• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Carcinoma Cervicis Uteri

A.1. Definisi Carcinoma Cervicis Uteri

Carcinoma (Ca) adalah pertumbuhan sel yang abnormal yang tumbuh terus - menerus secara tak terbatas, tidak terkoordinasi, tidak berguna untuk tubuh dan cenderung menyerang jaringan di sekitarnya serta melakukan metastasis ke organ tubuh lain yang letaknya jauh.20,21

Carcinoma cervicis uteri / kanker leher rahim pada awalnya berasal dari sel epitel cervix, tepatnya di skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis,12,13 yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini akan melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal, dan menginvasi jaringan stroma di bagian bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tak dapat diperbaiki akan menyebabkan pertumbuhan kanker ini.15

A.2. Epidemiologi

Proses terjadinya carcinoma cervicis uteri dimulai dari adanya sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang dinamakan displasia. Menurut Snder (1976), umunya NIS (Neoplasia Intraepitel Cervix) ditemukan pada usia muda setelah berhubungan seks kali pertama terjadi. Jarak waktu antara hubungan seks pertama dengan adanya NIS adalah 2-33 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 sekitar 13,9 tahun, dan NIS 2 hingga NIS 3 lebih kurang 11,7 tahun.22 Umur penderita antara 30-60 tahun dengan yang terbanyak adalah antara umur 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif menjadi invasif memerlukan waktu sekitar 10 tahun.13

(2)

Beberapa wilayah dunia yang memiliki insiden tinggi carcinoma cervicis uteri antara lain : Karibia (32,7 per 100.000 wanita), Afrika Selatan (30,2 per 100.000 wanita), Amerika Selatan (26,9 per 100.000 wanita), Amerika Tengah (24,4 per 100.000 wanita)10,23 Pada wanita di Suriname keturanan Jawa, terdapat insidensi yang lebih tinggi dibanding dengan keturunan etnis lainnya.1

A.3. Etiologi

Walau belum diketahui secara pasti penyebab utamanya, namun diduga carcinoma cervicis uteri timbul sebagai akibat infeksi persisten dari satu atau lebih HPV tipe onkogenik,13 yang disebarkan melalui hubungan seksual.15 Selama ini telah dikenal lebih dari 200 tipe HPV, diantaranya ada yang berkaitan erat dengan munculnya carcinoma cervicis uteri yaitu tipe 16 dan 18.Cervix yang normal, secara alami mengalami proses metaplasia (erosio) akibat dari saling mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologis dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS (Neoplasia Intraepitel Servix), yaitu NIS I (dysplasia ringan), NIS II (dysplasia sedang), NIS III (dysplasia berat), dan KIS (Karsinoma In-Situ) yang akhirnya akan menjadi carcinoma invasif. Tingkat NIS hingga KIS disebut kelainan pra-kanker. Waktu yang dibutuhkan dari dysplasia menjadi Karsinoma In-Situ sekitar 1-7 tahun, sedangkan dari Karsinoma In-Situ menjadi kelainan yang Invasif memerlukan waktu sekitar 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun).13 Selain dari faktor tersebut, (infeksi virus HPV), terdapat bukti kuat bahwa kejadian carcinoma cervicis uteri memunyai hubungan erat dengan beberapa faktor ekstrinsik, di antaranya yang penting:

a. Jarang ditemukan pada perawan (virgo)

b. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang menikah, terutama pada gadis yang koitus pertama dialami saat usia sangat muda (<16 tahun)

c. Insidensi juga meningkat dengan tingginya paritas, lebih-lebih bila jarak persalinan terlalu dekat

(3)

d. Mereka yang dari golongan ekonomi rendah ( hygiene seksual yang jelek) e. Suka berganti-ganti pasangan seksual, jarang dijumpai pada pasangan

yang suaminya disunat (sirkumsisi)

f. Sering pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human papilloma virus) tipe 16 atau 18

g. Kebiasaan merokok.13

Karena berhubungan erat dengan infeksi HPV, maka wanita yang mendapat atau menggunakan penekanan kekebalan (immunosuppressive) dan penderita HIV memiliki risiko menderita carcinoma cervicis uteri. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dijumpai dalam lendir cervix wanita perokok. Bahkan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna.15

A.4. Faktor Risiko

1. Segi Sosiodemografi a. Umur

Umur merupakan salah satu karakterisik seseorang dalam studi epidemiologi yang memiliki peranan cukup penting dalam kaitannya dengan penyebab, frekuensi penyakit, keterpaparan, dan besar risiko terhadap suatu penyakit.17

Penderita carcinoma cervicis uteri sering ditemukan pada umur 30-60 tahun dengan insiden terbanyak adalah umur 45-50 tahun.2 Jarang ditemukan di bawah usia 20 tahun.15

b. Agama

Memberikan keterangan mengenai gambaran pengalaman dan keadaan penyakit dari masyarakat. Misalnya perbedaan makanan / minuman yang dilarang oleh agama tertentu, larangan merokok serta ritual lain misalnya sirkumsisi dan tidak melakukan hubungan seksual kecuali telah terikat dalam status pernikahan (khususnya muslim), merupakan pengaruh pada tingkat risiko terhadap penyakit tertentu, khususnya carcinoma cervicis uteri.17

(4)

c. Suku / etnis

Berkaitan dengan perbedaan adat, kebiasaan hidup, sosial ekonomi dan lain-lain. Hal ini berhubungan erat dengan tingginya angka risiko serta frekuensi terhadap terjadinya penyakit. Misalnya aktivitas seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan.1,17

Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki inseiden carcinoma cervicis uteri yang lebih tinggi dibanding dengan ras kulit putih. Di wilayah ASEAN, insiden di Singapore mencapai 25,0 pada ras Cina dan 17,8 pada ras Melayu.1

d. Tingkat pendidikan

Tinggi rendahnya pendidikan berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi, kehidupan seksual, dan hygiene kesehatan. Carcinoma cervicis uteri cenderung lebih banyak ditemukan pada wanita yang kurang dalam menempuh pendidikan.24

e. Status perkawinan

Merupakan faktor yang memunyai peranan yang cukup penting, baik mengenai derajat keterpaparan maupun dalam besarnya risiko. Status perkawinan berkaitan dengan lingkungan sosial, kebiasaan hidup, usia perkawinan, tingkat fertilitas, dan dengan sifat reproduksi.18

Usia perkawinan yang muda merupakan salah satu faktor penting terhadap terjadinya carcinoma cervicis uteri. Dalam usia yang masih muda, servix uteri belum semuanya tertutupi oleh sel skuamosa, sehingga mudah mengalami iritasi.25

f. Pekerjaan

Berhubungan dengan tingkat keterpaparan serta besar risiko menurut sifat pekerjaan, lingkungan, dan tingkat sosioekonomi.17 Dewasa ini, ketertarikan lebih difokuskan pada pria yang pasangannya menderita carcinoma cervicis uteri. Diperkirakan bahwa paparan bahan - bahan tertentu dari suatu pekerjaan misalnya debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin, dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya carcinoma cervicis uteri.1,17

(5)

g. Daerah tempat tinggal

Keterangan mengenai tempat tinggal berkaitan dengan keadaan geografi misalnya daerah pegunungan, pantai, dataran rendah. Serta batas administratif / politik misalnya batas negara, provinsi, kabupaten dan sebagainya. Faktor tempat juga berhubungan dengan kebiasaan hidup, adat penduduk setempat, keadaan perkembangan, system ekonomi penduduk, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia.17 h. Hubungan garis keturunan (riwayat keluarga).

Hubungan garis keturunan (riwayat keluarga) erat hubungannya dengan gangguan kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan sifat kehidupan reproduksi dalam suatu keluarga, misalnya jumlah paritas, kebiasaan dan adat perkawinan dalam rumpun keluarga, dan sebagainya.17

2. Sosial ekonomi rendah

Berkaitan dengan jenis pekerjaan, besarnya pendapat, lokasi tempat tinggal, kebiasaan hidup berkeluarga seperti kebiasaan makan.17 Misalnya ketidakmampuan keluarga dalam mencukupi kebutuhan suplai gizi yang diperlukan, dimana konsumsi buah dan sayuran yang mengandung vitamin A,C,E, dan beta carotin merupakan salah satu sumber anti oksidan, yang kemudian dapat mempertahankan pH cervix agar tidak mudah terserang infeksi oleh virus- virus (Candida albicans, infeksi gonorrhoe, infeksi Human pappiloma virus, dll) sehingga tidak menimbulkan neoplasia epitel.26

3. Jumlah paritas

Carcinoma cervicis uteri sering dikaitkan dengan jumlah paritas. Tetapi belum ada keterangan secara pasti mengenai jumlah paritas yang berisiko tinggi. Namun para ahli memberikan batasan yaitu 3-5 kali melahirkan.26

Menurut Green, penderita carcinoma cervicis uteri 7,9 % adalah multipara dan 51 % adalah nullipara. Pendapat lain mengatakan bahwa

(6)

jika banyak terjadi persalinan pervaginam maka carcinoma cervicis uteri cenderung akan timbul.27 Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa carcinoma cervicis uteri juga ditemukan pada wanita yang belum pernah melahirkan (nullipara).18 Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dari jumlah paritas terhadap risiko terjadinya carcinoma cervicis uteri masih belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, mekanisme terkaitnya paritas dengan terjadinya carcinoma cervicis uteri diduga karena adanya trauma / perlukaan yang terjadi akibat persalinan yang berulang kali, adanya infeksi, dan iritasi menahun.22

4. Multipartner

Dari hasil penelitian menyatakan bahwa koitus dengan seringnya berganti pasangan adalah faktor yang berpengaruh dalam timbulnya carcinoma cervicis uteri.13

5. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)

Berdasarkan penelitian, ditemuakan bahwa lebih dari 90% kasus NIS dan carcinoma cervicis uteri mengandung DNA virus HPV, dimana penularan virus ini adalah hanya dengan hubungan seksual. Dari 70 tipe virus HPV yang diketahui saat ini, terdapat 16 tipe yang berkaitan erat dengan terjadinya carcinoma cervicis uteri khususnya HPV tipe 16 dan 18.

6. Riwayat perokok

Wanita perokok berisiko 2 kali lipat terkena carcinoma cervicis uteri dibanding dengan wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung di dalam rokok dapat ditemukan di cervix wanita yang dapat menurunkan daya tahan cervix serta menyebabkan DNA dari epitel cervix mengalami kerusakan, sehingga berisiko terjadinya dysplasia yang mengarah ke keganasan.28

A.5. Patogenesis

Carsinoma cervicis uteri timbul di batas antara epitel yang melapisi ektocervix (porsio) dan endocervix kanalis cervix yang biasa disebut

(7)

squamo-columnar junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid atau silindris pendek berlapis bersilia dari endocervix kanalis cervix. Pada wanita muda, SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum sedang pada wanita berumur lebih dari 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis cervix. Maka untuk melakukan pap smear yang efektif yang dapat mengusap zona transformasi dan harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush. Pada awal perkembangan carcinoma cervicis uteri tidak memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang fisiologik maupun patologik.

Tumor dapat tumbuh : a. Eksofitik

mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis

b. Endofitik

Mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma cervix dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.

c. Ulseratif

Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan cervix dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.13

Cervix (normal), secara alami mengalami proses metaplasi (erosio) akibat saling mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semua faali dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik). Melalui beberapa tingkatan yaitu NIS-I, II, III, dan KIS untuk akhirnya dapat menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus di dalam tubuh.

Periode laten (dari NIS-I s/d KIS ) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umunya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel displastik pada cervix secara kontinu yang masih

(8)

memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan unitariann concept dari Richart. Histopatologik terbanyak (95-97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenocarcinoma, clearcell carcinoma / mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarcoma.13

A.6. Gejala dan Tanda

Perlu dimasyarakatkan upaya pengenalan kasus sedini mungkin melalui program skrining. Pap smear memiliki tujuan untuk mengenali adanya perubahan awal sel epitel cervix sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya kanker invasif. Lesi kanker cervix yang sangat dini ini dikenal sebagai neoplasia intraepitel serviks / NIS (Cervical Intraepithelial Neoplasia= CIN) dengan tanda adanya perubahan displastik epitel cervix. Walaupun invasi sel tumor telah terjadi ke dalam stroma, carcinoma cervicis uteri masih mungkin tidak menimbulkan suatu gejala.

Tanda :

a. Tanda dini carcinoma cervicis uteri tidak spesifik, seperti adanya sekret vagina yang agak banyak dan kadang disertai dengan bercak perdarahan. b. Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang atau

perdarahan bercak setelah bersetubuh atau setelah membersihkan vagina. Dengan makin tumbuhnya penyakit, tanda menjadi semakin jelas. Perdarahannya menjadi semakin banyak, lebih sering, dan berlangsung lebih lama. Namun, keadaan ini sering diartikan sebagai perdarahan haid yang sering dan banyak. Serta dapat dijumpai secret vagina yang berbau terutama dengan massa nekrosis yang lanjut. Nekrosis dapat terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat dan tidak diimbangi dengan pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang memadai. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tak sedap dan reaksi peradangan nonspesifik.

Pada stadium lanjut, ketika tumor telah menyebar ke luar dari cervix dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda yang lain

(9)

seperti nyeri yang menjalar ke panggul atau kaki. Hal ini menunjukkan keterlibatan ureter, dinding panggul, atau nervus skiatik. Beberapa penderita mulai mengalami antara lain :

a. Nyeri berkemih b. Hematuria

c. Perdarahan rectum

d. Sulit berkemih dan buang air besar.

Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai bawah dapat menimbulkan oedema , atau dapat terjadi uremia bila terdapat penyumbatan kedua ureter.15

A.7. Stadium Klinik

Stadium kanker cervix ditentukan melalui pemeriksaan klinik. Penentuan stadium kanker cervix berdasarkan FIGO masih mengacu pada pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto toraks serta sitoskopi dan rektoskopi. Jika ada kecurigaan anak sebar ke kelenjar getah bening pelvis atau para aorta (adenopati) jangan dilanjutkan dengan biopsy kelenjar karena terlalu berbahaya.

Stadium kanker cervix menurut FIGO 2000

Stadium 0 : karsinoma insitu, karsinoma epithelial

Stadum I : karsinoma masih terbatas di cervix (penyebaran ke korpus uteri diabaikan)

Stadium Ia : invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superficial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7 mm.

Stadium Ia1 : invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm.

Stadium Ia2 : invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm.

(10)

Stadium Ib : lesi terbatas di cervix atau secara mikroskopis lebih dari Ia Stadium Ib1 : besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm

Stadium Ib2 : besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm

Stadium II : telah melibatkan vagina, tapi belum sampai 1/3 bawah atau Infiltrasi ke perimetrium belum mencapai dinding panggul Stadium IIa : telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium Stadium IIb : infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding

panggul.

Stadium III : telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan.

Stadium IIIa : keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul

Stadium IIIb : perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal

Stadium IV : perluasan ke luar organ reproduktif

Stadium IVa : keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rectum Stadium IVb : metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul.16

A.8. Diagnosis

Diagnosis carcinoma cervicis uteri dapat diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Pada dasarnya, bila terdapat lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukan biopsy walau hasil pemeriksaan pap smear masih dalam batas normal. Sementara itu, biopsi lesi yang tidak kasat mata dapat dilakukan dengan bantuan kolposkopi.

Kecurigaan adanya lesi yang tak kasat mata ini didasarkan dari hasil pemeriksaan sitologi cervix (pap smear). Diagnosis kanker cervix hanya berdasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh dijadikan sebagai dasar penetapan diagnosis.

(11)

Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi besar. Bila pada hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, maka dilanjutkan dengan konisasi. Konisasi dapat dilakukan dengan pisau (cold knife) atau elektrokauter.15

A.9. Penanganan

Setelah diagnosis carcinoma cervicis uteri ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Jenis terapi diberikan tergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai.

Pada umumnya kasus stadium lanjut (stadium IIb, III, dan IV) dipilih pegobatan radiasi yang diberikan secara intrakaviter (brakhiterapi) dan eksternal, sedangkan stadium awal dapat diobati melalui pembedahan atau radiasi. Teknologi radiasi eksterna dimulai sejak tahun 1954 dengan ditemukannya alat radiasi Cobalt 60 yang sudah memberikan energy 1 cm di bawah kulit. Akhir – akhir ini lebih disenangi linear accelerator yang menghasilkan energi foton dan mulai memberi energy 3-4 cm di bawah kulit. Banyak penelitian tentang pemberian kemoterapi baik secara tunggal maupun kombinasi untuk mengobati penderita kanker cervix stadium lanjut atau kasus berulang yang tidak memungkinkan dilakukan terapi operatif atau radiasi. Klinik Mayo melaporkan pemberian kombinasi kemoterapi metotreksat – vinblastin – doksorubisin dan sisplatin memberi hasil yang lebih baik dengan efek samping yang lebih ringan.

Akhir – akhir ini ada kecenderungan pembedahan ginekologik menjadi kurang agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan mempertahankan fungsi organ genital. Pada tahun 1994, D’Argent memperkenalkan teknik operasi radikal kanker cervix stadium dini dengan mempertahankan uterus. Operasi radikal ini dikenal sebagai trakhelektomi radikal, dilakukan melalui vagina dan limpadenoktomi dengan bantuan laparoskop. Teknik radiasi ini juga dapat dilakukan melalui abdominal dengan cara dan peralatan yang sama seperti operasi histerektomi radikal biasa, bahkan jaringan perimetrium yang

(12)

diambil dapat lebih banyak. Cervix dipotong setinggi orifisium uteri internum. Radikal trakhelektomi ini diindikasikan untuk stadium Ia2 dan Ib1/IIa dengan lesi kurang dari 2 cm dan tidak ada anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis.15

A.10. Faktor Prognosis

Beberapa faktor risiko yang dapat memengaruhi prognosis kanker cervix adalah :

a. Aktivitas seksual pada usia muda

b. Berganti- ganti pasangan yang kesemuanya merupakan perilaku seksual yang mempermudah infeksi patogen

c. Wanita dengan imunokompresi karena adanya transplantasi organ d. perokok

Yang terpenting, kelangsungan hidup sangat tergantung pada stadium terutama penyebaran ke kelenjar getah bening, ukuran tumor, jumlah tumor, dan metastasis ke organ lainnya.7,13

(13)

B. Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan kejadian carcinoma cervicis uteri dengan umur

2. Ada hubungan kejadian carcinoma cervicis uteri dengan status perkawinan 3. Ada hubungan kejadian carcinoma cervicis uteri dengan paritas

Sosiodemografi : - Umur - Agama - Suku - Tingkat pendidikan - status perkawinan - pekerjaan

- daerah tempat tinggal - Hubungan garis keturunan (riwayat keluarga). - Kebiasaan merokok Kejadian Carcinoma Cervicis Uteri jumlah pasangan seksual

Usia dini saat koitus pertama Infeksi virus HPV (Human papilloma virus) Paritas Sosiodemografi : - Umur - Status perkawinan Paritas Kejadian Carcinoma Cervicis Uteri

Referensi

Dokumen terkait

Setelah Allah swt membongkar kepalsuan dan kesalahan masing-masing, ditegaskannya bahwa tidak ada yang lebih baik daripada yang mengikuti ajaran Nabi Ibrâhîm as. Ketiga penganut

Pertama : Menunjuk/Mengangkat yang namanya tersebut pada kolom 6 Lampiran Surat Keputusan ini sebagai Dosen Pengasuh Mata Kuliah dan Praktikum Fakultas

Disamping itu, dengan penanganan sumber daya yang tepat dapat menjadikan perusahaan-perusahaan semakin dinamis dan berkembang pesat.(Arin dewi,2016) Sumber Daya Manusia

Pada penelitian ini, peneliti membuat judul “ Pembangunan Aplikasi Penjualan Online pada Toko Jam Tangan AMPM Watch” penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan website yang

Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya Ib pada seluruh subsektor meliputi hortikultura sebesar 0,79 persen, tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,75 persen, tanaman pangan

Tekno park, merlukan (Perguruan Tinggi) yang bisa dijadikan/digunakan untuk pengembangannya. Untuk SDM litbang perlu di up grade melalui sekolah, training dan lainnya. Tekno park

Tahap Input terdiri dari pembuatan matriks Evaluasi Faktor Eksternal atau Matriks EFE (External Factor Evaluation) yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal

Pemenang akan mengambil laibiliti dan bertanggungjawab penuh sekiranya berlaku sebarang liabiliti, kecelakaan, kecederaan, kerugian, kerosakan, tuntutan atau kemalangan