan  pangan.
Tabel 4. Dosis anjuran pemupukan fosfor pada kedelai lahan sawah  Status bahan organik
Tabel 6. Dosis anjuran pemupukan nitrogen pada kedelai lahan  kering
Tabel 8. Dosis anjuran pemupukan kalium pada kedelai lahan  kering
+4

Referensi

Dokumen terkait

Biogeografi Alga Makro (Rumput) Laut di Kawasan Pesisir Indonesia.. A Field Guide to the British Seaweeds as Required for Assistance in the Classification of Water Bodies

Menurut Azhar Susanto (2013:72) dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi, adalah kumpulan atau group dari sub/sistem/bagian/komponen apapun baik

Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak berpotensi mengganggu kawasan

Penyusunan anggaran akan memungkinkan pihak mana- jemen untuk melihat proyek litbang tersebut dengan sebuah pertanyaan: &#34;Dengan melihat apa yang kita ketahui

Begitu juga dengan parameter berat 1000 butir yang dihasilkan pada pengjkajian terlihat bahwa semakin berat suatu gabah maka produktivitas yang dihasilkan tinggi hal ini

bidang perencanaan dan promosi BKPM melalui Bidang perencanaan dan Promosi. Awal pengembangan e-government masih bersifat statis. Sejalan dengan berkembangnya internet

Fakta bahwa pH optimum adsorpsi ion logam berat oleh biomassa Azolla terjadi pada pH 4-5 tersebut menunjukkan adanya peran penting dari gugus asam lemah yang terdapat pada

Tambahan lagi, melalui perbualan dengan Setiausaha MAFM semasa Mesyuarat Tahunan (AGM) 2015, beliau mengesahkan bahawa perkhidmatan yang disediakan oleh perunding