ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PADA PT. AUSTINDO NUSANTARA JAYA TBK BERDASARKAN PSAK 69
DAN INTERNATIONAL ACCOUNTING STANDARD (IAS) 41
SKRIPSI
Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Ekonomi SyariahFakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN
Batusangkar
Oleh:
BELLA RAHMA PUTRI NIM 15301210019
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR
i
Ekonomi Syariah Konsentrasi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Institut Agama Islam Nageri (IAIN) Batusangkar. Pokok permasalahan dalam SKRIPSI ini yaitu pencatatan perlakuan akuntansi untuk perusahaan yang bergerak dibidang agrikultur sudah diatur dalam PSAK 69 yang merupakan adopsi dari
International Accounting Standard IAS 41. Tujuan pembahasan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat perbedaan perlakuan akuntansi aset biologis pada PT Austindo Nusantara Jaya Tbk yang mengacu pada PSAK 69 dengan
International Accounting Standard (IAS) 41 itu sendiri.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan teknik dokumentasi yakni berupa laporan keuangan. Dan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan mengkaji, memaparkan, menelaah, menjelaskan data-data yang diperoleh dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perlakuan akuntansi aset biologis yang dilakukan PT Austindo Nusantara jaya Tbk sesuaidengan PSAK 69 dan
International Accounting Standard (IAS) 41. Terkait pengakuan, pengukuran, penyajian serta pengungkapan aset biologis, terdapat perbedaan perlakuan akuntansi yang signifikan dengan IAS 41, yaitu mengenai pengungkapan aset biologis yang diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Terdapat pengungkapan pada PSAK 69 dan IAS 41 yang tidak diungkapkan oleh entitas, karena pengungkapan mengenai aset biologis pada sebuah entitas hanya terkait hal-hal atau kegiatan yang terjadi dalam entitas tersebut.
ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 5
C. Rumusan Masalah... 5
D. Tujuan Masalah ... 6
E. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 6
F. Defenisi Operasional ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Landasan Teori ... 9
1. Pemahaman Tentang Akuntansi ... 9
2. Laporan Keuangan. ... 12
3. Aset ... 17
4. Aset Biologis ... 20
5. PSAK 69 Agrikultur ... 26
6. IAS 41 Agriculture ... 35
7. Perlakuan Akuntansi Keuntungan dan kerugian Aset Biologis ... 40
B. Penelitian yang Relevan ... 41
C. Kerangka Berpikir ... 43
iii
E. Teknik Pengumpulan Data ... 47
F. Teknik Analisis Data ... 47
G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data ... 47
BAB IV PEMBAHASAN ... 48
A. Gambaran Umum Perusahaan ... 48
1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 48
2. Kegiatan Usaha Perusahaan ... 50
3. Alamat perusahaan ... 52
4. Deskripsi Bidang Usaha ... 52
5. Ambisi Perusahaan ... 52
6. Keunggulan Perusahaan ... 53
7. Visi dan Misi Perusahaan ... 56
8. Nilai-nilai Perusahaan ... 57
9. Struktur Organisasi ... 58
B. Hasil Penelitian ... 59
1. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya, Tbk, PSAK 69 dan IAS 41 ... 59
2. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan (International Accounting Standard) 41 ... 70
BAB V PENUTUP ... 77
A. KESIMPULAN ... 77
B. SARAN ... 78 DAFTAR KEPUSTAKAAN
iv
IAS 41 ... 60 Tabel 4. 2 Perbandingan Pengukuran Aset Biologis berdasarkan PSAK 69 dengan
IAS 41 ... 64 Tabel 4. 3 Perbandingan Penyajian Aset Biologis berdasarkan PSAK 69 dengan IAS
41 ... 65 Tabel 4. 4 Perbandingan Pengungkapan Aset Biologis berdasarkan PSAK 69 dengan IAS 41 ... 68 Tabel 4. 5 Perbandingan Perlakuan Akuntansi Aset Biologis berdasarkan PSAK 69
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.SuratIzinMohon Penelitian
Lampiran 2. Surat Balasan Penelitian dari Bursa Efeck Indonesia Lampiran4.SuratTugasBimbinganSkripsi
Lampiran5.Kartu Monitoring Kegiatan Bimbingan Skripsi Mahasiswa
Lampiran 6. Laporan Kauangan PT PT Austindo Nusantara Jaya TbkTahun 2018 Lampiran7.Catatan Atas Laporan keuangan PT Austindo Nusantara Jaya
TbkTahun 2018
Lampiran 8. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 69 Lampiran9.International Accounting Standard 41
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah khatulistiwa sehingga sangat cocok untuk aktivitas agrikultur, dengan iklim yang bagus serta tanah yang subur pemanfaatan lahan agrikultur di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan baik untuk aktivitas pertanian maupun perkebunan. Oleh karena itu semua entitas berupaya keras untuk meningkatkan kualitas bisnisnya. Peningkatan kualitas bisnis bergantung pada informasi ekonomi yang bisa menjelaskan keberadaan dan perkembangan entitas tersebut bagi pihak- pihak lain yang berhubungan dengan entitas. Ketersediaan informasi menjadi bagian yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Informasi tersebut akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang perusahaan kedepannya. Diantara informasi akuntansi tersebut adalah laporan keuangan.
Laporan Keuangan merupakan suatu proses akhir dari akuntansi yang mana memberikan informasi mengenai data keuangan suatu perusahaan untuk mengukur kinerja dari suatu perusahaan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Disamping sebagai informasi, laporan keuangan juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability sekaligus menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya (Harahap, 2011:205). Menurut (IAI, 2014: 3) Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah pengguna laporan keuangan.
Sehubungan dengan upaya penyajian laporan keuangan yang baik, diperlukan pemilihan metode akuntansi yang tepat, jumlah dan jenis informasi yang diungkapkan, serta format penyajian melibatkan penentuan alternatif mana yang menyediakan informasi paling bermanfaat untuk tujuan pengambilan keputusan. Perbedaan jenis dan skala kegiatan entitas
menyebabkan pemilihan dan penggunaan metode akuntansi yang berbeda pula. Pemilihan metode akuntansi yang tepat untuk digunakan oleh entitas akan dapat memastikan kesesuaian terhadap pengakuan dan penilaian untuk masing-masing elemen laporan keuangan berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia (Maghfiroh, 2017:3).
Elemen dari laporan keuangan salah satunya adalah aset. Menurut PSAK No. 16 revisi tahun 2011 pengertian aset adalah semua kekayaan yang dimiliki oleh seseorang atau perusahaan, baik berwujud maupun tidak berwujud yang berharga atau bernilai yang akan mendatangkan manfaat bagi seseorang atau perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Harrison, dkk (2011: 403) aset merupakan aset yang mempunyai manfaat ekonomi di masa datang yang cukup pasti, dikuasai oleh entitas dan timbul akibat transaksi atau kejadian-kejadian masa lalu. Aset mencerminkan kekayaan baik ber wujud maupun tak berwujud yang berharga atau bernilai pada sebuah perusahaan. Aset adalah sumber daya ekonomi yang menyediakan manfaat bagi suatu perusahaan dimasa depan. Sebagian besar perusahaan menggunakan akun aset kas, piutang usaha, wesel tagih, persediaan, beban dibayar dimuka, tanah, bangunan, peralatan, perabotan, dan perkakas. Di waktu lain kita juga dapat melihat perusahaan memiliki aset agrikultur atau Agriculture Asset.
Aset yang dimiliki perusahaan agrikultur mempunyai perbedaan dengan perusahaan yang bergerak di bidang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari adanya aktivitas pengelolaan serta transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan suatu produk yang dapat dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Pada umumnya, karena karakteristiknya yang unik, perusahaan yang bergerak dalam bidang agrikultur mempunyai kemungkinan yang cukup besar untuk menyampaikan informasi pada laporan keuangan yang lebih bias dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak dibidang lain terutama dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian, serta pengungkapan mengenai aset tetapnya. Namun, yang bergerak dalam bidang perkebunan mempunyai aset yang memiliki karakteristik yang unik. Aset tersebut disebut aset biologis (Maghfiroh, 2017:3).
Perkembangan di sektor agrikultur, khususnya pada industri perkebunan, memiliki banyak kemajuan karena tidak sedikit hasil produksi dari aktivitas perkebunan yang mampu menembus pasar ekspor, dan tentunya hal ini merupakan peluang baik bagi pengembangan industri perkebunan itu sendiri. Banyaknya perusahaan yang bergerak dalam industri perkebunan, membuat para pengusaha tersebut tentunya juga akan membutuhkan penilaian terhadap aset tanaman mereka. Pengusaha perusahaan agrikultur dituntut untuk memiliki sistem perhitungan dan penilaian tersendiri, agar data-data yang berupa aset tersebut dapat dinilai dengan andal serta berguna jika nantinya perusahaan tersebut memerlukan adanya investasi untuk mendorong daya produksi perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka perusahaan harus melaporkan kinerjanya dalam suatu laporan keuangan yang comparable
dengan perusahaan lain.
Aset biologis merupakan jenis aset yang berupa tanaman dan hewan hidup, aset biologis terus mengalami perubahan. Aset biologis ini mengalami pertumbuhan serta kemerosotan hingga menghasilkan. Akibat perubahan kuantitatif dan kualitatif terjadi pada aset biologis. Aset biologis memiliki karakteristik yang unik pada perusahaan industri perkebunan. Akibat dari karakteristik unik dan berbeda inilah, maka perusahaan yang bergerak dalam bidang agriculture memiliki kemungkinan untuk menyajikan informasi secara lebih luas (Nuraini, 2012: 3). Aset biologis diadopsi dari Internasional Accounting Standards (IAS) 41 Agriculture. Tujuan dari IAS 41 adalah untuk menetapkan standar akuntansi untuk kegiatan pertanian, pengelolaan transformasi biologis atas aset biologis (tanaman dan hewan hidup) ke dalam hasil pertanian (hasil panen perusahaan aset biologis).
Kegiatan Agrikultur merujuk pada Surat Al-Quran yang terkandung dalam surat Qaaf ayat 9:
Terjemahanya: “Dan kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam”.
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan apa yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Manusia diberi kesempatan untuk mengelola apa yang telah dititipkan oleh Allah. Allah menurunkan air dari langit dan dengan air itu Allah tumbuhkan pohon-pohon yang dapat dirawat dan diambil manfaatnya bagi umat manusia.
Menyikapi bahwa semakin pentingnya ketentuan yang mengatur khusus tentang aset biologis, dalam hal ini merupakan bagian dari kegiatan agrikultur, maka Dewan Standar Akuntansi Keuangan pada akhirnya telah mensahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 69 tentang Agrikultur. PSAK ini merupakan adopsi dari International Accounting Standard (IAS) 41 Agriculture. PSAK 69 diterbitkan pada 16 Desember 2016. Pernyataan ini berlaku efektif untuk laporan keuangan perusahaan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2018. Dengan berlakunya PSAK 69, maka penilaian aset biologis diharapkan akan lebih tepat karena disasarkan pada nilai wajar, tidak lagi berdasarkan harga perolehan.
Pada penelitian ini objek penelitian yang dipilih adalah PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk, didirikan pada tahun 1993, perusahaan berdomisili di Jakarta dan kantor pusatnya berlokasi di Gedung Atrium Mulia Lantai 3A, Suite 3A-02, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B10-11, Jakarta 12910. PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk merupakan perusahaan induk yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, sagu, edamame dan energi terbarukan, dengan mengutamakan dan pemrosesan kelapa sawit. Perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 dengan menawarkan 10% saham pada saat Penawaran Saham Perdana. Kegiatan utama perusahaan meliputi bidang penanaman dan pemanenan terpadu Tandan Buah Segar (TBS) dari perkebunan kelapa sawit, mengolah Tandan Buah Segar (TBS) menjadi
minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil / CPO) dan inti sawit (Palm Kernel / PK), serta menjual CPO dan PK.
Alasan penulis memilih PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk ini adalah: Pertama, PT. Austindo Nusantara jaya Tbk merupakan salah satu perusahaan Agrikultur yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kedua, pada pelaporan keuangan perusahaan agrikultur diatur dalam PSAK 69 yang diadopsi dari IAS 41. Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengambil judul “Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka fokus masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Pengakuan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41.
2. Pengukuran Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41.
3. Penyajian Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41. 4. Pengungkapan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya
Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
5. Bagaimana Pengakuan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41?
6. Bagaimana Pengukuran Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41?
7. Bagaimana Penyajian Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41?
8. Bagaimana Pengungkapan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41?
D. Tujuan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
9. Untuk Melihat Pengakuan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41.
10. Untuk Melihat Pengukuran Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41.
11. Untuk Melihat Penyajian Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41.
12. Untuk Melihat Pengungkapan Akuntansi Aset Biologis pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk berdasarkan PSAK 69 dan International Accounting Standard (IAS) 41.
E. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga manfaat dari penelitian ini antara lain:
a. Bagi Peneliti
Memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada IAIN Batusangkar, dan dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan baru khususnya mengenai aset biologis pada industri perkebunan.
b. Bagi Perusahaan
Dari segi praktisi hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada perusahaan sebagai bahan masukan dalam penyusunan laporan keuangan mengenai aset biologisnya.
c. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan tentang akuntansi perkebunan di literatur akuntansi.
2. Luaran Penelitian
Adapun luaran penelitian yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah agar penelitian ini dapat diterbitkan pada jurnal ilmiah dan bisa menambah khazanah bagi perpustakan IAIN Batusangkar.
F. Defenisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami masalah yang penulis maksud yaitu mengenai implementasi International Accounting Standard (IAS) 41 tentang Biological Asset pada PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk, maka dapat penulis menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
PSAK 69 merupakan adopsi dari International Accounting Standard (IAS) 41 Agriculture. PSAK ini merupakan pedoman untuk melakukan pencatatan akuntansi terkait aktivitas agrikultur, yang meliputi aset biologis, kecuali tanaman produktif, produk agrikultur pada titik panen, hibah pemerintah yang terkait aset biologis. Aktivitas agrikultur dalam hal ini yaitu manajemen transformasi biologis dan panen aset biologis oleh entitas untuk dijual atau untuk dikonversi menjadi produk agrikultur atau menjadi aset biologis tambahan (Dina Natasari dan Rizky Wulandari. 2018.Vol 1).
IAS 41 aktivitas agrikultur adalah manajemen oleh entitas transformasi biologis dari aset biologis. Transformasi biologis terdiri dari proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang menyebabkan perubahan kualitatif atau kuantitatif dalam aset biologis. Aset biologis adalah hewan ternak atau tanaman pertanian yang dimiliki oleh perusahaan yang diperoleh dari kegiatan masa lalu. Aset biologis memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik aset yang lain. Transformasi biologis yang dialami oleh aset biologis membuat nilai aset biologis dapat berubah sesuai dengan nilai transformasi biologis yang dialami oleh aset biologis tersebut (Eltanto, 2014 Vol. 4).
Aset biologis dicatat pada awal pengakuan dan setelah pengakuan menggunakan metode nilai wajar dikurangi dengan biaya penjualan. Keuntungan atau kerugian yang terjadi akibat perbedaaan nilai wajar antar periode pada aset biologis disajikan dalam laporan laba rugi periode yang bersangkutan. Sedangkan biaya-biaya yang terjadi yang terkait aset biologis tersebut diakui sebagai biaya pada periode terjadinya. Hasil agrikultur diukur pada saat titik panen menggunakan metode nilai wajar dikurangi dengan biaya penjualan. Keuntungan yang diperoleh pada saat pengukuran awal dari hasil agrikultur diakui dalam laporan laba rugi pada saat terjadinya (Kurniawati, 2013: 463).
9 BAB II
LANDASAN TEORI A. Landasan Teori
1. Pemahaman Tentang Akuntansi a. Pengertian akuntansi
Amerika Institute Of Certified Publik Accountants (AICPA) mendefenisikan akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, fungsinya menyediakan data kuantitatif, terutama yang mempunyai sifat dari kesatuan usaha ekonomi yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan-keputusan dalam memilih alternatif-alternatif dari suatu keadaan atau dapat dikatakan: Akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian secara sistematis dari transaksi-transaksi keuangan suatu badan usaha, serta penafsiran terhadap hasilnya (Priyati,2013:1).
Menurut Martani (2014:4), akuntansi adalah suatu praktik yang menghasilkan informasi keuangan yang digunakan sebagai alat dalam melakukan pengambilan keputusan bisnis oleh entitas. Praktik akuntansi diartikan sebagai suatu rangkaian sistem yang dimulai dengan proses identifikasi, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi keuangan atau yang sering disebut laporan keuangan tentang segala aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh entitas kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Harahap (2011:4), akuntansi lahir dari lingkungan ekonomi kapitalis. Ilmu akuntansi ini memberikan informasi tentang karyawan itu dari mana sumbernya. Utang atau Modal (Neraca), berapa kenaikannya secara periodik (Laporan Laba Rugi). Akuntansi ini adalah alat mengukur alat pertanggujawaban sekaligus sistem informasi. Yang diukur adalah aktivitas ekonomi yang memiliki sifat-sifat yang sudah maju bukan aktivitas ekonomi yang sudah kuno misalnya masih menggunakan sistem barter. Cara
pengukurannya juga menggunakan unit moneter yang dianggap stabil dan menggunakan historical cost.
Dari sini jelas diketahui bahwa akuntansi adalah “toll of management” alat kapitalis untuk mengumpulkan harta dan memeliharanya agar proses akumulasi kekayaan berjalan lancar dan penguasanya tetap ditangan kapitalis. Akuntansi tepatnya Akuntansi Keuangan Kapitalis atau ada juga yang menyebut Akunting adalah bahasa atau alat komunikasi bisnis yang dapat memberikan informasi tenyang kondisi keuangan (ekonomi) berupa posisi keuangan yang terutang dalam jumlah kekayaan, uang dan modalsuatu bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktuatau pada periode tertentu. Dengan informasi ini pembaca laporan keuangan tidak perlu lagi mengunjungi suatu perusahaan atau melakukan interview untuk mengetahui keadaan keuangannya, hasil usahanya maupun memprediksi masa depan perusahaann ini , cukup dengan membaca laporan keuangan.
b. Siklus Akuntansi
Siklus akuntansi adalah keseluruhan proses yang dilakukan oleh entitas untuk mengolah data-data keuangan hingga menjadi informasi yang bermanfaat bagi pengguna untuk pengambilan keputusan (Yenti dan Frida Amelia, 2018: 43). Siklus akuntansi merupakan dasar yang sangat penting dalam memahami proses kelahiran laporan keuangan. Proses akuntansi adalah proses pengolahan data sejak terjadinya transaksi, kemudian transaksi ini memiliki bukti yang sah sebagai dasar terjadinya transaksi kemudian berdasarkan data atau bukti ini maka di-input ke proses pengolahan data sehingga menghasilkan output berupa informasi laporan keuangan (Harahap, 2011: 18-19).
Gambar 2. 1
Kegiatan dan Siklus Akuntansi
Sumber: Harahap, 2011:20
c. Tujuan Akuntansi
Tujuan utama akuntansi adalah menyajikan informasi ekonomi (ekonomic information) dari suatu kesatuan ekonomi (ekonomi entity) kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan akuntansi pada umumnya dibagi kedalam tiga bagian, bagian-bagian tersebut meliputi: Informasi untuk pengambilan keputusan, pengguna informasi, informasi yang bermanfaat (Ikhsan,dkk,2018: 28)
d. bidang-bidang Akuntansi
Menurut Priyati (2013:3-4) bidang-bidang akuntansi meliputi:
1) Akuntansi umum atau akuntansi keuangan (financial accounting)
Mencakup segi akuntansi untuk suatu unit ekonomi serta keseluruhan dan berhubungan dengan laporan terutama ditujukan kepada pihak di luar perusahaan.
2) Akuntansi biaya (cost accounting)
Akuntansi yang menekankan pada penetapan dan kontrol atas biaya.
3) Akuntansi perpajakan (tax accounting)
Transaksi Jurnal Besar Buku Neraca Saldo Neraca Lajur Keuangan Laporan 1. Posisi Keuangan
2. Laba-Rugi Komprehensif 3. Perubahan Ekuitas 4. Arus Kas
5. Catatan atas laporan Keuangan
6. Neraca Umum
Laporan akuntansi yang dipergunakan untuk tujuan perpajakan. 4) Akuntansi manajemen (manajement accounting)
Informasi akuntansi diutamakan untuk pihak-pihak di dalam perusahaan (manajemen), oleh manajemen digunakan untuk: a) Pengendalian kegiatan perusahaan
b) Memonitor arus kas
c) Menilai alternatif dalam pengambilan keputusan 5) Akauntansi pemeriksaan (auditting)
Akuntansi yang berhubungan dengan pemeriksaan secara bebas terhadap laporan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan. 6) Sistem informasi (information system)
Akuntansi yang menyediakan informasi keuangan maupun non keuangan yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan organisasi secara efektif.
7) Penganggaran (budgeting)
Akuntansi yang berhubungan dengan penyusunan rencana keuangan mengenai kegiatan-kegiatan perusahaan untuk jangka waktu tertentu dimasa datang serta analisa dan pengontrolan. 8) Akuntansi pemerintah (government accounting)
Akuntansi yang mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi yang terjadi di badan pemerintah.
2. Laporan Keuangan.
a. Pengertian Laporan Keuangan.
Setiap perusahaan pada suatu waktu periode memiliki kewajiban untuk melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan ini berisi jumlah aktivitas yang berhubungan dengan uang masuk (pendapatan) dan uang keluar (biaya-biaya), sehingga terlihat besaran angka-angka yang mampu menjelaskan keuangan perusahaan dalam periode tertentu. Oleh karena itu, seorang pebisnis
harus mampu menyajikan laporan keuangannya secara berkala agar terlihat aktivitas keuangan perusahaannya (Kasmir, 2011: 206).
Laporan keuangan adalah laporan yang memuat hasil-hasil perhitungan dari proses akuntansi yang menunjukkan kinerja keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu atau merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan oleh berbagai pihak (Pasrizal, 2014:1).
Laporan keuangan merupakan alat penguji dari pekerjaan bagian pembukuan yang digunakan untuk menentukan atau menilai posisi keuangan. Dari laporan keuangan, dapat diketahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan. Laporan keuangan juga merupakan summary proses perhitungan setiap tutup pembukuan yang digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan (Mulyawan, 2015 : 83).
Jadi laporan keuangan merupakan hasil akhir dari siklus akuntansi yang menyajikan informasi yang berguna bagi pengguna laporan keuangan. Laporan keuangan harus dapat dipahami oleh para pengguna laporan keuangan agar tidak menimbulkan keraguan atau kesalahpahaman.
b. Tujuan Laporan Keuangan
Secara umum laporan keuangan dibuat dengan tujuan untuk menyampaikan informasi tentang kondisi keuangan perusahaan pada suatu saat tertentu kepada para pemangku kepentingan. Para pemakai laporan keuangan selanjutnya dapat menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dalam memilih alternatif penggunaan sumber daya perusahaan yang terbatas. Namun sejalan dengan perkembangan kepentingan kelompok pemakai informasi maka laporan keuangan diperluas dengan tujuan sebagai berikut (Samryn, 2012:33) :
1) Membuat keputusan investasi dan kredit. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk membuat keputusan investasi atau keputusan kredit tanpa harus membuat lebih dari satu laporan keuangan untuk satu periode akuntansi.
2) Menilai prospek arus kas. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat digunakan untuk menilai potensi arus kas dimasa yang akan datang.
3) Melaporkan sumber daya perusahaan, klaim atas sumber daya tersebut, dan perubahan-perubahan didalamnya. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat menjelaskan kekayaan perusahaan, kepemilikan dan atau pihak-pihak yang masih berhak atas sumber daya tersebut. Informasi yang disajikan juga dapat menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi atas sumber daya tersebut selama satu periode akuntansi yang dilaporkan.
4) Melaporkan sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas para pemilik.
5) Melaporkan kinerja dan laba perusahaan. Laporan keuangan digunakan untuk mengukur prestasi manajemen dengan selisih antara pendapatan dan beban dalam periode akuntansi yang sama.
6) Menilai likuiditas, solvabilitas, dan arus laba. Laporan keuangan dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan melunasi utang jangka pendek, jangka panjang dan arus dana. 7) Menilai pengelolaan dan kinerja manajemen.
8) Menjelaskan dan menafsirkan informasi keuangan.
Sofyan Syafri Harahap dalam Mulyawan (2015:95), menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1) Memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan. 2) Memberikan informasi yang dapat dipercayai mengenai
perubahan dalam aktiva netto suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.
3) Memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan keuangan dalam menaksir potensi perusahaan dalam menaksirkan laba.
4) Memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban perusahaan seperti informasi mengenai aktivas pembiayaan dan investasi
5) Memberikan informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan para pemakai laporan.
Menurut Bahri (2016:134), laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi posisi keuangan perusahaan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada pihak manajemen.
Adapun menurut Sadeli (2015:18-19), tujuan umum laporan keuangan adalah :
1) Menyajikan informasi yang dapat diandalkan tentang kekayaan dan kewajiban.
2) Menyajikan informasi yang dapat diandalkan tentang perubahan kekayaan bersih perusahaan sebagai hasil dari kegiatan usaha. 3) Menyajikan informasi yang dapat diandalkan tentang perubahan
kekayaan bersih yang bukan berasal dari kegiatan usaha.
4) Menyajikan informasi yang membantu para pemakai dalam menaksir kemampuan perusahaan memperoleh laba.
5) Menyajikan infromasi lain yang sesuai atau relevan dengan keperluan para pemakainya.
c. Karakteristik Laporan Keuangan
Menurut Priyati (2013:11), karakteristik merupakan ciri khas yang memberikan informasi laporan keuangan berguna bagi pemakasi. Karakteristik laporan keuangan sebagai berikut :
1) Dapat dipahami
Laporan keuangan disajikan dengan cara yang mudah dipahami, dengan anggapan bahwa pemakainya telah memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis.
2) Relevan
Maksudnya adalah bahwa informasi keuangan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan pemakai dan dapat membantu pemakai dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu serta masa yang akan datang.
3) Reliabilitas
Informasi keuangan yang dihasilkan suatu perusahaan harus diuji kebenarannya oleh seorang pengukur yang indenpenden dengan metode pengukuran yang tepat.
4) Dapat dibandingkan atau Komparabilitas
Penyajian laporan keuangan dapat membandingkan laporan keuangan antar periode, sehingga dapat mengidentifikasi kecendrungan posisi dan kinerja keuangan.
5) Netral
Informasi keuangan harus ditujukan kepada tujuan umum pengguna bukan ditujukan kepda pihak tertentu saja. Laporan keuangan tidak boleh berpihak pada salah satu pengguna laporan keuangan tersebut.
Laporan keuangan harus dapat disajikan sedini mungkin, agar dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan perusahaan sesuai dengan waktu dibutuhkannya informasi tersebut.
7) Lengkap
Informasi keuangan harus menyajikan semua fakta keuangan yang penting, sekaligus menyajikan fakta-fakta tersebut sedemikian rupa sehingga tidak akan menyesatkan pembaca.
3. Aset
a. Pengertian Aset
FASB (Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan aset dalam rerangka konseptualnya adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Menurut Rahardjo (2013:19-20), kelompok utama dari sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan diwujudkan dalam aset perusahaan (sering juga disebut sebagai harta atau kekayaan perusahaan). Aset adalah segala sesuatu yang bernilai ekonomis yang dapat membantu perusahaan dalam menyediakan barang dan jasa kepada para pelanggannya, baik secara lansung maupun tidak lansung. Aset dapat berwujud (Tangible) maupun tidak berwujud (Intengible). Aset berwujud mempunyai bentuk atau wujud fisik dan biasanya bernilai serta ditunjukan nilainya dalam laporan keuangan. Sedangkan aset tidak berwujud tidak memiliki bentuk fisik, biasanya berupa suatu hak cipta atau paten, merek dagang, goodwill, catatan kredit yang baik dari bank, atau karyawan yang terampil yang dimiliki perusahaan. Sulit untuk mengukur secara tepat nilai aset tidak berwujud.
Defenisi yang dikemukakan oleh APB (Accounting Principles Board) menunjukan bahwa aset merupakan sumber ekonomi perusahaan yang diakui berdasarkan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). APB (Accounting Principles Board) lebih menekankan pengertian tersebut pada sisi prosedur yang menunjukan jumlah sumber-sumber ekonomi yang dicatat dalam neraca dan tujuan utama perhitungan laba periodik. Perubahan mendasar dibuat dalam neraca oleh FASB yang memandang aset dari sisi semantik atau interpretasi. FASB (1980) mendefinisikan aset sebagai:
“aset adalah manfaat ekonomi yang mungkin terjadi dimasa mendatang yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa masa lalu” (Ikhsan, 2018: 222-223).
b. Klasifikasi Aset
Penyajian aset menurut PSAK No.1 Penyajian Laporan Keuangan (2015) diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu aset lancar (Current asset) dan aset tidak lancar (non-current asset) atau aset tetap. Aset lancar merupakan aset yang berupa kas dan aset lainnya yang dapat diharapkan akan dapat dikonversi menjadi kas, atau dikonsumsi dalam satu tahun atau dalam satu siklus operasi, tergantung mana yang paling lama. Bagian dari aset lancar adalah seperti kas, persediaan, investasi jangka pendek, piutang usaha, beban dibayar dimuka.
Aset tetap dapat diartikan sebagai kekayaan yang dimiliki entitas untuk digunakan dalam kegiatan produksi atau penyediaan barang dan jasa sesuai dengan tujuan entitas yang diharapkan memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi (Martani, 2014: 271)
c. Pengakuan Aset
Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh perusahaan dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur secara andal. Aset tidak diakui dalam neraca kalau pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam perusahaan setelah periode akuntansi berjalan. Sebagai alternatif transaksi semacam ini menimbulkan pengakuan beban dalam laporan laba rugi. Implikasi dari transaksi tersebut bahwa tingkat kepastian dari manfaat-manfaat yang diterima perusahaan setelah periode akuntansi berjalan tidak mencukupi untuk membenarkan pengakuan aset (Ankarath, 2012)
d. Pengukuran Aset
Menurut (Ankarath, 2012) Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
a. biaya historis.
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukaran dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal. b. biaya kini (currentcost).
Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang
tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.
c. Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlementvalue).
Aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
d. Nilai sekarang (present value).
Aset dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
e. Nilai wajar (Fair Value).
Nilai aset dan kewajiban yang dapat berubah sesuai kewajarannya pada pasar saat transaksi dilakukan atau neraca disiapkan.
4. Aset Biologis
a. Definisi Aset Biologis
Aset biologis merupakan jenis aset berupa hewan dan tumbuhan hidup, seperti yang didefinisikan dalam IAS 41:
“Biological asset is a living animal or plant”
Aset biologis berupa hewan atau tanaman hidup. Tranformasi biologis merupakan proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang disebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada
makhluk hidup dan menghasilkan aset baru dalam bentuk produk agrikultur atau aset biologis tambahan pada jenis yang sama. Aset biologis merupakan salah satu aset dari aktivitas agrikultural. Aset biologis didefinisikan sebagai tanaman hidup pertanian maupun perkebunan dan hewan ternak yang diolah dan dimiliki oleh perusahaan dengan tujuan agar perusahaan mendapatkan keuntungan. Menurut Ankarath (2012: 361) aset biologis (biological asset) merupakan jenis aset yang berupa tanaman atau pohon dan hewan yang hidup. Produk agrikultur adalah produk yang dihasilkan dari aset biologis milik entitas.
Aktivitas agrikultur (agricultur aktivity) adalah proses pengolahan transformasi biologis dan panen aset biologis oleh entitas untuk dikonversi menjadi produk agrikultur atau menjaddi aset biologis tambahan, terdiri dari berbagai aktivitas seperti peternakan, kehutanan, tanaman semusim atau tanaman, budidaya kebun dan perkebunan, budidaya bunga, dan budidaya perikanan (termasuk peternakan ikan). Aset biologis terus mengalami perubahan. Aset biologis tumbuh, merosot, dan menghasilkan. Sehingga dapat terjadi perubahan kualitatif atau kuantitatif pada aset biologis. Serangkaian proses tersebut disebut sebagai transformasi biologis, yaitu proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan keturunan (prokreasi) yang menyebabkan perubahan secara kualitatif ataupun secara kuantitatif pada aset biologis.
Menurut Frida, dkk (2018: 126) dalam IAS 41 aset biologis adalah seperti binatang dan tumbuhan. Transformasi biologis adalah proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada makhluk hidup dan menghasilkan aset baru dalam bentuk produk pertanian atau tambahan aset biologis pada jenis yang sama.
b. Jenis Aset Biologis
Menurut Eltanto (2014, Vol.4) Karakteristik khusus yang membedakan aset biologis dengan aset lainnya yaitu perlakuan pada aset biologis yang mengalami transformasi biologis. Tranformasi biologis merupakan proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang disebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada makhluk hidup dan menghasilkan aset baru dalam bentuk produk agrikultur atau aset biologis tambahan pada jenis yang sama.
Dalam IFRS transformasi biologis dijelaskan sebagai berikut: “Biological transformation comprises the processes or growth,
degeneration, production, and procreation that cause qualitative or quantitative changes in a biological asset”. Berdasarkan masa
manfaat atau jangka waktu transformasi biologisnya, menurut Eltanto (2014, Vol.4) aset biologis dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Aset biologis jangka pendek (short term biological assets). Aset biologis yang memiliki masa manfaat atau masa transformasi biologis kurang dari atau sampai 1 (satu) tahun. Contoh dari aset biologis jangka pendek, yaitu tanaman atau hewan yang dapat dipanen atau dijual pada tahun pertama atau tahun kedua setelah pembibitan seperti ikan, ayam, padi, jagung, dan lain sebagainya.
2. Aset biologis jangka panjang (long term biological assets). Aset biologis yang memiliki masa manfaat/masa tranformasi biologis lebih dari 1 (satu) tahun. Contoh dari aset biologis jangka panjang, yaitu tanaman/hewan yang dapat dipanen/dijual lebih dari satu tahun atau aset biologis yang dapat menghasilkan produk agrikultur dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, seperti tanaman penghasil buah (jeruk, apel, durian, dsb), hewan ternak yang berumur panjang (kuda, sapi, keledai, dsb.)
Sedangkan berdasarkan masa manfaatnya atau jangka waktu transformasi biologisnya, aset biologis dapat dikelompokkan menjadi dua jenis menurut , yaitu:
1) Aset biologis belum dewasa (immature biological asset)
Aset biologis yang memiliki masa manfaat/masa transformasi biologis kurang dari satu atau sampai satu tahun. Contoh dari aset biologius belum dewasa, yaitu tanaman atau hewan yang dapat dipanen/dijual pada tahun pertama atau tahun kedua setelah pembibitan seperti ikan, ayam, padi, jagung, dan lain sebagainya.
2) Aset biologis dewasa (matura biologis assets)
Aset biologis yang memiliki masa manfaat transformasi biologis lebih dari satu tahun. Contoh dari aset biologis dewasa, yaitu tanaman/wan yang dapat dipanen /dijual lebih dari satu tahun atau aset biologis yang dapat menghasilkan produk agrikultrur dalam jangka waktu lebih dari satu tahun, seperti tanaman penghasil buah (jeruk, apel, durian, dsb), hewan ternak yang berumur panjang (kuda, sapi, keledai, dsb).
Menurut Maghfiroh (2017:18-19) aset biologis juga dapat diklasifikasikan kedalam aset biologis menghasilkan atau aset biologis yang belum menghasilkan. Berikut penjelasan mengenai aset biologis yang menghasilkan dan aset biologis yang belum menghasilkan, yaitu:
1) Aset biologis menghasilkan adalah aset biologis yang telah mencapai spesifikasi untuk dipanen (untuk aset biologis yang dapat dikonsumsi) atau mampu menghasilkan panen yang berkelanjutan (untuk aset biologis produktif)
2) Aset biologis yang belum menghasilkan dapat diartikan sebagai aset biologis yang masih dalam masa pertumbuhan dan belum dewasa atau belum memasuki usia produktif
c. Karakteristik Aset Biologis
Menurut (Maghfiroh, 2017) Aset biologis merupakan aset yang sebagian besar digunakan dalam aktivitas agrikultur, karena aktivitas agrikultur adalah aktivitas usaha dalam rangka manajemen transformasi biologis dari aset biologis untuk menghasilkan produk yang siap dikonsumsikan atau yang masih membutuhkan proses lebih lanjut. Karakteristik khusus yang membedakan aset biologis dengan aset lainnya yaitu bahwa aset biologis mengalami transformasi biologis. Tranformasi biologis merupakan proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang disebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada makhluk hidup dan menghasilkan aset baru dalam bentuk produk agrikultur atau aset biologis tambahan pada jenis yang sama.
Dalam IFRS tansformasi biologis dijelaskan sebagai berikut: “Biological transformation comprises the processes or growth, degeneration, production, and procreation that cause qualitative or quantitative changes in a biological asset.” Transformasi biologis menghasilkan beberapa tipe outcome, yaitu:
a. perubahan aset melalui: (i) pertumbuhan (peningkatan dalam kuantitas atau perbaikan kualitas dari aset biologis); (ii) degenerasi (penurunan nilai dalam kuantitas atau deteriorasi dalam kualitas dari aset biologis); atau (iii) prokreasi (hasil dari penambahan aset biologis).
b. produksi produk agrikultur misalnya, daun teh, wol, susu, dan lain sebagainya.
d. Transformasi Biologis
Aset biologis akan terus mengalami perubahan, mereka akan terus mengalami pertumbuhan (bertambahnya kualitas atau peningkatan kuantitas), penurunan kualitas atau kuantitas (degenerasi), menciptakan tumbuhan baru (prokreasi), dan menghasilkan produk perkebunan (produksi). Akibatnya terjadi
perubahan kuantitatif dan kualitatif pada aset biologis, perubahan seperti ini dikenal juga sebagai tranformasi biologis (IAS 41:7).
Selain itu pertumbuhan aset biologis tersebut dipengaruhi kombinasi beberapa faktor yang berada di luar kendali manajemen, serta untuk hasil produksi dari aset biologis tersebut juga bersifat mekanistik karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Aset biologis itu sendiri masih dapat disebut aset biologis selama hewan atau tumbuhan hidup tersebut masih tumbuh dan berkembang, tetapi apabila aset tersebut berbuah, bertelur atau diterminasi (ditebang, dimanfaatkan sampai habis), maka penyebutan tersebut berubah menjadi hasil pertanian atau produk pertanian (Martani, 2011).
e. Industri Perkebunan
Maghfiroh (2017: 30-31) mengemukakan mengenai industri perkebunan itu sendiri, terdapat beberapa karakteristik yang membedakannya dengan sektor industri lain. Perbedaan tersebut terletak pada adanya aktivitas pengelolaan dan adanya transformasi biologis pada tanaman guna menghasilkan produk berupa barang konsumsi atau bahan baku yang akan diproses lebih lanjut.
Secara umum aktivitas industri perkebunan terbagi atas beberapa tahap, sebagai berikut:
1) Tahap Pembibitan (Nursery)
Pembibitan merupakan tahap awal dari sebuah proses produksi industri perkebunan, tahap ini merupakan tahap yang sangat penting untuk perusahaan karena perusahaan harus mempertimbangkan dengan tepat jenis bibit (produksi) apa yang akan ditanam. Sederhananya, terdapat dua kali pencatatan pada tahap ini.
2) Tahap Persiapan (Land Preparing)
Tahap ini adalah tahap dimana mempersiapkan lahan untuk penanaman.
3) Tahap Penanaman dan Pemindahan bibit ke areal lahan (cultivating)
4) Tahap Perawatan dan Pemupukan (upkeep)
Pada tahap ini terdapat istilah TBM (Tanaman belum menghasilkan) yaitu meruakan tahapan sejak tanaman selesai ditanam sampai tanaman memasuki masa panen pertama. Ada pula istilah rawat TBM adalah setiap pekerjaan yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan tanaman sehingga mempercepat masa TM (Tanaman Menghasilkan).
5) Panen dan Penanganan Hasil Panen (harvesting and transparting).
6) Tahap Pengelolaan hasil Panen (processting)
Untuk mendukung seluruh pelaksanaan tahap kegiatan di atas diperlukan sumber daya seperti:
a) Manusia (manpower) b) Bahan Pembantu (material) c) Uang (money)
d) Mesin ( machinery)
e) Mobil (vehicle) dan alat berat (heavy vehicl)
Jadi, akuntasi perkebunan memiliki perlakuan yang berbeda dari bidang akuntansi yang lainnya dikarenakan banyak tahapan khusus pada saat produksi yang mengakibatkan munculnya akun-akun yang berbeda pula.
5. PSAK 69 Agrikultur
PSAK 69 adalah standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan yang memberikan aturan dan pedoman akuntansi pada sektor perkebunan. Standar ini mulai digunakan pada 1 Januari 2018. PSAK 69 menerapkan untuk produk agrikultur, yang merupakan hasil panen dari aset biologis milik entitas, pada titik panen. Selanjutnya, berlaku diterapkan untuk produk
agrikultur tersebut. PSAK 69 diterapkan untuk memperhitungkan aktivitas agrikultur meliputi:
a. Aset Biologis, kecuali tanaman produktif (bearer plants). b. Produk agrikultur pada titik panen.
c. Hibah pemerintah.
PSAK 69 tidak diteapkan untuk:
a. Tanah yang terkait dengan aktivitas agrikultur.
b. Tanaman produktif yang terkait dengan aktivitas agrikultur. c. Aset tak berwujud yang terkait dengan aktivitas agrikultur.
PSAK 69 tidak diterapkan untuk produk agrikultur, yang merupakan hasil panen dari aset biologis milik entitas hanya pada sampai titik panen. Setelah itu diukur berdasarkan PSAK 14 mengenai persediaan atau standar lain yang diterapkan. Oleh karena itu, standar ini tidak mengatur pemrosesan produk agrikultur setelah panen.
Tabel 2. 1
Aset Biologis, Hasil Pertanian, dan Produk Hasil Pengolahan Setelah Panen
Aset biologis Produk agricultur produk yang merupakan hasil
Domba Wol Benang, Karpet
Pohon dalam hutan Kayu
Pohon tebangan Kayu
gelondongan. Potongan kayu
Sapi Perah Susu Keju
Babi Daging Potong Sosis,
ham(daging asap) Tanaman kapas Kapas Panen Benang, pakaian
Tebu Tebu panen Gula
Tanaman tembakau daun tembakau Tembakau
Tanaman Teh Daun teh Teh
Tanaman Anggur Buah anggur Minuman anggur Tanaman buah
Buahan
Buah petikan Buah olahan pohon kelapa sawit Tandan buah segar Minyak kelapa
sawit
karet Sumber: PSAK 69 Agrikultur
a. Pengakuan Aset Biologis berdasarkan PSAK 69
Salah satu syarat untuk mengakui aset biologis atau hasil agricultur dalam suatu entitas dapat dilihat dari PSAK 69 paragraf 10 menyatakan bahwa:
1) Entitas mengendalikan aset biologis sebagai akibat dari peristiwa masa lalu.
Hal tersebut dijelaskan dalam PSAK 69 paragraf 11 yang menyatakan bahwa dalam kegiatan Agricultur, pengendalian dapat dibuktikan dengan sebagai contoh, kepemilikan hukum atas ternak dan merek atau penandaan atas ternak pada saat pengakuisisan, kelahiran atau menyapih.
2) Besar kemungkinan manfaat ekonomis masa depan terkait dengan aset biologis tersebut akan mengalir ke entitas.
Hal tersebut dijelaskan dalam PSAK 69 paragraf 11 yang menyatakan bahwa manfaat masa depan umumnya dinilai melalui pengukuran atribut yang signifikan.
3) Nilai wajar atau biaya perolehan aset biologis dapat diukur secara andal
Hal tersebut dapat dijelaskan pada PSAK 69 paragraf 12 yang menyatakan bahwa aset biologis harus diukur pada pengakuan awal dan pada akhir periode pelaporan pada nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual, kecuali untuk kasus yang dideskripsikan dalam paragraf 30 dimana nilai wajar tidak dapat diukur secara andal. Hal tersebut juga dijelaskan pada PSAK 69 paragraf 30 yang menyatakan bahwa terdapat asumsi bahwa nilai wajar aset biologis dapat diukur secara andal. Namun asumsi tersebut dapat dibentah hanya pada saat pengakuan awal aset biologis yang harga kuotasi pasarnya tidak tersedia dan yang alternatif pengukuran nilai wajarnya secara
jelas tidak dapat diandalkan. Dalam kasus tersebut aset biologis tersebut diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi dan akumulasi kerugian penurunan nilai. Ketika nilai wajar aset biologis tersebut dapat diukur secara andal, entitas nilai mengukur aset biologis tersebut pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Ketika aset biologis tidak lancar memenuhin kriteria untuk diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual (atau termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual). Maka diasumsikan bahwa nilai wajar dapat di ukur secara andal.
b. Pengukuran Aset Biologis berdasarkan PSAK 69
Berdasarkan PSAK 69 diukur berdasarkan nilai wajar. Aset biologis harus diukur pada pengakuan awal dan pada tanggal pelaporan berbeda pada nilai wajar tetapi berdasarkan PSAK pengukuran nilai wajar pada aset adalah nilai perolehan aset. Namun saat ini nilai yang paling dianggap wajar dengan menggunakan PSAK 69 agricultur dalam nilai pasar. Berdasarkan PSAK 69 paragraf 15, pengukuran nilai wajar untuk aset biologis atau produk agricultur dapat didukung dengan mengelompokan aset biologis atau produk agricultur sesuai dengan atribut yang signifikan: sebagai contoh berdasarkan usia atau kualitas. Entitas memilih atribut yang sesuai dengan atribut yang digunakan di pasar sebagai dasar penentuan harga. Dalam PSAK 69 paragraf 16 dikatakan bahwa entitas sering menyetujui kontrak penjualan aset biolagis atau produk agriculturnya pada saat tanggal di masa depan. Harga kontrak tidak selalu relevan dalam mengukur nilai wajar, karena nilai wajar mencerminkan kondisi pasar saat ini di mana pelaku pasar wajar pembeli dan penjual akan melakukan transaksi. Sebagai akibat, nilai wajar aset biologis atau produk agricultur tersebut tidak disesuaikan dikarenakan adanya kontrak tersebut.
Biaya perolehan terkadang dapat mendekati nilai wajar, terutama ketika:
1) Sedikit transformasi biologis telah tekah terjadi sejak timbulnya biaya awal (sebagai contoh, untuk bibit yang ditanam segera sebelum akhir pelaporan atau ternak yang baru didapatkan). 2) Dampak transformasi biologis pada harga yang tidak diharapkan
menjadi material (sebagai contoh, untuk pertumbuhan awal dalam suatu siklus produksi perkebunan pinus yang berusia 30 tahun).
Pada PSAK 69 paragraf 25 bahwa Aset biologis seringkali secara fisik melekat pada tanah (sebagai contoh, pepohonan dalam hutan). Mungkin tidak terdapat pasar terpisah untuk aset biologis yang melekat pada tanah tersebut, namun mungkin saja terdapat pasar aktif untuk aset gabungan, yaitu aset biologis, tanah yang belum dikembangkan, pengembangan tanah, sebagai suatu kesatuan. Entitas dapat menggunakan informasi mengenai aset gabungan untuk mengukur nilai wajar aset biologis. Sebagai contoh nilai wajar tanah yang belum dikembangkan dan pengembangan tanah dapat dikurangkan dari nilai wajar aset gabungan untuk mendapatkan nilai wajar aset biologis.
Berdasarkan PSAK 69 paragraf 26 Keuntungan atau kerugian yang timbul pada saat pengakuan awal aset biologis pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual dan dari perubahan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual aset biologis dimasukkan dalam laba rugi pada periode dimana keuntungan atau kerugian tersebut terjadi. PSAK 69 paragraf 27 Kerugian mungkin timbul pada saat pengakuan awal aset biologis, karena biaya untuk menjual dikurangkan dalam menetukan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual aset biologis. Keuntungan mungkin timbul pada saat pengakuan awal aset biologis.
Sedangkan berdasarkan PSAK 69 paragraf 28 keuntungan dan kerugian berdasarkan produk agricultur timbul pada saat pengakuan awal produk agricultur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual dimasukkan dalam laba rugi pada periode dimana keuntungan atau kerugian tersebut terjadi. PSAK 69 paragraf 29 keuntungan dan kerugian dapat timbul pada saat pengakuan awal produk agricultur sebagai akibat dari hasil panen.
c. Penyajian Aset Biologis berdasarkan PSAK 69
Berdasarkan PSAK 69 perusahaan harus menyajikan nilai tercatat aset biologis secara terpisah di neraca. Perusahaan harus mengungkapkan total/agregat keuntungan atau kerugian yang timbul selama periode berjalan atas pengakuan awal aset biologis dan produk hasil pertanian dan dari perubahan dalam nilai wajar dikurangi dengan estimasi biaya saat penjualan atas aset biologis tersebut. Perusahaan juga harus menyajikan deskripsi untuk setiap kelompok Biological Asset (Greuning, Hennie Van. 2005). Perusahaan harus menjelaskan :
1) Hakikat kegiatan yang melibatkan setiap kelompok aktivitas biologis
2) Ukuran atau estimasi nonkeuangan atas jumlah fisik dari : a) Setiap kelompok aktiva biologis pada akhir periode, dan b) Hasil keluaran (output) untuk pertanian selama periode
tersebut.
d. Pengungkapan Aset Biologis berdasarkan PSAK 69
Terdapat beberapa item yang harus diungkapkan dalam PSAK 69 adalah sebagai berikut:
1) Paragraf 40 menyatakan bahwa entitas mengungkapkan keuntungan atau kerugian gabungan yang timbul selama periode berjalan pada saat pengakuan awal aset biologis dan produk
agricultur, dan dari perubahan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual aset biologis.
2) Paragraf 41 dinyatakan bahwa entitas mendeskripsikan setiap kelompok aset biologis. Untuk mengetahui hal lebih lanjut dilihat pada:
a) Paragraf 42 bahwa pengungkapan aset biologis tersebut berbentuk narasi dan deskripsi.
b) Paragraf 43 entitas dianjurkan untuk memberikan deskripsi kuantitatif dari setiap kelompok aset biologis, membedakan antara aset biologis yang dapat dikomsumsi dan aset biologis produktif (bearer biological asset), atau antara aset biologis menghasilkan (mature) dan belum menghasilkan (immature), sesuai keadaan aset biologis. Sebagai contoh entitas dapat mengungkapkan jumlah tercatat aset biologis yang dapat dikomsumsi dan aset biologis produktif berdasarkan kelompok. Entitas selanjutnya dapat membagi jumlah tercatat aset biologis antara aset yang telah menghasilkan dan aset menghasilkan. Perbedaan ini memberikan informasi yang mungkin berguna dalam menilai waktu arus kas masa depan.
c) Paragraf 44 dinyatakan bahwa aset biologis di komsumsi adalah aset biologis yang yang akan dipanen sebagai produk agricultur atau untuk dijual aset biologis, contoh aset biologis yang dapat dikomsumsi adalah ternak yang dimaksudkan untuk memproduksi daging, ternak yang dimilki untuk dijual, ikan yang dibudidayakan, tanaman panen seprti jagung dan gandum, produk tanaman produktif dan pohon yang ditanam untuk menghasilkan potongan kayu. Aset biologis produktif adalah aset selain aset biologis yang dapat dikomsumsi sebagai contoh, ternak yang di maksudkan untuk memproduksi susu, dan pohon
buah yang menghasilkan buah untuk dipanen. Aset biologis produktif bukan merupakan produk agricultur, tetapi dimiliki untuk menghasilkan produk agricultur.
d) Paragraf 45 menyatakan bahwa Aset biolgis dapat diklasifikasikan baik sebagai aset biologis menghasilkan maupun belum menghasilkan. Aset biologis menghasilkan adalah aset yang telah mampu menghasilkan panen yang berkelanjutan (untuk aset biologis produktif).
3) Paragraf 46 menyatakan bahwa Jika tidak diungkapkan dibagian manapun dalam informasi yang dipublikasikan bersama dengan laporan keuangan, maka entitas mendeskriptisikan:
a) Sifat aktivitasnya yang melibatkan setiap kelompok aset biologis.
b) Ukuran atau estimasi non keuangan baru kuantitas fisik. 4) Paragraf 49 Entitas mengungkapkan:
a) Keberadaan dan jumlah tercatat aset biologis yang yang kepemilikan di batasi, dan jumlah tercatat aset biologis yang dijaminkan untuk liabilitas.
b) Jumlah komitmen untuk pengembangan atau akuisisi aset biologis.
c) Strategi manajemen resiko keuangan yang terkait dengan aktivitas agricultur.
5) Paragraf 50 menyatakan bahwa entitas menyajikan rekonsiliasi perubahan jumlah tercatat aset biologis antara awal dan akhir periode berjalan. Rekonsiliasi harus mencakup:
a) Keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual.
b) Kenaikan karena pembelian. Penurunan yang diatribusikan pada penjualan dan aset biologis yang diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual.
d) Kenaikan
e) Selisih kurs neto yang timbul dari penjabaran laporan keuangan ke mata uang penyajian yang berbeda, dan penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri ke mata uang penyajian entitas pelapor.
f) Perubahan lain.
6) Paragraf 51 dinyatakan bahwa nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual aset biologis berubah baik dikarenakan dapat perubahan secara fisik dan harga perubahan harga berguna dalam menilai kinerja periode berjalan dan prospek masa depan, terutama ketika terdapat siklus produksi yang berusia lebih dari satu tahun. Dalam kasus tersebut, entitas dianjurkan untuk mengungkapkan, berdasarkan kelompok atau lainnya, jumlah perubahan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual yang termasuk dalam laba rugi akibat perubahan fisik dan perubahan harga. Informasi ini umumnya kurang berguna ketika siklus produksi berusia kurang dari satu tahun ( sebagai contoh ketika beternak ayam atau menanam biji-bijian).
Terdapat beberapa item terkait Pengungkapan tambahan untuk aset biologis dan nilai wajar tidak dapat diukur secara andal adalah sebagai berikut:
1) Paragraf 54 menyatakan bahwa jika entitas mengukur aset biologis pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai pada akhir periode, maka entitas mengungkapkan untuk aset biologis tersebut: a) Deskripsi dari aset biologis tersebut.
b) Penjelasan tentang mengapa alasan nilai wajar tidak dapat diukur secara andal.
c) Jika memungkinkan, rentang estimasi dimana nilai wajar kemungkinan besar berada.
e) Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan.
f) Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (digabungkan dengan akumulasi kerugian penurunan nilai) pada awal dan akhir periode.
2) Paragraf 55 menyatakan bahwa jika, selama periode berjalan, entitas mengukur aset biologisnya pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai, maka entitas mengungkapkan keuntungan dan kerugian yang diakui atas pelepasan aset biologis tersebut dan rekonsiliasi yang disyaratkan dalam paragraf 50 mengungkapkan jumlah berkaitan dengan aset biologis tersebut secara terpisah. Sebagai tambahan, rekonsilisasi tersebut mencakup jumlah berikut dalam laba rugi terkait dengan aset biologis tersebut:
a) Kerugian penurunan nilai.
b) Pembalikan rugi penurunan nilai. c) Penyusutan.
3) Jika nilai wajar aset biologis sebelumnya diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai menjadi dapat diukur secara andal selama periode berjalan, maka entitas mengungakapkan untuk aset biologis tersebut:
a) Deskripsi dari aset biologis tersebut.
b) Penjelasan tentang mengapa nilai wajar dapat diukur secara andal.
c) Dampak dari perubahan tersebut.
6. IAS 41 Agriculture
IAS 41 mengatur perlakuan akuntansi, penyajian dan pengungkapan laporan keuangan yang terkait dengan aset biologis dan produk hasil pertanian pada saat masa panen sejauh kaitannya dengan
kegiatan pertanian. Standar ini berhubungan dengan aktivitas agrikultur yakni berupa aset biologis, produk hasil pertanian pada masa panen, dan hibah pemerintah. IAS 41 hanya diterapkan untuk hasil pertanian yang merupakan produk panen biologis entitas aset hingga titik panen. Dengan demikian, IAS 41 tidak memiliki hubungan dengan pengolahan hasil pertanian atau perkebunan setelah panen, karena hasil dari proses agrikultur akan dianggap sebagai persediaan yang akan diatur tersendiri dalam IAS 2 (IAS 41:3).
Berdasarkan IAS 41 paragraf 40, perusahaan yang memperoleh hasil dari aset biologis perusahaannya, diharuskan menggunakan nilai wajar yang dikurangkan dengan perkiraan biaya untuk menjual aset biologis tersebut, hal ini bertujuan agar perusahaan dapat mengungkapkan keuntungan atau kerugian agregat yang akan diakui sebagai bagian dari laba rugi tahun berjalan.
a. Pengakuan Aset Biologis berdasarkan IAS 41
Menurut IAS 41, aset biologis mulai diakui pada saat entitas dapat mengendalikan aset tersebut sebagai akibat dari peristiwa masa lalu, terdapat kemungkinan besar aliran manfaat ekonomik masa depan yang terkait aset tersebut, serta biaya perolehan atau nilai wajar aset dapat diukur dengan andal.
Perusahaan dapat mengakui Biological Asset jika, dan hanya jika:
1) perusahaan mengontrol aset tersebut sebagai hasil dari transaksi masa lalu;
2) Memungkinkan diperolehnya manfaat ekonomi pada masa depan yang akan mengalir ke dalam perusahaan; dan
3) Mempunyai nilai wajar atau biaya dari aset dapat diukur secara andal.
Aset biologis dalam laporan keuangan dapat diakui sebagai aset lancar maupun aset tidak lancar sesuai dengan jangka waktu
transformasi biologis dari aset biologis yang bersangkutan. Aset biologis diakui ke dalam aset lancar ketika masa manfaat/masa transformasi biologisnya kurang dari atau sampai dengan 1 (satu) tahun dan diakui sebagai aset tidak lancar jika masa manfaat/masa transfomasi biologisnya lebih dari 1 (satu) tahun.
b. Pengukuran Aset Biologis berdasarkan IAS 41
IAS 41 mewajibkan penggunaan nilai wajar untuk produk agrikultur yang baru saja dipanen. Lefter dan Roman (2007) berpendapat bahwa hal ini dilakukan agar proses transformasi yang ada bisa segera terwakili di laporan keuangan sehingga membantu investor dalam mengestimasi keuntungan ekonomis pada masa depan. Pegukuran dilakukan saat awal perolehan dan setiap akhir periode pelaporan sebesar nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual. Pengukuran nilai wajar dapat dilakukan dengan mengelompokkan aset sesuai dengan atribut yang signifikan, misalnya berdasarkan usia atau kualitas. Terkadang perkiraan nilai wajar dapat mendekati biaya perolehan. Hal ini dapat terjadi ketika hanya terjadi sedikit transformasi biologis dari saat perolehan awal atau dampak transformasi biologis pada harga tidak diharapkan menjadi material. Terdapat kemungkinan pula bahwa nilai wajar aset biologis tidak dapat diketahui, namun terdapat pasar aktif untuk aset gabungan antara aset biologis dan jenis aset lain sebagai satu kesatuan. Pada kasus seperti ini, nilai wajar aset biologis dapat diketahui dengan mengurangkan nilai wajar aset gabungan dengan nilai wajar aset lainnya tersebut (Natasari dan Rizky Wulandari, 2018:75).
c. Penyajian Aset Biologis berdasarkan IAS 41
Dalam IAS 41 Agrikultur perusahaan harus menyajikan diskripsi untuk setiap Biological Asset yang terdapat pada Laporan Keuangannya. Biological Asset disajikan dalam Neraca perusahaan
pada aktiva tidak lancar yaitu Biological Asset dengan mengklasifikasikan jenis aset biologisnya. Sedangkan persediaan berupa produk agrikultur disajikan dalam neraca pada pos aktiva lancar. Menurut Maghfiroh (2017:29) kerangka konseptual atau penyajian laporan keuangan pada entitas agrikultur secara umum mengacu pada standar yang berlaku secara umum. Entitas menyajikan rekonsiliasi perubahan jumlah tercatat aset biologis antara awal dan akhir periode berjalan. Rekonsiliasi tersebut mencakup sebagai berikut:
1. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual;
2. Kenaikan karena pembelian;
3. Penurunan yang diatribusikan pada penjualan dan aset biologis yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual (termasuk dalam kelompok pelepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual) sesuai dengan PSAK No.58 tentang aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual dan operasi yang dihentikan;
4. Penurunan karena panen;
5. Kenaikan yang ditimbulkan dari kombinasi bisnis;
6. Selisih kurs neto yang timbul dari penjabaran laporan keuangan kedalam mata uang penyajian yang berbeda dan penjabaran dari keg iatan usaha luar negeri kedalam mata uang penyajian entitas pelapor.
d. Pengungkapan Aset Biologis berdasarkan IAS 41
Pengungkapan yang ditetapkan oleh IAS 41 menurut (Ankarath, 2012) sebagai berikut:
1. Keuntungan atau kerugian keseluruhan yang timbul pada pengakuan awal dari aset biologis dan produk pertanian dan dari