• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan SMK3 Di Pertambangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan SMK3 Di Pertambangan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Polban 2011 1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama di industri pertambangan merupakan salah satu factor yang sangat penting demi kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat beker ja secara optimal dan produktif. Pada prinsipnya kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh kondisi yang tidak aman serta kegiatan/aktifitas yang tidak aman. oleh karena itu penting sekali untuk menanamkan budaya dan disiplin K3 bagi pekerja karena

rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen, contohnya : mengambil jalan pintas pada prosedur kerja, khususnya terjadi pada tingkat operasi. Oleh karena itu untuk dapat hal itu terlaksana dengan baik dan benar maka diperlukan Sumber Daya Manusia yang dapat mengelola manajemen K3 tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah untuk mengelola manajemen K3 di pertambangan?”

1.3. Tujuan

1.3.1. Mencegah terjadinya penyakit akibat kerja

1.3.2. Meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan melakukan promosi kesehatan 1.3.3. Menjaga status kesehatan dan kebugaran pekerja pada kondisi ya ng optimal 1.3.4. Mencipta kan system kerja yang aman mulai dari input, proses sampai output 1.3.5. Mencegah terjadinya kerugian (loss) baik moril maupun materil akibat terjadinya

accident/incident

1.3.6. Melakukan pengendalian terhadap risiko yang ada di tempat kerja

1.3.7. Mencipta kan lingkungan kerja yang aman dan sehat dari bahaya health hazard 1.3.8. Mencipta kan interaksi semua sub di perusahaan dalam interaksi yang sehat dan tidak

berdampak terhadap penurunan derajat kesehatan atau adanya ketidaknyamanan

(2)

Polban 2011 2 1.4.Dasar Hukum K-3 Pertambangan

a. UU Nomor 11 TH 1967 (Pasal 29)

Tata Usaha, Pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan penga wasan hasil perta mbangan dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dala m Peraturan Pemerintah. Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama meliputi keselamatan kerja, pengawasan produksi dan kegiatan lainnya dalam pertambangan yang menyangkut kepentingan umum.

b. UU Nomor 1 TH 1970 (Menimbang, Ps.3 ayat 1a-z)

bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas kesela matannya dalam melakukan pekerjaan untuk keseja hteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional; Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula kesela matannya; Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien; Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dala m Unda ng-undang yang memuat ketentuan - ketentuan umum tentang keselamata n kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.

c. UU Nomor 13 TH 2003 (Pasal 86 & 87) d. PP Nomor 32 TH 1969 (Pasal 64 & 65) e. PP Nomor 19 TH 1973 (Pasal 1, 2, & 3) f. MPR Nomor 341 LN 1930

g. KEPMEN Nomor 2555.K/201/M.PE/1993 h. KEPMEN Nomor 555.K/26/M.PE/1995

1.5. Tugas Dan Tanggung Jawab Pengelolaan K3

Dalam melakukan pengelolaan K-3 seperti yang termaktub dalam Kepmen Nomor

555.K/26/M.PE/1995, seorang Kepala Teknik Tambang (KTT) yang ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K 3 , dimana dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pengawas

Operasional dan Pengawas Teknis dengan memperhatikan beberapa hal sebagai pedomannya, yaitu : 1. Perkembangan keselamatan sebagai faktor utama

2. K3 merupakan sistem yang terpadu

3. Sistem K3 mampu mengantisipasi peraturan perudangan dan kesadaran masyarakat di bidang K3 4. Sistem K3 terintegrasi dalam pengendalian manajemen

5. Sistem K3 terintegrasi dalam sistem proses desain dan modifikasi peralatan 6. Sistem K3 mampu mengantisipasi teknologi keselamatan bagi SDM operasi

(3)

Polban 2011 3 1.6. Kendala Penghambat Pelaksanaan K-3

Dalam pelaksanaan K3 pada industri pertambangan seringkali dihadapkan dengan segala macam kendala yang menghambat kelancaran dalam pelaksanaan program pela ksanaan K3, kenda la ini antara lain:

1. Untuk menerapkan kebijakan dan strategi K3 diperlukan dana yang tidak sedikit. Fakta yang sering terjadi adalah keterbatasan terhadap dana.

2. Rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen 3. Pengetahuan K3 rendah :

a. Menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dala m mengintegrasikan aspek-aspek K3. b. Disebabkan program pelatihan yang tidak sesuai atau kurang memadai.

c. Pelatihan yang telah diberikan tidak memasukkan aspek-aspek K3.

4. Aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama, akibatnya keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.

(4)

Polban 2011 4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian SMK3

George Terry dalam Budiono (2003) menyebutkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses yang khas, terdiri dari tindakan-tinda kan: perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, melalui pemanfaatan sumber da ya lainnya (Budiono, dkk 2003). John D Millet dalam Ramlan (2006) mengatakan bahwa manajemen adalah suatu proses pengarahan, penjurusan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang-orang yang diorganisasikan dalam kelompok-kelompok formal untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Santosa (2004) Manajemen adalah upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan orang lain melalui kegiatan peencanaan,

pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian, selain itu juga kemampuan untuk mengelola semua hal secara professional. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan,

penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan, kebija kan kesela matan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tenaga kerja yang sehat, aman, efisien, da n produktif. Manajemen K3 merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meminimalkan dan mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan penyakit akibat hubungan kerja.

2.2.Tujuan SMK3

Penerapa n SMK3 menurut Suardi (2007) mempunyai tujuan yaitu:

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas.

2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, memelihara dan meningkatkan kesehatan dan gizi para tenaga kerja, merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia.

(5)

Polban 2011 5 Tujuan dan sasaran SMK3 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5 tahun 1996 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang terintregasi dalam rangka mencegah da n mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menc iptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. D engan peraturan perundangan ditetapkannya syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan;

6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

7. Mencegah dan mengendalikan timbul a tau menyebar luasnya suhu;

8. Kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;

9. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic maupum non psychis, keracunan, infeksi dan penularan.

10. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

11. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

13. Memperoleh keserasian a ntara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya ; 14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman a tau barang; 15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang; 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

(6)

Polban 2011 6 2.3. Prinsip Dasar SMK3

Menurut Direktorat Pengawasan Norma K3 Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenaga kerjaan, Depnakertrans RI (2006). Prinsip dasar SMK3 terdiri dari 5 poin yang dilaksanakan secara berkesinambungan, kelima prinsip tersebut adalah:

2.3.1. Komitmen

Komitmen dibagi menjadi 3 hal penting yaitu: Kepemimpinan dan komitmen, tinjauan a wal K3 dan Kebijakan K3. Pentingnya komitmen untuk menerapkan SMK3 ditempat kerja dari seluruh pihak yang ada ditempat kerja, terutama dari pihak pengurus dan tenaga kerja. Dan pihak-pihak lain juga diwajibkan untuk berperan serta dalam penerapan ini.

2.3.2. Perencanaan

Perencanaan yang dibuat oleh perusahaan harus efektif dengan memuat sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan dari kebijakan K3 tempat kerja dan indicator kinerja serta harus dapat menjawab kebijakan K3. Ha \l yang perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko serta hasil tinjauan awal terhada p K3.

2.3.3. Implementasi

Setelah membuat komitmen dan perencanaan maka kini telah tiba pada tahap penting yaitu penerapan SMK3. Pada tahap ini perusahaan perlu memperhatikan antara lain: adanya jaminan kema mpuan, kegiatan pendukung, identifikasi sumber bahaya penilaian dan pengendalian risiko.

2.3.4. Pengukuran/evaluasi

Pengukuran dan evaluasi ini merupakan alat yang berguna untuk: mengetahui keberhasilan penerapan SMK3, melakukan identifikasi tindakan perbaikan, mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3. Guna menjaga tingkat kepercayaan terhadap data yang akan diperoleh maka beberapa proses harus dilakukan seperti kalibrasi alat, pengujian peralatan dan contoh piranti lunak dan perangkat keras. Ada tiga kegiatan dalam melakukan pengukuran dan evaluasi yang diperkenalkan oleh peraturan ini: inspeksi dan pengujian, audit SMK3, tindakan perbaikan dan pencegahan. 2.3.5. Peninjauan ulang dan perbaikan

Tinjauan ulang harus meliputi: Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3, tujuan sasaran dan kinerja K3, hasil temuan audit SMK3, Evaluasi efektifitas penerapan SMK3, dan Kebutuhan untuk mengubah SMK3.

(7)

Polban 2011 7 2.4 Elemen-Elemen SMK3

Pencapaian penerapan SMK3 dalam Permenaker 05/Men/1996 terbagi dalam beberapa elemen yaitu: 1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen

2. Kebijakan K3

3. Tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak 4. Tinjauan ulang dan evaluasi

5. Keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja 6. Strategi pendokumentasian

7. Perencanaan strategi K3 8. Manual SMK3

9. Penyebarluasan informa si K3

10. Peninjauan ulang desain dan kontrak 11. Pengendalian perancangan

12. Peninjauan ulang kontrak 13. Pengendalian dokumen

14. Persetujuan dan pengeluaran dokumen 15. Perubahan dan modifikasi dokumen 16. Pembelian

17. Spesifikasi dari pembelian barang dan jasa

18. Sistem verifikasi untuk barang dan jasa yang dibeli 19. Kontrol barang dan jasa dipasok pelanggan

20. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3 21. Sistem kerja

22. Pengawasan

23. Seleksi dan penempatan personil 24. Lingkungan kerja

25. Pemeliharaan, perbaikan dan perubahan sarana produksi 26. Pelayanan

(8)

Polban 2011 8 27. Kesiapan untuk menangani kea daan darurat

28. Pertolongan pertama pada kecela kaan 29. Standar pemantauan

30. Pemeriksaan bahaya

31. Pemantauan lingkunga n kerja

32. Peralatan, inspeksi, pengukuran, dan pengujian 33. Pemantauan Kesehatan

34. Pelaporan dan perbaikan kekurangan 35. Pelaporan keadaan darurat

36. Pelaporan insiden

37. Penyelidikan kecelakaan kerja 38. Penanganan masalah

39. Pengelolaan material dan perpindahannya 40. Penanganan secara manual dan mekanis

41. Sistem pengangkutan, penyimpanan, dan pembuangan 42. Bahan-bahan berbaha ya

43. Pengumpulan dan penggunaan data 44. Catatan K3

45. Data dan laporan K3 46. Audit SMK3

47. Audit internal SMK3

48. Pengembangan ketrampilan dan kemampuan 49. Strategi pelatihan

50. Pelatihan bagi manajemen dan supervisor 51. Pelatihan bagi tenaga kerja

52. Pelatihan dan pengenalan bagi pengunjung dan kontraktor 53. Pelatihan keadaan khusus

(9)

Polban 2011 9 2.5 Pelaksanaan SMK3

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang a man, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah menga manatkan antara lain : setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja agar tida k terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya,(www.depkes. go.id, 2009). Penerapan SMK3 dilaksanakan oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja wajib menerapkan SMK3. Pelaksanaan SMK3 dilakukan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan. Ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan dalam penerapan SMK3 yang tercantum dala m Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996 adalah:

1. Menetapkan Kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3. 2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan K3.

3. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencega han.

5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pela ksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Suardi (2007), Tahapan dan langkah-langkah yang harus dilakukan suatu untuk memudahkan dalam menerapkan pengembangan SMK3 terbagi menjadi dua bagian besar yaitu: 1. Tahap persiapan

Tahap ini merupakan langkah awal ya ng harus dilakukan suatu perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah personil, mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan menetapkan kebutuhan sumber daya yang diperlukan. Adapun tahap persiapan ini antara lain: a. Komitmen manajemen puncak

b. Menentukan ruang lingkup c. Menetapkan cara penerapan d. Membentuk kelompok penerapa n

(10)

Polban 2011 10 2. Tahap Pengembangan dan Penerapan

Sistem dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh organisasi/ perusahaan dengan melibatkan banyak personil. Langkah-langkah tersebut adalah:

a. Menyatakan komitmen

Penerapan Sistem Manajemen tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen terhadap sistem manajemen tersebut. Manajemen harus benar-benar menyadari bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan penerapan SMK3. Komitmen harus dinyatakan dengan tindakan nyata agar diketahui oleh seluruh staf dan karyawan perusahaan. b. Menetapkan cara penerapan

Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan ataupun personel perusahaan yang mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang untuk menerapkan SMK3.

c. Membentuk kelompok kerja penerapan

Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Ha l ini penting karena mereka yang paling bertanggung jawab terhadap setiap unit kerja yang bersangkutan.

d. Menetapkan sumber daya yang diperlukan

Sumber daya di sini mencakup orang atau personil, perlengkapan, waktu, dan dana. Orang yang dimaksud adalah beberapa orang yang diangka t secara resmi di luar tugas-tugas pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan. Perlengkapan ada lah perlunya mempersiapkan kemungkinan ruangan tambahan untuk menyimpan dokumen atau komputer tambahan untuk mengolah dan

menyimpan data. Waktu yang diperlukan tidaklah sedikit terutama bagi orang yang terlibat dalam penerapan, mulai mengikuti rapat, pelatihan, mempelajari bahan-bahan pustaka, menulis dokumen mutu sampai menghadapi kegiatan audit dan assessment. Sementara dana diperlukan adalah untuk membayar konsultan (jika menggunakan jasa konsultan), lembaga sertifikasi, dan biaya untuk pelatihan karyawan diluar perusahaan. Serta peralatan khusus untuk pengendalian risiko dan bahaya yang ditimbulkan dalam penerapan SMK3.

e. Kegiatan penyuluhan

Kegiatan penyuluhan ini harus diarahkan untuk mencapai tujuan, antara lain:

1. Menya makan persepsi dan motivasi terhadap pentingnya penerapan SMK3 bagi kinerja perusahaan.

2. Membangun komitmen menyeluruh mulai dari direksi, manajer, staf, dan seluruh jajaran dalam perusahaan untuk bekerja bersama-sama dalam menerapakan standar sistem.

(11)

Polban 2011 11 f. Peninjauan sistem

Kelompok kerja yang telah terbentuk meninjau sistem yang sedang berlangsung dengan

membandingkannyabdengan persyaratan yang ada dalam SMK3. Peninjauan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu dengan meninjau dokumen prosedur dan meninjau pelaksanaannya.

g. Penyusunan Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan disusun setelah melakukan peninjauan dengan mempertimbangkan: 1. Ruang lingkup pekerjaan

2. Kemampuan wakil ma najemen dan kelompok kerja penerapan 3. Keberadaan proyek

h. Pengembangan SMK3

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengembangan sistem adalah dokumentasi,

pembagian kelompok, penyusunan bagan alir, penulisan manual SMK3, prosedur dan instruksi kerja. i. Penerapa n Sistem

Penerapan sisitem harus dilaksanakan sedikitnya tiga bulan sebelum pelaksanaan audit internal. Waktu tiga bulan diperlukan untuk mengumpulkan bukti-bukti (dalam bentuk rekaman tercatat) secara memadai dan untuk melaksanakan penyempurnaan sistem serta modifikasi dokumen. j. Proses Sertifikasi

Perusahaan diharapkan melakukan sertifikasi dengan memilih lembaga sertifikasi yang sesuai. Tingkat penerapan SMK3 dibagi menjadi 3 tingkatan :

1. Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat risiko rendah harus menetapkan sebanyak 64 kriteria (enam puluh empat) kriteria.

2. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat risiko menengah harus menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) kriteria.

3. Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat risiko tinggi harus menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) kriteria.

(12)

Polban 2011 12 BAB III

KONDISI SAAT INI 3.1. Potret K3

Sesuai dengan prinsip ekonomi profit oriented, dimana pihak perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal/biaya seminimal mungkin. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya pada industri Mineral Batubara dan Panas Bumi (Minerbapabum) yang dilakukan oleh pihak perusahaan milik pemerintah maupun swasta dalam negeri atau asing pada saat ini memang telah mempunyai organisasi K3. Sesuai dengan pernyataan prinsip ekonomi diawal maka munculnya dilema yang terjadi saat ini adalah dimana organisasi K3 tersebut juga mendapatkan tugas dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasiona l, sehingga berusaha melakukan penghematan terhadap biaya operasi, yang kenyataannya keputusan yang diambil tidak memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan tersebut masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan yang baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.

Sebenarnya SDM K3 harus Memahami manajemen perubahan, memiliki pengetahuan proses produksi serta mampu mengendalikan manajemen. Sehingga dapat menjaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan tetap memperhatikan prinsip ekonomi.

3.2. Sumber Daya Manusia (SDM)

Untuk membentuk ataupun meningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) memang tidaklah begitu mudah, dibutuhkan komitmen yang kuat, tenaga pelatih yang berkompeten serta ditunjang oleh fasilitas dan dana yang memadai. Seharusnya dimana SDM sebagai target perubahan dalam

pelaksanaan K3 di industri pertambangan, diharapkan semua karyawan harus memiliki pengetahuan dan kepahaman yang sama tentang aspek-aspek K3 dan operasi dalam industri pertambangan.

(13)

Polban 2011 13 BAB IV

MANAGEMEN K3

4.1. Pengelolaan K3 Pertambangan Umum Secara Bersistem

Dengan memperhatikan karakter-karakter lingkunga n pertambanga n maka pengelolaan program K3 pertambangan umum tidak mungkin dilakukan seca ra “super ficial”, bahkan untuk dapat mencakup seluruh karakter tersebut serta untuk mendapatkan kinerja K3 yang tinggi maka pengelolaan K3 harus dilakukan secara bersistem Sistem menejemen K3 di lingkungan pertambangan umum berkembang seiring dengan perkembangan industri itu sendiri, utamanya setelah masuknya swasta asing. Dalam peraturan perundangan sub-sektor pertambangan umum tidak secara eksplisit disebut adanya sistem menejemen K3, namun dalam prakteknya seluruh perusahaan pertambangan umum telah menerapkan dengan berbagai variasinya. Khusus untuk beberapa perusahaan swasta asing ada yang langsung mengadopsi sistem menejemen K3 yang ada di negara asalnya atau dari negara lain, seperti nasional occupational safety agency ( NOSA) dari afrika selatan, international safety rating (ISR), international Loss control institute (ILCI) dari Amareika, dan beberapa sistem yang dikembangakan di Australia. Dengan demikian perusahaanpertambangan umum tidak di wajibkan untuk hanya menerapkan satu model sistem menejemen K3 yang seragam. Sistem K3 negara lain yang diterapkan di indonesia, umumnya hanya menekankan pengaturan dan pengawasan internal di dalam unit organisasi perusahaan dan tidak menjelaskan bagaimana korelasi sistem manejemen K3 tersebut dengan pengawasan dan pembina an dari sisi pemerintah ( inspekturtambang ).

4.2. Siste m Manejemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Manajemen keselamatan pertambangan meliputi :

1. menimbang dan memperhitungkan bahaya yang potensial dimana akan membahayakan para pekerja dan peralatan

2. melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang memadai termasuk kontrol terhadap : a. pola penambangan

b. pendidikan dan latihan

c. pemeliharaan perala tan ta mbanng

(14)

Polban 2011 14 Elemen - elemen yang terkandung dalam menejemen keselamatan pertambangan adalah :

1. Harus ada KTT yang merupakan orang dari jajaran top menejemen yang bertanggung jawab terhadap terlaksana nya serta ditaatinya peraturan perundangan K3.

2. Harus ada struktur organisasi yang menjalankan program K3.

3. Harus ada orang yang kompeten dan menguasai K3, baik teori maupun praktek, yang duduk dalam struktur.

4. Ada lembaga perwakilan karyawan yang independen di dalam perusahaan yang mampu sebagai tempat menejemen berkonsultasi dan memberi masukan.

5. Ada sistem dokumentasi dan administrasi K3.

6. Ada program identifikasi dan pengendalian bahaya dan sistem evakuasi. 7. Ada tersedia peraturan, pedoman dan standar K3 yang relevan.

8. Ada program sertifikasi alat, operator, dan tenaga teknik khusus. 9. Ada program pelatihan K3, baik tingkat pelaksana maupun pengawas.

10. Ada program perawatan dan pemeliharaan peralatan / permesinan serta pengadaan alat proteksi diri.

11. Ada program pengawasan, pemeriksaan, dan perawatan kesehatan. 12. Ada program pengawasan ( internal planed inspection ) dan kompliance. 13. Ada program audit secara berkala.

14. Ada mekanisme evaluasi perbaikan, dan peningkatan program K3. 15. Ada program pengawasan secara berkala dari pemerintah.

16. Ada program bench marking dari kinerja antar perusahaan pertambangan umu dalam aspek K3. 17. Ada komunikasi dalam bentuk pelaporan dari perusahaan ke pemerintahan.

Dengan adanya Pengendalian manajemen oleh sistem K3, berarti peningkatan: 1. Kesadaran manajemen terhadap risiko tinggi.

2. Antisipasi terhadap peraturan perundangan.

3. Integrasi dengan teknologi proses sejak fase desain hingga modifikasi. 4. Integrasi dengan prosedur kerja.

(15)

Polban 2011 15 4.3. Pola Pengelolaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Pada awalnya, pola pengelola an K3 pada industri subsektor pertambangan umum adalah merupakan warisan dari era Hindia Belanda. Pola tersebut cukup lama dipa kai Indonesia .dalam pola tersebut, posisi Inspektur Tambang sangat sentral dan menentukan. Bahkan, fungsi Inspektur Tambang saat itu lebih cenderung kepada aktif “watch dog” daripada berperan kearah upaya pemandirian dalam bentuk Sistem Mannagemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Peraturan - peraturannya pada waktu itu sangat rinci dan kaku serta kurang mempertimbangkan pemberian ruang terhadap pengelolaan aspek efisiensi dan produktivitas. Hal inidapa t dimengerti karena kepemilikan dan pemanfaatan seluruh bahan galian tersebut langsung dikelola pemerintah Hindia Belanda, artinya tidak berorientasi pasar. Setelah pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan - perusahaan pertambangan tersebut dan penjualan produknya berorientasi pasar dan karena dituntut harus menghasilkan devisa maka aspek efisiensi, produktivitas, dan”cost effective” menjadi mengemuka agar tetap kompetitif dan menghasilkan keuntungan. Sejak itu sifat peraturan perundangannya berubah dari rinci dan kaku ke arah umum dan fleksibel. Dalam hal ini lebih banyakdirencanakan dalam bentuk pedoman - pedoman, baik yang bersifat operasional maupun teknis. SMK3 di subsektor pertambangan umum tercermin secara tidak langsung di dalam pasal - pasal Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/ 26/ M.PE / 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Dala m kaitannya dengan elemen - elemen SMK3 sebagaimana dijelaskan sebelumnya (ada 17 elemen) maka dalam Keputusan Menteri tersebut diatur bahwa :

1. Komitmen dan Kepemimpinan K3

Penanggung jawab pelaksanaan K3 dalam perusahaan adalah seorang dari pimpinan tertinggi atau Chief Executive Officer (CEO) di lapangan yang bidang tanggung jawabnya adalah bersifat teknis operasional atau produksi. Orang tersebut harus memiliki sertifikat KTT. Kemudian, penunjukannya harus mendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang/ Kepala Inspektur Tambang (KAPIT/ KIT).

2. Struktur Organisasi K3

Berdasarkan jumlah pekerja, sifat, dan luasnya pekerjaan maka Kepala Inspektur Tambang dapat mewajibkan perusahaan membentuk unit or ganisasi yang mengelola K3. Pada kenyataannya hanya perusahaan - perusahaan yang skalanya sangat kecil yang dibebaskan dari kewajiban membentuk unit organisasi K3. Artinya, semua perusahaan di lingkungan pertambangan umum memiliki unit

(16)

Polban 2011 16 3. Pengawas K3

Untuk dapat melakukan pola pengelolaan terhadap K3 maka perlu adanya implementasi strategi K3, yaitu:

1. Menetapkan aspek K3 diantara SDM pada departemen operasi. 2. K3 harus prediktif dan proaktif pada fase disain dan modifikasi 3. Mempercepat SMK3 (ISO 14000)

4. Membentuk spesialis K3 5. Menetapkan indikator kinerja:

a. Zero accident b. Zero on fire

c. Zero on occupational disease 4.4. Tindakan Mengatasi Hambatan

a. Perbaikan program K3 yang ber kelanjutan berdasarkan prioritas.

b. Memasukkan K3 secara formal dalam proyek perusahaan sejak fase desain dan modifikasi c. Mempercepat SMK3 ISO 14000 di industri minerba-pabum

d. Pelatihan tidak hanya fokus pada lingkup pekerjaan, tapi juga aspek-aspek lainnya. e. Memasukkan aspek K3 sebagai syarat kompetensi dasar bagi SDM bidang operasi f. Rotasi pekerjaan antara SDM departemen:

- SDM Operasi - SDM Perawatan - SDM K3

(17)

Polban 2011 17 BAB V

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

5.1. Pengertian dan definisi-definisi

K3 adalah Keselamatan & Kesehatan Kerja, di lingkungan pertambangan umum. Keselamatan & Kesehatan Kerja, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya untuk memperoleh

keselamatan dan kesehatan setiap orang yang bekerja di lingkungan tambang. Kecelakaan Tambang, adalah semua kecelakaan kerja yang terjadi pada saat jam kerja di wilayah tambang. Lingkungan Tambang Aktif, adalah Lingkungan di sekitar lokasi pena mbangan yang masih aktif menggunakan metode open pit, open cut atau open mine (khususnya untuk batubara) dan terdapat pekerjaan-pekerjaan land clearing, top soil stripping, gali muat angkut OB, gali muat angkut batubara, pemboran dan peledakan, water pumping, OB dumping & back filling, land regrading, recontouring, top soil spreading dan landscaping pada lokasi front kerja tambang (single atau multi bench), disposal aktif, jalan-jalan tamba ng (sementara maupun permanen), sedimen pond (sementara maupun permanen), drainase tambang dan sarana lain yang berada didalamnya dan berhubungan dengan kegiatan tambang itu sendiri.

5.2.Dasar Hukum :

KEPMEN PERTAMBANGAN & ENERGI No. 555.K/26/M.PE/1995, tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Pertambangan Umum.

5.3.Tujuan :

a. Mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan sebab akibat dari adanya tindakan dan kondisi yang tidak aman, nyaman, sehat dan menyenangkan dari setiap pekerja tambang. b. Mencegah dan menangani terjadinya kecelakaan kerja di lingkungan tambang.

c. Mencapai tingkat „zerro accident‟.

d. Sebagai acuan dalam melakukan investigasi terjadinya insiden.

e. Memberikan sanksi bagi setiap pelanggaran yang berakibat pada kerugian material dan nonmaterial pada perusahaan, lingkungan sekitar dan pekerja/orang lain.

(18)

Polban 2011 18 BAB VI

KECELAKAAN TAMBANG

Pengertian Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tak terduga yang menyebabkan cidera pada manusia, kerusakan peralatan atau barang atau terganggunya proses produksi/kerja. Sesuai Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995, kecelakaan tambang harus memenuhi lima unsur :

1. Benar-benar terjadi

2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orag yang diberi izin oleh kepala teknik tambang 3. Akibat kegiatan usaha pertambangan

4. Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang diberi izin dan,

5. Terjadi di dalam wilayah izin usaha pertambangan atau wilaya h proyek

Dari lima unsur tersebut harus terpenuhi sahingga disebut kecelakaan tambang, salah satu unsur yang tidak terpenuhi, maka tidak bisa dikatakan kecelakaan tambang.

6.1. Sebab Terjadinya Kecelakaan Lemahnya Kontrol:

1. Program tidak sesuai 2. Standard tidak memadai 3. Kepatuhan terhadap standar

Penyebab Dasar

Faktor Pribadi, antara lain : 1. Kemampuan fisik dan mental

2. Kurang pengetahuan dan keterampilan, dll Faktor Pekerjaan, antara lain :

1. Pengawasan dan kepemimpinan 2. Kurang peralatan dan standar, dll

(19)

Polban 2011 19 Penyebab Langsung

Tindakan Tidak Aman, antara lain :

1. Pengopera sian peralatan tanpa otorisa si 2. Pakai alat yang rusak, dll

Kondisi Tidak Aman, antara lain: 1. Perlindungan tidak layak

2. Kebersihan, penerangan kurang memadai, dll

6.2. Penggolongan Cidera Akibat Kecelakaan Tambang

Cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut : 1. Cidera ringan

Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu

melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu, termasuk hari minggu dan hari libur .

2. Cidera berat

a. Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula selama lebih dari 3 minggu termasuk hari minggu dan hari libur b. Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap (invalid)

yang tidak mampu menjalankan tugas semula

c. Cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lama nya pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula, tetapi mengalami cidera seperti salah satu di bawah ini : - Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha

atau kaki

- Pendarahan di dalam atau pingsan disebabkan kekurangan oksigen

- Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidak mampuan tetap - Persendian yang lepas dimana sebelumnya tidak pernah terjadi.

3. Mati

Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut.

(20)

Polban 2011 20 6.3. Zero Accident

Dalam industri pertambangan usaha menunjukkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja ada lah pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan dilakukan dengan cara mengalikan jumlah karyawan dengan jam kerja karyawan. Misalnya jumlah karyawan (pekerja tambang) 200 orang, jam kerja 8 jam/hari. Jadi dalam sehari jumla h jam kerja adalah 200 orang x 8 jam/hari = 1600 jam kerja orang/hari. Di Indonesia apabila perusahaan dapat mencapai jam kerja dalam jumlah waktu tertentu tanpa kecelakaan maka perusahaan tersebut akan mendapat penghargaan dari pemerintah.

Pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan akan jatuh kembali ke nol lagi apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan pekerja tidak dapat masuk kerja lagi setelah kejadian kecelakaan.Zero

Accident akan jatuh ke nol apabila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan pekerja tidak dapat masuk kerja setelah 2 x 24 jam.

Contoh I:

kecelakaan terjadi pada ;

Tanggal 17 Januari (kecelakaan)

Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja)

Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja – jatuh ke nol) maka zero accident akan jatuh ke nol lagi dalam pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan.

Di Amerika Serikat (USA) dengan aturan dari Occupational Safety and Health Act mengatur bahwa Zero Accident akan jatuh ke nol a pabila terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan pekerja tidak masuk kerja kembali setelah 1 x 24 jam

Contoh II:

kecelakaan terjadi pada;

Tanggal 17 Januari (kecelakaan), tidak dihitung Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja)

Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja – jatuh ke nol) maka zero accident akan jatuh ke nol lagi dalam pencatatan jam kerja ta npa kecelakaan.

Perbedaan dengan contoh I diatas adalah pada hari kecelakaan tidak dihitung sebagai hari kerja yang hilang. Sedangkan di Inggris dengan aturan dari British Safety Council mencantumkan bahwa Zero Accident akan jatuh ke nol apabila terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan peker ja tidak masuk kerja setelah 3 x 24 jam.

(21)

Polban 2011 21 Contoh III:

kecelakaan terjadi pada;

Tanggal 17 Januari (kecelakaan) Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja) Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja)

Tanggal 20 Januari (tidak masuk kerja – jatuh ke nol) ma ka zero accident akan jatuh ke nol lagi dalam pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan.

(22)

Polban 2011 22 Contoh Kecelakaan yang Terjadi di Tambang:

a. Contoh kecelakaan pada alat berat

Gambar 6.1 (7)

Gambar 6.2 (7)

(23)

Polban 2011 23 b. Contoh kecelakaan pada pekerja

Gambar 6.4 (7)

Gambar 6.5 (7)

(24)

Polban 2011 24 Statistik Kecelakaan

(25)

Polban 2011 25 BAB VII

ALAT PELINDUNG DIRI

Alat pelindung diri yang digunakan sekurang-kurangnya terdiri atas sepatu pengaman, helm pengaman, sarung tangan, kacamata pengaman, serta baju kerja. Khusus pelindung muka (masker) dan pelindung telinga disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan perkakas tangan yang di pakai. Petunjuk Umum:

 Dilarang memakai APD yang sudah rusak atau tidak berfungsi dengan baik. APD yang demikian harus diperbaiki atau diamankan

 Pergunakan APD sesuai dengan fungsinya

 Didalam bekerja perhatikan keadaan sekeliling sehingga APD yang sedang dipakai tidak membahayakan orang lain

 Bila bekerja di ketinggian maka ketika sedang membawa atau ketika sedang bekerja supaya mengamankan APD tersebut dari kemungkinan terjatuh

 Berat APD tidak boleh lebih dari 7kg

 Bila beratnya melebihi 7kg maka harus dilengkapi dengan sabuk penyandang

 APD yang mempunyai bagian-bagian yang tajam atau berputar sedapat mungkin dipasang pelindung atau penggunaannya dengan cara yang aman.

(26)

Polban 2011 26 Alat Pelindung Diri yang digunakan di Pertambangan

Gambar 6.8.1 (7) Safety Helmet

(27)

Polban 2011 27 Gambar 6.8.3 (8) Goggles & Earphone

(28)

Polban 2011 28 Gambar 6.8.5 (8) Safety Shoes

(29)

Polban 2011 29 BAB VIII

PENUTUP

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemuka kan sebelumnya, maka dapat ditarik dua kesimpulan utama secara garis besar, yaitu :

1. Faktor penghambat pelaksanaan K3 yaitu ; keterbatasan dana, rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen, pengetahuan K3 rendah, dan aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama, akibatnya keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.

2. Dalam melakukan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada industri pertambangan minerba-pabum (minera l, batubara dan panas bumi) kita harus:

- Memahami perubahan lingkungan

- Memiliki Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK-3) yang terintegrasi - Memiliki kebijakan dan strategi K3 yang menciptakan SDM berbudaya K3 khususnya di

departemen operasi.

- Perlu adanya rotasi ja batan di antara SDM Operasi, K3 dan Perawatan untuk mendapatkan SDM yang kompeten.

8.2.Saran

Perusahaan pertambangan sebaiknya menerapkan SMK3 dengan baik sesuai undang-undang K3 di tempatnya untuk mengurangi angka kecelakaan pada pakerja dan kerugian bagi perusahaan.

(30)

Polban 2011 30 DAFTAR PUSTAKA

1. Permenaker No.5 Tahun 1996

2. Sumber: Warid Nurdiansyah (http://waridnurdiansyah.blogspot.com)

3. E.Bird, Jr. Frank, L.Germanin George,1996, Practical Loss Control Leadership, Det Norske Varitas, USA

4. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi R.I Nomor 555.K/26/M.PE/1995 5. Suryanto,2003,Good Mining Practice, Studi Nusa, Semarang

6. ………,2006, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kumpulan Makalah Seminar K3, UI-Press, Jakarta

7. Kramadibrata,Suseno,2009, K-3 Pertambangan, ITB, Bandung 8. Sumber: (http://www.google.com/imghp?hl=en&tab=wi)

Gambar

Gambar  6.8.2 (7) Respirator & Masker
Gambar  6.8.4 (7) Rompi & Gloves

Referensi

Dokumen terkait

lebi bih h da dari ri )2 )2 ha hari ri da dari ri pe peng nghe hent ntia ian n 0b 0bat at da dari ri re reak aksi si k0 k0le lest stat atik ik9 9 de deng ngan

Sesungguhnya konsep retail seperti apa yang diterapkan dalam bisnis took buku gramedia ini, diferensiasi apa yang took gramedia punya yang menjadikan dia besar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel fluktuasi harga emas dan strategi promosi penjualan secara parsial maupun simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh signifikan

(1) Kepada Wajib Pajak yang telah memperoleh persetujuan Bupati Kepala Daerah untuk melakukan pembayaran pajak secara angsuran, harus dilakukan secara teratur dan

milik sendiri

Karenanya menurut Hamilton & Smith (2006), berdasarkan penetrasi air pada dinding dan atap gua, dapat dibedakan tiga-tipe gua karst, yaitu 1) gua fosil, adalah gua karst yang

Skripsi ini berjudul “ PENGARUH RETURN ON ASSET (ROA), DEBT TO EQUITY RATIO (DER), DAN CURRENT RATIO (CR) TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN PROPERTI DAN REAL ESTATE YANG