• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Toleransi Plasma Nutfah Padi Lokal pada Lahan Masam Kahat Fosfor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Toleransi Plasma Nutfah Padi Lokal pada Lahan Masam Kahat Fosfor"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Toleransi Plasma Nutfah Padi Lokal pada Lahan Masam Kahat Fosfor

Tintin Suhartini*, Dwinita W. Utami, dan Ida Hanarida

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111 Telp. (0251) 8337975; Faks. (0251) 8338820; *E-mail: tintinsuhartini@yahoo.com

Diajukan: 19 November 2012; Diterima: 20 Februari 2013

ABSTRACT

Local Rice Germplasm Evaluation Tolerance to Phosporus Deficiency on Acid Soils. Tintin Suhartini, Dwinita W. Utami, and Ida Hanarida. Phosporus (P) deficiency is one of

limiting factor for rice growth. In Indonesia P deficiency much occurs in acid soils. The use of P deficiency tolerant varieties is the best solution compared to the application of P fertilizer due to more efficient in cost. The purpose of this study was to evaluate the local rice germplasm collected from several regions in Indonesia to P deficiency in acid soil. The study was conducted in Jasinga West Java during wet season of 2006-2007 with the soil condition lack of P. The experiments were conducted with the two treatments: first, without P fertilizer and second with P fertilizer equivalent of 25 kg P/ha. The total 100 accessions of rice germplasm were screened in this field based on a randomized block design with three replications. Fertilizing were given on experiments I and II with the composition: urea 300 kg/ha and 100 kg KCl. The field design was done by plotting size is 1 x 5 m2, spacing plant of 25 cm x 25 cm, and planting two seeds per hole. The yield components characters which were observed: number of tillers, plant dry weight, plant height and flowering. The results of combined analysis showed that there is a significant interaction between P and genotype on the tiller number, whereas the dry weight of plant, plant height, and flowering were is not significant. The evaluation of 100 local rice genotypes to P deficiency by indicators of the tiller number and dry weight of plants obtained 19 genotypes that are tolerant to P deficiency with the relative value of tillers number and dry weight of plants more than 80%. Local varieties Mandalet, Ganefo, Padi Belanda, Pulut Jangan, Padi Ubek Bala, and Padi Krayan were the most tolerant to conditions without P which showed the tillers number more 1-21% rather than the conditions with P fertilizer. There are three selected genotypes, Pulut Jangan, Padi Ubek Bala, and Padi Krayan which increased the number of tillers and dry weight of plants in without P conditions. The increasing of tillers number were reach 1-17% while the dry weight increased 12-41%.

Keywords: Germplasm, local rice, P deficiency.

ABSTRAK

Kahat P merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan padi. Kahat P di Indonesia terdapat pada lahan masam. Peng-gunaan varietas toleran kahat P merupakan solusi yang baik dibandingkan dengan aplikasi pupuk P tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi plasma nutfah padi lokal asal beberapa wilayah di Indonesia terhadap kahat P pada lahan masam. Penelitian dilakukan di Jasinga, Jawa Barat, MH 2006-2007, dengan kondisi lahan kahat P. Percobaan dilakukan dengan dua perlakuan P, percobaan I tanpa pupuk P, percobaan II dengan pupuk P setara 25 kg P/ha dan 100 aksesi plasma nutfah padi gogo, masing-masing menggunakan rancangan acak kelompok, tiga ulangan. Urea 300 kg/ha dan KCl 100 kg/ha diberikan pada percobaan I maupun II. Ukuran petak percobaan 1 m x 5 m, jarak tanam 25 cm x 25 cm, ditanam dua butir per lubang. Komponen yang diamati meliputi jumlah anakan, bobot kering tanaman, tinggi tanaman, dan umur ber-bunga. Hasil analisis gabungan menunjukkan terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan P dengan genotipe terhadap jumlah anakan, sedangkan pada bobot kering tanaman, tinggi tanaman, dan umur berbunga tidak nyata. Berdasarkan indika-tor jumlah anakan dan bobot kering tanaman diperoleh 19 genotipe yang toleran kahat P dengan nilai relatif >80%. Varietas lokal Mandalet, Ganefo, Padi Belanda, Pulut Jangan, Padi Ubek Bala, dan Padi Krayan paling toleran terhadap kondisi tanpa P dengan jumlah anakan 1-21% lebih banyak dibanding kondisi dengan pupuk P. Terpilih tiga genotipe, yaitu Pulut Jangan, Padi Ubek Bala, dan Padi Krayan yang mampu meningkatkan jumlah anakan 1-17% pada kondisi tanpa P dan bobot kering tanaman 12-41%.

Kata kunci: Plasma nutfah, padi lokal, kahat P.

PENDAHULUAN

Ketersediaan P yang rendah merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan padi gogo pada tanah masam. Tanah masam di Indonesia didomi-nasi oleh Ultisol yang mencakup Podsolik Merah Kuning dan Latosol (Hidayat dan Mulyani, 2002). Fosfor berperan dalam berbagai proses pertumbuh-an tpertumbuh-anampertumbuh-an, pembentukpertumbuh-an pertumbuh-anakpertumbuh-an dpertumbuh-an akar tpertumbuh-anampertumbuh-an (Suhartatik et al., 2006). Kahat P mengakibatkan

(2)

pertumbuhan tanaman padi terhambat dan hasil gabah sangat rendah. Kahat P pada tanaman padi menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, berwarna hijau tua, dan daun tegak anakan sedikit (Abdurachman et al., 2008).

Di Sumatera, 44% daratannya didominasi oleh Ultisol (Tejoyuwono, 2006). Ultisol merupa-kan salah satu ordo tanah yang mempunyai sebaran luas di Indonesia, mencapai 45.794.000 ha atau 25% dari total luas daratan. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti oleh Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara 53.000 ha (Subagyo et al., 2000).

Padi gogo lokal yang biasa ditanam petani di Jambi dan Sumatera Selatan memiliki kemampuan tumbuh dan menghasilkan gabah walaupun tingkat hasil gabah relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional. Beberapa genotipe padi lokal di-ketahui toleran kahat P, antara lain Hawara Bunar, Dukuh, dan Talang (Sudarman, 2004), IR20, IR54, IR28, dan Mahsuri (Chaubey et al., 2004). Tingkat adaptasi dan toleransi padi gogo varietas lokal ke-mungkinan terkait dengan pembentukan perakaran yang lebih dalam atau kemampuan akar menyerap P dari dalam tanah yang lebih efisien. Menurut Polle dan Konzak (1990), ada dua kemungkinan tanaman yang efisien terhadap P rendah. Pertama, tanaman mampu mengambil hara P lebih banyak pada kon-disi fiksasi P tinggi dan kedua tanaman mampu me-manfaatkan P yang diserap secara efisien.

Fiksasi Al dapat menyebabkan ketersediaan P rendah pada tanah masam (Subagyo et al., 2000). Adanya fiksasi tersebut menyebabkan ketersediaan hara P dalam tanah rendah sehingga pemupukan menjadi tidak efisien. Hara fosfor akan terikat da-lam bentuk sulit larut karena sebagian besar P ter-ikat melalui penyerapan dan presipitasi (Widodo, 2004). Diduga lebih dari 90% pemupukan P ber-ubah ke dalam bentuk yang tidak mudah dimanfaat-kan tanaman (Wissuwa dan Ae, 2001).

Seleksi yang dilakukan Wissuwa dan Ae (2001) terhadap 30 genotipe padi menunjukkan per-bedaan yang cukup bervariasi dalam penyerapan P dengan interval 0,6-12,9 mg P per tanaman. Dalam hal ini, varietas lokal menunjukkan toleransi yang lebih baik terhadap kahat P dibanding varietas

ung-gul. Terdapat keragaman antargenotipe padi dalam menyerap P secara lebih efisien pada kondisi kan-dungan P dalam tanah rendah. Oleh karena itu, per-baikan genotipe yang toleran dan efisien P dapat di-lakukan dalam mendukung perbaikan varietas padi untuk wilayah kahat P. Dalam membedakan kera-gaman genetik genotipe padi terhadap kahat P, ukuran dan sistem perakaran dapat digunakan se-bagai kriteria ketahanan (Wissuwa, 2003). Dalam panduan (The International Network for Genetic Evaluation of Rice) yang dipublikasikan IRRI (1996), kriteria toleransi kahat P yang digunakan adalah karakter jumlah anakan.

Perakitan varietas unggul padi gogo belum banyak diarahkan pada kondisi kahat P. Oleh ka-rena itu, melalui penyaringan terhadap sejumlah genotipe pada koleksi plasma nutfah diharapkan ter-dapat genotipe yang toleran dan ter-dapat dikembang-kan sebagai sumber gen ketahanan untuk perbaidikembang-kan varietas padi gogo toleran kahat P. Tujuan peneliti-an ini adalah untuk mengevaluasi respon 100 aksesi plasma nutfah padi gogo pada lahan masam kahat P.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Jasinga, Bogor, pada MH 2006-2007. Tanah percobaan memiliki tekstur liat, bereaksi masam, kejenuhan Al tinggi, P terse-dia sangat rendah, KTK dan kejenuhan basa rendah. Seratus genotipe padi lokal asal koleksi plasma nutfah BB Biogen dievaluasi toleransinya terhadap kahat P. Genotipe Hawara Bunar dan Dupa diguna-kan sebagai pembanding toleran lahan masam. Per-cobaan I tanpa P dan perPer-cobaan II dengan pemu-pukan P setara 25 kg P/ha, masing-masing meng-gunakan rancangan acak kelompok tiga ulangan. Pupuk urea 300 kg/ha dan KCl 100 kg/ha diberikan secara bertahap, pada saat tanam 1/3 urea dan 1/2 KCl dan pada umur 7 minggu setelah tanam 1/3 urea dan 1/2 KCl, dan menjelang berbunga (+10 minggu sejak tanam) 1/3 bagian urea. Pupuk P di-berikan pada saat tanam pada perlakuan P. Ukuran petak 1 m x 5 m, jarak tanam 25 cm x 25 cm, tanam dua butir per lubang. Komponen yang di-amati meliputi jumlah anakan, bobot kering tanam-an, tinggi tanamtanam-an, dan umur berbunga. Hasil gabah

(3)

tidak diamati, karena tanaman tidak menghasilkan biji.

Kriteria seleksi menggunakan nilai penurun-an, yaitu 100% dikurangi nilai relatif jumlah anakan (RJA) atau bobot kering tanaman (RBkT). Nilai penurunan berbanding terbalik dengan nilai RJA maupun RBkT, bertambah kecil nilai penurunan bertambah tinggi nilai RJA maupun RBkT, berarti bertambah tahan genotipe terhadap karakter yang diamati. Nilai RJA dan RBkT dihitung dengan membagi jumlah anakan atau bobot kering tanaman pada kondisi kahat P dengan jumlah anakan atau bobot kering tanaman pada kondisi pupuk P. Tole-ransi genotipe terhadap kahat P diketahui apabila nilai relatif jumlah anakan atau nilai relatif bobot kering tanaman >60% (IRRI, 1996).

Nilai ketahanan terhadap kahat P =

Jumlah anakan pada tanpa P

x 100% Jumlah anakan pada 25 kg P/ha

Skor toleransi terhadap kahat P:

Skor Nilai Kriteria

1 100-80% Sangat tahan 3 79-60% Tahan 5 59-40% Sedang 7 39-20% Peka 9 19-00% Sangat peka Sumber: IRRI (1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Tanah Percobaan

Tanah percobaan termasuk masam dengan kejenuhan Al tinggi (42%), nilai tukar kation dan kejenuhan basa rendah. P tersedia sangat rendah (0,135 mg/100 g). Dengan demikian lahan percoba-an tidak subur dengpercoba-an kejenuhpercoba-an Al tinggi dpercoba-an ke-kurangan P (Tabel 1).

Terdapat interaksi pupuk P dengan genotipe terhadap jumlah anakan (Tabel 2). Pengaruh P sangat nyata terhadap jumlah anakan dengan nilai F hitung paling tinggi. Antara karakter tinggi tanaman dan bobot kering tanaman tidak terdapat interaksi antara P dan genotipe, dalam hal ini kedua karakter tidak tepat digunakan untuk kriteria seleksi. Para-meter jumlah anakan dapat digunakan untuk seleksi ketahanan genotipe terhadap kahat P. Penelitian Tasliah et al. (2011) menunjukkan pemberian P sangat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah anakan dengan nilai korelasi yang lebih tinggi di-bandingkan dengan tinggi tanaman dan bobot ke-ring tanaman. Keadaan ini sesuai dengan pedoman IRRI (1996) bahwa jumlah anakan merupakan kri-teria seleksi untuk toleransi genotipe padi terhadap kahat P.

Umur berbunga merupakan karakter yang le-bih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik, dan ke-kurangan P dapat menghambat waktu pembungaan atau tidak berbunga sama sekali. Terdapat 10

geno-Tabel 1. Hasil analisis tanah lokasi percobaan. Jasinga, MT 2007.

Jenis analisis* Nilai Jenis analisis* Nilai

Tekstur Susunan Kation

Pasir (%) 9,96 Ca (me)/100 g 1,28

Debu (%) 18,85 Mg (me)/100 g 0,66

Liat (%) 71,19 K (me)/100 g 0,17

pH H2O (1 : 2,5) 4,78 Na (me) 0,13

KCl (1 : 2,5) 3,84 KTK (me)/100 g 15,75

Zat organik Jumlah kation (me/100 g) (Ca + Mg + K + Na) 2,23

N (g) 0,136 KB (%) 14,13

C (g) 1,30 Al dd (me) (Al+++ me/100 g) 2,18

P (mg/100 g) Bray 1 0,135 H + (me)/100 g 0,82 Kejenuhan Al (%) 42,00 Fe total (ppm) 8,83 Mn total (ppm) 10,42 Cu total (ppm) 2,27 Zn total (ppm) 2,96 * Laboratorium BB Biogen.

(4)

tipe yang mengalami keterlambatan berbunga aki-bat kahat P dengan perbedaan 9-37 hari, antara lain Ketupat, Pandan, dan Bintang Ladang dengan

ke-terlambatan berbunga masing-masing 21, 37, dan 31 hari, genotipe tersebut diduga peka terhadap kahat P (Tabel 3).

Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam padi lokal pada perlakuan tanpa P dan P.

SK Nilai F hitung -P + P Gabungan (-P dan + P) 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Genotipe ** ** * ** ** ** ** ** ** ** ** ** Interaksi P x G tn ** tn tn CV (%) 11,6 22,47 28,7 7,2 11,7 25,20 25,61 7,48 11,98 24,86 27,17 7,48 ** Sangat nyata pada taraf P < 0,01, * nyata pada taraf P ≤ 0,05, tn tidak nyata. 1 = tinggi tanaman, 2 = jumlah anakan, 3 = bobot kering tanaman, 4 = umur berbunga.

Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman dan umur berbunga padi lokal pada dua perlakuan P.

Genotipe Tinggi tanaman (cm) Umur bunga (hari)

(+P) (-P) Selisih (+P) (-P) Selisih

Sibau 140,2 139,3 0,9 131 137 -6

Padi Juwa 120,2 119,8 0,4 145 137 8

Melaya 136,3 124,2 12,1 133 136 -3

Hawara Bunar (kontrol) 158,6 145,7 12,9 120 129 -9

Semirit 121,6 116,9 4,7 133 139 -6 P. Timai 109,2 110,9 -1,7 131 137 -6 Mashuri 113,2 107,9 5,3 124 133 -9 Getik 127,3 134,6 -7,3 127 141 -14 Menta 135,4 141,4 -6,0 131 143 -12 Gendjah Mada 115,8 118,6 -2,8 - - - Pudak Kuning 97,8 95,4 2,4 144 144 0 Djedah 111,4 114,0 -2,6 138 138 0 Tjere Bandung 129,6 112,7 16,9 114 137 -23 Komas a 108,7 112,3 -3,6 140 139 1 Utri Deli 114,4 119,1 -4,7 137 137 0 Markuti 119,8 112,8 7,0 131 133 -2 Mutu 113,3 112,4 0,9 133 137 -4 Gemas 109,8 122,7 -12,9 140 139 1 Kruet Sintang 118,3 107,8 10,5 140 139 1 Rias 116,0 100,4 15,6 133 137 -4 Suling 98,7 101,4 -2,7 131 137 -6 Sirentek 127,2 117,2 10,0 135 139 -4 Gondok 80,7 71,6 9,1 105 108 -3 Buban 85,2 72,2 13,0 105 108 -3 Bulang 86,0 75,4 10,6 105 108 -3 Kartuna 117,8 99,9 17,9 137 137 0 Padi Lungkai 125,8 106,4 19,4 132 135 -3 Ileuy 127,4 107,2 20,2 127 135 -8 Jerai 118,0 100,8 17,2 120 123 -3 Nippon 93,6 81,8 11,8 120 119 1

Pare Kaligo Lara 74,8 69,1 5,7 105 112 -7

Padi Banten 62,8 42,7 20,1 120 124 -4

IR 54 69,0 62,1 6,9 119 120 -1

Batanghari 90,7 75,2 15,5 115 119 -4

Indragiri 91,2 85,2 6,0 120 119 1

Gundil 118,9 107,6 11,3 138 138 0

Lima Bulan Kamang 116,8 99,3 17,5 131 131 0

Padi Belanak K. 127,6 111,0 16,6 133 142 -9

Puteh Gaca 99,6 82,4 17,2 - - -

Teratai 118,1 93,4 24,7 133 142 -9

Pulut Pagae 86,1 75,0 11,1 100 114 -14

(5)

Tabel 3. Lanjutan. Genotipe

Tinggi tanaman (cm) Umur bunga (hari) (+P) (-P) selisih (+P) (-P) selisih

Kuntu Ameh 99,4 80,2 19,2 88 99 -11

Sirandah Hitam Ekor 88,4 72,8 15,6 107 104 3

Lantiak 133,9 117,1 16,8 133 132 1 Padi Tinggi 128,8 101,8 27,0 133 141 -8 Bintang Ladang 99,6 75,6 24,0 99 130 -31 Ketupat 118 112,0 6,0 114 135 -21 Condong 98,6 70,1 28,5 96 105 -9 Arias Halus 77,1 62,6 14,5 96 105 -9 Sipulut Merah A 107,6 108,4 -0,8 105 110 -5 Nuri Bura 112,1 90,2 21,9 94 96 -2 Pare Bakatokaka 82,2 73,4 8,8 109 106 3 Pare Bakatokaka 82,2 73,4 8,8 109 106 3 Pare Mangata 78,3 60,1 18,2 112 86 26 Pare Lambeun 68,0 74,6 -6,6 95 95 0 Ciganjur 97,0 92,6 4,4 103 110 -7 Pandan 119,8 120,1 -0,3 107 144 -37 Bumbuy Inih 126,3 107,8 18,5 127 126 1 Pulut Timuru 136,0 112,4 23,6 139 137 2 Ri_1 A 79,2 71,4 7,8 120 131 -11 Pulut Namang 93,8 77,9 15,9 - - - Ri_1B 76,2 73,7 2,5 120 118 2 Ri_1C 77,9 76,0 1,9 120 127 -7 Ampek Rudjo 109,8 91,3 18,5 138 141 -3 Pae Gudo 117,1 103,8 13,3 - - Sampang 123,6 100,4 23,2 133 139 -6 Mendalet 113,9 93,7 20,2 127 131 -4 Manggar 115,6 105,2 10,4 130 143 -13 Dupa (kontrol) 143,2 123,9 19,3 120 110 10 Ganefo 118,0 97,4 20,6 133 139 -6 P. Hitam 118,0 110,7 7,3 - - - P. Pulut Saleng 130,9 120,2 10,7 137 139 -2 P. Pulut Longbanga 129,4 126,4 3,0 137 139 -2 P. Ketan Merah 126,7 108,4 18,3 135 131 4 P. Puti 126,0 123,8 2,2 140 139 1 P. Timai 124,4 118,6 5,8 144 137 7 P. Imban 122,0 123,4 -1,4 137 139 -2 P.Atok 119,2 107,9 11,3 131 144 -13 P. Long Liyo 121,7 120,8 0,9 138 144 -6 P. Mayun 120,3 101,7 18,6 144 144 0 P. Pulut Jangan 120,7 129,2 -8,5 141 139 2 P. Ubek Bala 131,0 151,3 -20,3 134 131 3 P. Ketan Sit 128,3 128,3 0,0 144 139 5 P. Ketan Alay 128,2 131,0 -2,8 144 144 0 P. Belanda 83,0 82,7 0,3 - - - P.Adan putih 105,7 111,9 -6,2 - - - P. Sekrit 107,3 113,2 -5,9 144 144 0 P. Krayan 105,8 116,7 -10,9 - - - P. A'gan 103,8 90,1 13,7 - - - P. Ba'an 113,5 107,8 5,7 141 144 -3 P. Bat Kanjat 104,0 104,8 -0,8 - - - P. Kelawit 127,2 126,1 1,1 144 141 3 P. Kendanggang 124,2 124,8 -0,6 137 139 -2 P. Pui 123,3 124,9 -1,6 137 137 0 P. Seribu 126,3 112,4 13,9 137 131 6 P. Kley 134,3 124,2 10,1 137 131 6 P. Telengusan 122,7 130,0 -7,3 137 131 6 P. Jata 134,7 129,6 5,1 137 131 6 P. Siam 141,7 125,8 15,9 129 131 -2 P. Libang 143,3 114,7 28,6 137 131 6 Rataan 112,2 103,7 - 127 130 - LSD 21,05 19,29 - 15,25 14,9 -

(6)

Terdapat keragaman antar genotipe yang di-uji, baik pada perlakuan tanpa P maupun pupuk P. Pengaruh genotipe sangat nyata pada semua karak-ter yang diamati. Tinggi tanaman genotipe pada perlakuan pemupukan P rata-rata 112 cm (kisaran 62-158 cm) dan 104 cm tanpa P (kisaran 43-151 cm). Umur berbunga rata-rata 127 hari (kisaran 86-144 hari) pada perlakuan pemupukan P dan 130 hari (kisaran 94-145 hari) tanpa P.

Pada Tabel 4 dapat dilihat jumlah anakan rata-rata 13 (kisaran 5-26) pada perlakuan pemu-pukan P dan 9 anakan (kisaran 4-19) tanpa P. Bobot kering tanaman 33 g (21-67,1 g) pada perlakuan pe-mupukan P dan 27 g (kisaran 14,3-45,5 g) tanpa P. Nampak bahwa tanpa P menurunkan tinggi

tanam-an, jumlah anaktanam-an, dan bobot kering tanamtanam-an, se-dangkan umur berbunga tidak dipengaruhi oleh pe-mupukan P, walaupun hasil analisis gabungan menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan pupuk P dan genotipe pada karakter tinggi tanaman, bobot kering tanaman, dan umur berbunga.

Terdapat perbedaan respon perlakuan dengan dan tanpa pupuk P untuk karakter tinggi tanaman. Tanpa pupuk P, tinggi tanaman berkisar antara 45-145 cm, dengan rata-rata 103,7 cm. Dengan pem-berian pupuk P, tinggi tanaman berkisar antara 65-160 cm dengan rata-rata 112,2 cm. Demikian juga karakter umur berbunga, meskipun nilai rata-rata antara perlakuan tanpa P (129) dan pemberian pupuk P (126) relatif tidak berbeda namun secara Gambar 1. Sebaran karakter tinggi tanaman dan umur berbunga pada perlakuan tanpa P (-P) dan dengan pemberian pupuk P (+P) sebagai

respon tingkat toleransi padi lokal terhadap kahat P.

85,0 Umur bunga (-P) Stl. Dev - 13,74 Mean - 129,7 N - 90,00 0 20 30 10 90,0 95,0 100,0 105,0 110,0 115,0 120,0 125,0 125,0 130,0 90,0 Umur bunga (+P) Stl. Dev - 14,63 Mean - 126,4 N - 90,00 0 20 30 10 95,0 100,0 105,0 110,0 115,0 120,0 125,0 130,0 135,0 145,0 45,0 55,0 65,0 75,0 85,0 95,0 105,0 115,0 125,0 135,0 145,0 Tinggi tanaman (-P) Stl. Dev - 21,63 Mean - 103,7 N - 100,00 0 10 20 6 5, 0 0 10 20 70 ,0 75 ,0 80 ,0 85 ,0 90 ,0 95 ,0 100 ,0 105 ,0 110 ,0 115 ,0 120 ,0 125 ,0 130 ,0 135 ,0 140 ,0 145 ,0 150 ,0 155 ,0 160 ,0 Stl. Dev – 19,38 Mean - 112,2 N - 100,00 Tinggi tanaman (+P)

(7)

keseluruhan menunjukkan lebih banyak genotipe yang memiliki umur berbunga lebih pendek dengan pemberian pupuk P.

Karakter Seleksi Genotipe Padi Toleran Kahat P

Analisis sidik ragam gabungan menunjukkan terdapat pengaruh perlakuan P dan genotipe pada semua karakter yang diamati, namun tidak terdapat interaksi antara perlakuan P dan genotipe pada ka-rakter tinggi tanaman, bobot kering tanaman, dan umur berbunga, kecuali pada jumlah anakan (Tabel 2). Keadaan ini menunjukkan bahwa karakter jum-lah anakan dapat digunakan sebagai karakter dalam seleksi ketahanan genotipe terhadap kahat P. Kera-gaman jumlah anakan setiap genotipe cukup tinggi akibat perlakuan P, yang ditunjukkan oleh koefisien keragaman yang tinggi (24,9%). Demikian pula karakter bobot kering tanaman walaupun interaksi P x genotipe tidak nyata, namun keragaman bobot ke-ring tanaman cukup besar dengan koefisien kera-gaman yang tinggi (27,2%), dengan nilai peluang-nya (0,058) berbeda tipis dengan taraf peluang-nyata <0,05. Oleh karena itu, dalam penelitian ini karakter bobot kering tanaman juga dapat digunakan untuk kriteria seleksi ketahanan genotipe terhadap kahat P. Untuk karakter tinggi tanaman dan umur berbunga, nilai koefisien keragamannya, kecil masing-masing 11,98% dan 7,48%.

Seleksi Genotipe Padi Toleran Kahat P melalui

Karakter Jumlah Anakan dan Bobot Kering Tanaman

Pengaruh cekaman P (tanpa P) terhadap jum-lah anakan dan bobot kering tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Perlakuan kahat P pada umumnya menurunkan jumlah anakan pada hampir semua ge-notipe padi (94 gege-notipe). Penurunan jumlah anak-an berkisar anak-antara 3-48% denganak-an rata-rata 25%. Perlakuan kahat P menurunkan bobot kering 78 genotipe rata-rata 15% dengan kisaran 2-54%.

Dari 100 genotipe padi yang diuji, terpilih 17 genotipe yang memiliki tingkat penurunan jumlah anakan dari kondisi dipupuk P ke kondisi tanpa P <10% (kisaran 1,2-9,6%) dengan nilai RJA >90% atau skor 1 (Tabel 4). Berdasarkan karakter jumlah anakan, genotipe tersebut sangat tahan terhadap

ka-hat P, di antaranya padi lokal Genjah Mada, Mutu, Gemas, Lungkai, Indragiri, Ciganjur, RI-1A, Mandalet, Manggar, Ganefo, Atok, Ubek Bala, Mayun, Ketan Sit, Padi Krayan, dan Padi Ba’an. Pada kondisi tanpa P terdapat enam genotipe yang mampu meningkatkan jumlah anakan 1-21%, mele-bihi jumlah anakan pada perlakuan pemupukan P, yaitu Mandalet (7,5%), Ganefo (4%), Padi Pulut Jangan (17%), Padi Ubek Bala (6%), Belanda (21%), dan Krayan (1%). Bila dibandingkan dengan Dupa dan Hawara Bunar sebagai kontrol toleran la-han masam (keracunan Al) yang memiliki nilai RJA <80% (skor 3), enam genotipe padi lokal tersebut memiliki kemampuan adaptasi lebih baik pada kon-disi kahat P maupun cekaman Al. Dalam hal ini, kondisi tanah percobaan memiliki kejenuhan Al tinggi dan P tersedia sangat rendah.

Berdasarkan karakter jumlah anakan dan bobot kering tanaman terpilih 19 genotipe yang me-miliki tingkat penurunan jumlah anakan 1-20% dan 3-20% pada bobot kering tanaman dengan nilai re-latif >80% atau skor 1, antara lain Padi Mutu, Gemas, Padi Lungkai, Indragiri, Gundil, Pandan, Mendalet, Ganefo, Padi Pulut Jangan, Padi Ubek Bala, Padi Ketan Sit, Padi Belanda, dan Padi Krayan. Dari hasil pemilihan tersebut terdapat tiga genotipe yang mampu meningkatkan jumlah anakan dan bobot kering tanaman sekaligus pada kondisi tanpa P (kahat P), 1-17% pada jumlah anakan dan 12-41% pada bobot kering tanaman, yaitu genotipe Padi Pulut Jangan, Ubek Bala, dan Padi Krayan.

Sebaran respon tingkat toleransi berdasarkan nilai relatif jumlah anakan dan bobot kering tanam-an ditunjukktanam-an pada Gambar 2. Berdasarktanam-an para-meter jumlah anakan dan bobot kering, sebagian besar genotipe tergolong sangat peka (SP) dan peka (P). Hal ini ditunjukkan oleh nilai relatif jumlah anakan dan bobot kering yang mencapai 0-20% (SP) atau skor 9 dan 20-40% (P). Sebagian kecil genotipe bersifat sedang (S), yaitu dengan nilai relatif jumlah anakan dan bobot kering tanaman yang mencapai 40-50% dan yang lainnya bersifat tahan (T), dengan nilai relatif jumlah anakan dan bobot kering 50-60% (IRRI, 1996). Beberapa genotipe yang termasuk dalam kelompok tahan (T) adalah Ubek Bala, Krayan, dan Pulut Jangan.

(8)

Tabel 4. Nilai penurunan dan nilai relatif jumlah anakan dan bobot kering tanaman genotipe padi lokal pada dua perlakuan P. Genotipe

JA Nilai Nilai relatif (%) Skor

Bkt(g) Nilai Nilai relatif (%) Skor (+P) (-P) Penurunan (%) Jumlah anakan (+P) (-P) Penurunan (%) Bkt

Sibau 9,3 6,7 28,5 71,5 3,0 36,8 30,3 17,7 82,3 1

Padi Juwa 9,8 5,4 44,4 55,6 5,0 30,0 29,5 1,7 98,3 1

Melaya 9,1 4,8 47,5 52,5 5,0 30,9 28,6 7,4 92,6 1

Hawara Bunar (kontrol) 7,2 5,4 24,7 75,3 3,0 44,2 25,5 42,3 57,7 5

Semirit 9,9 7,4 24,8 75,2 3,0 29,1 21,9 24,7 75,3 3 P. Timai 14,3 9,8 31,8 68,2 3,0 26,3 28,7 -9,1 109,1 1 Mashuri 15,3 9,3 39,1 60,9 3,0 34,0 21,9 35,6 64,4 3 Getik 11,4 9,6 16,4 83,6 1,0 32,0 20,9 34,7 65,3 3 Menta 9,6 7,0 26,8 73,2 3,0 28,1 36,6 -30,2 130,2 1 Gendjah Mada 9,9 9,4 4,6 95,4 1,0 42,6 23,9 43,9 56,1 5 Pudak Kuning 13,6 10,8 20,5 79,5 3,0 22,7 21,6 4,8 95,2 1 Djedah 11,9 8,0 32,7 67,3 3,0 27,7 21,7 21,7 78,3 3 Tjere Bandung 10,3 6,2 39,8 60,2 3,0 24,1 19,5 19,1 80,9 1 Komas a 10,9 7,1 34,7 65,3 3,0 30,0 29,0 3,3 96,7 1 Utri Deli 12,1 7,3 39,5 60,5 3,0 27,1 25,7 5,2 94,8 1 Markuti 12,3 7,2 41,4 58,6 5,0 28,4 21,2 25,4 74,6 3 Mutu 11,8 10,8 8,5 91,5 1,0 22,0 22,3 -1,4 101,4 1 Gemas 10,6 10,1 4,3 95,7 1,0 29,9 34,5 -15,4 115,4 1 Kruet Sintang 12,8 9,1 28,7 71,3 3,0 29,3 25,3 13,7 86,3 1 Rias 13,7 8,7 36,6 63,4 3,0 26,0 23,5 9,6 90,4 1 Suling 21,1 14,3 32,1 67,9 3,0 34,2 25,8 24,6 75,4 3 Sirentek 13,6 10,0 26,3 73,7 3,0 26,0 34,2 -31,5 131,5 1 Gondok 15,2 11,2 26,3 73,7 3,0 20,3 16,5 18,7 81,3 1 Buban 22,0 12,7 42,4 57,6 5,0 37,6 31,2 17,0 83,0 1 Bulang 19,3 11,4 40,8 59,2 5,0 42,0 27,8 33,8 66,2 3 Kartuna 11,9 8,9 25,2 74,8 3,0 - 27,9 - - - Padi Lungkai 10,6 10,2 3,2 96,8 1,0 28,7 29,6 -3,1 103,1 1 Ileuy 11,9 7,4 37,4 62,6 3,0 43,3 28,6 33,9 66,1 3 Jerai 14,0 10,2 27,0 73,0 3,0 32,3 27,0 16,4 83,6 1 Nippon 20,6 15,7 23,8 76,2 3,0 38,2 35,0 8,4 91,6 1

Pare Kaligo Lara 19,7 16,2 17,5 82,5 1,0 21,7 19,9 8,3 91,7 1

Padi Banten 20,1 11,7 42,0 58,0 5,0 26,0 22,4 13,8 86,2 1

IR 54 21,9 15,3 30,0 70,0 3,0 37,4 29,7 20,6 79,4 3

Batanghari 17,7 11,7 34,0 66,0 3,0 29,8 27,1 9,1 90,9 1

Indragiri 14,7 13,9 5,3 94,7 1,0 28,7 30,8 -7,3 107,3 1

Gundil 6,3 5,7 10,4 89,6 1,0 25,0 24,1 3,6 96,4 1

Lima Bulan Kamang 15,1 8,9 41,2 58,8 5,0 28,7 19,0 33,8 66,2 3

Padi Belanak K. 13,3 10,0 25,0 75,0 3,0 40,7 30,3 25,6 74,4 3 Puteh Gaca 14,4 9,8 32,3 67,7 3,0 30,0 16,0 46,7 53,3 5 Teratai 21,2 13,3 37,2 62,8 3,0 36,2 30,5 15,7 84,3 1 Pulut Pagae 18,9 13,0 31,2 68,8 3,0 36,3 24,4 32,8 67,2 3 Inceklabu 26,3 11,33 57,0 43,0 5,0 38,1 27,8 27,0 73,0 3 Kuntu Ameh 18,8 10,4 44,4 55,6 5,0 30,6 - - - -

Sirandah Hitam Ekor 20,1 12,6 37,5 62,5 3,0 32,3 22,5 30,3 69,7 3

Lantiak 14,3 10,6 26,3 73,7 3,0 38,4 35,6 7,3 92,7 1 Padi Tinggi 14,6 9,0 38,2 61,8 3,0 41,2 26,2 36,4 63,6 3 Bintang Ladang 18,8 10,6 43,8 56,2 5,0 21,3 20,8 2,3 97,7 1 Ketupat 14,6 10,2 29,8 70,2 3,0 49,8 37,1 25,5 74,5 3 Condong 17,1 11,2 34,4 65,6 3,0 30,6 26,3 14,1 85,9 1 Arias Halus 21,3 12,6 41,1 58,9 5,0 32,7 23,7 27,5 72,5 3 Sipulut Merah A 16,0 13,4 16,0 84,0 1,0 42,6 36,8 13,6 86,4 1 Nuri Bura 15,8 9,9 37,3 62,7 3,0 33,8 25,6 24,3 75,7 3 Pare Bakatokaka 17,6 14,8 15,8 84,2 1,0 43,9 31,9 27,3 72,7 3 Pare Mangata 16,4 12,1 26,3 73,7 3,0 45,3 - - - - Pare Lambeun 18,2 13,7 25,0 75,0 3,0 33,0 33,9 -2,7 102,7 1 Ciganjur 17,4 17,0 2,5 97,5 1,0 32,5 27,8 14,5 85,5 3 Pandan 11,4 10,2 10,7 89,3 1,0 40,2 41,3 -2,7 102,7 1 Bumbuy Inih 12,4 8,4 32,2 67,8 3,0 35,9 30,0 16,4 83,6 1 Pulut Timuru 10,4 7,1 31,9 68,1 3,0 67,2 30,9 54,0 46,0 5 Ri_1 A 18,4 16,7 9,6 90,4 1,0 30,0 14,3 52,3 47,7 5 Pulut Namang 22,4 18,2 18,8 81,2 1,0 45,6 19,7 56,8 43,2 5

(9)

KESIMPULAN

Berdasarkan karakter jumlah anakan dan bo-bot kering tanaman dengan nilai relatif >80% atau nilai penurunan <20% terpilih 19 genotipe yang toleran terhadap kahat P. Varietas lokal Mandalet, Ganefo, Padi Belanda, Pulut Jangan, Padi Ubek Bala, dan Padi Krayan paling toleran terhadap kon-disi kahat P dengan jumlah anakan 1-21% lebih

banyak dibanding perlakuan dengan pupuk P. Genotipe Padi Pulut Jangan, Ubek Bala, dan Padi Kayan mampu meningkatkan 1-17% jumlah anakan pada kondisi kahat P dan 12-41% bobot kering tanaman. Genotipe tersebut diduga toleran kahat P dan cekaman Al. Untuk lebih meyakinkan, perlu dilakukan pengujian melalui uji marka molekuler agar dapat digunakan sebagai sumber gen toleran kahat P.

Tabel 4. Lanjutan. Genotipe

JA Nilai Nilai relatif (%) Skor

Bkt(g) Nilai Nilai relatif (%) Skor (+P) (-P) Penurunan (%) Jumlah anakan (+P) (-P) Penurunan (%) Bkt

Ri_1B 23,8 19,1 19,6 80,4 1,0 27,4 29,8 -8,8 108,8 1 Ri_1C 20,8 16,6 20,3 79,7 3,0 29,9 25,5 14,7 85,3 1 Ampek Rudjo 17,6 13,6 22,8 77,2 3,0 38,2 21,9 42,7 57,3 5 Pae Gudo 10,1 6,7 34,0 66,0 3,0 32,4 26,4 18,5 81,5 1 Sampang 13,0 8,7 33,3 66,7 3,0 34,5 24,1 30,1 69,9 3 Mendalet 8,9 9,6 -7,5 107,5 1,0 31,4 25,2 19,7 80,3 1 Manggar 12,3 11,7 5,4 94,6 1,0 39,2 30,1 23,2 76,8 3 Dupa (kontrol) 7,8 6,0 22,9 77,1 3,0 34,5 28,9 16,2 83,8 1 Ganefo 8,6 8,9 -3,9 103,9 1,0 29,0 24,1 16,9 83,1 1 P. Hitam 8,8 5,9 32,9 67,1 3,0 35,8 25,7 28,2 71,8 3 P. Pulut Saleng 8,2 7,1 13,5 86,5 1,0 33,0 22,7 31,2 68,8 3 P. Pulut Longbanga 8,7 5,9 32,1 67,9 3,0 36,6 31,0 15,3 84,7 1 P. Ketan Merah 8,7 6,7 23,1 76,9 3,0 33,4 25,2 24,6 75,4 3 P. Puti 7,0 5,9 15,9 84,1 1,0 25,7 24,3 5,4 94,6 1 P. Timai 8,1 5,8 28,7 71,3 3,0 34,4 30,9 10,2 89,8 1 P. Imban 8,6 6,9 19,5 80,5 1,0 34,6 33,6 2,9 97,1 1 P.Atok 8,7 8,1 6,5 93,5 1,0 34,5 22,0 36,2 63,8 3 P. Long Liyo 7,0 5,3 23,9 76,1 3,0 32,7 24,1 26,3 73,7 3 P. Mayun 6,8 6,4 5,0 95,0 1,0 33,3 26,1 21,6 78,4 3 P. Pulut Jangan 5,3 6,2 -16,7 116,7 1,0 26,5 31,1 -17,4 117,4 1 P. Ubek Bala 5,6 5,9 -5,9 105,9 1,0 28,0 39,6 -41,4 141,4 1 P. Ketan Sit 9,0 8,9 1,2 98,8 1,0 33,8 45,5 -34,6 134,6 1 P. Ketan Alay 8,4 6,8 19,7 80,3 1,0 34,4 31,1 9,6 90,4 1 P. Belanda 14,0 16,9 -20,6 120,6 1,0 23,8 21,5 9,7 90,3 1 P.Adan putih 11,7 9,1 21,9 78,1 3,0 30,4 26,9 11,5 88,5 1 P. Sekrit 8,2 5,6 32,4 67,6 3,0 34,6 29,3 15,3 84,7 1 P. Krayan 8,2 8,3 -1,3 101,3 1,0 23,5 26,2 -11,5 111,5 1 P. A'gan 13,6 10,4 23,0 77,0 3,0 34,5 16,4 52,5 47,5 5 P. Ba'an 11,0 10,4 5,1 94,9 1,0 36,4 27,2 25,3 74,7 3 P. Bat Kanjat 9,4 6,3 32,9 67,1 3,0 21,9 26,3 -20,1 120,1 1 P. Kelawit 9,9 5,8 41,6 58,4 5,0 35,7 29,9 16,2 83,8 1 P. Kendanggang 8,4 5,2 38,2 61,8 3,0 35,4 30,8 13,0 87,0 1 P. Pui 8,2 4,2 48,7 51,3 5,0 41,9 28,9 31,0 69,0 3 P. Seribu 10,1 5,9 41,7 58,3 5,0 35,9 21,4 40,4 59,6 3 P. Kley 7,7 4,7 39,1 60,9 3,0 33,4 26,7 20,1 79,9 1 P. Telengusan 7,8 5,2 32,9 67,1 3,0 23,3 32,6 -39,9 139,9 1 P. Jata 7,6 4,8 36,8 63,2 3,0 32,1 33,5 -4,4 104,4 1 P. Siam 8,3 5,6 33,3 66,7 3,0 27,3 32,2 -17,9 117,9 1 P. Libang 7,7 4,0 47,8 52,2 5,0 37,5 28,1 25,1 74,9 3 Rataan 12,95 9,45 24,9 33,0 27,2 14,6 LSD 5,22 3,43 13,75 12,69

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, S., E. Suhartatik, A. Kasno, dan D. Setyorini. 2008. Modul Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, International Rice Research Institute. 36 hlm. http//www.pustaka-deptan. go.idid/bppi/lengkap/bpp0I. [Diakses 12 Oktober 2012].

Chaubey, C.N., D. Senadhira, and G.B. Gregorio. 2004. Analysis of tolerance for phosphorous deficiency in rice (Oryza sativa L.) Theor. App. Genetics 89(2):313-317.

Hanum, C., Q. Wahyu, Mugnisyah, Y. Sudirman, D. Sopandy, K. Idris, dan S. Asmarlaili. 2007. Pertumbuhan akar kedelai pada cekaman aluminium, kekeringan dan cekaman ganda aluminium dan kekeringan. Agritrop 26(1):13-18.

Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002 Lahan kering untuk pertanian. hlm. 1-34. Dalam A. Adimihardja, Mappaona, dan A. Saleh (eds.) Pengelolaan Lahan Kering untuk Meningkatkan produksi Pertanian Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Bogor.

International Rice Research Institute. 1996. Standard Evaluation System for Rice. INGER, Genetik Resources Center. 4th Edition. July 1996. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines. 64 p.

Polle, E.A. and C.F. Konzak. 1990. Genetics and breeding of cereals for acid soils and nutrient efficiency. p. 81-131. In V.C. Baligar and R.R. Duncan (eds.) Crop as Enhancers of Nutrient Use. Academic Press, San Diego.

Suhartatik, E., B. Abdullah, O. Sudarman, dan Pulung. 2006. Pemupukan NPK pada padi tipe baru. hlm. 339-352. Dalam B. Suprihatmo, A. Gani, I.N. Widiarta, dan Hermanto (eds.) Buku 2. Inovasi Teknologi Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian, Bogor. Sudarman, O. 2004. Teknik penyaringan galur padi gogo

tahan terhadap defisiensi fosfat. Buletin Teknik Pertanian 9(2):50-52.

Subagyo, H.N., Saharta, dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. hlm. 21-65. Dalam A. Adimihardja, Mappaona, dan A. Saleh (eds.) Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Tasliah, T. Suhartini, J. Prasetiyono, I.H. Somantri, dan M. Bustamam. 2011. Respon genotipe padi gogo ter-hadap defisiensi P.J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 30(3):172-181.

Tejoyuwono, N. 2006. Ultisol, fakta dan implikasi pertani-annya. Repro: Ilmu Tanah. Universitas Gadjah Mada. soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1981/1986.pdf. [Diakses 11 Nopember 2011].

Widodo. 2004. Pertumbuhan dan hasil tanaman padi gogo IR64 pada pemberian batuan fosfat dan kedalaman air irigasi di tanah gambut. J. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 6(1):43-49.

Wissuwa, M. and N. Ae. 2001. Genotypic variation for tolerance to phosphorus deficiency in rice and the potential for its exploitation in rice improvement. Plant Breed. 120(1):43-48.

Wissuwa, M. 2003. How do plants achieve tolerance to phosphorus deficiency? Small causes with big effects. Plant Physiol. 133:1947-1958.

Gambar 2. Respon tingkat toleransi, 100 genotipe padi lokal terhadap kahat P berdasarkan parameter nilai relatif jumlah anakan dan bobot kering tanaman. SP = sangat peka (skor 9), P = peka (skor 7), S = sedang (skor 5), T = tahan (skor 3).

Re la ti f ju m la h a n ak an

Gambar

Tabel 1.  Hasil analisis tanah lokasi percobaan. Jasinga, MT 2007.
Tabel 3.  Rata-rata tinggi tanaman dan umur berbunga padi lokal pada dua perlakuan P.
Tabel 3.  Lanjutan.
Gambar 1.  Sebaran karakter tinggi tanaman dan umur berbunga pada perlakuan tanpa P (-P) dan dengan pemberian pupuk P (+P) sebagai  respon tingkat toleransi padi lokal terhadap kahat P.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Surat dapat diarsip apabila ada stempel “arsip” pada surat yang menyatakan surat sudah diterima yang bersangkutan dan dapat diarsipkan, hanya saja siswa kurang teliti

Kad marksistinė estetika turi tam tikrą dalį teorinių problemų, kurios gali būti sprendžiamos, interpretuojamos ir vertinamos pažinimo teorijos ir istorinio

nyagolásának szükségességéről, elképzelte, hogy milyen is lehet az úgynevezett „ideális” eset. Ő volt az, aki ezzel bevezette modellalkotást a

Data-logger yang dibuat oleh IbIKK TE USD dapat mengukur tegangan, arus, daya dan energi yang dihasilkan oleh kincir angin dalam jangka waktu tertentu.. Perangkat

ML : Melati Yulia Kusumasastuti, S.Farm., M.Sc... Obat Tradisional 1 Lab TIM

Pertama, kesiapan PT PAL Indonesia (Persero) untuk membangun kapal perang jenis PKR secara mandiri dilaksanakan dengan membandingkan hasil wawancara penelitian dengan

Prosiding Pertemuan Ilmiah (PI) ke XXXI Himpunan Fisika Indonesia (HFI) Jateng &amp; DIY ini berisikan makalah- makalah yang disajikan dalam Pertemuan dan

jenis hukuman lain yang dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya. Bahkan menurut abu hanifah , pelanggaran ringan yang dilakukan oleh seseorang berulang