• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Mentimun

Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung ataupun diolah terlebuh dahulu. Mentimun dapat ditemukan di berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup banyak di dalamnya sehingga dapat menyejukan ketika dimakan.

Mentimun dapat tumbuh dengan baik dan mampu beradaptasi di hampir semua jenis tanah, kemasaman tanah yang optimal adalah 5.5 - 6.5. Tanah yang banyak mengandung air merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman mentimun. Jenis tanah yang cocok diantaranya adalah aluvial, latosol, dan andosol. Untuk tumbuh dengan baik mentimun menginginkan suhu 18-30 0C. Namun, untuk perkecambahan biji suhu optimal antara 25-30 0C. Cahaya merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman mentimun. Penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam/hari. Kelembaban relatif udara (RH) yang dikehendaki oleh tanaman mentimun untuk pertumbuhannya antara 50-85%. Curah hujan 200-400 mm/bulan, curah hujan yang tinggi tidak baik karena curah hujan yang tinggi akan banyak menggugurkan bunga (Sumpena, 2007).

Perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi daya tembusnya relatif dangkal, pada kedalaman 30-60 cm. Oleh karena itu, tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air (Rukmana, 1994).

Biji bah mentimun bentuknya pipih, kulitnya berwarna putih atau putih kekuning-kuningan sampai cokelat. Biji ini dapat digunakan sebagai perbanyakan tanaman (Rukmana, 1994).

Buah mentimun siap dipetik setelah ditanam sekitar 34 hari. Ukuran buah yang ideal dengan panjang 20-25 cm diameter 4 cm. Kadang-kadang pasar menyukai ukuran tertentu (lebih besar atau lebih kecil). Pemetikan dapat dilakukan 2-3 hari sekali (Tanindo, 2006). Untuk kandungan dan komposisi gizi buah mentimun tiap 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan taksonomi buah mentimun sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkepingdua/dikotil) Sub kelas : Dilleniidae

Ordo : Violales

Famili : Cucurbitaceae (sukulabu-labuan) Genus : Cucumis

Spesies : Cucumis sativus L (Sharma, 2002)

(2)

Tabel 1. Kandungan dan komposisi gizi buah mentimun tiap 100 g bahan (Sumpena, 2007).

B. Pengemasan

Pengemasan buah atau sayuran adalah meletakan buah dan sayuran ke dalam suatu wadah yang cocok dengan lingkungan yang mampu mendukung aktivitas buah tersebut setelah dipanen sehingga dapat di minimalisir kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, maupun biologi selama transportasi dan penyimpanan sebelum sampai ke tangan konsumen.

Menurut Satuhu (2004), bahan dan bentuk kemasan secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Kemasan langsung, yaitu kemasan utama yang langsung berhubungan dengan buah yang dikemas, bahan pengemas utama bisa berupa karung, plastik, kertas atau daun.

2. Kemasan tidak langsung, yaitu kemasan kedua dari buah yang tidak bersentuhan langsung. Bahan pengemas jenis ini dapat terbuat dari peti kayu, peti plastik, peti karton dan keranjang bambu.

Perancangan kemasan selama pengangkutan ditujukan untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan hasil hortikultura. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan, jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan; komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur dan pola susunan biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang dilintasi (Purwadaria, 1998).

Persyaratan kemasan yang baik adalah seperti dibawah ini (Paine dan Paine, 1983): 1. Sesuai dengan produk yang akan dikemas

2. Harus terjamin sanitasi dan kebersihan kemasan

3. Mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dan segala resiko selama pengangkutan 4. Terbuat dari bahan yang kuat dan ringan

5. Terbuat dari bahan yang murah dan mudah untuk didapatkan di daerah penghasil

Kandungan Gizi Kadar

Energi (kal) 15 Protein (g) 0.8 Pati (g) 0.1 Karbohidrat (g) 3 Fosfor (mg) 30 Zat besi (mg) 0.5 Thianine (mg) 0.02 Ribovlafin (mg) 0.01 Vitamin A (S.I) 0.45 Vitamin B1 (mg) 0.3 Vitamin B2 (mg) 0.2 Asam (mg) 14

(3)

Komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk selama transportasi. Penggunaan 60 – 65% volume kemasan adalah penggunaan volume kemasan yang baik untuk mengurangi kerusakan produk karena masih tersedianya ruang dalam kemasan untuk pertukaran gas – gas yang dihasilkan dari proses metabolisme produk selama dikemas (Peleg, 1985).

Dari hasil studi lapang di beberapa pasar sekitar Bogor (Pasar Anyar dan Pasar Bogor), mentimun dikemas dengan menggunakan plastik polietilen, karung plastik dan keranjang bambu. Masing-masing dikemas antara 25-30 kg per kantung plastik polietilen dan polipropilen, sedangkan karung plastik dan keranjang bambu antara 30-40 kg per kemasan. Terdapat beberapa susunan dalam peletakan buah di dalam kemasan, yaitu secara acak dan tersusun secara horizontal.

C. Kemasan Plastik Polietilen dan Keranjang Bambu

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air dan oksigen. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987). Ryall dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen. Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110 C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang termoplastis, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970).

Penggunaan keranjang bambu kurang efektif sebagai kemasan transportasi, karena penampang kemasan yang berbentuk lingkaran, daripada kemasan lain yang berpenampang segi empat seperti kayu dan kardus. Bentuk penampang beban tumpukan terutama bila diisi penuh (padat) sehingga buah juga akan menerima beban tumpukan tersebut.

Kemasan transportasi buah mentimun yang biasa digunakan di wilayah sekitar Bogor dan Cianjur adalah karung plastik (Gambar 1), plastik polietilen (Gambar 2), dan keranjang bambu (Gambar 3)

(4)

D. Transportasi

Pada umumnya pengangkutan mentimun dikemas ke dalam berbagai macam kemasan akan dikirim ke pasar induk atau diambil oleh penjual untuk pasar-pasar lokal dengan truk, pick up atau alat angkut lainnya. Pengangkutan mentimun terdiri dari dua macam yaitu jauh dan dekat. Pengangkutan dengan jarak lebih dari 200 km memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Penggunaan kemasan karung jala dan keranjang bambu dengan kapasitas 50-75 kg pada pengangkutan dengan jarak lebih dari 200 km akan mengalami kerusakan sampai 20%. Hasil penelitian para peneliti Pasca Panen Balithort menyatakan pada setiap tahap penanganan memerlukan waktu total sampai ke pedagang eceran bisa mencapai 36 jam dan terjadi kerusakan sebesar 25% (Sumpena, 2007).

Bahan hasil pertanian khususnya sayuran sangat mudah mengalami kerusakan. Salah satu masalah utama lepas panen adalah kerusakan mekanis yang diakibatkan oleh pengangkutan yang dapat terjadi karena adanya benturan antar produk di dalam kemasan, produk dengan kemasan karena bergesekan dan himpitan. Semakin lama pengangkutan atau semakin panjang jalan maka semakin tinggi tingkat kerusakan mekanis yang terjadi, sehingga perlu diperhatikan penggunaan jenis kemasan dan pengaturan umur petik buah jambu biji jika di transportasikan pada jarak yang jauh (Putu, 2006).

Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun direl kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut berat dan memperpendek masa simpan. Hal ini dapat terjadi terutama pada pengangkutan buah-buahan dan sayur-sayuan yang dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam pengangkut (Purwadaria, 1992).

Menurut Satuhu (2004), perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai kurang dari 30-50%. Pada umumnya hambatan-hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pasca panen yang tidak sempurna. Kegiatan pasca panen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading dan sortasi, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran.

Menurut Kitinoja dan Kader (2003), pada pengangkutan dengan kendaraan terbuka, tumpukan produk harus hati-hati disusun agar tidak menyebabkan kerusakan mekanis. Kendaraan dapat dilindungi dengan lapisan jerami atau karung sebagai penahan getaran pada kendaraan kecil. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada kendaraan terbuka sedapat mungkin udara dapat melewati produk dengan baik. Kitinoja dan Gorny (1999), menyatakan pengiriman saat-saat lebih dingin (malam hari atau dini hari) dapat mengurangi panas pada produk sehingga dapat meminimalkan kerusakan.

Pantastico (1986), memberikan pertimbangan-pertimbangan dasar untuk pengangkutan jarak pendek dan jarak jauh sebagai berikut:

1. Pada pengangkutan dalam jarak pendek, komoditi harus dilindungi terhadap kerusakan mekanis dan kemungkinan suhu yang ekstrim.

2. Untuk pengankutan jarak jauh, ada resiko tambahan berupa kerusakan komoditi disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan dan pelayuan, masuknya organisme pembusukan, kerusakan akibat pendinginan, pelunakan komoditi yang mengandung banyak air atau pematangan buah.

(5)

Kerusakan memar banyak terjadi pada tomat selama transportasi dengan kemasan kotak karton dibandingkan kemasan peti kayu, hal ini dikarenakan peti kayu memiliki celah sirkulasi lebih banyak dibandingkan kotak karton. Penyusunan secara teratur dalam kemasan selama transportasi lebih baik dibandingkan dengan cara penyusunan tomat secara acak. Penyusunan tomat secara teratur dapat mengurangi kerusakan yang terjadi pada tomat baik memar, luka ataupun pecah karena isi kemasan tidak terlalu padat. Namun penyusunan secara teratur lebih membutuhkan waktu yang lebih banyak sehingga produk akan lebih lama sampai ke konsumen (Prajawati, 2006).

Daya tahan mentimun lokal untuk disimpan hanya 2-3 hari. Lebih lama dari itu mentimun akan layu dan keriput. Mentimun jepang yang dikemas tanpa menggunakan Modified Atmosfer hanya bertahan selama 7 hari (Purwadaria, 1997). Mentimun pada suhu 75 0F selama 8 hari disimpan dengan kemasan yang dapat menahan air kehilangan bobot sebesar 6.1% (Pantastico, 1986). Mentimun akan tetap segar dalam waktu yang lama pada penyimpanan dalam suhu 12-14 0C, dalam kondisi seperti ini mentimun akan tahan sampai 14 hari (Sumpena, 2007).

E. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

Produk holtikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga potong mudah sekali rusak setelah dipanen. Kerusakan ini dapat dipercepat oleh adanya luka dan memar. Untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis yang diterima, maka ketika merancang alat simulasi pengangkutan disesuaikan dengan kondisi jalan dalam dan di luar kota.

Dasar yang membedakan jalan dalam kota dan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang jalan tertentu. Jalan dalam kota mempunyai amplitudo rendah jika dibandingkan dengan jalan luar kota. Frekuensi alat angkut yang tinggi bukan penyebab utama terhadap kerusakan pengangkutan, yang lebih berpengaruh adalah ampitudo jalan (Darmawati, 1994)

Untuk simulasi pengangkutan dengan truk maka goncangan yang dominan adalah goncangan pada arah vertikal, sedangkan pada kereta api adalah goncangan horizontal. Goncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo, 1992).

Kusumah (2007), mengkaji pengaruh kemasan dan suhu terhadap mutu fisik mentimun selama transportasi. Kemasan yang digunakan adalah peti kayu, karung jaring dan karton. Simulasi simulasi dilakukan selama 3 jam dengan amplitudo 2.5 cm dan frekuensi 2.59 Hz. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa tingkat kerusakan mekani tertinggi dialami oleh mentimun dalam peti kayu dengan nilai kerusakan sebesar 40.915% dan yang terendah dialami oleh mentimun dalam kemasan kardus dengan nilai kerusakan sebesar 26.1%.

Pradnyawati (2006), menyatakan lamanya simulasi berpengaruh terhadap jumlah kerusakan pada jambu biji. Semakin lama waktu simulasi, maka semakin tinggi tingkat kerusakan mekanis yang terjadi. Pradnyawati (2006), telah melakukan penelitian mengenai pengaruh kemasan dan goncangan terhadap mutu fisik jambu biji selama transportasi. Jenis kemasan yang digunakan adalah keranjang bambu dengn bahan pengisi daun pisang, kardus karton dengan bahan pengisi kertas koran cacah, dan kardus karton dengan bahan pembungkus kertas koran. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa tingkat kerusakan mekanis yang tertinggi dialami oleh jambu biji dalam kemasan keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang. Sedangkan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh jambu biji dalam kemasan kardus karton dengan bahan pembungkus koran.

Siregar (2007), telah melakukan simulasi transportasi terhadap buah salak yang dikemas dengan kemasan berbahan baku pelebah salak, dimana simulasi menunjukan bahwa kapasitas mempengaruhi persentase kerusakan fisik, persentase luas memar pada tiap buah salak.

(6)

F. Kerusakan Mekanis

Salah satu masalah pasca panen adalah kerusakan mekanis karena transportasi karena adanya benturan antara buah dengan buah, benturan antara buah dengan wadah atau kemasan, gesekan dan himpitan. Penyebab kerusakan mekanis selama pengangkutan antara lain:

1. Isi kemasan terlalu penuh

Isi kemasan yang terlalu penuh menyebabkan meningkatnya kerusakan tekan atau kompresi karena adanya tambahan tekanan dari tutup kemasan.

2. Isi kemasan kurang

Isi kemasan yang kurang menyebabkan kerusakan vibrasi pada lapisan atas. Hal ini disebabkan karena adanya ruang diatas bahan sehingga selama pengangkutan bahan bagian atas akan terlempar-lempar dan saling berbenturan.

3. Kelebihan tumpukan

Tumpukan bahan yang terlalu tinggi di dalam kemasan menyebabkan tekanan yang besar pada buah lapisan bawah, sehingga meningkatkan kerusakan kompresi.

Sedangkan penyebab kerusakan mekanis yang biasa terjadi pada bahan dalam kemasan selama pengangkutan, yaitu kerusakan karena tekanan dan kompresi, kerusakan akibat benturan dan kerusakan akibat vibrasi (Kusumah, 2007).

Tinggi susunan komoditas dalam kemasan tergantung pada kecepatan respirasi komoditas. Bila susunannya terlalu padat dan tebal maka bagian tengah akan menjadi lebih panas akibat respirasi yang tidak dapat keluar. Soedibjo (1992) menyatakan bahwa yang terpenting dalam penyusunan bahan di dalam kemasan adalah penyusunan lapisan dasar yang baik, dengan demikian lapisan berikutnya akan mudah dikerjakan.

Faktor-faktor yang terjadi selama pengangkutan dapat terjadi karena tumpukan buah yang terlalu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tekanan yang besar terhadap buah yang terdapat pada lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan akibat kompresi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain: 1. Gaya-gaya luar

Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya luar (beban) yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar yang diterima oleh buah semakin besar. 2. Sifat mekanis buah

Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila diberi gaya. Sifat mekanis bahan dipelajari dalam ilmu reologi. Secara reologi, sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk yakni gaya, deformasi, dan waktu.

Gambar

Tabel 1. Kandungan dan komposisi gizi buah mentimun tiap 100 g              bahan (Sumpena, 2007).
Gambar 1. Kemasan karung plastik     Gambar 2. Kemasan polietilen     Gambar 3. Keranjang bambu

Referensi

Dokumen terkait

Karyawan yang memiliki kinerja buruk atau yang hasil penilaiannya tidak sesuai dengan kompetensi dasar yang seharusnya mereka miliki diberikan pelatihan kerja agar

Dalam hal ini penulis berhasil menyelesaikan tugas ahir ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas

Program kerja PPL telah terlaksana dengan baik dan lancar. Kegiatan praktik mengajar di kelas dan pembuatan administrasi guru telah dapat terselesaikan sesuai dengan

2013.. Tren berolah raga telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini, salah satunya adalah melakukan fitness. Setiap melakukan latihan, banyak orang membawa

dilakukan di malam hari. Maka jawaban terhadap argumen ini bahwa terkadang seorang yang i’tikaf keluar dari masjid karena sebuah hajat, baik untuk buang air besar atau buang

Berisi tinjauan pustaka yang berguna untuk menunjang dan mendukung penulisan skripsi ini, adapun tinjauan pustaka tersebut terdiri dari: tinjauan umum tentang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hubungan status sosial ekonomi orang tua dengan minat siswa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (2) hubungan

AHP adalah sebuah metode memecah permasalahan yang komplek/ rumit dalam situasi yang tidak terstruktur menjadi bagian-bagian komponen. Mengatur bagian atau variabel ini