• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. STANDART KOMPETENSI / CAPAIAN PEMBELAJARAN Mahasiswa memahami tentang konsep Pemasaran Jasa Boga. B. INDIKATOR CAPAIAN PEMBELAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. STANDART KOMPETENSI / CAPAIAN PEMBELAJARAN Mahasiswa memahami tentang konsep Pemasaran Jasa Boga. B. INDIKATOR CAPAIAN PEMBELAJARAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

A. STANDART KOMPETENSI / CAPAIAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa memahami tentang konsep Pemasaran Jasa Boga.

B.

INDIKATOR CAPAIAN PEMBELAJARAN

1.

Mahasiswa dapat Menjelaskan

Prinsip-prinsip Kateristik jasa

2. Mahasiswa dapat Menjelaskan Pengukuran kualitas jasa 3. Mahasiswa dapat menjelaskan harga Jual Produk. 4. Mahasiswa dapat Menjelaskan tingkat pelayanan. 5. Mahasiswa dapat Menjelaskan variety seeking

Ruang lingkup pemasaran tidak hanya

mencakup pada penghasilan produk yang

berwujud, tetapi juga produk tidak berwujud

seperti jasa. Industri jasa beraneka ragam

seperti pada hotel, jasa boga, penyewaan

ruangan untuk kantor dan sebagainya.

Banyak ahli pemasaran yang mengemukakan

definisi

jasa,

dimana masing-masing

berdasarkan pada sudut pandangnya

masing-masing. Menurut Kotler (2002:486) adalah :

Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang

dapat ditawarkan oleh satu pihak-pihak pada

pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud

dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Produknya dapat dikaitkan dengan suatu produk

fisik.

Menurut

Swastha

(2001:5),

mendefinisikan “Jasa adalah Semua aktivitas

ekonomi yang hasilnya tidak berupa produk

dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang

biasanya dikonsumsi pada saat yang sama

dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan

nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan,

hiburan,

kesenangan,

kesehatan)

atau

pemecahan

atas

masalah

yang

dihadapi

konsumen”.

Berdasakan kedua defnisi tersebut di atas

maka dapat ditarik kesimpulan dasar bahwa

produk jasa boga mempunyai karakteristik

tersendiri yaitu tidak berwujud dan tidak

mengakibatkan kepemilikan apa pun. Jasa yang

ditawarkan oleh perusahaan- perusahaan dapat

bersifat jasa murni atau jasa yang mengikat

pada produk fisik.

Selain itu jasa juga bersifat abstrak, tidak dapat

diraba, dirasa, dilihat, dicium, bahkan didengar

(

intangibility

), tidak dapat dipisahkan

(

inseparability

), bersifat variatif dalam bentuk,

kualitas dan jenis, dan tergantung dari siapa,

kapan, dan di mana jasa itu dihasilkan

(

variability

), serta tidak akan tahan lama

(2)

1. Karakteristik Jasa

Jasa sebagai suatu produk perusahaan

yang dapat ditawarkan memiliki karakteristik

yang berbeda Dari produk biasa. Jasa memiliki

beberapa

karakteristik

yang

mempengaruhi

program pemasarannya. Menurut Kotler (2002;

488-492) ada empat karakteristik Jasa yaitu:

1. Tidak Berwujud

(intangible)

Tidak seperti halnya produk fisik, Jasa tidak

dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau

dicium sebelum jasa itu dibeli.

2. Tidak Terpisahkan

(inseparability)

Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara

bersamaan.

Jika

seseorang

memberikan

pelayanan, maka penyediaannya merupakan

bagian dari jasa itu. Karena klien juga hadir

saat jasa itu dilakukan, interaksi penyedia

klien merupakan ciri khusus pemasaran jasa.

Baik penyedia maupun klien mempengaruhi

hasil jasa.

3. Bervariasi

(variability)

Karena tergantung pada siapa yang menyediakan

serta kapan dan dimana jasa itu diberikan, jasa

sangat bervariasi.

4. Mudah Lenyap

(perishability)

Jasa tidak bisa disimpan. Sifat jasa mudah

lenyap

(perishability)

tidak menjadi masalah bila

permintaan tetap.

2. Pengukuran Kualitas Jasa

Kualitas jasa dipengaruhi dua variabel,

menurut Rangkuti (2002: 21) kedua variabel

tersebut yaitu jasa yang dirasakan (

perceived

service

) dan jasa yang diharapkan (

expected

service

). Pengukuran kualitas jasa lebih sulit

dibandingkan dengan mengukur kualitas produk

nyata, sebab atribut yang melekat pada jasa tidak

mudah untuk diidentifikasi. Menurut Tjiptono

(2002: 97) langkah-langkah yang harus diambil

dalam mengukur kualitas jasa adalah:

1. Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini

menyangkut variabel yang digunakan untuk

mengukur kualitas jasa

2. Perangkat standar kualitas jasa yang bisa diukur.

Kualitas jasa yang dimaksud adalah menyangkut

tentang standar atau instrument kualitas jasa yang

bisa digunakan untuk mengukur variabel.

Leonard L Berry, A Parasuraman dan

Valerie A Zeithaml dalam Rangkuti (2002:22)

mengidentifikasi lima kesenjangan (gap) yang

menyebabkan kegagalan penyampaian jasa,

yaitu:

1. Kesenjangan tingkat harapan konsumen dan

persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak

manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat

merasakan atau memahami secara tepat apa

yang

diinginkan

oleh

para

pelanggannya.Akibatnya

manajemen

tidak

mengetahui

bagaimana

produk-produk

jasa

didesain dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa

saja yang diinginkan oleh konsumen.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan

spesifikasi

kualitas

jasa.

Kadang

kala

manajemen mampu memahami secara tepat apa

yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka

tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal

ini dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak

adanya komitmen total manajemen terhadap

kualitas jasa, kurangnya sumber daya, atau karena

adanya kelebihan permintaan.

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa

dan penyampaian jasa. Ada beberapa

penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya

karyawan kurang terlatih, beban kerja yang

melampaui batas, ketidak mampuan memenuhi

standar

kerja,

atau

bahkan

ketidakmauan

memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

4. Kesenjangan

antara penyampaian jasa

komunikasi

eksternal.

Seringkali

tingkat

kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan

dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh

perusahaan.

Resiko

yang

dihadapi

oleh

perusahaan apabila janji tidak dipenuhi akan

menyebabkan persepsi negatif terhadap kualitas

jasa perusahaan.

(3)

5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa

yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila

pelanggan mengukur kinerja atau persepsi

perusahaan dengan cara yang berbeda, atau bila

pelanggan keliru mempersepsikan kualitas

jasa tersebut.

3. Harga

Definisi Harga

Harga merupakan salah satu faktor yang

harus dikendalikan secara serasi dan selaras

dengan

tujuan

yang

ingin

dicapai

oleh

perusahaan. Segala keputusan yang bersangkutan

dengan harga akan sangat mempengaruhi

beberapa aspek kegiatan suatu usaha, baik

yang berkaitan dengan kegiatan penjualan,

ataupun aspek keuntungan yang ingin dicapai

oleh

suatu

usaha.

Ini

berarti,

harga

menggambarkan nilai uang sebuah barang dan

jasa.

Dalam arti yang paling sempit harga

adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas

barang atau jasa. Dalam arti yang lebih luas,

harga

adalah

jumlah

semua

nilai yang

konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan

manfaat dari memiliki atau menggunakan

barang atau jasa (Kotler&Armstrong, 2003:430).

Menurut Simamora (2001:31) harga adalah

sejumlah

nilai

yang

dipertukarkan

untuk

memperoleh suatu produk. Biasanya, harga

dihitung dengan nilai uang.

Rao menyatakan dalam Peter dan Olson

(2000:220) dampak dari perubahan harga lebih

segera dan langsung dirasakan, dan daya tarik

yang didasarkan pada harga adalah yang paling

mudah

dikomunikasikan

kepada

pembeli

potensial. Namun demikian, pesaing juga dapat

bereaksi dengan lebih mudah terhadap daya tarik

yang didasarakan pada harga ketimbang yang

didasarkan pada citra dan manfaat produk.

a. Langkah-Langkah Penetapan Harga

Dalam

menetapkan

harga

seorang

pemasar harus melakukan analisis terhadap

sejumlah variabel finansial dan non finansial,

menempatkan variabel-variabel tersebut dalam

konteks lingkungan bisnis secara keseluruhan dan

menggunakan pengalaman sebagai masukan.

Menurut

Bovee

et

al.

dalam

Simamora

(2001:202) penetapan harga meliputi

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Analisis keadaan pasar

Aspek paling penting dari analisis ini adalah

memahami hubungan permintaan dan harga.

Dalam beberapa kasus, perubahan harga dapat

memberikan pengaruh besar terhadap permintaan.

Tetapi ada kalanya perubahan harga tidak

mempengaruhi permintaan.

2. Indentifikasi faktor-faktor pembatas

Faktor pembatas adalah faktor yang membatasi

keleluasaan perusahaan dalam menetapkan harga.

Biaya mengurangi keleluasaan perusahaan dalam

menetapkan harga rendah. Persaingan, persepsi

konsumen, dan peraturan pemerintah juga tidak

dapat diabaikan.

3. Tetapkan sasaran

Satu sasaran paling umum adalah memperoleh

keuntungan. Untuk itu, harga harus lebih tinggi

dari biaya rata-rata. Tinggi rendahnya harga

tergantung sasarannya, apakah untuk mematikan

pesaing, meraih pangsapasar, cuci gudang dan

(4)

lain-lain. Sasaran dapat berubah dari waktu ke

waktu, karena itu harga juga bisa berubah.

4. Analisis potensi keuntungan

Apapun sasarannya, perusahaan perlu

mengetahui berapa keuntungan atau kerugian

dari setiap alternatif harga. Harga, permintaan,

biaya, dan keuntungan adalah aspek-aspek yang

berhubungan erat. Dari analisis pasar dibuat

skenario jumlah permintaan pada tingkat harga

yang berbeda-beda. Selanjutnya lakukan analisis

potensi keuntungan.

5. Tentukan harga awal

Harga awal adalah harga bagi produk baru

pertama kali diluncurkan. Penetapan harga awal

dipelajari dari akumulasi pengalaman.

6. Kelola harga

Lingkungan selalu berubah sehingga harga juga

harus disesuaikan. Berapa besar harga dinaikkan

atau diturunkan, bagaimana caranya, kapan

dilakukan, itulah yang perlu dilakukan dalam

pengelolaan harga dari waktu ke waktu.

b. Tujuan Penetapan Harga

Menurut Tjiptono (2002:152-153), pada

dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan

harga:

1. Tujuan berorientasi pada laba

Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa

setiap perusahaan selalu memilih harga yang

dapat menghasilkan laba yang paling tinggi.

Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimasi laba.

2. Tujuan beroerintasi pada volume

Tujuan berorientasi pada volume tertentu atau

yang biasa dikenal dengan istilah

volume pricing

objectives

. Harga ditetapkan sedemikian rupa

agar dapat mencapai target volume penjualan

(dalam ton, kg, unit, m3, dan lain-lain), nilai

penjualan (Rp) atau pangsa pasar.

3. Tujuan beroerientasi pada citra

Citra (

image

) suatu perusahaan dapat dibentuk

melalui strategi penetapan harga. Perusahaan

dapat menetapkan harga tinggi untuk

membentuk atau mempertahankan citra

prestisius. Sementara itu harga rendah dapat

digunakan untuk membentuk citra nilai

tertentu (

image of value

), misalnya, dengan

memberikan

jaminan

bahwa

harganya

merupakan harga yang terendah di suatu

wilayah tertentu.

Pada

hakikatnya,

baik

penetapan

harga

tinggi

maupun rendah

bertujuan

untuk

meningkatkan

persepsi

konsumen terhadap keseluruhan bauran produk

yang ditawarkan perusahaan.

4. Tujuan stabilitas harga

Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif

terhadap

harga,

bila

suatu

perusahaan

menurunkan harganya, maka para pesaingnya

harus menurunkan harga mereka. Kondisi seperti

ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi

harga dalam industri-industri tertentu yang

produknya

sangat

terstandarisasi.

Tujuan

stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan

harga untuk mempertahankan hubungan yang

stabil antara harga suatu perusahaan dan harga

pimpinan industri (

industry leader

).

5. Tujuan lain-lainnya

Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan

mencegah masuknya pesaing, mempertahankan

loyalitas pelanggan, mendukung penjualan

ulang, atau menghindari campur tangan

pemerintah, serta merangsang permintaan.

4. Produk

Produk

adalah segala

sesuatu yang

dapat

atau

mampu

ditawarkan

produsen

untuk diminta,

dicari, dibeli,

digunakan

atau

dikonsumsi

pasar sebagai pemenuhan kebutuhan dan

keinginannya (Budiarto 1993). Produk-produk

yang dapat dipasarkan meliputi barang fisik

(misalnya mobil, pakaian, buku), jasa (misalnya

konsultan gizi), orang (misalnya Michael

Jordan), tempat (misalnya Bukit Tinggi, Bali),

organisasi (misalnya yayasan kanker), dan ide

(misalnya keluarga berencana).

Tingkatan Produk

Pemasar

dalam

merencanakan

penawaran pasar atau produk maka harus

memikirkan lima tingkatan produk (Zainal

1996). Masing-masing tingkatan produk pada

hakekatnya mencerminkan tingkatan kebutuhan

konsumen. Adapun tingkatan-tingkatan produk

tersebut adalah sebagai berikut:

(5)

1. Tingkatan pertama : produk utama

Yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan

akan dikonsumsi oleh pembeli dari setiap

produk. Misalnya, dalam hal katering

pelanggan membeli makanan.

2. Tingkatan kedua : produk generik

Yaitu merubah manfaat utama menjadi produk

generik, yaitu versi dasar dari produk tersebut.

Misalnya, katering tidak hanya terdiri dari

makanan yang disajikan tetapi juga ada dekorasi

yang menyertainya.

3. Tingkatan ketiga : produk harapan

Yaitu satu set atribut dan persyaratan yang

biasanya diharapkan dan disetujui pembeli

ketika membeli produk tertentu. Misalnya,

dalam

katering

pelanggan

mengharapkan

makanan yang enak dan cukup, dan dekorasi

yang indah.

4. Tingkatan keempat : produk pelengkap

Yaitu meliputi tambahan manfaat yang akan

membedakannya dari produk yang dihasilkan

oleh pesaing. Misalnya, katering menawarkan

pelayanan yang baik, memberikan bonus gubuk,

dekorasi dengan bunga-bunga yang segar dan

meriah. Pada saat sekarang ini,

persaingan terjadi pada tingkat

produk

pelengkap

(tambahan).

Menurut Levitt diacu dalam Zainal

(1996),

persaingan

sekarang

bukanlah

antara

apa

yang

diproduksi

perusahaan

dalam

pabrik- pabriknya, tetapi antara apa

yang mereka tambahkan pada hasil

pabrik tersebut

dalam

bentuk

pengemasan, iklan, konsultan bagi

pelanggan, pendanaan, pengiriman,

pergudangan, dan hal-hal lainnya

yang dianggap penting.

5. Tingkatan kelima : produk

potensial

Yaitu

kondisi

produk

yang

mempunyai

peluang

dan

dipersiapkan untuk dikembangkan di masa

depan.

5.

Tingkat Pelayanan

Definisi Pelayanan

Dalam manajemen pemasaran, layanan

masuk dalam manajemen pemasaran jasa karena

tidak dapat diraba, dibawa dan hanya dapat

dirasakan oleh seorang konsumen yang

mendapatkannya dari penyedia layanan. Untuk

mendapatkan hati dari konsumen atau pelanggan,

sebuah perusahaan harus menyediakan dan

melayani konsumennya dengan baik dan

tentunya memuaskan. Oleh karena itu, dalam

melayani

konsumen,

perusahaan

harus

mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan

berorientasi pada layanan yang akan diberikan.

Menurut Tjiptono (2002:59) menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan pelayanan adalah:

“Seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan

harapan pelanggan atas layanan yang mereka

terima

atau

peroleh.”

Menurut

Hasibuan

(2006:152) menyatakan “Pelayanan adalah

kegiatan pemberian jasa suatu pihak kepada

pihak lainnya.” Pelayanan yang baik adalah

pelayanan yang dilakukan secara ramah tamah,

adil, cepat, tepat dalam etika yang baik sehingga

memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi yang

menerimanya.

Menurut

Kotler

(2002:83)

definisi

pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan

yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak

kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak

berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan

apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak

dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan

(6)

merupakan perilaku produsen dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen

demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu

sendiri. Kotler juga mengatakan bahwa

perilaku tersebut dapat terjadi pada saat,

sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada

umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan

menghasilkan kepuasan yang tinggi serta

pembelian ulang yang lebih sering.

Karakteristik Pelayanan Jasa

Menurut Tjiptono, ada empat karakteristik

pokok pelayanan jasa yang membedakannya

dengan barang , yaitu :

1.

Intangibility :

tidak ada bentuk fisiknya sehingga

tidak dapat dilihat, oleh karena itu pemasar

menggunakan sejumlah alat untuk membuktikan

kualitas pelayanan jasa yang ditawarkan.

2. Inseparability :

pelayanan jasa yang dijual

tidak terpisahkan dari orang yang

memasarkan.Pelayanan jasa diproduksi dan

dikonsumsi pada saat yang bersamaan.

Service provider

(penyedia jasa) dan

customer

(pelanggan) akan bertemu secara

langsung maupun tidak langsung sehingga hal ini

mempengaruhi kualitas pelayanan jasa dan karena

itu pula tidak dapat distandarisasi.

3.

Variability :

pelayanan jasa yang beragam

sangat tergantung siapa yang menyajikan, oleh

karena itu untuk dapat mengendalikan

kualitas, pemilik salon melakukan seleksi yang

ketat dan pelatihan yang tersistem bagi SDM-

nya, menstandarisasi proses kinerja pelayanan

jasa di salonnya, memonitor kepuasan pelanggan

melalui survei atau kotak saran.

4.

Perishability :

Karena sifatnya yang tidak dapat

disimpan, maka pemilik salon harus mampu

menjaga kontinuitas pelayanan yang ektra.

Bentuk-Bentuk Pelayanan

Pelayanan

itu

sangat

diperlukan dalam memasarkan produk

dan jasa-jasa salon. Bila pekerja salon

bersikap

baik

pada

pelanggan,

diharapkan

pelanggan

akan

datang

kembali untuk menyalurkan aktivitasnya

di salon.

Hal

ini terjadi

karena

kebutuhannya terpenuhi dan mendapat

perlakuan yang menyenangkan. Menurut

Moenir (2000:190-197) terdapat dua

bentuk

pelayanan,

yaitu

pelayanan

umum dan pelayanan teknis. Adapun

bentuk pelayanan umum ada tiga macam yaitu :

1. Pelayanan dengan lisan

Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas di

bidang Hubungan Masyarakat (HUMAS) bidang

layanan informasi dan bidang-bidang lain yang

tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan

kepada siapapun yang memerlukan, agar supaya

layanan lisan berhasil sesuai dengan yang

diharapkan.

2. Pelayanan yang berbentuk tulisan

Pelayanan melalui tulisan merupakan bentuk

pelayanan yang paling sering digunakan dalam

pelaksanaan tugas, tidak hanya dari segi tugas

maupun peranannya. Pada dasarnya layanan

berbentuk tulisan cukup efesien terutama bagi

layanan jarak jauh karena factor biaya. Agar

pelayanan dalam bentuk tulisan dapat

memuaskan pihak yang dilayani, ada

hal-hal yang harus diperhatikan yaitu kecepatan

dalam hal pengolahan masalah maupun dalam

bentuk proses penyelesaian. Pelayanan yang

berupa petunjuk, informasi dan yang sejenisnya

ditujukan pada orang-orang yang berkepentungan,

agar memudahkan mereka dalam berurusan

dengan instansi atau lembaga, kedua layanan

berupa reaksi tertulis atau permohonan laporan,

keluhan, penyerahan, pemberitahuan dan

lain-lain.

3. Pelayanan dalam bentuk perbuatan

Pada umumnya pelayanan perbuatan lebih

banyak dilakukan oleh petugas- petugas di

tingkat menengah dan bawah. Karena itu

keterampilan dan keahlian para petugas tersebut

sangat

menentukan

terhadap

hasil

suatu

pekerjaan. Dalam kenyataan sehari-hari layanan

ini tidak terhindar dari pelayanan lisan, hanya

titik berat terletak pada perbuatan itu sendiri. Jadi

tujuan utama orang yang berkepentingan ialah

(7)

mendapatkan pelayanan dalam perbuatan dan

hasilnya

bukan

sekedar

penjelasan

dan

kesanggupan secara lisan.

Adapun bentuk pelayanan teknis ada 4 macam,

yaitu

1. Tingkah laku yang sopan

Sudah menjadi norma masyarakat bahwa sopan

santun merupakan suatu bentuk penghargaan atau

penghormatan kepada orang lain. Dengan sopan

santun orang merasa dihormati dan dihargai

sebagaimana

layaknya

dalam

hubungan

kemanusiaan, dan dengan demikian sudah

merupakan

kepuasan

tersendiri

bagi

yang

bersangkutan.

2. Cara penyampaian

Cara

penyampaian

sesuatu

hendaknya

memperhatikan prinsip sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Hal ini menghindari penyampaian

yang menyimpang, sehingga memungkinkan

petugas berbuat peyimpangan lebih jauh.

3. Waktu penyampaian

Waktu penyampaian surat-surat atau dokumen

sebagai produk dari penyampaian hasil olahan

yang tepat, sangat didambakan oleh setiap orang

yang mempunyai permasahan.

4. Keramahtamahan

Mengenai keramahtamahan ini hanya ada dalam

layanan lisan, baik berhadapan maupun melalui

hubungan telepon. Soal keramahtamahan ini

sudah cukup disadari dan diketahui oleh orang

banyak, sehingga tidak perlu diulas panjang lebar.

Variety Seeking

Definisi

Variety Seeking

Variety Seeking

telah diidentifikasikan

sebagai faktor yang mempengaruhi perpindahan

merek.

Variety Seeking

pada suatu kategori

produk atau jasa oleh konsumen merupakan

suatu sikap konsumen yang ingin mencoba

produk atau jasa baru yang baru muncul di pasar

yang belum dicobanya dan memuaskan rasa

penasarannya terhadap produk atau jasa lain.

Konsumen yang melakukan variasi disebabkan

oleh kebutuhan mereka untuk variasi, konsumen

dengan kebutuhan yang tinggi untuk variasi akan

lebih mudah dalam mencari variasi lain.

Konsumen yang mencari variasi diasumsikan

tidak memperoleh manfaat apapun dari kebiasaan

(pengulangan)

pembelian

yang

dilakukan.

(Sivakumaran dan Kannan, 2002:78)

Menurut Peter dan Olson dalam Gusti

(2010:27)

Variety seeking

adalah komitmen

secara sadar untuk membeli merek lain karena

terdorong untuk terlibat atau mencoba hal-hal

baru, rasa ingin tahu dengan hal-hal baru,

kesenangan baru, atau untuk mengatasi masalah

kejenuhan terhadap hal yang lama atau biasanya.

Menurut Junaidi dan Dharmmesta

dalam Gusti (2010:27) menunjukkan bahwa

kebutuhan mencari variasi baru terhadap

sebuah produk atau jasa sebagai akibat dari

inovasi produk atau jasa yang terlambat. Selain

itu, juga diungkapkan bahwa kebutuhan mencari

variasi ini terus terjadi lagi di pasar, dengan

banyak ditemukan produk atau jasa sejenis yang

seimbang dengan produk yang ditawarkan

perusahaan.

Konsumen

terkadang

membuat

pilihan yang bervariasi bahkan pada saat dimana

satu alternatif pilihan yang mendominasi.

Faktor-faktor yang Mendukung kegiatan

Variety Seeking

Junaidi dan Dharmmesta dalam Gusti

(2010:28) juga menambahkan bahwa kebutuhan

mencari variasi ini muncul karena didukung

oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Persaingan yang ketat antara produk sejenis,

sehingga setiap produk mempropagandakan untuk

menjadi yang terbaik. Kondisi ini tentunya

memungkinkan untuk mempengaruhi konsumen

cenderung mencoba.

2. Kualitas produk mengalami penurunan. Penurunan

kinerja sebuah produk mendorong konsumen

untuk mencari dan mencoba produk-produk baru

yang dimingkinkan mampu memberikan sebuah

kepuasan.

3. Karakteristik alamiah konsumen. Karakteristik

konsumen adalah berbeda. Suatu kelompok

konsumen dimungkinkan mempunyai prilaku

untuk selalu mencari dan mencmencari dan

mencoba-coba hal baru, meskipun prouk yang

telah dikonsumsinya juga mampu memberikan

sebuah kepuasan.

2.4.3 Metode Mengidentifikasi Kebutuhan

Variety Seeking

Dalam

mengidentifikasi

kebutuhan

mencari variasi, metode untuk mengetahui

kebutuhan dalam keputusan

variety seeking

tersebut dijabarkan

lebih

konkrit kedalam

sejumlah

konstruk

yang

disebut

sebagai

Exploratory Acquisition of Product

(EAP) yang

telah disesuaikan sebagai berikut (Van Trijp

dalam Schiffman dan Hanuk,

2007:115):

(8)

2. Merasa tertantang jika memesan merek yang

belum familiar.

3. Meskipun menyukai merek tertentu, namun

sering menc

oba merek baru.

4. Tidak khawatir mencoba merek baru atau

berbeda.

5. Jika merek produk tersedia dalam sejumlah

variasi, pasti akan mencobanya.

Menikmati peluang membeli merek yang tidak

familiar

demi

mendapatkan

variasi

dalam

pembelian.

Perilaku Beralih

Menurut Dharmesta (2002:82), “

switching

behaviour

adalah perilaku beralih yang dilakukan

konsumen karena beberapa alasan tertentu atau

diartikan juga sebagai kerentanan konsumen

untuk berpindah

ke jasa lain”. Penilaian

konsumen terhadap suatu produk atau jasa dapat

timbul dari berbagai variabel, seperti pengalaman

konsumen terhadap produk sebelumnya dan

pengetahuan

konsumen

tentang

produk.

Pengalaman konsumen dalam memakai

produk dapat memunculkan komitmen

terhadap merek produk tersebut.

Pencarian merek lain dapat dilakukan

konsumen dengan mendapatkan informasi

melalui media cetak, media audio ataupun melalui

interpersonal, dimana tujuan akhirnya adalah

perilaku untuk berpindah (Dharmesta, 2002:83).

Seperti yang diungkapan Schifman dan Kanuk

(2007:112), bahwa tidak semua pelanggan itu

setia,

beberapa

dari

pelanggan

melakukan

peralihan

(

switching

behaviour

) disebabkan

karena

ketidakpuasan

pelanggan

terhadap

produk

yang

sudah

dibeli, layanan yang tidak

memuaskan atau hanya

karena bosan. Diehl dan

Gilman (1999) meneliti

hubungan umur dengan

perilaku

berpindah

pelanggan, menyimpulkan

bahwa:

1. Pelanggan lebih muda

memiliki

kecendrungan

berpindah

lebih

tinggi

daripada pelanggan lebih

tua

2. Pelanggan yang

sebelumnya

pernah

berpindah,

cenderung

lebih mudah pindah

3. Loyalitas yang paling kuat disebabkan oleh

penggunaan yang telah lama dan

image

perusahaan

Salah satu perilaku konsumen yang

tidak puas atau kecewa akibat dari persepsi

negatif atas kualitas layanan yang diterima

adalah berpindahnya konsumen ke penyedia jasa

lainnya. Secara persis apa saja penyebabnya,

hanya konsumen yang tahu. Namun Keaveney

(2001:112) mengelompokkan perilaku

berpindahnya konsumen dalam industri jasa

sebagai berikut :

1.

Pricing

(pemberian harga)

Faktor

pricing

(pemberian harga) menyebabkan

konsumen beralih pada penyedia jasa lain karena

harga yang dirasakan tidak dapat memberikan

manfaat yang sesuai harapannya.

2.

Inconvenience

(ketidaknyaman)

Untuk

inconvenience

(ketidaknyaman) merupakan

penyebab berpindahnya konsumen karena lokasi

penyedia jasa yang tidak mudah dijangkau,

kenyamanan ruang, dan waktu menunggu untuk

dilayani.

(9)

3.

Core service failures

(kegagalan pemberian

jasa inti)

Core service failures

(kegagalan pemberian jasa

inti) merupakan penyebab kepindahan konsumen

karena kesalahan ataupun masalah teknis pada

jasa yang

ditawarkan kepada konsumen. Hal ini dapat

terjadi bila konsumen menderita kerugian

karena terjadi kekeliruan karyawan.

4.

Service encounter failures

(kegagalan

pelayanan jasa inti)

Service encounter failures

(kegagalan

pelayanan jasa inti) merupakan berpindahnya

konsumen disebabkan oleh kegagalan pelayanan

jasa inti ini. Penyebabnya karena sikap

karyawan yang antara lain kurang perhatian,

tidak sopan, tidak tanggap, dan kurang menguasai

lingkup pekerjaannya.

5.

Employee response to failed service

(tanggapan karyawan atas kegagalan jasa)

Employee response to failed service

(tanggapan

karyawan

atas kegagalan

jasa) merupakan

terjadinya perpindahan konsumen karena

kegagalan perusahaan penyedia jasa dalam

menangani keluhan konsumen.

6.

Attraction by competitor

(kemenarikan

pesaing)

Attraction by competitor

(kemenarikan

pesaing) merupakan perpindahan konsumen

karena kemenarikan perusahaan penyedia jasa

yang lain dibandingkan dengan perusahaan

penyedia jasa sebelumnya yang menyebabkan

ketidakpuasannya.

7.

Ethical problems

(masalah etika)

Ethical problems

(masalah etika) merupakan

masalah yang berhubungan dengan moral,

ketidakamanan, ketidaksehatan ataupun masalah

perilaku yang berhubungan norma-norma sosial.

8.

Involuntary switching

(berpindah tidak

sengaja)

Involuntary switching

(berpindah tidak sengaja)

terjadi karena faktor diluar kemampuan konsumen

maupun perusahaan penyedia jasa, seperti

pindahnya tempat perusahaan penyedia jasa,

ataupun pindahnya tempat tinggal konsumen.

(10)

KESIMPULAN

Pemasaran tidak hanya mencakup pada penghasilan produk yang berwujud, tetapi juga produk

tidak berwujud seperti jasa. Industri jasa beraneka ragam seperti pada hotel, jasa boga,

penyewaan ruangan untuk kantor dan sebagainya. Banyak ahli pemasaran yang

mengemukakan definisi jasa, dimana masing-masing berdasarkan pada sudut pandangnya

masing-masing.

SOAL

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan tepat.

1.

Jelaskan konsep pemasaran usaha Jasa Boga?

2.

Jelaskan prinsip-prinsip kateristik jasa dan pengukuran kualitas jasa?

3.

Bagaimanakah cara menentukan harga Jual Produk dalam pengelolaan usaha jasa

boga?

4.

Jelaskan pengukuran tingkat pelayanan konsumen dan strategi apa saja untuk

pelayanan prima?

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengolahan yang diperoleh dari program pengenalan pola kNN untuk telepon seluler Sony Ericsson dengan frame tidak terpenuhi oleh citra telapak tangan

Kepala Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disebut Kepala Dinas Bintal dan Kesos adalah Kepala Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan

Perhitungan dengan memperhatikan gaji awal, lamanya bekerja, tingkat kenaikan gaji dan fungsi bunga, dapat dihitung manfaat yang akan diterima dan biaya tambahan yang

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dalam tugas akhir ini akan dilakukan penelitian terhadap peramalan beban listrik jangka pendek yang

Yang terlihat dari zona jernih atau adanya Plaque yang terbentuk di dalam media Luria Bertani yang telah diinokulasi sampel dan bakteri E.coli.... MATERI DAN CARA

Berdasarkan hasil penilaian dan pembahasan yang telah dilaksanakan pada siswa kelas XII Tata Kecantikan Rambut SMK Negeri 2 Ngawi, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran

Kreatin kinase (CK) atau juga dikenal dengan nama kreatin fosfokinase (CPK) Kreatin kinase (CK) atau juga dikenal dengan nama kreatin fosfokinase (CPK) merupakan enzim yang