• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ijarah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap standar pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Ijarah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap standar pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

IJA<RAH

DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22

TAHUN 2009 TERHADAP STANDAR PELAYANAN

ANGKUTAN ORANG DI TERMINAL LARANGAN SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh

Rastra Sewa Kotama NIM. C92215181

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah

Surabaya 2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi dengan judul Analisis Ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Standar Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo ini merupakan penelitian yang menjawab dua rumusan masalah; 1) Bagaimana pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo? dan 2) Bagaimana analisis ija>rah dan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 terhadap standar pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo?

Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan (field research). Data yang diperoleh melalui survei langsung dan wawancara kepada pihak yang terkait yakni pemerintah, penyedia jasa dan penumpang. Kemudian dianalisa dengan menggunakan pola pikir induktif yaitu menggambarkan sesuatu hal dengan mengumpulkan data yang terkait tentang pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo kemudian dianalisa dengan menggunakan hukum Islam dan undang-undang nomor 22 tahun 2009 untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo ini belum berjalan dengan baik, masih banyak angkutan yang belum memenuhi standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan. Menurut hukum Islam, jasa angkutan disini belum memenuhi seluruh rukun dan syarat ija>rah yakni masih terdapat cacat dalam objek jasa (ma’qud ‘alaihi) yang diberikan oleh mu’jir. Sedangkan menurut undang-undang nomor 22 tahun 2009 pasal 141 ayat (1) pengimplementasiannya belum berjalan dengan baik dan hal ini membuat penumpang merasa dirugikan karena pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan perkotaan di Terminal Larangan Sidoarjo belum sesuai dengai standar pelayanan yang telah ditetapkan.

Adapun saran bagi pihak penyedia jasa angkutan umum seharusnya memenuhi standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah karena menyangkut keselamatan dan kenyamanan penumpang. Begitupula untuk pemerintah (dishub) seharusnya lebih ketat dan tegas dalam menanggapi pihak penyedia jasa tanpa alasan apapun demi teraturnya peraturan agar tidak terjadi kekecewaan pada penumpang.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitan ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II IJA<RAH, UJRAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Sewa-menyewa (Ija>rah) ... 20

1. DefinisiIja>rah ... 20

2. Dasar Hukum Ija>rah ... 22

3. Rukun dan Syarat Ija>rah ... 25

4. Macam-macam Ija>rah ... 32

5. Pembatalan dan Berakhirnya Ija>rah ... 33

B. Upah (Ujrah) ... 34

(8)

2. Dasar Hukum Ujrah ... 38

3. SyaratUjrah ... 38

4. Berakhirnya Ujrah ... 39

C. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan ... 40

BAB III PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI TERMINAL LARANGAN SIDOARJO A. GambaranUmum Penelitian... 46

1. Gambaran Umum Jasa Angkutan Orang ... 46

2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

B. Pelayanan Angkutan di Terminal Larangan Sidoarjo ... 51

1. Implementasi Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo ... 51

2. Pendapat Mengenai Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo ... 55

BAB IV ANALISIS IJA<RAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TERHADAP STANDAR PELAYANAN ANGKUTAN ORANG DI TERMINAL LARANG SIDOARJO A. Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo ... 59

B. Analisis Ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Terhadap Standar Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo ... 60

1. Analisis Ija>rah terhadap Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo ... 60

2. Analisis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Pelayanan Angkutan Orang di TerminalLarangan Sidoarjo ... 65

(9)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68 B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel2.1 Standar Pelayanan Minimal Angkutan Perkotaan ... 43

Tabel2.2Tambahan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Perkotaan ... 45

Tabel3.1Angkutan Perkotaan di Terminal Larangan Sidoarjo ... 47

Tabel3.2 MPU trayek Terminal Larangan Sidoarjo ... 48

Tabel3.3Sampel Pelayanan Bus Damri ... 51

Tabel3.4Sampel Pelayanan Estra Mandiri ... 53

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melainkan membutuhkan orang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam konteks inilah terjadinya pergaulan antar manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan individu maupun sosial. Pergaulan tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang-orang lain, disebut dengan mu’a>malah.1

Muamalah sendiri berasal dari kata bahasa Arab yang secara etimologi sama dan semakna dengan mufa>’alah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.2 Mu’a>malah merupakan interaksi atau hubungan timbal balik antara manusia dengan tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri. Dalam kehidupan bermuamalah manusia selalu berhubungan satu sama lain untuk mencukupi kebutuhan hidup.3

Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lingkup mu’a>malah adalah upah-mengupah, atau dalam fiqh muamalah disebut ujrah. Upah biasanya diberikan setelah memanfaatkan jasa seseorang baik dalam keahlian, tenaga,

1 Muhammad, Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta : Ekonosia, 2003 ), 42. 2 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), 7.

3 Ahmad Ahsar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta : UII

(12)

2

atau waktu yang telah dia berikan. Seperti contoh tukang kebun, satpam, pengantar barang, rental komputer dan lain sebagainya. Tetapi hal tersebut hanya sebatas pemanfaatan saja, baik dimanfaatkan tenaganya, waktunya ataupun bendanya dan tidak akan merubah kepemilikan benda tersebut. Contoh lain kegiatan muamalah yang mendapatkan upah adalah jasa transportasi. Jasa transportasi ini merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting, dimana seseorang bisa menjangkau tempat satu ke tempat lainnya tanpa mebuang-buang waktu lebih lama untuk berjalan kaki.

Islam memperbolehkan segala bentuk mu’a>malah asalkan tidak ada hukum yang melarangnya termasuk jasa transportasi tersebut. Dalam islam jasa transportasi ini termasuk dalam akad ija>rah. Ija>rah adalah akad pemindahan hak guna satu barang atau jasa dalam tertentu dengan adanya pembayaran upah (ujrah). Sebagaimana yang diatur dalam Quran surah al-Baqarah ayat 233, Allah Swt berfirman :

ْمُتْمَّلَس اَذِأ ْمُكْيَلَع َحَانُج َلاَف مُكَدلآوًأ آوُعٍضْرً تْسًت ْنًأ ْمتَُّدَرَأ ْنِاَو

َام

ْمُتْ يَ تآ

ِب

ِفوُرْعَمْل

رْ يِصَب َنوُلَمْعَ ت َاِبِ ََّللَّا َّنَأ وُمَلْعاَو ََّللَّا اوقَّتاَو

‚Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.‛4

Ija>rah menurut bahasa berasal dari kata رجا yang berarti mempekerjakan, memberi upah, menyewakan dan memberikan imbalan atau ganti. Sedangkan secara terminologi, ija>rah adalah transaksi terhadap sesuatu manfaat dengan

4 Departemen Agama RI, alQuran dan Terjemahnya (Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,

(13)

3

imbalan.5 Adapaun rukun yang harus dipenuhi dalam akad ini sebagai berikut:

1. ‘A<qid (pihak yang melakukan perjanjian atau orang yang berakad) 2. Ma’qu>d ‘alaihi (objek perjanjian atau sewa/imbalan)

3. Ujrah atau upah 4. Manfaat

5. Si>ghat

Dilihat dari segi objeknya, jasa transportasi termasuk dalam ija>rah bil ‘amal, yaitu sewa-menyewa yang bersifat pekerjaan/jasa. Dimana pihak penyedia angkutan (pengusaha) bertindak sebagai mu’jir dan pihak yang memanfaatkannya (penumpang) sebagai musta’jir.

Transportasi merupakan unsur yang sangat penting bagi manusia karena tanpa transportasi manusia akan mengalami kesulitan melakukan aktivitas untuk memenuhi kehidupan. Pentingnya transportasi pada saat ini tercermin pada semakin meningkatnya jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang di dalam negeri, dari dan ke luar negeri, serta berperan sebagai pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan daerah dan pengembangan wilayah.6 Salah satu media transportasi yang sering digunakan oleh masyarakat adalah angkutan. Pengangkutan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu pengangkutan orang atau penumpang dan pengangkutan barang. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jasa angkutan ini yaitu dengan

5 Akhmad Mujahidin, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta : Rajawali Pers, 2016), 136.

6 Abdul Kadir, Transportasi : Peran dan Dampaknya dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional

(14)

4

penyediaan pelayanan angkutan kota, mengingat pelayanan angkutan umum dalam kota merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi terutama kota-kota besar yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi.

Peran angkutan umum perkotaan sangat besar dalam menunjang mobilitas penduduk kota karena bagaimanapun masyarakat kota akan membutuhkan angkutan kota dan sebagian besar kelompok masyarakat bergantung pada angkutan kota untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Jumlah kelompok masyarakat yang tergantung pada angkutan umum untuk kota-kota di negara berkembang sangat signifikan jumlahnya. Hal ini disebabkan karena kondisi perekonomian masyarakat relatif rendah yang berbanding lurus dengan tingkat kepemilikan kendaraan.7 Angkutan kota merupakan sarana transportasi yang murah sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Angkutan juga memegang peranan penting dalam sektor pembangunan. Salah satunya ikut menunjang peningkatan pendapatan negara dan menciptakan serta memelihara tingkat kesempatan kerja bagi masyarakat. Maka dari itu, angkutan kota harus melayani masyarakat dengan baik sebagai upaya peningkatan pelayanan publik.

Peranan penting di sektor angkutan tersebut dapat terwujud secara optimal apabila di dukung oleh berbagai aspek terkait dengan penyelenggaraan angkutan yang merupakan aspek strategis untuk mendukung sektor pengangkutan terkait dengan aturan hukum dalam

7 Abdul Kadir, Transportasi: Peran dan Dampaknya dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional...,

(15)

5

penyelenggaraan angkutan.8Penyelenggaraan angkutan mengatur hubungan antara negara(pemerintah), pengusaha dan masyarakat, yang mana masing-masing pihak memiliki kewajiban dan hak yang tidak terlepas dari konteks untuk memberikan kenyamanan dan perlindungan hukum bagi penumpang. Pengusaha mempunyai peran penting dalam menyediakan dan memberikan jasa transportasi kota yang layak dan memadai bagi masyarakat agar menimbulkan kenyamanan bagi penumpang. Masyarakat memiliki kapasitas sebagai pengguna layanan yang berhak untuk mendapakat pelayanan yang baik bagi penyedia jasa transportasi. Sedangkan pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam pembuatan kebijakan dan perundang-undangan sekaligus melakukan pengawasan dalam penerapannya di lapangan.

Berkaitan dengan hal itu, pemerintah bertanggung jawab atas pelayanan angkutan umum yang diberikan oleh penyedia jasa transportasi tersebut. Hal ini sebagaimana yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada pasal 141 tentang Standar Pelayanan Angkutan Orang disebutkan bahwa :

1. Perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi9 :

a. Keamanan b. Keselamatan

8 Ibid.,75.

9 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasa 141 ayat

(16)

6 c. Kenyamanan d. Keterjangkauan e. Kesetaraan, dan f. Keteraturan

Namun pada kenyataannya, masih banyak angkutan perkotaan di Terminal Larangan Sidoarjo yang tidak memenuhi Standar Pelayanan Angkutan Orang. Seharusnya pihak penyedia jasa memenuhi seluruh standar yang ditetapkan seperti memasang sabuk pengaman disetiap kursi penumpang, memasang AC dan lain sebagainya. Padahal hal tersebut merupakan hak bagi seorang penumpang untuk mendapat pelayanan yang baik dari pihak penyedia jasa dan juga merupakan kewajiban dari pihak penyedia jasa untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang. Dengan ini pihak penyedia jasa yang bertindak sebagai mu’jir belum melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar.10

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ‚Analisis Ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Terhadap Standar Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo‛.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat di identifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

(17)

7

1. Latar belakang diberlakukannya standar pelayanan angkutan orang oleh pemerintah.

2. Tujuan diberlakukannya standar pelayanan angkutan orang oleh pemerintah.

3. Analisis ija>rah terhadap penerapan standar pelayanan minimal pada jasa transportasi di Terminal Larangan Sidoarjo.

4. Analisis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap standar pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo.

Agar pokok permasalahan di atas lebih terarah, maka batasan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo.

2. Analisis Ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap standar pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo. C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permaslahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo? 2. Bagaimana analisis ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

terhadap standar pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo?

D. Kajian Pustaka

Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar dalam rangka menyusun dan melengkapi penelitian ini. Berdasarkan penelusuran penulis,

(18)

8

terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan standar pelayanan angkutan orang.

1. Skripsi yang berjudul ‚Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Pelayanan Transportasi Bus Trans Jogja‛ oleh Rahmayani Nashihatun Aminah jurusan Siyasah, fakultas Syariah dan Hukum, lulusan tahun 2017 (UIN Sunan Kalijaga). Skripsi ini membahas tentang pelayanan transportasi bus Trans Jogja melalui sudut pandang etika bisnis islam. Penelitian ini menggunakan prinsip-prinsip etika bisnis Islam sebagai tolak ukur etika dalam pelayanan bus Trans Jogja.11 Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang diteliti oleh penulis adalah sama-sama membahas tentang pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa transportasi yang ditinjau dari segi hukum Islam.

2. Skripsi yang berjudul ‚Pengaruh Kualitas Pelayanan Dalam Memulihkan Citra Bus Trans Jogja (Survei Pada Anggota Bismania Community Jogja)‛ oleh Nur Aina Indrawati jurusan Ilmu Komunikasi, fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, lulusan tahun 2013 (UIN Sunan Kalijaga). Dalam penelitian ini membahas tentang cara menaikkan kualitas pelayanan Bus Trans Jogja karena diakibatkan menurunnya citra bus tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh Bus Trans Jogja saat ini dinilai sedang ataupun bahkan kurang baik.12 Persamaan

11 Rahmayani Nashihatun Aminah, ‚Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Layanan Transportasi

Bus Trans Jogja‛ (Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017).

12 Nur Aini Indrawati, ‚Pengaruh Kualitas Pelayanan Dalam Memulihkan Citra Bus Trans Jogja

(Survei Pada Anggota Bismania Community Jogja)‛ ((Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013).

(19)

9

penelitian tersebut dengan penelitian yang di teliti oleh penulis adalah tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak penyedia jasa transportasi kepada penumpang yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen.

3. Skripsi yang berjudul ‚Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Angkutan Jalan Raya (Studi Kasus Bus Trans Jogja, Yogyakarta)‛ oleh Fahimatul Ilyah jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, lulusan 2014 (UIN Sunan Kalijaga). Dalam penelitian ini membahas mengenai implementasi transportasi Trans Jogja terhadap perlindungan konsumen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Trans Jogja belum secara sempurna menjamin terpenuhinya hak-hak konsumen, baik dari segi pelayanan maupun pertanggung jawaban dalam penyelesaian sengketa.13 Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang di teliti oleh penulis adalah tentang pengimplementasian peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa transportasi. Dimana hak-hak yang seharusnya diterima oleh penumpang belum sepenuhnya terpenuhi.

4. Skripsi yang berjudul ‚Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Terhadap Penggunaan Helm Standar di Kota Padang)‛ oleh Ade Arizonal jurusan Sosiologi, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, lulusan tahun 2011 (Universitas Andalas). Dalam penelitian ini membahas mengenai

13 Fahimatul Ilyah, ‚Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Jasa Angkutan Jalan Raya (Studi

(20)

10

implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 57 ayat (2) tentang kewajiban bagi pengendara motor untuk menggunakan helm yang berstandar SNI.14 Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang diteliti oleh penulis adalah tentang pengimplementasian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta upaya pihak yang berwenang dalam meminimalisir terhadap pelanggaran mengenai masalah tersebut.

5. Skripsi yang berjudul ‚Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Studi Kasus Kecelakaan Lanjar Sriyanto dalam Putusan Nomor 249/Pid.B/2009/PN.Kray. di Pengadilan Negeri Karanganyar)‛ oleh Krisna Ariyadi jurusan Hukum, Ffakultas Hukum, lulusan tahun 2014 (Universitas Muhammadiyah Surakarta). Dalam penelitian ini membahas mengenai pengimplementasian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya seseorang. Dalam skripsi ini juga menjelaskan proses hukum akibat melanggar peraturan dalam masalah tersebut serta hukuman yang diberikan oleh pengadilan kepada pelaku.15 Persamaan penelitian tersebut dengan penilitian yang diteliti oleh penulis adalah mengenai pengimplementasian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

14 Ade Arizonal, ‚Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

Angkutan Jalan (Studi Terhadap Penggunaan Helm Standar di Kota Padang)‛ (Skripsi— Universitas Andalas, Padang, 2011).

15 Krisna Ariyadi, berjudul ‚Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas Angkutan Jalan (Studi Kasus Kecelakaan Lanjar Sriyanto dalam Putusan Nomor 249/Pid.B/2009/PN.Kray. di Pengadilan Negeri Karanganyar)‛ (Skripsi—Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2014.

(21)

11

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta dampak yang ditimbulkan akibat tidak dipatuhinya peraturan tersebut.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini membahas tentang perilaku pihak penyedia jasa transportasi di Terminal Larangan Sidoarjo dalam memenuhi standar pelayanan angkutan orang yang ditinjau dari sudut pandang Islam dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah titik akhir yang akan dicapai dalam sebuah penelitian dan juga menentukan arah penelitian agar tetap dalam koridor yang benar hingga tercapai sesuatu yang dituju.16 Adapun tujuan penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui analisis ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap standar pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut : 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terhadap pengimplementasian suatu peraturan yang baik dan benar. Hal

16 Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta Selatan : Salemba Humanika, 2010),

(22)

12

ini ditujukan kepada penyedia jasa angkutan umum agar menimbulkan kepuasan dari pihak penumpang.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak penyedia jasa angkutan umum agar bisa memenuhi standar pelayanan angkutan orang di perkotaan.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman pembaca dalam penelitian ini, maka istilah yang dimaksud dalam judul ‚Analisis Ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap Standar Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo‛. Maka dibutuhkan penjelasan dari beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut, sebagai berikut :

1. Ija>rah merupakan suatu pemindahan hak guna manfaat, baik itu berupa barang atau pekerjaan/jasa yang telah diberikan, kemudian diberikan imbalan (upah) yang telah disepakati.

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 141 ayat (1) yaitu suatu peraturan yang dibuat oleh pemerintah mengenai standar pelayanan minimal angkutan orang yang harus dipenuhi.

3. Standar Pelayanan Angkutan Orang adalah batasan minimal pelayanan yang diberlakukan oleh pemerintah kepeda penyedia jasa angkutan orang agar kendaraan tersebut bisa dioperasikan.

(23)

13

H. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Pengertian dari metode penelitian adalah kumpulan prosedur, skema dan algoritma yang digunakan sebagai alat ukur atau instrument dalam pelaksanaan penelitian.17 Penelitian yang dilakukan berorientasi pada pengumpulan data secara empiris yaitu dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan data yang tepat, maka data yang diperlukan dalam penyusunan penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung.

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang berlangsung dimasyarakat atau lapangan. Maka hal ini yang menjadi objek penelitiannya yaitu pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo.

2. Sumber Data

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data diperoleh.18 Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua

jenis sumber data yaitu :

17 Kris H Timotius, Pengantar Metedologi Penelitian, (Yogyakarta : ANDI, 2017), 5.

18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,

(24)

14

a. Sumber Primer

Data yang diperoleh langsung dari sumber yang berkaitan dengan pelayanan angkutan orang. Data ini dapat diperoleh dengan cara mewawancarai sumber-sumber yang bersangkutan. Maka narasumber yang dipilih untuk diwawancarai dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1) Pemerintah selaku pembuat peraturan sekaligus pengawas dari pengimplementasian atas peraturan tersebut. Dalam hal ini pemerintah yang berwenang yakni Dinas Perhubungan Kabupaen Sidoarjo.

2) Pengusaha selaku penyedia jasa angkutan umum di Terminal Larangan Sidoarjo.

3) Penumpang selaku pengguna jasa angkutan umum di Terminal Pasar Larangan.

4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

b. Sumber Sekunder

Data yang diperoleh dari sumber tidak langsung atau merupakan hasil penelitian pemikiran orang lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1) Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. 2) Chalid Narbuko, Metodelogi Penelitian.

(25)

15

3) Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah. 4) M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah. 5) Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah 3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam sebuah penelitian. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.19 Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh peneliti terhadap suatu proses atau objek dengan tujuan untuk memahami pengetahuan dari sebuah fenomena/perilaku berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya.20 Dalam hal ini penulis melakukan penelitian langsung terhadap pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo. b. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap sumber informasi yang dianggap memiliki kompetensi dalam masalah yang diteliti. Dengan demikian dapat diperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai hal tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara

19 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif (Bandung : Alfa Beta, 2010), 224. 20 Hendra Tanjung dan Abrista Devi, Metedologi Penelitian Ekonomi Islam (Jakarta : Gramata

(26)

16

langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo yakni Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, pengusaha penyedia jasa angkutan umum dan penumpang.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Dengan kata lain, proses penyampaian tidak dilakukan secara langsung melainkan melalui data tertulis baik itu berupa tulisan maupun gambar. Teknik ini bisa digunakan penulis sebagai acuhan untuk menilai pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah data berhasil terkumpul, maka peneliti akan menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Editing yaitu memeriksa kembali data-data yang dipeoleh dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.21 Dalam hal ini peneliti mengambil data-data pelayanan angkutan orang yang akan di analisis dengan rumusan masalah dan melakukan validasi ulang terkait data yang diperoleh peneliti dengan fakta yang terjadi di lapangan.

(27)

17

b. Organizing yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh.22 Dengan teknik ini penulis diharap dapat memperoleh gambaran tentang pelayanan angkutan orang sehingga dapat tersusun secara sistematis.

c. Analyzing yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya sehingga diperoleh kesimpulan.23

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengimplementasian pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo. Maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data secara deskriptif. Deskriptif yaitu menggambarkan/menguraikan sesuatu hal atau fenomena yang telah terjadi apa adanya sesuai kenyataanya.24

Dalam hal ini yang akan dideskrisikan adalah mengenai pelayanan angkutan orang di Terminal Larangan Sidoarjo berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kemudian menganalisanya dengan menggunakan Ija>rah.

22 Ibid., 154. 23 Ibid., 195.

(28)

18

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini bertujuan agar penyusunan penelitian yang berjudul ‚Analisis Ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap Standar Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo‛ terarah sesuai dengan bidang kajian untuk memperoleh pembahasan, dalam penelitian ini terbagi atas lima bab. Dari kelima bab tersebut terdiri dari beberapa sub bab, dimana antara satudengan yang lain saling berkaitan.

Dalam bab pertama yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua memuat ija>rah, ujrah dan undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Dalam bab ini dijelaskan mengenai definisi ija>rah, dasar hukum ija>rah, rukun ija>rah, syarat ija>rah, macam-macam ija>rah, pembatalan dan berakhirnya ija>rah, definisi ujrah, dasar hukum ujrah, syarat ujrah, berakhirnya ujrah dan menjelaskan undang-undang nomor 22 tahun 2009 mengenai standar pelayanan angkutan orang. Bab ketiga menjelaskan tentang pelayanan angkutan orang di terminal larangan Sidoarjo. Bab ini membahas tentang penyajian data. Dalam bab ini penulis akan memaparkan sekaligus menguraikan mengenai hasil penelitian lapangan tentang pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan umum di Terminal Larangan Sidoarjo.

(29)

19

Bab keempat, Analisis Ija>rah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap Standar Pelayanan Angkutan Orang di Terminal Larangan Sidoarjo. Bab ini membahas tentang analisis, dimana peneliti akan membahas tentang gambaran umum yang terdapat dalam bab ketiga, meliputi analisis terhadap implementasi layanan angkutan orang di lapangan serta penerapan akad ija>rah dalam jasa transportasi.

Bab kelima merupakan penutup dari keseluruhan isi pembahasan skripsi, pada bab ini meliputi kesimpulan dan saran-saran yang membangun demi kebaikan dan kesempurnaan penelitian. Kemudian ditutup dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang berkaitan dengan penelitian.

(30)

BAB II

IJA<RAH ,UJRAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

A. Sewa-menyewa (Ija>rah) 1. Definisi Ija>rah

Istilah sewa-menyewa dalam bahasa arab adalah ija>rah.1Secara

etimologi al-ija>rah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al-‘Iwadh atau penggantian2, dari sebab itulah ath-Thawabu dalam konteks pahala dinamai juga al-Ajru atau upah.3Secara terminologi ija>rah adalah akad

pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.4

Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ija>rah secara istilah, diantaranya sebagai berikut:5

a. Menurut Hanafiyah, ija>rah adalah :

‚Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.‛

1 Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), 52. 2 Luwis bin Naqul Dhohil al Ma’luf, Munjid Fil Lughah wal A’lamm (Bairut Lubnan : Achrafieh,

2011), 4.

3 Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat (Jakarta : Kencana

Prenada Media Group, 2010), 277.

4 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Jakarta : Gema Insani,

2001), 117.

5 Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011),

(31)

21

b. Menurut Malikiyah, ija>rah adalah :

‚Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.‛

c. Menuru Syafi’iyah, ija>rah adalah :

‚Akad atas sesuatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.‛

Ada yang menerjemahkan ija>rah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah) yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-menyewa yakni mengambil manfaat dari barang.6Sehingga dapat dikatakan ija>rah terdapat dua bagian yakni jasa dan benda.

Amir Syarifuddin mendefinisikan al-ija>rah secara dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ija>rah al-‘ain, seperti sewa-menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi manfaat atau jasa dari tenaga seseorang disebut ija>rah adh-Dhimmah atau upah mengupah, seperti jasa transportasi. Sekalipun objeknya berbeda keduanya dalam konteks fiqh disebut al-ija>rah.7

6 Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam ‚Fiqih Muamalah‛ (Jakarta : Rajagrafindo

Persada, 2003), 228.

(32)

22

Objek dalam akad ija>rah adalah manfaat dari sebuah benda, melainkan bukan bendanya. Meskipun akad ija>rah kadang-kadang menganggap benda sebagai objek dan sumber manfaat. Akad ija>rah tidak selamanya manfaat yang diperoleh dari sebuah benda, akan tetapi juga bisa berasal dari tenaga manusia.8

Muhammad Anwar menerangkan bahwa ija>rah ialah perkataan (perikatan) pemberian pemanfaatan (jasa) kepada orang lain dengan syarat memakai ‘iwadh (penggantian balas jasa) dengan berupa uang atau barang yang telah ditentukan. Jadi dengan melihat arti ija>rah tersebut, maka dalam ija>rah membutuhkan dua pihak yaitu pemberi atau penyedia jasa dan pihak pengguna jasa atau pemberi upah.9

Dari pengertian-pengertian yang telah dijabarkan diatas, maka dapat dipahami bahwa ija>rah adalah suatu akad pemindahan hak guna manfaat, baik itu berupa barang maupun jasa yang dibarengi dengan pemberian imbalan (upah) yang telah disepakati.

2. Dasar Hukum Ija>rah

Dilihat dari penjelasan tentang pengertian ija>rah di atas, maka mustahil bahwa manusia akan hidup tanpa membutuhkan manusia lain. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa akad ija>rah ini merupakan salah satu akad yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dan juga salah satu bentuk tolong menolong yang diajarkan oleh agama.

8 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009), 179. 9 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), 422.

(33)

23

Banyak ayat al-Quran maupun riwayat yang dijadikan pegangan oleh para ulama akan kebolehan ija>rah, diantaranya :

a. Landasan dari al-Quran, diantaranya sebagai berikut : 1) Surah al-Baqarah ayat 233, Allah Swt berfirman :

ََو

َِْيَْلِماَكَِْيَْلْوَحََّنُىَدٰلْوَأََنْعِضْرُ يَُتاَدِلاَوْلا

َ

َىَلعَوََةَعاَضَّرلاََّمِتُيَنَأََداَرَأَْنَمِل

ََّلاِإٌَسْفَ نَُفَّلَكُتََلاَِفوُرْعَمْلِبََِّنُهُ تَوْسِكَوََّنُهُ قْزِرَُوَلَِدوُلْوَمْلا

ٌَةَدِلاَوََّرآَضُتََلاَاَهَعْسُو

َ ٍضاَرَ تَنَعًَلااَصِفَاَداَرَأَْنِإَفََكِلَذَُلْثِمَ ِثِراَوْلاَىَلَعَوَِهِدَلَوِبَُوَّلٌَدوُلْوَمََلاَوَاَىِدَلَوِب

َُجََلاَفَْمُكَدَلاْوَأَْاوُعِضْرَ تْسَتَنَأَْمتُّدَرَأَْنِإَوَاَمِهْيَلَعََحاَنُجََلاَفٍَرُواَشَتَوَاَمُهْ نِّم

ََحاَن

اَذِإَْمُكْيَلَع

َ

ََّمَمُتْمَّلَس

آ

اَء

ٌَيِصَبََنوُلَمْعَ تَاَِبََِّللّاََّنَأَْاوُمَلْعاَوََّللّاَْاوُقَّ تاَوَ ِفوُرْعَمْلِبَِمُتْ يَ ت

‚Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan. Maka tidak ada dosa atas keduanya, dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakaan.‛10

2) Surah al-Talaq ayat 6, Allah Swt berfirman :

ََلاَوَْمُكِدْجُوَْنِمَْمُتْ نَكَسَُثْيَحَْنِمََّنُىوُنِكْسَأ

ََضُتَ

آ

ََْنِإَوََّنِهْيَلَعَاوُقِّيَضُتِلََّنُىومر

َٰلوُأََّنُك

ََّتَّحََّنِهْيَلَعَاوُقِفْنَأَفٍَلَْحََ ِت

َُهَلَْحَََنْعَضَيَ

اَئَ فَْمُكَلََنْعَضْرَأَْنِإَفََّن

ََّنُىوُت

ىَرْخُأَُوَلَُعِضْرُ تَسَفَُْتُّْرَساَعَ تَْنِإَوَ ٍفوُرْعَِبَِْمُكَنْ يَ بَاوُرَِتَْأَوََّنُىَروُجُأ

‚Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah di talaq) itu sedang hamil. Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu. Maka berikanlah kepada mereka upahnya dan musyawarakanlah di antara kamu

(34)

24

(segala sesuatu) dengan baik dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.‛11 3) Surah al-Qashash ayat 26, Allah Swt berfirman :

َ ْتَلاَق

َٰدْحِإ

ى

َََۤيَاَمُه

َُيِْمَْأََْمىِوَقْلََْتْرَرْج َتْسَِْنَمََرْ يَخََّنِإَُهْرِرْج َتْسَْ ِتَب

‚Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.‛12 b. Landasan dari Hadits, diantaranya sebagai berikut :

Hadits riwayat Ibnu Majah menyebutkan :

اوُطْعأ

َ

ََأَا

ََأََرْ يِج

ََلْبَ قَُهَرْج

َََأ

َْنَ

ََِي

ََّف

َ

َُقَرَع

َُو

‚Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka.‛13(H.R. Ibnu Majah)

Hadits di atas menjelaskan ketika pekerja selesai, maka diwajibkan majikan memberikan upahnya kepada pekerja karena di dalamnya ada hak pekerja untuk mendapatkan upahnya.14

c. Ijma’

Dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah tersebut dijelaskan akad ija>rah atau sewa-menyewa hukumnya dibolehkan, karena memang akad tersebut dibutuhkan oleh masyarakat. Disamping Alquran dan hadits, dasar hukum ija>rah adalah ijma’. Mengenai disyari’atkan ija>rah, semua umat bersepakat tak seorang pun yang membantah kesepakatan ijma’ ini, sekalipun ada beberapa orang

11 Ibid., 559. 12 Ibid., 388.

13 Muhammad ibn Yazid Abu ‘Abdullah al-Qazwiny, Sunan Ibn Majah (Beirut: Dar Al-Fikr,

1493), 817.

(35)

25

diantara mereka yang berbeda pendapat, akan tetapi hal itu tidak dianggap.15

3. Rukun dan Syarat Ija>rah

Agar transaksi sewa-menyewa atau upah mengupah menjadi sah harus terpenuhi rukun dan syaratnya.

a. Rukun Ija>rah

Adapun yang menjadi rukun ija>rah menurut Hanfiyah adalah ijab dan kabul dengan lafaz ija>rah atau isti’jar.16Sedangkan menurut jumhur

ulama, rukun ija>rah ada empat yakni a>qid, ma’qu>d alaihi, ujrah dan si>ghat.

1) ‘A<qid (orang yang berakad)

Orang yang melakukan akad terdiri dari mu’jir dan musta’jir yaitu orang yang akan melakukan akad sewa menyewa atau upah mengupah. Mu’jir adalah orang yang menerima upah atas pekerjaan yang dilakukan atau jasa yang diberikan, sedangkan musta’jir adalah orang yang memberi upah atau penyewa jasa.17

2) Ma’qu>d ‘alaihi (objek perjanjian atau sewa)

Ma’qud ‘alaihi adalah barang yang dijadikan objek sewa, yaitu barang yang dapat diambil manfaatnya dan dapat diserahterimakan. Maka tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak dapat

15 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13 Terjemahan. Moh. Nabhan Husein (Bandung: PT Alma ‘Arif,

1988), 11.

16 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah : Prinsip dan Implementasi Pada Sektor Keuangan Syariah

(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2017), 131.

(36)

26

diserahterimakan.18 Manfaat sesuatu dari barang yang disewakan atau pekerjaan yang akan dikerjakan haruslah jelas. Di dalam ija>rah yang menjadi objeknya bukanlah bendanya, melainkan manfaat dari barang maupun pekerjaan seseorang. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam objek akad ini adalah:19

a) Objek ija>rah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa. b) Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan. c) Pemenuhan manfaat harus yang bisa diperbolehkan.

d) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

e) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan ketidak tahuan yang akan mengakibatkan sengketa.

f) Spesifikasi manfaat yang dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya, bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi.

g) Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada pemilik aset sebagai pembayaran manfaat.

h) Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.

18 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah : Prinsip dan Implementasi Pada Sektor Keuangan

Syariah...., 12.

(37)

27

i) Syarat barang sewaan haruslah benda yang dapat dipegang atau yang dapat dikuasai.

3) Si>ghat (ijab dan qabul)

Si>ghat yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul. Ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad (mu’jir) sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ija>rah. Sedangan qabul adalah suatu pernyataan yang diucapkan dari pihak yang berakad (musta’jir) untuk penerimaan kehendak dari pihak pertama, yaitu setelah adanya ija>rah.20

b. Syarat-syarat Ija>rah

Syarat ija>rah terdiri dari empat macam, yaitu syarat terjadinya akad, syarat pelaksanaan akad, syarat sah ija>rah dan syarat lazi>m. 1) Syarat terjadinya akad

Syarat al-inqa>d (terjadinya akad, berkaitan dengan ‘a>qid, zat akad dan tempat akad. Sebagaimana telah dijelaskan dalam jual beli. Menurut ulama Hanafiyah, ‘a>qid (orang yang melakukan akad) disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan harus baligh. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ija>rah anak mumayyiz dipandang sah bila telah diijinkan walinya.

(38)

28

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ija>rah dan jual beli, sedangkan baligh adalah syarat penyerahan. Dengan demikian, akad anak mumayyiz adalah sah, tetapi tergantung atas keridhaan walinya.

Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus mukallaf yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli akad.21

2) Syarat pelaksanaan akad

Agar ija>rah terlaksana, barang harus dimiliki oleh ‘a>qid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad (ahliah). Dengan demikian ija>rah al-fu>dhu (ija>rah yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan tidak diijinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ija>rah.22

3) Syarat sah ija>rah

a) Kerelaan dua belah pihak yang melakukan akad

Kalau salah seorang dari mereka dipaksa untuk melakukan ija>rah, maka hal tersebut tidak sah. Sesuai dengan surah al-Nisa ayat 29, Allah Swt berfirman :

َََۤي

ََنيِذَّلاَاَهم ي

اَء

ََلاَْاوُنَم

اوُلُكَََْ

َ

ًَةَراَِتََِنوُكَتَنَأََّلاِإَِلِطاَبْلِبَِْمُكَنْ يَ بَْمُكَلاَوْمَأ

ََلاَوَْمُكنِّمٍَضاَرَ تَنَع

اوُلُ تْقَ ت

َ

ََّٰللّاََّنِإَْمُكَسُفنَأ

ًَميِحَرَْمُكِبََناَكَ

ا

‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka

21 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah...., 125. 22 Ibid., 126.

(39)

29

di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.‛23

b) Ija>rah (sewa-menyewa) tidak sah kecuali dari orang yang boleh bertindak (mengurusi harta), dengan berstatus sebagai seorang yang berakal, dewasa, merdeka dan bertindak lurus.

c) Hendaklah keadaan manfaat jasa yang disewakan itu diketahui, karena manfaat jasa tersebut adalah objek yang diakad, maka disyaratkan harus mengetahuinya sebagaimana jual beli.

d) Hendaklah status upah diketahui, karena ia adalah pengganti (alat tukar) dalam transaksi tukar menukar, sehingga ia harus diketahui sebagaimana harga (barang dalam jual beli).

e) Hendaklah status manfaat jasa merupakan suatu manfaat yang mubah, maka tidak sah ija>rah atas transaksi perzinaan, nyanyian dan jual beli alat-alat permainan (yang melalaikan). f) Kondisi manfaat jasa bisa diambil secara penuh, sehingga

tidak sah ija>rah atas sesuatu yang manfaatnya tidak bisa diambil, seperti penyewa orang buta untuk menjaga sesuatu yang memerlukan penglihatan.

g) Hendaklah manfaat yang disewakan adalah milik sah penjual jasa atau diizinkan olehnya, karena ija>rah adalah jual beli manfaat, maka hal itu disyaratkan dalam transaksi tersebut, seperti jual beli.

(40)

30

h) Hendaklah masa ija>rah itu diketahui, sehingga tidak sah ija>rah untuk waktu yang tidak diketahui karena ia menyebabkan perselisihan.24

4) Syarat kelaziman

a) Ma’qu>d ‘alaihi (barang sewaan) terhindar dari cacat

Jika terdapat cacat pada ma’qu>d ‘alaihi (barang sewaan), penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan membayar penuh atau membatalkannya.

b) Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ija>rah batal karena adanya uzur sebab kebutuhan atau manfaat akan hilang apabila ada uzur.25

Sedangkan menurut madzhab Hanafi syarat-syarat ija>rah ada empat macam, antara lain:26

1) Syarat-syarat penyelenggaraan. Persewaan tidak terselenggara sama sekali jika tidak mempunyai syarat-syarat berikut ini: Berakal sehat, orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz tidak sah melakukan sewa-menyewa kecuali atas izin dari pihak walinya.

2) Syarat-syarat sah. Persewaan tidak sah kecuali dengan syarat-syarat ini meskipun bisa terselenggara dengan tanpa syarat ini:

24 Asy-Syaikh, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz. Terjemahan. Fikih Muyassar : Panduan Praktis

Fikih dan Hukum Islam (Jakarta : Darul Haq, 2015), 388.

25 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah...., 129.

(41)

31

a) Keridhaan dua orang yang melakukan perjanjian. Tidak sah perjanjian persewaan orang yang dipaksa, orang yang bersalah dan orang yang lupa. Meskipun terselenggara dan bisa dilestarikan tetapi merupakan persewaan yang batal hukumnya. Dalam pelaksanaan seperti itu wajib memberikan upah atau ongkos sepantasnya kalau terlanjur melakukannya.

b) Hendaklah sesuatu yang disewakan itu dapat diserahkan. Jadi tidak sah menyewakan hewan yang hilang karena tidak dapat diserahkan.

c) Hendaknya pekerjaan yang disewakan bukan merupakan hal yang fardlu bagi orang yang disewa sebelum perburuhan.

d) Adanya manfaat.

e) Hendaklah ongkos diketahui yaitu menjelaskan jumlah kadarnya seperti sepuluh pound.

3) Syarat-syarat tetap. Persewaan tidak dinilai tetap kecuali dengan syarat-syarat ini:

a) Perjanjian persewaan itu betul-betul shahih. b) Pada barang sewaan itu tidak ada cacatnya.

c) Hendaklah barang yang disewakan itu bisa dilihat oleh orang yang menyewa.

d) Barang yang disewakan itu selamat dari terjadinya cacat yang mengurangi kemanfaatan.

(42)

32

4. Macam-macam Ija>rah

Dilihat dari segi objeknya al-ija>rah dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :

a. Al-ija>rah atas manfaat yaitu al-ija>rah yang objek akadnya adalah manfaat. Akad al-ija>rah manfaat boleh dilakukan atas manfaat yang diperbolehkan dan tidak boleh dilakukan atas manfaat yang diharamkan.27

b. Al-ija>rah atas pekerjaan adalah penyewaan yang dilakukan atas pekerjaan tertentu, seperti membangun bangunan, menjahit baju, membawa barang ke tempat tertentu, mewarnai baju, dan sebagainya.28

Menurut madzhab Hanafi macam-macam al-ija>rah (persewaan) ada dua, yaitu:

a. Persewaan yang terselenggara pada kemanfaatan benda-benda, seperti penyewa tanah, rumah, binatang, pakaian dan lain-lain. Persewaan pada barang-barang tersebut adalah terselenggara pada manfaat-manfaatnya.

b. Persewaan yang terselenggara pada keadaan pekerjaan, seperti menyewa orang-orang yang sudah punya pekerjaan untuk bekerja melaksanakan perdagangan, tukang besi dan lain-lain.29

27 Wahbah al Zuhaili, Fiqih al Islami wa Adillatuhu, Jilid 5 Terjemah Abdul Hayyie al-Kattani

(Jakarta : Gema Intisari Press, 2011), 412.

28Ibid., 417.

(43)

33

Sedangkan menurut madzhab Syafi’i macam-macam al-ija>rah (persewaan) ada dua, yaitu :

a. Persewaan benda atau barang (ija>rah ‘ain) adalah suatu nama dari perjanjian yang terselenggara atas manfaat yang berkaitan dengan suatu barang tertentu yang diketahui oleh orang yang menyewa. Seperti menyewa seseorang untuk membantu melayani dalam jarak setahun.

b. Persewaan tanggungan (ija>rah zimmah) adalah nama dari suatu perjanjian atau suatu manfaat yang berkaitan dengan sesuatu yang tidak tentu, namun disifati dalam tanggungan, atau dengan kata lain ialah perjanjian pada sesuatu yang manfaatnya berada dalam tanggungan, seperti dalam perjanjian pemesanan barang.30

5. Pembatalan dan Berakhirnya Ija>rah

Pada dasarnya perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang lazim, masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tidak berhak membatalkan perjanjian, karena termasuk perjanjian timbal balik. Bahkan jika salah satu pihak meninggal dunia, perjanjian sewa menyewa tidak akan menjadi batal, asal yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa masih ada. Sebab dalam hal salah satu pihak meninggal, maka kedudukannya digantikan oleh ahli waris. Demikian juga halnya dengan penjualan objek perjanjian sewa menyewa yang tidak menyebabkan putusnya perjanjian yang diadakan sebelumnya. Namun demikian, tidak

(44)

34

menutup kemungkinan pembatalan perjanjian (fasakh) oleh salah satu pihak jika ada alasan atau dasar yang kuat.31

Dalam hal ini jumhur ulama mengatakan bahwa akad al-ija>rah itu bersifat mengikat kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan akibat perbedaan pendapat ini dapat diamati dalam kasus apabila seorang meninggal dunia. Menurut ulama Hanafiyah, apabila salah seorang meninggal dunia akad ija>rah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa manfaat itu boleh diwariskan karena termasuk harta (al-maal). Oleh karena itu kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad ija>rah.32

Adapun hal-hal yang dapat membuat akad ija>rah berakhir dan batal, antara lain :

a. Rusaknya benda yang disewakan. Seperti menyewakan binatang tunggangan lalu binatang tersebut mati, menyewakan rumah lalu rumah tersebut hancur, atau menyewakan tanah untuk ditanami lalu airnya berhenti.

b. Hilangnya tujuan yang diingankan dari ija>rah tersebut. Misalnya seseorang menyewa dokter untuk mengobatinya, namun ia sembuh sebelum dokter memulai tugasnya. Dengan demikian penyewa tidak dapat mengambil apa yang diinginkan dari akad ija>rah.

c. Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiannya ditangan penyewa atau terlihat aib lama padanya.

31 Suhrawardi K.Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), 148. 32 Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam..., 57.

(45)

35

d. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan, karena akad tidak mungkin terpenuhi sesudah rusaknya (barang).

e. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur mencegah fasakh. Seperti jika masa ija>rah tanah pertanian telah berakhir sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada di tangan penyewa sampai masa selesai diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa yaitu dengan mencabut tanaman sebelumnya.

f. Penganut-penganut madzhab berkata : boleh memfasakh ija>rah, karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak. Seperti seseorang yang menyewa untuk berdagang, kemudian hartanya terbakar, atau dicuri, atau dirampas, atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ija>rah.33

Adapaun menurut Sayyid Sabiq, akad ija>rah akan menjadi batal dan berakhir apabila :

a. Terjadinya cacat (aib) pada barang sewaan

Maksudnya bahwa pada barang yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa terdapat kerusakan ketika sedang berada di tangan pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah akibat kelalaian pihak penyewa sendiri, misalnya karena penggunaan barang yang

(46)

36

tidak sesuai dengan peruntukan penggunaan barang tersebut. Dalam hal seperti ini pihak yang menyewakan dapat meminta pembatalan. b. Rusaknya barang yang disewakan

Maksudnya barang yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa mengalami kerusakan atau musnah sama sekali sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang diperjanjikan, misalnya objek sewa menyewa adalah rumah, kemudian rumah yang diperjanjikan terbakar/ambruk.

c. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih)

Maksudnya barang yang menjadi sebab terjadi hubungan sewa menyewa mengalami kerusakan, sebab dengan rusaknya atau musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya perjanjian maka akad tidak akan mungkin terpenuhi lagi.

d. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan

Dalam hal ini yang dimaksudkan, bahwa apa yang menjadi tujuan perjanjian sewa menyewa telah tercapai, atau masa perjanjian sewa menyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh para para pihak.

e. Adanya uzur

Penganut madzhab Hanafi menambahkan bahwa adanya uzur juga merupakan salah satu penyebab putus atau berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur yang dimaksud disini

(47)

37

adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana sebagaimana mestinya.34

B. Upah (Ujrah) 1. Definisi Ujrah

Ujrah berasal dari al-Ajru yang artinya upah, juga dapat diartikan uang sewa atau imbalan atas suatu manfaat benda atau jasa. Upah atau sewa dalam ija>rah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.35 Menurut terminologi ujrah adalah suatu imbalan atau upah yang didapatkan dari akad pemindahan hak guna atau manfaat baik berupa benda atau jasa tanpa diikuti dengan pemindahan manfaat.36

Upah adalah harga yang dibayarkan pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan, seperti faktor produksi lainnya. Tenaga kerja diberi imbalan atas jasanya, dengan kata lain upah adalah harga dari tenaga yang dibayar atas jasanya.37Sehingga seseorang yang telah memanfaatkan suatu benda atau jasa harus memberikan upah sesuai dengan ketentuannya.

Berdasarkan beberapa penjelasanan diatas mengenai definisi upah atau ujrah maka dapat disimpulkan bahwa upah atau ujrah adalah imbalan yang berhak kita dapatkan sesuai dengan kesepakatan setelah kita melalukan pekerjaan atau jasa. Ujrah tidak dapat dipisahkan dengan

34 Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam...., 52. 35 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah..., 235.

36 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik..., 117.

(48)

38

ija>rah, karena memang upah merupakan bagian dari ija>rah yang tidak bisa dipisahkan dan selalu berkaitan.

2. Dasar Hukum Ujrah

Banyak ayat AlQuran maupun riwayat yang dijadikan pegangan oleh para ulama akan kebolehan ujrah, diantaranya :

a. AlQuran surah az-Zukhruf ayat 32, Allah Swt berfirman :

ََكِّبَرََتَْحََرََنْوُمِسْقَ يَْمُىَأ

َ

َِفَْمُهَ تَشِعَّمَْمُهَ نْ يَ بَاَنْمَسَقَُنَْنَ

َ

اَنْعَ فَرَوَاَيْ نمدلاِةوَيَْلْا

َ

َْمُهَضْعَ ب

ََذ ِخَّتَ يِّلَ ٍتاَجَرَدٍَضْعَ بََقْوَ ف

َ

ًَيِّرْحُسَاًضْعَ بَْمُهُضْعَ ب

ٌَرْ يَخََكِّبَرَُتَْحََرَوَ

َ

ََنْوُعَمَْيَاَِّّمّ

‚Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian yang dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan‛.38

b. Hadits riwayat Ibnu Majah menyebutkan :

اوُطْعأ

َ

ََأَا

ََأََرْ يِج

ََلْبَ قَُهَرْج

َََأ

َْنَ

ََِي

ََّف

َ

َُقَرَع

َُو

‚Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka.‛39(H.R. Ibnu Majah)

Hadits di atas menjelaskan ketika pekerja selesai, maka diwajibkan majikan memberikan upahnya kepada pekerja karena di dalamnya ada hak pekerja untuk mendapatkan upahnya.40

3. Syarat Ujrah

Syarat-syarat upah atau ujrah, yaitu:

a. Berupa harta tetap yang dapat diketahui.41 Syarat ini diperlukan dalam ija>rah karena upah merupakan harga atas manfaat benda atau

38 Departemen Agama Republik Indonesia, alQuran dan Terjemahnya..., 491. 39 Muhammad ibn Yazid Abu ‘Abdullah al-Qazwiny, Sunan Ibn Majah..., 817. 40 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta : Rajawali, 2010), 121.

(49)

39

jasa. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan sifat gharar agar tidak terjadi perselisihan antara kedua belah pihak. Penetapan upah ini sesuai dengan kesepakatan ataupun kebiasaan yang terjadi di masyarakat.

b. Hendaklah barang yang menjadi objek transaksi (akad) dapat dimanfaatkan kegunaanya menurut kriteria, realita dan syara’.42 Suatu benda atau jasa haruslah jelas manfaat atau kegunaanya sehingga upah yang diberikan jelas peruntukannya.

4. Berakhirnya Ujrah

Para ulama berbeda pendapat akan penentuan upah bagi ajir, apabila barang yang ada di tangannya rusak atau hilang. Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, apabila ajir bekerja di tempat yang dimiliki oleh penyewa atau di hadapannya, maka dia tetap memperoleh upah dikarenakan barang tersebut ada di tangan pemilik. Namun apabila barang tersebut ada di tangan ajir, kemudian barang tersebut rusak atau hilang maka ajir tidak berhak atas upahnya.43

Ulama Hanafiyah hampir sama pendapatnya dengan Syafi’iyah, namun dijelaskan lebih terperinci sebagai berikut:

a. Apabila barang ada di tangan ajir maka terdapat dua kemungkinan: 1) Apabila pekerjaan ajir sudah kelihatan hasilnya atau bekas pada

barang, sepertei jahitan. Maka upah harus segera dibayarkan

41 Syafe’i Antonio, Fiqih Muamalah (Bandung : Pustaka Setia, 2004), 129. 42 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah..., 19.

(50)

40

dengan menyerahkan hasil pekerjaan yang telah dilakukan. Jika barang rusak di tangan ajir, maka upah menjadi gugur, karena hasil pekerjaan yang tidak dilakukan.

2) Apabila pekerjaan ajir tidak kelihatan hasilnya pada barang yang dikerjakan maka upah harus diberikan saat pekerjaanya selesai dilaksanakan, walaupun barang tidak sampai diserahkan kepada pemiliknya. Hal itu karena imbalan yaitu upah mengimbangi pekerjaan, sehingga apabila pekerjaan telah selesai maka otomatis upah harus di bayar.44

b. Apabila barang ada di tangan musta’jir, maka ajir berhak menerima upah setelah menyelesaikan pekerjaannya.45 Apabila pekerjannya tidak selesai seluruhnya, ajir berhak menerima upah sesuai dengan pekerjaan yang telah terselesaikan. Seperti contoh seseorang yang ditargetkan menjahit sebanyak 10 baju namun dia hanya mampu menyelesaikan kurang dari 10 baju.

C. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Di dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 terdapat peraturan yang membahas tentang standar pelayanan angkutan orang, yakni terdapat pada pasal 141 yang berbunyi:

2. Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi:

44 Ibid., 426.

(51)

41 a. Keamanan; b. Keselamatan; c. Kenyamanan; d. Keterjangkauan; e. Kesetaraan; dan f. Keteraturan.

3. Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal sebagaimana pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.46

Sesuai dengan bunyi Undang-udang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 141 ayat (3), standar pelayanan minimal lebih dijelaskan secara terperinci di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang standar pelayanan minimal angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek. Hal ini dijelaskan dalam pasal 2 dan 3 yang berbunyi:

Pasal 2

1. Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek wajib memenuhi standar pelayanan minimal angkutan orang dengan kendaraan bermotor dalam trayek.

46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

(52)

42

2. Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Keamanan; b. Keselamatan; c. Kenyamanan; d. Keterjangkauan; e. Kesetaraan; dan f. Keteraturan.

3. Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan berdasarkan jenis pelayanan:

a. Angkutan lintas batas negara; b. Angkutan antarkota antarprovinsi; c. Angkutan antarkota dalam provinsi; d. Angkutan perkotaan; dan

e. Angkutan perdesaan. Pasal 3

Rincian standar pelayanan minimal angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.47

Bunyi dari Pasal 141 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 sama dengan bunyi Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

47 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang standar

(53)

43

98 Tahun 2013 yakni tentang standar pelayanan minimal, dimana hal ini dijabarkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Perhubungan.

Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Angkutan Perkotaan

No Jenis Keterangan 1 Keamanan a. Identitas kendaraan b. Identitas awak kendaraan c. Lampu penerangan d. Kaca film e. Lampu isyarat

Nomor kendaraan dan nama trayek berupa stiker yang ditempel pada bagian

kendaraan

Pakaian seragam disertai identitas diri dan perusahaan

Sebagai sumber cahaya di dalam kendaraan

Mengurangi cahaya matahari secara langsung

Pemberi informasi keadaan bahaya di dalam kendaraan

2 Keselamatan

a. Awak kendaraan b. Sarana

c. Prasarana

Mengetahui standar operasional prosedur kendaraan, berkompetensi dan memiliki kondisi fisik yang baik

1) Peralatan keselamatan :

 Alat pemecah kaca (palu min 2 buah)

 Alat pemadam api ringan (1 unit)  Alat penerangan (lampu senter 1

unit)

2) Fasilitas kesehatan berupa Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) berisi : kassa st

Gambar

Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Angkutan Perkotaan
Tabel 2.2 Tambahan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Perkotaan
Tabel 3.1 Angkutan perkotaan di Terminal Larangan Sidoarjo
Tabel 3.2 MPU trayek Terminal Larangan Sidoarjo  No  Trayek  Jumlah
+4

Referensi

Dokumen terkait

komunal terpanggil untuk hubungan yang benar dan penuh kasih dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain dan penciptaan. Dalam prosesnya terdapat tiga pertumbuhan pada naradidik; 1)

Citra Merek dan Kualitas Layanan secara simultan atau bersama-sam mempunyai pengaruh yang terhadap Keputusan Konsumen dalam menggunakan jasa pengiriman JNE Express

IV. Kebutuhan Fasilitas Penampung ... Diameter Pipa ... Sumur Pembersth ... Tanki Penampung Minyak ... Bak Lumpur dan Buangan Solid Lainnya .... Tabel2 1 Kuantitas

Eksploitasi minyak dan gas bumi Blok Cepu yang dimulai pada tahun 2009 menjadi awal adanya isu berkaitan dengan kesenjangan fiskal pembagian Dana Bagi Hasil

Dewan Penguji Skripsi saudari Fatroyah Asr Himsyah, NIM 07210020, Mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Temuan dan Argumen Peneliti dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka keunggulan yang ditemukan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching

menu, tombol profil, dapat menampilkan nama dari pengguna aplikasi, dan mengatur profil-profil lainnya, selain profil yang telah dipilih, tombol mulai belajar yang

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha dan Strategi Perusahaan Pelatihan Mathmagic, Studi Kasus pada