• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila selama ini dikenal dengan nama ilmiah Tilapia nilotica, namun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila selama ini dikenal dengan nama ilmiah Tilapia nilotica, namun"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II . TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Nila (Oreochromis nilotica)

2.1.1 Klasifikasi

Ikan nila selama ini dikenal dengan nama ilmiah Tilapia nilotica, namun menurut klasifikasi terbaru pada Tahun 1982 nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis nilotica. Perubahan klasifikasi terbaru tersebut dipelopori oleh Trewavas pada Tahun 1980 dengan membagi Tilapia menjadi tiga genus berdasarkan perilaku kepedulian induk ikan terhadap anaknya (Suyanto, 1994 dalam Kordi, 2004). Hal ini berdasarkan beberapa hasil penelitian bahwa ikan nila mempunyai kebiasaan memijah dan mengerami telurnya di dalam mulut induk ikan betina.

Klasifikasi ikan nila menurut Kordi (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata

Kelas : Pisces Ordo : Percomorphi Famili : Cichilidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis nilotica 2.1.2 Morfologi Ikan Nila

Bentuk badan ikan nila (Oreochromis nilotica), pipih ke samping memanjang, warna putih kehitaman, makin ke perut makin terang. Mempunyai garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6-12

(2)

garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan. Sedangkan di punggungnya terdapat garis - garis miring. Mata ikan tampak menonjol agak besar dengan bagian tepi berwarna hijau kebiru - biruan. Letak mulut ikan nila terminal. Posisi perut terhadap sirip dada terputus menjadi dua bagian. Letaknya memanjang di atas sirip dada, jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah dan tipe sisik stenoid (Kordi, 2004).

Berikut ini Gambar morfologi dan anatomi ikan nila (Oreocrhomis nilotica).

Gambar 1. Morfologi dan Anatomi Ikan Nila (Oreocrhomis nilotica) 2.1.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup

Habitat artinya lingkungan hidup tertentu sebagai tempat tumbuhan atau hewan hidup dan berkembang biak. Ikan nila hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, waduk dan rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas sehingga ikan ini dapat pula hidup dan berkembang biak di perairan payau dan air laut (Kordi, 2004). Selanjutnya dinyatakan bahwa nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5 namun pertumbuhan optimalnya

(3)

terjadi pada pH 7-8 dan ikan nila cocok dipelihara di daratan rendah sampai agak tinggi (500 m di atas permukaan laut) dengan suhu 23-30 oC.

2.1.4 Makanan dan Kebiasaan Makan

Makanan ikan nila berupa plankton, perifiton dan tumbuh-tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Oleh karena itu ikan nila digolongkan kedalam omnivore (Kordi, 2004).

Selanjutnya Kordi (2004) menyatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan laboratoris, pada perut ikan nila ditemukan berbagai macam jasad seperti

Soelastrum, Scenedemus, Detrigia, Oligochaeta, larva Chironomus dan

sebagainya. Dari penelitian lebih lanjut ternyata ikan nila ini kebiasaan makannya berbeda sesuai tingkat usianya. Benih ikan nila ternyata lebih suka mengkonsumsi zooplankton, seperti Rotaria, Copepod dan Cladocera. Selain itu ikan nila juga memakan jenis makanan tambahan yang biasa diberikan seperti dedak halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa dan sebagainya.

Ikan nila dewasa memiliki kemampuan mengumpulkan makanan di perairan dengan bantuan mukus dalam mulut. Makanan tersebut membentuk gumpalan partikel sehingga tidak mudah keluar. Ikan-ikan kecil di perairan alami mencari makanan di bagian perairan yang dangkal sedangkan ikan yang berukuran besar lebih menyukai mencari makan di perairan dalam.

2.2 Biologi Trichodina sp 2.2.1 Sistematika Trichodina sp

Menurut Kabata (1985) bahwa sistematika dari Trichodina sp adalah sebagai berikut :

(4)

Phylum : Protozoa Class : Ciliata Ordo : Petricha Subordo : Mobilia Family : Urceolanidae Genus : Trichodina Spesies : Trichodina sp.

Beberapa genus Trichodina sp menurut Ehrenberg (1831) dalam Kabata (1985) sebagai berikut :

a. Trichodina acuta

Duncan (1977) dalam Kabata (1985) menyatakan bahwa genus ini tubuhnya gepeng, berbentuk cakram. Diameter sel 64 μm (45-78 μm). Lampiran disk berdiameter 42 μm (32-49μm). Diameter cincin dentikel 23 μm (18-27 μm), terdiri dari 19 (16-21) dentikel. Membran perbatasan lebar 4.1 μm (3.0-4.8 μm). Makronukleus berbentuk tapal kuda 34 μm (32-36 μm). Mikronukleus 4.8 x 2.7 μm.

Trichodina acuta adalah salah satu spesies yang paling luas genusnya. Duncan adalah orang pertama yang menemukannya di Asia Selatan, di Luzon, Filipina, pada insang, sirip dan kulit T. zillii dan T. mossambica. Dalam suhu yang klimaks terjadi pada banyak Cyprinidae dan beberapa Percidae (Ehrenberg, 1831 dalam Kabata, 1985).

(5)

b. Trichodina domerquei

Menurut Ergens & Lom (1970) dalam Kabata (1985) bahwa Trichodina domerquei berbentuk flat, diameter sel 70 μm (45-90μm), diameter lampiran disk 51 μm (43-61 μm), diameter cincin dentikel 31μm (28-33 μm). Cincin terdiri dari 24 dentikel (22-28). Membran perbatasan dengan lebar 3,5-5.0 μm. Diameter makronukleus 8-22 μm, mikronukleus 2-4 μm.

Trichodina domerquei adalah Salah satu dari beberapa subspesies luas di Gasterosteidae. Subspesies ini biasanya berafiliasi dengan inang yang berbeda atau pada kelompok inang yang berbeda. T. domerquei ditemukan di Indonesia (Jawa) pada Molurus lebistes, Gonionotus puntius dan Trichogaster pectoralis dan di Jawa Barat pada benih ikan mas (Sachlan, 1952 dalam Kabata,1985). c. Trichodina beterodentata

Menurut Duncan (1977) dalam Kabata (1985) bahwa Trichodina beterodentata tubuhnya sedikit cembung, diameter tubuh 86 μm (58-122 μm), lampiran disk 60 μm (47-81 μm). Cincin dentikel 36 μm (26 – 52 μm). Cincin terdiri dari 25 (18-31) dentikel. Membran perbatasan dengan lebar 2.7-5.5 μm.

Duncan menemukan spesies ini dalam tiga populasi yang berbeda, satu pada kulit dan sirip pada T. mossambica, spesies lain pada T. ziilii (insang, sirip dan kulit) dan yang ketiga pada kulit Trichogaster trichopterus, semua ditemukan di Luzon, Filipina . Tiga populasi ini berbeda satu sama lain, pada ukuran sel dan bentuk dentikelnya (Ehrenberg, 1831 dalam Kabata, 1985).

(6)

d. Trichodina sp.

Trichodina sp ditemukan pada banyak ikan, di Filipina di temukan pada Tilapia, Cyprinus carpio dan Chanos chanos. Sedangkan di Thailand pada Clarias batrachus, C. macrochepalus, Labeo bicolor, Ophiocephalus striatus dan spesies pada Pangasius dan Puntius. Di Indonesia pada Cyprinus carpio,

Helostoma temmincki, Hypophthalmicthys molitrix, Osphorenamus gouramy,

Osteochilus hasselti, Puntius javanicus, Tilapia mosambica and Trichogaster pectoralis, (Shariff, 1980 dalam Kabata, 1985).

2.2.2 Morfologi Trichodina sp.

Ahmed (1977) dalam Arie (2010) menyatakan bahwa hewan yang juga tergolong parasit ini bertubuh seperti kubah. Sisi Trichodina sp berbentuk cembung. Bagian ini berfungsi sebagai tempat menempel silis (adoral spiral) yang berfungsi sebagai pergerakan pada permukaan tubuh inang. Selain anterior, hewan ini juga mempunyai posterior. Bentuknya cekung dan berfungsi sebagai alat penempel pada inang. Diameter Trichodina sp berkisar antara 50-90 um dan tinggi 15-35 um. Hewan ini memiliki dentikel yang letaknya di bagian dalam sebanyak 20-31 buah. Organ itu tersusun seperti untaian kalung. Tetapi menurut Lucky (1974) dalam Arie (2010) menyatakan bahwa jumlah dentikelnya berbeda setiap spesiesnya. Bagian lain dari hewan ini adalah inti. Dua inti yang dimilikinya yaitu inti besar dan inti kecil. Inti besar terletak di bagian dalam dengan bentuk seperti tapal kuda, sedangkan inti kecil bentuknya bundar seperti vakuola.

(7)

Menurut Kabata (1985) bahwa morfologi Trichodina sp dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2. Morfologi Trichodina sp. (Kabata 1985).

Keterangan Gambar : A. Bagian vertikal Trichodina, B. Diagram cincin dentikel Trichodinid, C. Dentikel Trichodina D. Dentikel Tripartiella E. Dentikel Trichodinella.

Keterangan singkatan : 1. ac : Lateral silia

2. ad : Diameter lampiran disk 3. d : Dentikel

4. dd : Diameter cincin dentikel 5. dv : Vacuola pencernaan

6. ma : Dua bagian macronucleus setengah lingkaran

7. mi : Micronukleus

8. np : Jumlah pin radial per denticle

9. p : Cytopharynx

10. pc : Adoral silia

11. r : Radial pin

12. t : Silia marjinal

13. v : Membran perbatasan 14. wv : Lebar membran perbatasan

2.2.3 Makanan dan Perkembangbiakan Trichodina sp

Menurut Hausman (1981) dalam Herbert (1989) bahwa Trichodina sp bukan parasit nyata, ciliata ini menggunakan ikan hanya untuk angkutan, menempel pada kulit/sisik ikan dengan cakramnya. Trichodina sp memakan bakteri. Karena meningkatnya jumlah bakteri muncul ketika kulit terluka,

(8)

Trichodina sp juga dapat berkembang biak dengan baik. Mereka menempel dan merusak kulit bahkan lebih. Bahkan di aguarium bersih pun sejumlah besar bakteri tersedia untuk Trichodina sp, sehingga dapat berkembang biak dengan baik.

Menurut Kabata (1985) dalam Deptan (1995) bahwa Trichodinids relatif mudah berkembang di air yang tenang atau di kolam, terutama pada tempat penetasan dan pembibitan saat kepadatan ikan dan populasinya tinggi. Trichodina sp berkembang biak dengan membelah diri. Lingkarannya yang berbentuk jangkar akan pecah menjadi dua bagian kecil, kemudian akan tumbuh menjadi besar dan membentuk jangkar baru. Tanpa inang hewan ini hanya bertahan hidup selama dua hari. Pada inang parasit ini akan tumbuh baik pada kolam yang dangkal dengan air yang tenang.

Menurut Post (1987) bahwa Trichodina sp melakukan perkembangbiakan pada umumnya dengan cara pembelahan biner. Pembelahan biner adalah diawali dengan pembelahan inti dan diikuti oleh pembelahan sitoplasma kemudian menghasilkan 2 sel baru. Sedangkan menurut Olsen (1967) dalam Deptan (1995) bahwa Trichodina sp adalah protozoa kelompok ciliata yang membentuk kista ketika berada di air. Kista mengadakan pembelahan sel, kemudian tumbuh membentuk tomit dalam kista. Tomit ini bila kista pecah baru menyerang ikan, dan dalam kulit membentuk kulit bintik putih setelah tumbuh menjadi dewasa dan membiak kembali secara aseksual dalam kulit. Jika telah menjadi dewasa keluar dari bintik (bisul) dan masuk ke air membentuk kista kembali. Daur hidup Trichodina sp seperti pada Gambar 3 di bawah ini:

(9)

Gambar 3. Daur Hidup Trichodina sp. (Deptan, 1995).

2.2.4 Lingkungan Fisik dan Biotik Trichodina sp.

Keadaan lingkungan fisik bagi parasit adalah sama dengan organisme yang hidup bebas. Bagi stadia parasit yang hidupnya bebas, adalah sama dengan hewan yang hidupnya nonparasitik. Parasit juga memerlukan perlindungan terhadap kekeringan dan suhu yang tidak sesuai. Jika suhu lingkungannya tidak sesuai mereka mempertahankan diri dengan membentuk kista, dinding telur yang tebal dan memperlambat penanggalan kulit pada larva. Menurut Olsen (1967) dalam Deptan (1995) bahwa di lingkungan makro keadaan kelembaban, oksigen dan suhu juga harus sesuai dengan kelangsungan hidup dan perkembangan serta perkembangbiakan parasit untuk dapat menyerang inang. Kabata (1985) dalam Deptan (1995) menyatakan bahwa selain lingkungan musim dan lokasi sistem budidaya juga mempengaruhi fauna parasit, misalnya Trichodina sp dapat terjadi epzootik dalam bulan di musim semi yang panas dan tumbuh subur di perairan yang banyak mengandung bahan organik dengan suhu air 25-30 0C.

Olsen (1967) dalam Deptan (1995) menyatakan bahwa lingkungan biotik parasit terdiri dari seluruh tubuh inang. Pada parasit ikan lingkungan biotik

(10)

adalah ikan. Kabata (1985) dalam Deptan (1995) menyatakan bahwa tanaman air maupun hewan-hewan aquatik yang berupa makanan ikan dapat juga menjadi habitat tuan rumah perantara bagi parasit. Tanaman air membantu dalam penukaran oksigen dan kandungan gas dalam air, sedangkan hewan akuatik dapat menjadi predator juga selain menjadi tuan rumah perantara parasit. Ikan sebagai lingkungan biotik parasit pada setiap bagian tubuhnya merupakan habitat mikro (mikro habitat), bagi tiap jenis parasit, karena parasit tersebut dapat beradaptasi dengan baik pada tubuhnya.

Trichodina sp mempunyai cakram berupa duri-duri dan rambut getar agar dapat berpindah-pindah tempat pada tubuh ikan, sehingga mengakibatkan luka pada ikan. Mikro habitat ada lima macam yaitu bagian luar tubuh ikan, rongga tubuh, sistem organ (syaraf, pencernaan, peredaran darah), jaringan tubuh (otot daging) dan sel (sel hati dan ginjal) (Deptan, 1995).

2.3 Gejala Klinis Ikan yang Terinfeksi Trichodina sp.

Menurut Kabata (1985) bahwa beberapa spesies Trichodina menyerang di dalam kandung kemih, melekat pada dinding dalam. Trichodinids menginfeksi ikan disemua usia, tetapi yang paling banyak ditemukan pada benih. Ikan yang terinfeksi menunjukkan perilaku abnormal. Ikan menjadi lamban, kehilangan bobot dan menjadi sekarat. Infeksi bakteri sekunder ditandai dengan adanya gangguan proses pernapasan, karena adanya parasit pada kulit dan insang, ini adalah efek yang paling serius oleh infeksi penyakit Trichodinids dan sering langsung mematikan. Ikan yang terserang penyakit ini nampak berbintik-bintik putih terutama di kepala dan di punggung, nafsu makan hilang, produksi lendir

(11)

bertambah banyak, pada tubuh bagian luar sering dijumpai pendarahan. Pada tubuh ikan yang terinfeksi protozoa ini terlihat berwarna putih atau abu-abu, pada infeksi berat ikan terlihat megap-megap di permukaan air. Faktor kualitas air sangat menentukan frekuensi serangan protozoa ini.

Deptan (1995), jika insang terserang penyakit parasit terlihat adanya bintik putih seperti pasir atau warna insang pucat. Pada insang juga terlihat adanya hiperplasia dari sel epitel (bercak darah di insang), erosi jaringan, proliferasi, pembengkakan dan operculum sulit ditutup. Hal ini juga dinyatakan oleh Irianto (2004) bahwa jika infeksi penyakit Trichodiniasis terjadi pada insang maka akan mengakibatkan gangguan pernapasan, pada kasus berat dapat terjadi hiperplasia skunder dan hipertrofi epitel insang.

Mekanisme kerusakan terinfeksinya ikan oleh Trichodina sp terjadi secara mekanis hal ini terjadi akibat adanya dentikel (cakram gigi) dari Trichodina sp, alat tersebut digunakan sebagai alat cengkram untuk dapat menempel pada organ ikan sehingga mengakibatkan kulit dan jaringan insang rusak dan terjadi luka-luka (nekrosis). Kerusakan ini pada akhirnya dapat meluas ke organ lain karena Trichodina sp dapat berpindah tempat ke tempat yang lain pada ikan (Deptan, 1995).

2.4 Cara Penularan Trichodiniasis

Deptan (1995), parasit golongan hewan yang terdiri atas protozoa mempunyai cara penularan masing-masing. Ada cara penularan langsung dan tidak langsung. Hal ini karena sifat daur hidup parasit tersebut. Penularan dapat terjadi melalui kista yang keluar melalui tinja dan mengendap di dasar perairan,

(12)

atau melalui ikan mati yang terdapat di dasar perairan atau dapat pula melalui zooplankton. Penularan melalui zooplankton karena mengandung larva infektif dan termakan oleh ikan sebagai inang pertama atau inang terakhir dari zooparasite. Penularan juga dapat melalui vektor terutama parasit yang hidup dalam darah. Tanaman air juga dapat menularkan zooparasit bagi ikan herbivour yang menggunakannya sebagai pakan.

2.5 Sistem Imun pada Ikan

Irianto (2004) menyatakan bahwa ikan seperti hewan pada umumnya, memiliki mekanisme pertahanan diri terhadap patogen. Sistem pertahanan tersebut terdiri dari sistem pertahanan konstitutif dan yang diinduksi (inducible). Sistem pertahanan konstitutif menjalankan perlindungan secara umum terhadap invasi flora normal, kolonisasi, infeksi dan penyakit infeksi yang disebabkan oleh patogen. Sistem pertahanan konstitutif dikenal pula sebagai sistem pertahanan innate (bawaan atau alami). Adapun sistem pertahanan yang diinduksi atau dapatan (acquired), maka untuk berfungsi dengan baik harus diinduksi antara lain dengan pemaparan pada patogen atau produk-produk yang berasal dari patogen.

Selanjutnya menurut Irianto (2004) bahwa pada ikan respon imun baru terbentuk sempurna manakala ikan sudah dewasa. Meskipun pada larva atau ikan muda sudah terbentuk respon imun tetapi kerjanya kurang efisien, sehingga rentan terhadap penyakit. Sistem imun bawaan antara lain terdiri dari penghalang fisik terhadap infeksi, pertahanan humoral dan sel-sel fagositik. Ikan memiliki sejumlah penghalang fisik terhadap infeksi antara lain kulit dan mukus. Mukus memiliki kemampuan menghambat kolonisasi mikroorganisme pada kulit dan

(13)

insang . Mukus ikan mengandung immunoglobin (IgM) alami, bukan sebagai respon dari pemaparan terhadap antigen. Immunoglobin tersebut dapat menghancurkan patogen yang menginvansi.

Meskipun memiliki perlindungan fisik antigen dapat masuk melalui permukaan epitel yang rusak, insang (terutama sesudah terjadinya stress osmotic) organ linea lateralis, dan saluran pencernaan (O’Donnel, et al.,1987 dalam Irianto, 2004).

2.6 Metode Diagnosa Serangan Parasit

Menurut Handayani & Samsundari (2005) bahwa pemeriksaan parasit dilakukan dengan dua cara sebagai berikut :

a. Makroskopis

- Dengan melihat atau mengamati secara langsung penampilan maupun tingkah laku ikan hidup, maka ikan yang sakit akan memperlihatkan gejala-gejala yang berbeda dari ikan yang sehat.

- Beberapa ektoparasit yang agak besar dapat dilihat secara visual.

- Pemeriksaan visual juga dapat dilihat pada organ-organ dalam seperti gonad, ginjal, hati dan sebagainya.

b. Mikroskopis

Syarat-Syarat ikan yang diperiksa : - Ikan harus dalam keadaan hidup.

Hal ini penting untuk pemeriksaan beberapa jenis protozoa yang sukar terlihat pada ikan yang sudah lama mati ataupun dibekukan. Beberapa

(14)

jenis ektoparasit akan melepaskan diri setelah inangnya mati atau mati bersama-sama dengan inangnya sehingga sulit diidentifikasi.

- Ikan dipertahankan dalam keadaan basah.

Selama pemeriksaan, ikan sebaiknya dalam keadaan basah, sebab kekeringan akan mengakibatkan kematian beberapa ektoparasit yang terdapat di permukaan tubuh atau sirip.

2.7 Hipotesa Penelitian

1. Hipotesa pertama dari penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata intensitas Trichodina sp pada ketiga ukuran ikan nila.

H1 : Terdapat perbedaan yang nyata rata-rata intensitas Trichodina sp pada ketiga ukuran ikan nila.

Kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

Jika F hitung < F tabel pada (0.05) maka terima Ho atau tolak H1, Jika F hitung > F tabel pada (0.05) maka terima H1 atau tolak Ho. 2. Hipotesa kedua dari penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata intensitas Trichodina sp pada kulit/lendir dan insang ikan nila.

H1 : Terdapat perbedaan yang nyata rata-rata intensitas Trichodina sp pada kulit/lendir dan insang ikan nila.

Kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

Jika F hitung < F tabel pada (0.05) maka terima Ho atau tolak H1, Jika F hitung > F tabel pada (0.05) maka terima H1 atau tolak Ho.

(15)

Gambar

Gambar 2. Morfologi Trichodina sp. (Kabata 1985).
Gambar 3. Daur Hidup Trichodina sp. (Deptan, 1995).

Referensi

Dokumen terkait

Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki bentuk badan pipih kesamping dan memanjang, mempunyai garis vertikal yang berwarna gelap disirip ekor sebanyak

Selain itu, perdarahan dapat terjadi karena penurunan dungsi platelet akibat tumor (Tanjung, 2007). b) Mekanisme dan Penyebab perdarahan.. Penggunaan povidon iodine tidak

Penyikatan gigi merupakan cara kontrol plak secara mekanis yang paling sederhana dalam praktis higiene oral tetapi hasil dari penyikatan gigi tergantung pada desain sikat gigi,

Akan tetapi, mekanisme terkaitnya paritas dengan terjadinya carcinoma cervicis uteri diduga karena adanya trauma / perlukaan yang terjadi akibat persalinan yang berulang

• Jumlah biaya – biaya perbaikan yang diperlukan akibat kerusakan yang terjadi karena tidak adanya pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance), dengan jumlah

Semakin lama pengangkutan atau semakin panjang jalan maka semakin tinggi tingkat kerusakan mekanis yang terjadi, sehingga perlu diperhatikan penggunaan jenis kemasan

Karies atau lubang gigi merupakan penyakit pada jaringan gigi yang diawali dengan terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissure,

Arus atau tegangan tinggi ini terjadi sebagai akibat dari kegagalan dalam sistem menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki di Windows jaringan dalam waktu singkat karena bentuk