• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Keterampilan Interaksi Sosial Anggota Pengurus Osis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keefektifan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Keterampilan Interaksi Sosial Anggota Pengurus Osis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

105

KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTERAKSI SOSIAL ANGGOTA PENGURUS OSIS

THE EFFECTIVENESS GROUP GUIDANCE WITH SOCIODRAMA TECHNIQUE TO INCREASE THE ABILITY OF SOCIAL INTERACTION THE MEMBER OF SCHOOL

ORGANIZATION Alfian Yanis C.K

Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Email: alfian.bk@gmail.com

Hadi Warsito

Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Email: itokhw@yahoo.co.id

Eko Darminto

Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Email: ed_martowijoyo@yahoo.co.id

Retno Lukitaningsih

Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Email: prodi_bk_unesa@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dalam meningkatkan skor keterampilan interaksi sosial anggota pengurus OSIS di SMA Negeri 2 Lamongan. Subyek dalam penelitian ini adalah 12 siswa yang menjadi anggota pengurus OSIS yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu siswa yang terindikasi memiliki skor keterampilan interaksi sosial rendah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan eksperimen dengan rancangan non-equivalent control group design. Data mengenai keterampilan interaksi sosial siswa dikumpulkan melalui angket dan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik non parametrik dengan rumus Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon. Analisis penelitian ini mencoba membandingkan hasil yang diperoleh pada pengumpulan data sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil analisis membuktikan bahwa keterampilan interaksi sosial pada kelompok eksperimen secara signifikan lebih meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi “skor keterampilan interaksi sosial antara kelompok siswa yang dibantu dengan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibantu dengan metode konvensional” dapat diterima.

Kata Kunci: Bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama, keterampilan interaksi sosial Abstract

The purpose of this research was to test the effectiveness of group guidance with sociodrama technique to increase the score of the social interaction ability the member of school organization that is Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) in the Senior High School 2 Lamongan. The subjects of this research are 12 students who is being member of OSIS which selected by purposive sampling that indicated low score in the ability of social interaction. This research is conducted by eksperimental approach with non-equivalent control group design. Data collection method that applied is the ability of students social interaction questioner and analyzed with statistic non parametric technique with Wilcoxon Rank Sum Test. The analysis in this research is comparing the result in pre-test and post pre-test between eksperimental group and control group. The result in this analysis is proofing the social interaction ability of eksperimental group increase significantly than control group. So the hypothesis of the research is “score of the social interaction ability between the student group that helped by group guidance with sociodrama technique increase significantly than the student group that helped by conventional method” can be accepted.

(2)

PENDAHULUAN

Setiap sekolah diwajibkan membentuk Organisasi

Siswa Intra Sekolah (OSIS), yang merupakan satu-satunya wadah organisasi siswa di sekolah dan tidak ada hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain. Sebagai wadah organisasi siswa di sekolah, tentu siswa yang menjadi anggota pengurus OSIS ini dituntut memiliki kompetensi interaksi sosial yang tinggi, karena hal tersebut turut mempengaruhi kinerja dalam organisasi. Jika anggota pengurus OSIS memiliki keterampilan interaksi sosial yang baik, tentu akan berdampak baik pula pada kinerja dan dinamika kelompok dalam organisasi. Sebaliknya, jika anggota pengurus OSIS kurang memiliki keterampilan dalam berinteraksi sosial, tentu kelangsungan dalam organisasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

Fenomena mengenai interaksi sosial terjadi di SMA Negeri 2 Lamongan, dimana beberapa siswa yang menjadi anggota pengurus OSIS diduga memiliki keterampilan interaksi sosial yang rendah. Untuk memperkuat dugaan tersebut, maka dilakukan observasi dan wawancara kepada guru BK pada bulan Juni 2012. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, ditemukan banyak siswa yang kurang memiliki keterampilan dalam berinteraksi sosial. Seperti diketahui, bahwa siswa yang mengikuti organisasi di sekolahnya cenderung memiliki keterampilan interaksi sosial yang lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang tidak mengikuti organisasi di sekolahnya. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua siswa yang mengikuti organisasi di sekolah memiliki keterampilan interaksi sosial yang lebih baik daripada siswa yang tidak mengikuti organisasi di sekolahnya. Gejala mengenai rendahnya keterampilan interaksi sosial siswa ditunjukkan dengan masih ada rasa canggung dan malu diantara sesama anggota pengurus OSIS, yang mana anggota pengurus OSIS tersebut berasal dari kelas yang berbeda-beda, baik itu dari kelas X maupun kelas XI. Hal inilah yang menyebabkan interaksi sosial diantara sesama anggota pengurus OSIS tersebut kurang, sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi kinerja dalam organisasi. Selain itu, untuk memperkuat pernyataan di atas, maka dilakukan sosiometri pada pertengahan bulan Juni 2012. Tujuan pelaksanaan sosiometri adalah untuk mengetahui dinamika kelompok, popularitas individu dalam kelompok, serta mengenali kesulitan hubungan sosial individu dalam kelompok. Hasil sosiometri menunjukkan bahwa hampir 22% atau 12 siswa dari jumlah 57 siswa teridentifikasi kurang memiliki keterampilan interaksi sosial. Gejala-gejala mengenai rendahnya keterampilan interaksi sosial siswa tersebut ditunjukkan dengan, siswa yang jarang membaur dengan

siswa lain baik ketika berkumpul di ruang OSIS maupun pada saat jam istirahat sekolah, siswa cenderung tidak memiliki banyak teman karena hanya memiliki teman tertentu saja, sulit atau tidak tahu bagaimana cara untuk memulai pembicaraan dengan orang lain, serta adanya perasaan malu yang dimiliki oleh siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apa yang menyebabkan siswa yang menjadi anggota pengurus OSIS kurang memiliki keterampilan dalam berinteraksi sosial. Tentu timbulnya gejala–gejala di atas ada penyebabnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan diskusi dengan siswa–siswa tersebut. Tujuan dari kegiatan diskusi adalah untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala tersebut. Hasil diskusi menunjukkan bahwa timbulnya gejala– gejala di atas dikarenakan adanya sifat pemalu yang dimiliki oleh siswa, rasa kurang nyaman terhadap keberadaan siswa lain, sikap orang tua yang otoriter, serta pengalaman buruk dengan teman sebelumnya.

Secara umum, organisasi diartikan sebagai kelompok kerja sama antara pribadi yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, organisasi dimaksudkan sebagai satuan atau kelompok kerja sama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan. Selain sebagai wadah organisasi siswa di sekolah, OSIS dapat juga dijadikan sebagai tempat bagi para siswa untuk berlatih berinteraksi sosial. Siswa dapat melakukan aktivitas-aktivitas kerja sama dengan siswa lain, serta dapat meningkatkan keterampilannya dalam berhubungan dengan siswa lain. Hubungan tersebut mengandung pengertian, bahwa dalam hubungan itu setiap siswa menyadari tentang keberadaannya di samping keberadaan siswa lain. Hal ini sesuai dengan teori motivasi dari Abraham Maslow, dimana Maslow mengkultuskan kebutuhan rasa untuk berada dan diterima dalam suatu lingkaran sosial sebagai kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Menurut Maslow (dalam Alwisol, 2004:255), bahwa “orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta”, sehingga kebutuhan dimiliki dan menjadi bagian dari kelompok sosial ini sangat penting bagi manusia. Dalam pembahasan umum mengenai teori motivasi dari Maslow, kebutuhan sosial bagi manusia sifatnya sangat psikologis, yang mana sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia akan hubungan emosional seperti persahabatan, kekerabatan, rasa kekeluargaan, persaudaraan dan juga hubungan intim. Dalam piramida Maslow, kebutuhan sosial ditempatkan di bawah kebutuhan esteem dan kebutuhan aktualisasi diri, yang mana bila dilihat lagi secara seksama, semuanya saling terkait. Kebutuhan

(3)

107 esteem misalnya, hanya akan berarti jika pencapaian tersebut diketahui oleh lingkungan sekitarnya. Percaya pada diri sendiri dan kebanggaan adalah sesuatu yang relatif dijumpai dalam kelompok sosial. Begitu pula halnya dengan aktualisasi diri. Kebutuhan akan tujuan hidup, perkembangan pribadi dan juga realisasi dari potensi diri secara utuh, yang merupakan komponen dari aktualisasi diri, menjadi sesuatu yang nyata saat dibandingkan dengan konteks lingkungan yang dihadapi. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap individu untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan individu lain, karena dengan berinteraksi dan bersosialisasi, individu (siswa) dapat belajar untuk mengenal dirinya sendiri dan orang lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Idi dan Safarina (2011:103), bahwa “manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya saling membutuhkan satu sama lain, sehingga membuat kehidupan manusia saling berinteraksi.” Jadi, adanya rasa saling membutuhkan satu sama lain yang membuat kehidupan individu menjadi lebih bermakna dan hal tersebut diwujudkan dalam suatu bentuk interaksi sosial. Menurut Soekanto (2010), interaksi sosial terjadi karena adanya hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara individu dengan individu lain, antara kelompok dengan kelompok lain, maupun antara individu dengan kelompok. Sedangkan menurut Idi dan Safarina (2011), interaksi sosial terjadi karena adanya pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, baik itu antara individu dengan individu lain, maupun individu dengan kelompok dalam rangka mencapai suatu tujuan.

Interaksi sosial dapat terjadi dimana saja, seperti di lingkungan sekolah maupun dalam organisasi-organisasi yang ada di sekolah. Keterampilan siswa dalam melakukan interaksi sosial antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidaklah sama. Begitu pun juga dengan keterampilan interaksi sosial siswa yang mengikuti organisasi dan yang tidak mengikuti organisasi, tentu berbeda. Ada yang memiliki keterampilan interaksi sosial tinggi dan ada juga yang memiliki keterampilan interaksi sosial rendah. Siswa yang memiliki keterampilan interaksi sosial tinggi dengan mudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta tidak akan mengalami hambatan dalam bergaul dengan orang lain, sedangkan siswa yang memiliki keterampilan interaksi sosial rendah akan mengalami hambatan dalam bergaul dengan orang lain.

Fenomena mengenai interaksi sosial memang menarik untuk diteliti. Kasus-kasus mengenai interaksi sosial rendah juga sering terjadi, salah satunya yang terjadi di SMAN 62 Jakarta. Sekitar 21% dari jumlah 62 siswa yang menjadi anggota pengurus OSIS kurang memiliki keterampilan dalam berinteraksi sosial. Hal

tersebut terlihat dari siswa yang suka menyendiri saat rapat OSIS berlangsung maupun saat berkumpul dengan teman-temannya, tidak berani mengungkapkan pendapat dalam organisasi, serta kurang berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-teman yang lainnya (Tyo, dalam Blog at WordPress.com, diakses tanggal 8 Februari 2013). Di Semarang, tepatnya di Universitas Negeri Semarang, juga terjadi kasus interaksi sosial rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anik Widayanti (2005) menunjukkan bahwa 27% dari jumlah 66 mahasiswa yang mengikuti organisasi di kampus kurang memiliki keterampilan interaksi sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti organisasi di kampusnya belum tentu memiliki keterampilan interaksi sosial yang jauh lebih baik bila dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi di kampusnya. Di SMK Mater Amabilis Surabaya, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan konselor sekolah yang dilakukan pada bulan November 2011, diperoleh 36 siswa dari 12 kelas yang mengalami masalah interaksi sosial rendah. Angka tersebut diperoleh dari hasil sosiometri yang dilakukan oleh konselor sekolah.

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka dari beberapa gejala-gejala keterampilan interaksi sosial rendah yang nampak tersebut dikhawatirkan dapat menghambat keterampilan siswa dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain, karena keterlambatan dalam proses interaksi sosial akan membuat siswa tidak mampu berkembang secara optimal dan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, keterampilan interaksi sosial siswa perlu ditingkatkan. Berdasarkan konsep dasar dari pendekatan behavioral (perilaku), maka peningkatan keterampilan interaksi sosial tersebut dapat dilakukan dengan cara memodifikasi perilaku siswa melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku siswa. Untuk mencapai tujuan dalam meningkatkan keterampilan interaksi sosial siswa, maka diperlukan suatu program perlakuan yang tepat. Dalam Bimbingan dan Konseling terdapat banyak sekali strategi intervensi yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dialaminya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan interaksi sosial siswa adalah melalui pemberian layanan bimbingan kelompok. Menurut Tohirin (2007), bahwa bimbingan kelompok merupakan suatu cara dalam memberikan bantuan kepada siswa yang dilakukan melalui kegiatan kelompok. Bimbingan kelompok yang diberikan dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok yang membahas masalah-masalah pribadi, sosial, belajar dan karier. Pada dasarnya, bimbingan lebih bersifat preventif atau

(4)

mencegah, namun bimbingan juga dapat bersifat kuratif atau menyembuhkan, artinya bimbingan dapat dilakukan dalam konteks konseling untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan, yang tidak dapat menyelesaikan sendiri permasalahannya, serta membutuhkan pertolongan dari pihak lain (Walgito, 2010). Dalam bimbingan kelompok terdapat banyak teknik atau strategi intervensi yang dapat digunakan, salah satunya adalah teknik sosiodrama. Menurut Romlah (2006), bahwa sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalahnya yang berkaitan dengan masalah sosial melalui kegiatan bermain peran. Selain itu, siswa juga dapat melatih keterampilan interaksi sosialnya melalui kegiatan bermain peran ini. Biasanya, konflik-konflik sosial yang disosiodramakan merupakan konflik-konflik yang tidak mendalam, serta tidak menyangkut gangguan kepribadian, seperti pertentangan antar kelompok sebaya, perbedaan nilai individu dengan nilai lingkungan, perbedaan nilai antara anak dengan orang tua dan sebagainya. Dengan adanya layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama ini diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahannya yang berkaitan dengan masalah sosial, serta siswa dapat meningkatkan keterampilan interaksi sosialnya.

Dengan mengetahui kelebihan dari teknik sosiodrama ini, maka penelitian ini lebih mengarah pada penggunaan sosiodrama sebagai teknik dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan interaksi sosial yang rendah pada siswa yang menjadi anggota pengurus OSIS di SMA Negeri 2 Lamongan. Untuk meyakinkan pernyataan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dapat meningkatkan keterampilan interaksi sosial anggota pengurus OSIS di SMA Negeri 2 Lamongan?. Sedangkan untuk memudahkan dalam menjawab rumusan masalah, maka pertanyaan tersebut dirumuskan menjadi lebih operasional, yaitu “Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor keterampilan interaksi sosial rendah siswa yang diberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dibandingkan dengan kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan metode konvensional?”

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dalam meningkatkan keterampilan interaksi sosial anggota pengurus OSIS di SMA Negeri 2 Lamongan. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada skor keterampilan interaksi sosial rendah siswa antara kelompok siswa yang dibantu dengan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibantu dengan metode konvensional.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2010). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental design dengan rancangan non-equivalent control group design, dimana eksperimen dilakukan pada dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dan kelompok pembanding atau disebut sebagai kelompok kontrol yang diberikan perlakuan metode konvensional. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi anggota pengurus OSIS di SMA Negeri 2 Lamongan. Pengambilan subyek dilakukan dengan teknik non random sampling jenis purposive sampling (subyek dipilih berdasarkan ciri atau tujuan tertentu).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama (X), sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan interaksi sosial (Y).

Dalam penelitian ini, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah angket sebagai metode utama dan observasi sebagai metode pendukung. Pengujian validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment, sedangkan uji reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik non parametrik dengan rumus Uji Jenjang Jumlah Wilcoxon yang merupakan penyempurnaan dari Uji Tanda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil angket pre-test dapat diketahui bahwa pada kelompok eksperimen terdapat enam siswa yang memiliki skor keterampilan interaksi sosial yang rendah dan diberikan perlakuan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat enam siswa yang memiliki skor keterampilan interaksi sosial yang rendah dan diberikan metode konvensional yang berupa pengarahan atau nasehat oleh guru BK.

Subyek dari kelompok eksperimen, yaitu Step, EW, Dan, Fir, Apr dan Ar dan diberikan perlakuan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Perlakuan tersebut

(5)

109 diberikan dalam tujuh kali pertemuan oleh peneliti. Sedangkan subyek dari kelompok kontrol, yaitu And, Bah, Art, MF, AF dan EA dan diberikan metode konvensional berupa pengarahan atau nasehat yang diberikan oleh guru BK SMA Negeri 2 Lamongan. Untuk mengetahui hasil atau perbedaan skor keterampilan interaksi sosial antara kelompok eksperimen yang diberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dengan kelompok kontrol yang diberikan metode konvensional, maka dilakukan post-test kepada subyek dengan menggunakan angket keterampilan interaksi sosial. Selanjutnya, hasil yang diperoleh dari skor pre-test dan post-test tersebut dianalisis menggunakan uji statistik non parametrik dengan menggunakan Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon (Wilcoxon’s Rank Sum Tes). Nilai yang lebih kecil adalah R = R1 = 21. Untuk n1 = n2 = 6. Dari tabel nilai R diperoleh R0,05 = 26 dan R0,01 = 23. Pada α = 0,05, ternyata R = 21 < R0,05 = 26. Jika nilai hitung Rhitung lebih kecil dari nilai Rtabel, maka Ho di tolak dan Ha diterima. Dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi “skor keterampilan interaksi sosial antara kelompok siswa yang dibantu dengan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibantu dengan metode konvensional” dapat diterima.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dapat dijadikan sebagai salah satu teknik untuk membantu meningkatkan keterampilan interaksi sosial siswa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan yang signifikan pada skor keterampilan interaksi sosial siswa kelompok eksperimen dibandingkan siswa kelompok kontrol yang peningkatannya lebih sedikit. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada dampak yang diperoleh oleh siswa setelah diberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama, yaitu meningkatnya keterampilan interaksi sosial siswa. Hal ini dibuktikan dengan skor siswa yang pada awalnya termasuk dalam kategori keterampilan interaksi sosial rendah menjadi sedang dan bahkan tinggi setelah diberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama.

Secara individual pada kelompok eksperimen, peningkatan keterampilan interaksi sosial siswa cukup beragam. Step dari skor 75 kategori rendah menjadi 154 kategori tinggi. EW dari skor 74 kategori rendah menjadi 135 kategori sedang. Dan dari skor 73 kategori rendah menjadi 136 kategori sedang. Fir dari skor 74 kategori rendah menjadi 135 kategori sedang. Apr dari skor 75 kategori rendah menjadi 148 kategori tinggi dan Ar dari skor 75 kategori rendah menjadi 137 kategori sedang. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen No Nama Skor pre-test Kategori Skor post-test Kategori

1 Step 75 Rendah 154 Tinggi

2 EW 74 Rendah 135 Sedang

3 Dan 73 Rendah 136 Sedang

4 Fir 74 Rendah 135 Sedang

5 Apr 75 Rendah 148 Tinggi

6 Ar 75 Rendah 137 Sedang

Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada skor keterampilan interaksi sosial siswa pada kelompok eksperimen antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama.

Sedangkan hasil pre-test dan post-test pada kelompok kontrol, And dari skor 77 kategori rendah menjadi 112 kategori sedang. Bah dari skor 75 kategori rendah menjadi 91 kategori sedang. Art dari skor 76 kategori rendah menjadi 100 kategori sedang. MF dari skor 77 kategori rendah menjadi 108 kategori sedang. AF dari skor 76 kategori rendah menjadi 98 kategori sedang dan EA dari skor 76 kategori rendah menjadi 95 kategori sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Hasil Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol No Nama Skor

pre-test

Kategori Skor post-test

Kategori

1 And 77 Rendah 112 Sedang

2 Bah 75 Rendah 91 Sedang

3 Art 76 Rendah 100 Sedang

4 MF 77 Rendah 108 Sedang

5 AF 76 Rendah 98 Sedang

6 EA 76 Rendah 95 Sedang

Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor keterampilan interaksi sosial siswa pada kelompok kontrol setelah diberikan metode konvensional, namun peningkatan skor tersebut kurang signifikan bila dibandingkan dengan hasil skor pada kelompok eksperimen.

Keterampilan interaksi sosial dalam penelitian ini adalah bagaimana siswa yang awalnya jarang membaur dengan siswa lain, tidak memiliki banyak teman, sulit memulai pembicaraan dengan siswa lain, serta adanya perasaan malu yang dimiliki, dapat meningkatkan keterampilan interaksi sosialnya dengan cara membiasakan diri untuk bergaul atau bersosialisasi dengan siswa lain, meningkatkan keberaniannya dalam menghadapi atau memulai pembicaraan dengan siswa lain, serta mampu menyesuaikan dirinya dalam suatu situasi sosial.

Oleh karena itu, bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dapat digunakan sebagai alternatif program

(6)

pemberian bantuan kepada siswa dalam meningkatkan keterampilan interaksi sosialnya, karena selain dapat meningkatkan perkembangan sosial siswa, juga dapat membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan bergaulnya dengan orang lain (Winkel dan Hastuti, 2006).

Berdasarkan asumsi dari G.C. Homans (dalam Santosa, 2009), bahwa apabila interaksi antara anggota kelompok semakin sering dilakukan, maka semakin besar interaksi yang dihasilkan. Artinya, semakin sering individu berinteraksi dengan individu lain, maka hal tersebut turut mempengaruhi keterampilannya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, cara yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan keterampilan interaksi sosial siswa adalah dengan memberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Hal itu dimaksudkan, karena sosiodrama sangat sesuai dilakukan dalam rangka program pemberian bimbingan kelompok kepada siswa, serta membantu siswa mengembangkan sikap kritis terhadap tingkah laku yang harus atau jangan dilakukan dalam situasi sosial tertentu.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan Yussiana pada tahun 2011 dengan judul “Penerapan Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama Untuk Menumbuhkan Sikap Prososial Siswa Kelas X-6 SMA Negeri 1 Gondang Nganjuk.” Hasil penelitiannya disimpulkan bahwa ada perbedaan skor yang signifikan terhadap sikap prososial siswa sebelum dan sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Artinya, bahwa bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dapat menumbuhkan sikap prososial pada siswa kelas X-6 SMA Negeri 1 Gondang Nganjuk.

Pada penelitian sebelumnya juga dapat diketahui bahwa bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dapat digunakan sebagai bentuk perlakuan yang tepat dan bermanfaat, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Kusumawani pada tahun 2010 dengan judul “Penerapan Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama Terhadap Peningkatan Keterampilan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas XII IPS 3 SMA Negeri 1 Maospati.” Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif terhadap siswa yang memiliki keterampilan komunikasi interpersonal rendah setelah diberikan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Hal ini menunjukkan bahwa bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dapat meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal siswa kelas XII IPS 3 SMA Negeri 1 Maospati.

Berdasarkan analisis di atas terlihat bahwa keenam siswa dari kelompok eksperimen yang diberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama mengalami peningkatan dalam keterampilan interaksi

sosialnya. Penelitian ini memiliki sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan berdasarkan keseluruhan uraian di atas, maka hasil penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa penggunaan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dapat meningkatkan keterampilan interaksi sosial siswa. Dalam proses penelitian ini juga terdapat kendala dan hambatan yang dialami, termasuk keterbatasan dari peneliti sendiri. Tidak adanya instrumen yang khusus dipakai untuk mengukur keterampilan interaksi sosial siswa, memunculkan kemungkinan data yang diperoleh masih belum sempurna, karena instrumen yang dipakai dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti. Meski demikian, penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar karena adanya bimbingan dari dosen pembimbing skripsi. Bimbingan skripsi yang diberikan oleh dosen pembimbing skripsi memudahkan peneliti dalam menyusun instrumen penelitian. Selain itu, adanya kemudahan yang diberikan oleh pihak sekolah SMA Negeri 2 Lamongan yang menyediakan waktu dan tempat untuk pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama ini juga turut membantu dalam terselesaikannya kegiatan penelitian yang dilakukan. Namum pada akhirnya, dengan segala kendala, hambatan dan faktor pendukung yang ada, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat teoritis maupun praktis bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: Ada perbedaan yang signifikan pada skor keterampilan interaksi sosial anggota pengurus OSIS antara sebelum dan sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan rumus Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon (Wilcoxon Rank Sum Test). Jumlah jenjang terkecil adalah Rhitung = 21. Berdasarkan tabel nilai R untuk Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon dengan taraf signifikansi 5% dan n1 = n2 = 6, maka diperoleh Rtabel = 26, sehingga dapat diketahui bahwa bahwa Rhitung lebih kecil dari Rtabel (21 < 26).

Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, dapat diberikan saran sebagai berikut :

Sehubungan dengan selesainya penelitian ini, diharapkan agar konselor/pihak sekolah setempat dapat membantu siswanya yang membutuhkan bantuan tidak hanya melalui konseling individu saja, tetapi juga dapat melalui bimbingan kelompok agar interaksi sosial siswa dapat meningkat dan berkembang. Apabila ditemui

(7)

111 permasalahan yang sama dengan penelitian ini, yaitu keterampilan interaksi sosial rendah, maka konselor dapat menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama ini sebagai alternatif untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh siswa, atau konselor juga dapat menggunakan pendekatan atau teknik bimbingan kelompok yang lainnya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, semuanya dikembalikan kepada kebijakan konselor. Selain itu, peneliti juga berharap guru mata pelajaran ikut mendukung pemberian layanan Bimbingan dan Konseling ini dengan cara berkolaborasi atau bekerja sama dengan konselor sekolah. Untuk pihak sekolah, diharapkan dapat menyediakan tempat khusus untuk pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling, terutama untuk kegiatan bimbingan kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Idi, Abdullah dan Safarina HD. (2011). Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Kusumawani, Febrian Dwi. (2010). “Penerapan Layanan

Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama Terhadap Peningkatan Ketrampilan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas XII IPS 3 SMA Negeri 1 Maospati”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UNESA.

Romlah, Tatiek. (2006). Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: UNM.

Santosa, Slamet. (2009). Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Soekanto, Soerjono. (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah: Berbasis Integrasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Tyo. (2010). Organisasi (online), (http://kedebong.wordpress.com/2010/11/02organis asi/, diakses tanggal 8 Februari 2013).

Walgito, Bimo. (2010). Bimbingan dan Konseling: Studi dan Karier. Yogyakarta: Andi Offset.

Widayanti, Anik. (2005). “Perbedaan Interaksi Sosial Antara Mahasiswa S1 Yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Tahun Akademik 2004/2005”. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: UNNES.

Winkel, W.S. dan M.M. Sri Hastuti. (2005). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yussiana, Twina. (2011). “Penerapan Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama Untuk Menumbuhkan Sikap Prososial Siswa Kelas X-6 SMA Negeri 1 Gondang Nganjuk”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UNESA.

Gambar

Tabel 2. Hasil Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol   No  Nama  Skor

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa yang menjadi pokok masalah dalam perkara permohonan ini adalah Pemohon I dan Pemohon II memohon agar Pengadilan Agama Karangasem menetapkan

selaku dosen pembimbing I dan Bapaka Julian Supardi, M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, dukungan, kritik dan saran yang

Dalam mencapai target pasar dibutuhkan suatu strategi pemasaran produk yang baik, agar konsumen tidak merasa bosan terhadap produk RAKATA Adventure Tulungagung

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari pengaruh variabel review beauty vlogger dan labelisasi halal terhadap keputusan pembelian produk wardah pada

Faktor ini yang menjadikan kopi sebagai komoditas utama pembentukan kawasan Agropoitan Kabupaten Bondowoso yang dipusatkan di Kecamatan Sumberwringin.Fokus penelitian

Untuk itu pelayanan kepada anak Sekolah Dasar negeri harus berkualitas, baik kurikulum maupun sarana dan prasarana (seperti : Ruang Kelas sesuai dengan Rombongan Belajar;

Resik Sekolah &amp; Masjid Layanan Dapur Air Layanan Kesehatan 35 Jiwa Distribusi Obat-Obatan Distribusi susu UHT 8 dus, Makanan Tambahan Anak, Alat Kebersihan Distribusi Makanan 560

Tantangan untuk meraih prestasi terdiri dari 2 faktor yaitu faktor dari dalam diri sendiri (faktor internal) dan faktor dari luar (faktor eksternal). kedua faktor