• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta FLORENTINA INOQ NPM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta FLORENTINA INOQ NPM."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG RESTRAIN DENGAN TINDAKAN PEMASANGAN RESTRAIN PADA PASIEN

DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF (UPI) RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

FLORENTINA INOQ NPM. 2212129

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)

i

HALAMAN JUDUL

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG RESTRAIN DENGAN TINDAKAN PEMASANGAN RESTRAIN PADA PASIEN

DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF (UPI) RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

FLORENTINA INOQ NPM. 2212129

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat-Nya sehingga peneliti menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Restrain dengan Tindakan Pemasangan Restrain pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan di Unit Perawatan Intensif (UPI) Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta”.

Skripsi ini telah diselesaikan, atas bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kuswanto Hardjo, dr,. M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.MB selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

3. Ngatoiatu Rahmani, S.Kep.,Ns.,MNS selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, dan arahan kepada peneliti.

4. Puji Sutarjo S.Kep.,Ns.,MPH selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dan arahan kepada peneliti.

5. Fajriyati Nur Azizah, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.,Kep.J selaku penguji skripsi atas masukan dan sarannya kepada peneliti.

6. Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan tempatnya untuk peneliti melakukan penelitian.

7. Perawat UPI dan IGD yang telah menjadi responden dan membantu peneliti dalam pengisian kuesioner.

8. Semua pihak yang sudah ikut serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, peneliti ucapkan terimakasih.

(6)

v

Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi pembaca dan diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai perkembangan pada keperawatan jiwa.

Yogyakarta, Oktober 2017

(7)

vi

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB I PENDAHULUAN……… 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah. ... 6 C. Tujuan Penelitian.. ... 6 D. Manfaat Penelitian ... 7 E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 10

A. Pengetahuan... 10

B. Perilaku kekerasan... 15

C. Restrain... 19

D. Standar Prosedur Operasional (SPO) Melakukan Fiksasi... 22

E. Landasan Teori... 24

F. Kerangka Teori... 26

G. Kerangka Konsep... 27

H. Hipotesis... 27

BAB III METODE PENELITIAN………….……… 28

A. Rancangan Penelitian dan Jenis ... 28

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

C. Populasi dan Sampel ... 28

D. Variabel Penelitian ... 29

E. Definisi Operasional... 30

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 31

G. Validitas dan Reliabilitas... 33

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36

I. Etika Penelitian ... 38

J. Pelaksanaan Penelitian ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 43

A. Gambaran Lokasi Penelitian... 43

(8)

vii

C. Analisis Univariat... 46

D. Pembahasan... 47

E. Keterbatasan Penelitian... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan... 56

B. Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1.1. Bobot Kejadian dari Restrain... 4

Tabel 3.1. Definisi Operasional... 30

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Kuesioner Pengetahuan Perawat... 32

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Lembar Observasi Tindakan Pemasangan... 32

Tabel 3.4. Kategori Karakteristik Responden... 36

Tabel 4.1. Karakteristik Responden di UPI dan IGD... 44

Tabel 4.2. Pengetahuan Perawat Tentang Restrain di UPI dan IGD... 45

Tabel 4.3. Tindakan Pemasangan Restrain di UPI dan IGD... 46

Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Pemasangan Restrain di Unit Perawatan Intensif (UPI)... 46

Tabel 4.5. Frekuensi dan Persentase Kuesioner Pengetahuan... 50

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1. Rentang Respon Marah... 16

Gambar 2.2. Rentang Intervensi... 19

Gambar 2.3. Kerangka Teori ... 26

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pertanyaan Kesediaan Responden Lampiran 2 Data Demografi Perawat

Lampiran 3 Hasil Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan Perawat

Lampiran 4 Hasil Validitas dan Relibialitas CVI Tindakan Pemasangan Restrain Lampiran 5 Data Diri Expert

Lampiran 6 Lembar Kuesioner Pengetahuan Perawat

Lampiran 7 Lembar Observasi Tindakan Pemasangan Restrain Lampiran 8 Lembar Kegiatan Bimbingan

Lampiran 9 Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 10 Surat Izin Uji Valid

Lampiran 11 Keterangan Persetujuan Etik Lampiran 12 Surat Izin Penelitian

(12)

xi

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG RESTRAIN DENGAN TINDAKAN PEMASANGAN RESTRAIN PADA PASIEN

DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF (UPI) RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Florentina Inoq1, Ngatoiatu Rahmani2, Puji Sutarjo3

INTISARI

Latar Belakang : Salah satu strategi pengekangan atau manajemen krisis dalam penanganan pasien perilaku kekerasan yang sering digunakan di rumah sakit jiwa adalah restrain. Restrain merupakan tindakan langsung menggunakan kekuatan fisik pada individu yang bertujuan untuk membatasi kebebasan dalam bergerak. Tindakan restrain harus dilakukan perawat sesuai prosedur yang tepat agar tidak menimbulkan efek yang dapat merugikan pasien.

Tujuan : Mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang restrain dengan tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan di Unit Perawatan Intensif (UPI) Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.

Metode : Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan teknik total sampling yaitu 27 perawat di UPI wanita dan IGD. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisa data menggunakan uji Fisher’s Exact.

Hasil : Mayoritas tingkat pengetahuan perawat dalam kategori baik sebanyak 24 perawat (88,9%). Sebagian besar perawat melakukan tindakan pemasangan restrain sesuai SOP sebanyak 19 perawat (70,4%). Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan dengan nilai p = 0,019 dan contigency coefficient C = 0,478.

Kesimpulan : Ada hubungan signifikan antara pengetahuan perawat tentang restrain dengan tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan.

Kata kunci : Pengetahuan Perawat, Restrain, Perilaku Kekerasan

1 Mahasiswa PSIK Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2 Dosen PSIK Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

(13)

xii

ABSTRACT

THE CORELLATION BETWEEN NURSE’S KNOWLEDGE ABOUT RESTRAINT AND ABOUT RESTRAINT APPLICATION IN PATIENT AND VIOLENT BEHAVIOR IN INYENSIVE CARE UNIT OF GRHASIA

MENTAL HOSPITAL OF YOGYAKARTA

Florentina Inoq1, Ngatoiatu Rahmani2, Puji Sutarjo3

Background: One of methods to restrict or critical management for patients with violent behavior in a mental hospital is restraint. Restraint is a direct intervention by using individual physical strength to restrict someone's freedom to move certain body parts. Restraint has to be carried out with proper procedure to prevent any harmful effect on a patient.

Objective: To identify The Correlation between Nurse's Knowledge about Restraint and about Restraint Application in Patient and Violent Behavior in Intensive Care Unit of Grhasia Mental Hospital of Yogyakarta

Method: The type of this study was descriptive and correlational with cross sectional approach. Samples were selected through total sampling technique as many as 27 nurses in Intensive Care Unit for Female and Emergency Installation Ward. Data compilation applied questionnairre and observational sheet. Data analysis applied Fisher's Exact test formula.

Result: Most of nurse's knowledge was in good category as many as 24 nurses (88,9%). Most of nurses carried out restraint application in conformity with Standard Operational Procedur as many as 19 nurses (70,4%). The result of Fisher's Exact test found out significant correlation between Nurse's Knowledge and Restraint Application in Patient with Violent Behavior with p value of 0,019 and contingency coefficient of C = 0,478.

Conclusion: There were significant correlations between Nurse's Knowledge about restrain and Restraint Application in Patient with violent behavior.

Keywords: Nurse's Knowledge, Restraint, Violent Behavior

1 Student of Nursing Science Study Program of Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

2 Lecturer of Nursing Science Study Program of Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama, baik di negara maju maupun negara berkembang. Gangguan jiwa tidak hanya dianggap sebagai gangguan menyebabkan kematian secara langsung, namun juga menimbulkan ketidakmampuan individu untuk berperilaku tidak produktif (Hawari, 2009). Gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental, emosional, pikiran, kemauan, psikomotori dan verbal, adanya gejala klinis, yang disertai oleh penderitaaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistik individu (Suliswati, 2005).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) jumlah penderita gangguan jiwa di dunia adalah 450 juta jiwa. Satu dari empat keluarga sedikitnya mempunyai seorang dari anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010), menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa yang terdiri dari pasien dengan risiko perilaku kekerasan (Wirnata, 2012). Prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dan RISKESDAS (2013), prevalensi gangguan jiwa berat paling banyak berada di provinsi DKI Jakarta dengan persentase 1,1%. Sedangkan Yogyakarta menduduki posisi ke 4 dengan persentase 2,2%. Banyaknya gangguan jiwa yang ditangani di Kabupaten Sleman pada tahun 2012 sebanyak 1,8% (Dinkes Sleman, 2013).

Salah satu diagnosa gangguan jiwa yaitu perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Muhith, 2015). Perilaku kekerasan ditandai dengan tangan mengepal,

(15)

2

mata melotot, pandangan tajam, bicara keras dan kasar yang dapat mengakibatkan tindakan membahayakan baik diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Menurut Marni, (2015) kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresif (aggressive behavior) yang menyakiti dan menyebabkan penderitaan orang lain, hewan atau benda di sekitarnya.

Selain membahayakan diri sendiri, perilaku kekerasan juga berimbas pada perawat sebagai petugas kesehatan. Penelitian Ellita, dkk (2011), menunjukkan kekerasan fisik yang dilakukan pasien pada diri sendiri (84%) merupakan bentuk perilaku kekerasan yang paling sering terjadi di ruang rawat inap jiwa. Kemudian diikuti dengan kekerasan berupa ancaman fisik kepada perawat (77%) dan kekerasan verbal (70%). Selanjutnya, penelitian menurut Witodjo dan Widodo (2008) di Rumah Sakit Jiwa Surakarta angka kejadian perilaku kekerasan di Ruang Kresna tahun 2004 sebesar 15% atau 43 klien.

Menurut Stuart dan Laraia (2005), prinsip-prinsip menangani perilaku kekerasan terdiri dari tiga strategi yaitu preventif, antisipasi, dan pengekangan atau manajemen krisis. Strategi preventif meliputi self awareness perawat, edukasi, manajemen marah, terapi kognitif, dan terapi kognitif perilaku. Strategi antisipasi meliputi teknik komunikasi, perubahan lingkungan, psikoedukasi keluarga, dan pemberian obat antipsikotik. Strategi yang ketiga yaitu pengekangan atau restrain yang meliputi tindakan manajemen krisis, pengikatan, dan pembatasan gerak.

Salah satu strategi yang sering digunakan di rumah sakit adalah restrain. Restrain adalah tindakan langsung dengan menggunakan kekuatan fisik pada individu yang bertujuan untuk membatasi kebebasan dalam bergerak. Kekuatan fisik ini dapat menggunakan tenaga manusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya. Restrain dengan tenaga manusia terjadi ketika perawat secara fisik mengendalikan klien. Kemudian, restrain dengan alat mekanis menggunakan peralatan yang biasanya

(16)

3

dipasang pada pergelangan tangan dan kaki untuk mengurangi agresif fisik klien, seperti memukul dan menendang (Videbeck & Sheila, 2008).

Indikasi restrain meliputi perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain, perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan, ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan pasien untuk istirahat, makan, dan minum, dan permintaan pasien untuk pengendalian perilaku eksternal (Videbeck & Sheila, 2008). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1627/MENKES/SK/XI2010 Tentang Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan Psikiatri pengekangan atau restrain adalah pembatasan tingkah laku pasien dilakukan bila pasien tidak dapat dikendalikan; pasien yang berada di bawah pengaruh obat atau alkohol, yang merusak diri sendiri, atau yang ambivalen terhadap bantuan psikiatrik, kurang diberi perhatian akan bereaksi dengan berjalan kian kemari tanpa tujuan, bahkan meninggalkan ruangan kegawatdaruratan psikiatrik selama pemeriksaan. Selanjutnya, pembatasan gerak fisik dapat dihentikan, dicegah, apabila evaluasi yang memadai telah dibuat dan situasi telah dikuasai.

Penggunaan restrain tidak lepas dari efek yang dapat ditimbulkan. Menurut penelitian Kandar dan Pambudi (2013), 36,7% atau sebanyak 11 kali tindakan restrain yang dilakukan memberikan efek samping kepada pasien. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 11 kali prosedur restrain, sebesar 68,7% pasien mengalami cedera secara fisik dan 31,5% pasien mengalami cedera secara psikologis. Sebanyak 63,3% atau sebanyak 19 kali tindakan restrain yang dilakukan tidak menimbulkan efek samping. Hal ini menunjukkan tindakan restrain yang dilakukan pada pasien dengan gangguan jiwa akan memberikan efek samping berupa efek secara fisik dan efek secara psikologis. Cedera fisik yang berupa ketidaknyamanan fisik, lecet pada area pemasangan restrain, peningkatan inkontinensia, ketidakefektivan sirkulasi, peningkatan risiko kontraktur, dan terjadinya iritasi kulit bahkan dapat menyebabkan meninggal dunia (Lihat tabel 1.1) Sedangkan dampak restrain pada perawat adalah dapat

(17)

4

mengakibatkan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku jika pasien mengalami cidera/kematian, atau jika keluarga mengajukan tuntutan hukum (Haimowits, Urff dan Huckshorn, 2006 dalam Miller, 2012).

Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai rujukan memiliki SOP tindakan pemasangan restrain diantaranya: menyiapkan tempat dan peralatan fiksasi, melakukan identifikasi pasien sesuai prosedur, menjelaskan alasan dan tujuan dilakukan fiksasi, mengatur posisi pasien di atas tempat tidur dengan posisi satu tangan di atas, satu tangan di bawah dan kedua kaki direnggangkan, melakukan restrain pada pasien minimal pada 4 (empat) titik yaitu pada kedua pergelangan tangan dan kedua kaki, apabila dengan tindakan no 4 keadaan pasien masih sulit diatasi, lakukan restrain tambahan pada kedua lengan atas dan kedua paha atas.

Tabel 1.1 Bobot kejadian dari restrain (Kandar dan Pambudi, 2013)

No. Jenis Trauma

Persentase (%)

1. Ketidaknyaman fisik 81,8%

2. Lecet akibat pemasangan restrain terlalu kencang

72,7%

3. Peningkatan inkontensia 72,7%

4. Ketidakefektifan sirkulasi 54,5% 5. Peningkatan terjadinya kontraktur 36,6%

6. Iritasi kulit 27,3%

7. Cedera fisiologis (agresif) 60,0%

8. Peningkatan kemarahan 20,0%

Perawat yang bekerja di instalasi gawatdarurat maupun ruang intensif psikiatri seringkali menjadi korban dari perilaku agresif pasien, oleh karena itu perawat yang bekerja di ruang intensif harus mampu mengkaji pasien yang berisiko melakukan perilaku kekerasan. Kemudian, perawat secara efektif harus menangani pasien sebelum, selama dan

(18)

5

sesudah perilaku kekerasan berlangsung (Stuart, 2013). Untuk itu perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melakukan manajemen kekerasan. Petugas kesehatan diwajibkan untuk menyediakan manajemen kekerasan dan agresi dengan benar, seperti pelatihan, edukasi yang fokus pada identifikasi awal, teknik manajemen de-eskalasi, dan menggunakan restrain bila semua strategi tidak berhasil (Hodge dan Marshall, 2007). Perawat jiwa sebagai pemberi asuhan keperawatan jiwa selain dituntut untuk memberikan asuhan keperawatan yang profesional juga harus dapat mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan secara ilmiah (Yosep, 2007).

Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY adalah penyelenggara pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan jiwa. RSJ Grashia DIY memberikan pelayanan Instalasi Gawat Darurat selama 24 jam, Rawat Jalan, Rawat Inap, Penanganan Korban NAPZA, Laboratorium, Farmasi, Elektromedik, Rehabilitasi Mental, Kesehatan Jiwa Masyarakat, PSRS, Gizi, Diklat Litbang. Pelayanan rawat inap di RSJ Grhasia memiliki dua unit perawatan psikiatri intensif. Pertama, Unit Perawatan Intensif Khusus Wanita, yaitu Wisma Arimbi dengan jumlah perawat 12 orang. Kedua, Unit Perawatan Intensif Khusus Laki-laki yaitu Wisma Bima dengan jumlah perawat 11 orang. Rumah Sakit Jiwa Grhasia merupakan rumah sakit jiwa tipe A dan satu-satunya rumah sakit jiwa rujukan yang ada di Yogyakarta.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Wisma Arimbi, jumlah pasien Perilaku Kekerasan mulai dari bulan Juni 2015 sampai dengan Januari 2016 sebanyak 208 pasien, sedangkan Wisma Bima jumlah pasien Perilaku Kekerasan mulai bulan Juni 2015 sampai Januari 2016 sebanyak 394 pasien. Sehingga, didapatkan dalam satu bulan rata-rata pasien Perilaku Kekerasan berjumlah 26 orang di Wisma Arimbi dan 33 orang di Wisma Bima. Dari keterangan yang diberikan Kepala Wisma Arimbi, mengatakan penanganan restrain pada pasien perilaku kekerasan menggunakan Standar Pelayanan Operasional (SOP) rumah sakit.

(19)

6

Terdapat dua tindakan yang sering dilakukan kepada pasien Perilaku Kekerasan, yaitu restrain dan isolasi. Dari bulan Juni 2015 sampai dengan Desember 2015, tindakan restrain mencapai angka 33,1% termasuk restrain fisik dan kimia. Dari bulan Juni 2015 sampai dengan Januari 2016 insidensi perilaku kekerasan di Wisma Arimbi berjumlah 261, sehingga rata-rata dalam delapan bulan sebanyak 32,6. Sedangkan perilaku kekerasan di Wisma Bima berjumlah 418, sehingga rata-rata dalam delapan bulan sebanyak 52,2.

Dari latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Restrain dengan Tindakan Pemasangan Restrain Pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan di Unit Perawatan Intensif (UPI) Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Apakah Ada Hubungan Antara Pengetahuan Perawat tentang Restrain dengan Tindakan Pemasangan Restrain pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan di Unit Perawatan Intensif (UPI) Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Restrain dengan Tindakan Pemasangan Restrain pada Pasien Perilaku Kekerasan di Unit Perawatan Intensif (UPI) Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya tingkat pengetahuan perawat tentang restrain di UPI Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.

(20)

7

b. Diketahuinya tindakan pemasangan restrain pada pasien dengan perilaku kekerasan di UPI Rumah sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.

c. Diketahuinya keeratan hubungan pengetahuan perawat tentang restrain dengan tindakan pemasangan restrain pada pasien dengan perilaku kekerasan di UPI Rumah sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan jiwa, yaitu sebagai bahan literatur dalam proses belajar mengajar mengenai tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan mutu pelayanan khususnya kesesuaian dalam tindakan pemasangan restrain pasien perilaku kekerasan sesuai SOP.

b. Bagi Perawat

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi perawat sehingga terhindar dari efek yang tidak diinginkan atau menyakiti bagi pasien dalam melakukan restrain dan mencegah perawat dari kekerasan fisik yang dilakukan pasien perilaku kekerasan di UPI Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan informasi tambahan bagi penelitian berikutnya terkait hubungan pengetahuan perawat tentang restrain dengan tindakan pemasangan

(21)

8

restrain pada pasien perilaku kekerasan di Unit Perawatan Intensif (UPI) di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.

E. Keaslian Penelitian

1. Susilowati, Sedyowinarso, dan Purwanta (2009) meneliti tentang Persepsi Keluarga Tentang Tindakan Pengikatan Pada Klien dengan Perilaku Kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan persepsi keluarga tentang tindakan pengikatan pada klien dengan perilaku kekerasan. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Strategi penentuan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dengan jenis critical case. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mendapat pelayanan di UPTD RS Husada Mahakam Samarinda. Hasil tentang persepsi keluarga tentang tindakan pengikatan merupakan tindakan yang tepat untuk mengontrol perilaku serta untuk keamanan bagi klien perilaku kekerasan. Sedangkan untuk pengetahuan keluarga tentang tindakan pengikatan yang dilakukan petugas terhadap klien dengan perilaku kekerasan adalah sebagian besar kurang mengerti definisi pengikatan. Persamaan dari penelitian ini adalah pada variabel terikat yaitu tindakan pengikatan atau restrain, teknik pengambilan sampel dengan total sampling, dan tujuan penelitian sama-sama mencari hubungan. Perbedaan dari penelitian ini adalah, pada metode penelitian yaitu penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, sedangkan peneliti menggunakan kuantitatif.

2. Kandar dan Pambudi (2013) meneliti tentang Efektivitas Tindakan Restrain pada Pasien Perilaku Kekerasan yang Menjalani Perawatan di Unit Pelayanan Intensif Psikiatri (UPIP) RSJ Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan menganalisis pelaksanaan prosedur tindakan restrain pada pasien perilaku kekerasan yang menjalani Perawatan di Unit Perawatan Intensif Psikiatrik (UPIP) RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

(22)

9

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini sebanyak 25 responden dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil pelaksanaan prosedur tindakan restrain pada pasien perilaku kekerasan yang di Unit Perawatan Intensif Psikiatrik (UPIP) RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang terbukti efektif dalam mengurangi perilaku kekerasan. Persamaan dari penelitian ini adalah pada desain penelitian dan tujuan penelitian menganalisis prosedur tindakan restrain. Perbedaan penelitian ini adalah jumlah sampel yaitu jumlah sempel sebanyak 25 responden, sedangkan peneliti menggunakann 23 responden.

3. Moradimajd, Noghabi, Zolfaghari, dan Mehran (2015) meneliti tentang Penggunaan Restrain di Unit Perawatan Intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan standar pengekangan fisik di unit perawatan intensif. Penelitian ini menggunakan deskriptif cross sectional dan sempel sebanyak 120 responden. Hasil dari penelitian ini adalah ada signifikan antara intensif dipelajari peduli unit dan juga di antara tiga fase menggunakan menahan diri (yaitu sebelum, selama, dan setelah digunakan menahan diri) mengenai laju menerapkan standar menahan diri. Persaman dari penelitian ini adalah menggunakan deskriptif cross sectional dan mengunakan metode total sampling. Penelitian ini sama-sama meneliti di UPI. Perbedaan penelitian ini adalah populasi sebanyak 120 responden sedangkan peneliti menggunakan 23 responden. variabel terikat penelitian ini adalah penggunakan restrain, sedangkan peneliti pemasangan restrain.

(23)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Unit Perawatan Intensif (UPI) dan Instalansi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY yang berlokasi di jalan Kaliurang Km. 17, Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY merupakan Rumah Sakit Khusus Jiwa Kelas A berkapasitas 210 tempat tidur milik pemerintah DIY.

Pelayanan kesehatan yang dimiliki Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalansi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap (Psikiatri): Unit Perawatan Intensif (Wisma Bima dan Arimbi), Unit Perawatan Psikiatri Bangsal ruang Kelas VIP, I, II dan III meliputi Wisma Sinta, Wisma Srikandi, Wisma Nakula, Wisma Sadewa, Wisma Sembodro, Wisma Gatotkaca, Wisma Arjuna, dan Wisma Kresna Lantai satu. Instalasi penanganan Korban Napza, Instalansi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi, Instalasi Elektromedik, Instalasi Rehabilitas mental, Instalasi Kesehatan Jiwa Masyarakat, Instalasi PKRS, Instalasi Gizi, Instalasi Loundry dan Instalasi Diklat Litbang.

Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY memiliki Instalasi Rawat Inap (Psikiatri): Unit Perawatan Intensif yang terdiri dari Wisma Bima khusus laki-laki dan Wisma Arimbi khusus wanita. Wisma Arimbi terdiri dari 16 perawat, yaitu perawat pelaksana berjumlah 13 orang, perawat primer berjumlah dua orang, dan kepala ruang berjumlah satu orang untuk jumlah tempat tidur di Wisma Arimbi sebanyak 10. Ruangan Unit Perawatan Intensif Wisma Arimbi terdapat kelas VIP, kelas I, kelas II, dan kelas III. Kemudian di IGD terdiri dari 11 perawat, yaitu perawat pelaksana berjumlah sembilan orang, perawat

(24)

44

primer dua orang, dan kepala ruang berjumlah satu orang. Jumlah tempat tidur di IGD sebanyak empat.

B.Analisis Univariat

a. Karakteristik Respoden

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang restrain dengan tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan. Penelitian ini dilaksanakan di Unit Perawatan Intensif (UPI) wanita dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta dengan sampel sebanyak 27 perawat dengan karakteristik meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja di RS, dan lama bekerja di ruang UPI disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik Responden di Unit Perawatan Intensif (UPI) dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa

Yogyakarta (n=27)

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis kelamin Laki-laki 11 40,7

Perempuan 16 59,3 Total 27 100,0 Usia 20-30 tahun 3 11,1 31-40 tahun 17 63,0 41-50 tahun 7 25,9 Total 27 100,0 Pendidikan D3 keperawatan 14 51,9 S1 3 11,1 D4 keperawatan 9 33,3 S2 1 3,7 Total 27 100,0

Lama kerja di RS 10-15 tahun 23 85,2

16-20 tahun 2 7,4

>20 tahun 2 7,4

Total 27 100,0

Lama kerja di ruang UPI < 10 tahun 26 96,3

10-15 tahun 1 3,7

(25)

45

Berdasarkan tabel 4.1. diketahui bahwa perawat di Unit Perawatan Intensif (UPI) dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta rata-rata berjenis kelamin perempuan yaitu 16 (59,3%), dengan rentang usia terbanyak yaitu usia 31-40 tahun yaitu 17 (63,0%). Sebagian besar perawat memiliki pendidikan D3 keperawatan 14 (51,9%). Lebih dari 80 persen (96,3%) bekerja di Unit Perawatan Intensif (UPI) < 10 tahun. b. Pengetahuan Perawat Tentang Restrain

Tingkat pengetahuan perawat tentang restrain di UPI dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta disajikan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengetahuan perawat tentang restrain di UPI dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta (n=27)

Pengetahuan Jumlah (n) Persentase (%)

Baik 24 88,9

Cukup 3 11,1

Kurang 0 0,0

Total 27 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui mayoritas perawat di UPI dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki pengetahuan yang baik tentang restrain sebanyak 24 (88,9%), sehingga dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak, tidak ada perawat dengan pengetahuan kurang.

c. Tindakan Pemasangan Restrain

Tindakan pemasangan restrain pada pasien diukur dari 19 item observasi sehingga pengkategorian sesuai (≥16,4) dan tidak sesuai (<16,4) berdasarkan nilai mean sebesar 16,4. Gambaran tindakan pemasangan restrain pada pasien dengan perilaku kekerasan di UPI dan IGD Rumah sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta disajikan pada tabel 4.3.

(26)

46

Tabel 4.3. Tindakan pemasangan restrain di UPI dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta

(n=27)

Tindakan pemasangan restrain Jumlah (n) Persentase (%)

Sesuai 19 70,4

Tidak sesuai 8 29,6

Total 27 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar perawat sesuai dalam tindakan pemasangan restrain pada pasien dengan perilaku kekerasan di UPI Rumah sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu 19 (70,4%), karena sebagian besar perawat selalu mengikuti SOP yang ada di Rumah Sakit Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.

C.Analisis Bivariat

Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Pemasangan Restrain pada pasien perilaku kekerasan di analisis menggunakan uji Fisher’s Exact yang disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Pemasangan Restrain di Unit Perawatan Intensif (UPI) Rumah

Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta

Pengetahuan

Tindakan Pemasangan Restrain

p value C

Sesuai Tidak Sesuai Total

N % N % N %

Baik 19 70,4 5 18,5 24 88,9 0,019 0,478 Cukup 0 0,0 3 11,1 3 11,1

Total 19 65,2 8 34,8 27 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian besar perawat yang memiliki pengetahuan baik sesuai dalam tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan 19 (70,4%), sedangkan perawat dengan pengetahuan cukup lebih banyak tidak sesuai dalam tindakan pemasangan restrain 3 (11,0%). Hasil uji Fisher’s Exact

(27)

47

diperoleh nilai p sebesar 0,019 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang restrain dengan tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan. Keeratan hubungan dengan nilai contigency coefficient diperoleh hasil sebesar 0,478 yang berarti hubungan kedua variabel dalam kategori sedang yaitu berada pada interval 0,400-0,599.

D.Pembahasan

1. Pengetahuan Tentang Perawat

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui mayoritas perawat di UPI dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki pengetahuan yang baik tentang restrain yaitu 24 (88,9%). Sedangkan yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 3 (11,1%). Sehingga dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak daripada responden yang memiliki pengetahuan cukup dan kurang. Pendidikan, umur, pengalaman merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi pengetahuan dari seorang perawat (Meliono, dkk 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian dari Setiyajati (2014), bahwa sebagian perawat memiliki pengetahuan tinggi terhadap penerapan standar keselamatan pasien yaitu sejumlah 29 responden (72,5%). Penelitian Aprilia (2011) menunjukkan bahwa variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan perilaku penerapan standar keselamatan pasien adalah variabel pengetahuan. Penelitian Khairinawati, Elita dan Woferst (2013), juga menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang intervensi keperawatan pada pasien perilaku kekerasan sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan yang berada ditingkat pengetahuan baik sebanyak 53 orang (77,9%).

(28)

48

Lebih dari separuh perawat berusia 31-40 tahun (63,0%) yaitu sebanyak 17 perawat. Menurut Nurjanah (2001), usia produktif merupakan usia dimana seseorang mencapai tingkat produktivitasnya baik dalam bentuk rasional maupun motorik. Sejalan dengan pendapat Nursalam (2007) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Karena dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi setiap melakukan pekerjaan dalam melayani pasien secara profesional.

Lebih dari separuh perawat berpendidikan D3 keperawatan 14 (51,9%). Tingkat pendidikan perawat dengan rasio akademik lebih banyak akan memudahkan dalam menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Hasil ini diperkuat oleh Purwadi dan Sofiana dkk (2006) yang membuktikan bahwa perawat dengan pendidikan Diploma 3 dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai efisiensi kerja dan penampilan kerja yang lebih baik dari pada perawat dengan pendidikan SPK. Oleh karena itu, pendidikan seseorang merupakan faktor yang penting sehingga kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Lebih dari 80 persen (96,3%) bekerja di Unit Perawatan Intensif (UPI) dan IGD < 10 tahun. Pada awal bekerja, perawat memiliki kepuasan kerja yang lebih, dan semakin menurun seiring bertambahnya waktu secara bertahap lima atau delapan tahun dan meningkat kembali setelah masa lebih dari delapan tahun, dengan semakin lama seseorang dalam bekerja, akan semakin terampil dalam melaksanakan pekerjaan (Hariandja, 2008). Seseorang yang sudah lama mengabdi kepada organisasi memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Hal ini juga dinyatakan

(29)

49

oleh Sastrohadiworjo (2005), bahwa semakin lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit kasus yang ditanganinya.

Masa kerja yang lama merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan (Saragih, 2009). Semakin lama seseorang bekerja, maka keterampilan dan pengalamannya juga semakin meningkat (Robbins & Judge, 2008). Peneliti berpendapat bahwa perawat senior lebih berpengalaman dan memiliki keterampilan yang lebih dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Masa kerja dan pengalaman kerja akan mempengaruhi tingkat keterampilan dan kematangan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.

Berdasarkan tabel 4.5 kuesioner pengetahuan perawat tentang restrain terdapat 16 pernyataan. Pernyataan yang paling banyak dijawab benar oleh responden dengan presentase paling tinggi 100% terdapat pada nomor satu dan 10 yaitu “Restrain merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien” dan “Meretensi gerakan pasien dengan melibatkan tubuh/fisik pasien dengan cara dipegang atau diikat merupakan restrain fisik”. Sedangkan pernyataan yang dijawab benar oleh responden dengan presentase terendah 3,7% terdapat pada nomor 5 yaitu “Tujuan restrain yaitu hanya digunakan untuk perawat saja sehingga perawat terlindungi dari perilaku kekerasan pasien”.

(30)

50

Tabel 4.5 Frekuensi dan Persentase Kuesioner Pengetahuan Perawat

No

Aspek yang dinilai Frekuensi Persentase Benar Benar 1. Restrain merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau

manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. 27 100% 2. Tindakan langsung dengan menggunakan kekuatan fisik pada

individu, untuk membatasi kebebasan geraknya yaitu restrain. 22 81,5% 3. Restrain merupakan metode manual, fisik maupun mekanik

digunakan untuk mengimobilisasi atau mengurangi kemampuan seseorang untuk menggerakkan tangan, kaki, badan, kepala secara bebas.

23 85,2%

4. Menjaga pasien dari pergerakan dan saat teknik de-ekskalasi

tidak berhasil merupakan tujuan restrain. 20 74,1% 5. Tujuan restrain yaitu hanya digunakan untuk perawat saja

sehingga perawat terlindungi dari perilaku kekerasan pasien. 1 3,7% 6. Tujuan restrain khususnya apabila terapi lain seperti

penggubahan lingkungan dan strategi perilaku sudah tidak mempan lagi.

24 88,9%

7. Indikasi pengikatan tidak berisiko mencederai diri sendiri dan

orang lain. 20 74,1%

8. Indikasi pengikatan adalah hiperaktif, insomnia, penurunan

intake makanan, dan cairan. 11 40,7%

9. Indikasi restrain yaitu klien yang membutuhkan bantuan untuk

mendapatkan rasa aman dan pengendalian dirinya. 24 88,9% 10

.

Meretensi gerakan pasien dengan melibatkan tubuh/fisik pasien

dengan cara dipegang atau diikat merupakan restrain fisik 27 100% 11

.

Memberikan obat-obatan jenis penenang merupakan restrain

kimia 24 88,9%

12 .

Menggunkan rompi “posey” yang diikatkan kebelakang tubuh

pasien pada bagian lengan rompi merupakan restrain mekanik 24 88,9% 13

.

Menggunakan alarm pada tempat tidur/pintu kamar pasien atau penggunaan kamera pengintai merupakan restrain jenis teknologi

20 74,1%

14 .

Kesalahan saat melakukan tindakan restrain dapat menyebabkan

fraktur, perubahan nutrisi, dan hidrasi 22 81,5%

15 .

Aspirasi dan kesulitan bernapas, luka tekan dan kontraktur,

bahaya suffucosi merupakan akibat dari restrain 20 74,1% 16

.

Perubahan integeritas kulit, inkontensia, dan massa tulang serta

(31)

51

2. Tindakan pemasangan restrain

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar perawat sesuai dalam tindakan pemasangan restrain pada pasien dengan perilaku kekerasan di UPI Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sesuai yaitu sebanyak 19 (70,4%), sedangkan yang tidak sesuai 8 (29,6%). Hal ini lebih dari separuh perawat tidak memilih alat restrain sesuai dengan ukuran (51,9%), dan mengubah posisi pengikatan dan melakukan range of motion (mobilisasi) setiap 2 (dua) jam (59,3%). Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden melakukan tindakan pemasangan restrain yang sesuai dengan SOP Rumah Sakit.

Hal ini sejalan dengan penelitian Permanasari (2010), hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata responden yang melakukan tindakan keperawatan teknik restrain dengan benar yaitu sebanyak 17 responden (57%). Tindakan keperawatan kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoadmodjo, 2003). Sesuai dengan penelitian Kandar dan Pambudi (2013) hasil menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan restrain sebagian besar berjumlah lebih dari 2 dan tidak menimbulkan injuri, sehingga terbukti efektif dalam mengurangi perilaku kekerasan. Tingginya presentase pelaksanaan restrain yang dilakukan tanpa intstruksi dokter dapat diterima mengingat kondisi pasien yang di restrain diruangan memang dalam kondisi yang berbahaya baik dari pasien itu sendiri maupun bagi orang lain. Semua tenaga kesehatan memiliki tugas perawatan untuk menjaga keselamatan pasien dan keselamatan oranglain. Dalam persetujuan ini situasi tidak diperlukan sebelum intervensi restrain. Restrain dapat

(32)

52

diberikan dalam keadaan darurat dan restrain merupakan suatu keharusan untuk dilakukan, maka pelaksanaan prosedur dapat dilakukan tanpa instruksi dokter (ACT, 2011). Menurut Azizah (2011) hal yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan restrain adalah menyediakan tenaga kesehatan yang cukup. Apabila kita telaah lebih lanjut, yang dimaksud dengan petugas kesehatan cukup berarti setiap pasien memerlukan jumlah tenaga kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kondisi pasien itu sendiri.

Tabel 4.6 Penilaian lembar observasi tindakan pemasangan restrain

Item Nilai Min Nilai

Maks Mean SD Preinteraksi 3 5 4,3 0,62 Orientasi 1 1 1,0 0,00 Tahap Kerja 4 5 4,6 0,48 Terminasi 0 5 3,3 1,71 Dokumentasi 3 3 3,0 0,00

Berdasarkan tabel 4.6 dilihat dari penilaian lembar observasi tindakan pemasangan restrain terdapat 5 item yaitu preinteraksi, orientasi, tahap kerja, terminasi, dan dokumentasi. Pada item preinteraksi terdapat nilai minimal 3, nilai maksimal 5, mean 4,3, dan SD 0,62. Sedangkan untuk item orientasi nilai minimal 1, nilai maksimal 1, mean 1,0, dan SD 0,00. Pada item tahap kerja nilai minimal 4, nilai maksimal 5, mean 4,6, dan SD 0,48. Pada item terminasi nilai minimal 0, nilai maksimal 5, mean 3,3, dan SD 1,71. Sedangkan untuk item dokumentasi nilai minimal 3, nilai maksimal 3, mean 3,0, dan SD 0,00.

(33)

53

3. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Pemasangan Restrain

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera pengihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kongnitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Tindakan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya. Tindakan keperawatan mandiri dikenal dengan tindakan independent dan tindakan keperawatan kolaborasi dikenal dengan tindakan interdepent (Hidayat, 2008). Tindakan terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui dan memberikan respon batin dalam bentuk sikap. Proses selanjutnya diharapkan subjek akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui hasil uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p sebesar 0,019 (p<0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang restrain dengan tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan di Unit Perawatan Intensif (UPI) Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan nilai koefisien korelasi menunjukkan keeratan hubungan dalam kategori sedang. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Permanasari (2010), yang berjudul

(34)

54

Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Keperawatan Teknik Restrain Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan tindakan keperawatan teknik restrain perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Selanjutnya berdasarkan tabulasi silang tindakan keperawatan teknik restrain ditinjau dari pengetahuan perawat, menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan perawat, maka tindakan keperawatan teknik restrainnya semakin baik pula.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui pengetahuan perawat tentang restrain baik tetapi tindakan pemasangan restrain tidak sesuai sebesar 5 (18,5%). Hal ini terjadi karena dari hasil wawancara terdapat tiga perawat yang mengatakan bahwa takut jika pasien masih dalam kondisi amuk sehingga perawat tidak mengubah posisi ikatan dan tidak melakukan ROM.

Perawat yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat maupun Ruang Intensif Psikiatri seringkali menjadi korban dari perilaku agresif pasien, oleh karena itu perawat yang bekerja di ruang intensif harus mampu mengkaji pasien yang berisiko melakukan perilaku kekerasan. Kemudian, perawat secara efektif harus menangani pasien sebelum, selama dan sesudah perilaku kekerasan berlangsung (Stuart, 2013). Sehingga, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melakukan manajemen kekerasan. Menurut Hodge dan Marshall (2007), perawat harus melakukan manajemen agresi secara efektif di rumah sakit. Perawat harus dibekali pengetahuan,

(35)

55

keterampilan dan perilaku yang tepat dalam menghadapi pasien dengan perilaku kekerasan. Pengetahuan mengenai teori perilaku kekerasan akan membantu perawat dalam hal identifikasi, implementasi dan strategi manajemen restrain. Perawat jiwa sebagai pemberi asuhan keperawatan jiwa selain dituntut untuk memberikan asuhan keperawatan yang profesional juga harus dapat mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan secara ilmiah (Yosep, 2007).

Peneliti berpendapat bahwa untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan di Rumah Sakit seperti menjalankan SOP pemasangan restrain tidak harus menunggu perawat menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi. Kepatuhan SOP harus dijalankan oleh semua tenaga kesehatan tanpa kecuali tanpa melhat latar belakang pendidikan terakhir yang telah dijalani petugas kesehatan (Ihsan, 2007).

E.Keterbatasan dan Hambatan Penelitian

a. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan, yaitu terkait dalam melakukan observasi hanya melakukan satu kali observasi. Sehingga akan memungkinkan hasilnya kurang dapat menggambarkan tindakan pemasangan restrain yang sebenarnya. b. Hambatan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki hambatan, yaitu peneliti sulit menyesuaikan shift perawat dengan penelitian.

(36)

56

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada BAB IV maka dapat diambil kesimpulan:

1. Sebagian besar perawat di UPI Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki pengetahuan yang baik tentang restrain yaitu (88,9%).

2. Sebagian besar perawat sesuai dalam tindakan pemasangan restrain pada pasien dengan perilaku kekerasan di UPI Rumah sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu (70,4%).

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang restrain dengan tindakan pemasangan restrain pada pasien perilaku kekerasan p=0,019.

B.Saran

1. Bagi Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta

Bagi pihak manajemen Rumah Sakit Jiwa Grhasia disarankan memberikan pelatihan aplikasi dalam SOP, mengadakan seminar serta mengevaluasi tindakan pemasangan restrain.

2. Bagi Perawat

Berdasarkan hasil penelitian ini, perawat disarankan mempertahankan dan memperbarui pengetahuan tentang tindakan pemasangan restrain melalui kegiatan seminar, pelatihan, sosialisasi internal Rumah Sakit, dan membaca literatur. Perawat dapat mengaplikasikan serta menjalankan dalam praktik keperawatan mengenai kepatuhan menjalankan Standar Operasional Prosedur (SPO).

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Disarankan dapat melanjutkan dan menyempurnakan hasil penelitian ini, yaitu dengan melakukan observasi untuk pengumpulan data tidak hanya sekali saja, minimal tiga kali observasi agar hasil penelitian

(37)

57

menggambarkan tindakan pemasangan restrain keadaan yang sesungguhnya.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010a). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara.

____________.(2010b). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Afnuhazi, R. (2015). Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Aprilia, S. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat Dalam Penerapan IPSG (Internasional Patient Safety Internasional) di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011: Depok.

Australia Capital Territory. (2011). Standard Operating Procedure Restrain Of Patients. Australia: Australia Capital Territory (ACT)

Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Bart, S. (2004). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo

Budiman dan Riyanto, A. (2013). Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Copel, L.C. (2007). Kesehatan jiwa dan psikiatrik. Jakarta: EGC.

Damaiyanti dan Iskandar, M. (2012). Asuhan keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Depkes. (2000). Keperawatan Jiwa: Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Depkes.

Dinkes Sleman. (2013). Profil Kesehatan Sleman. Sleman: Dinkes.

Elita, dkk (2011). Persepsi Perawat tentang Perilaku Kekerasan yang Dilakukan Pasien di Ruang Rawat Inap Jiwa. Jurnal Ners Indonesia, Vol.1, No. 2, Maret 2011: Riau.

Erfandi. (2009). Pengetahuan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Pengetahuan. Diakses tanggal 10 Mei 2016 <http:wwww.conboys.co.cc.> Fitria Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan laporan Pendahuluan

dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

(39)

Hawari, D. (2009). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: FKUI.

Hariandja, Marihot. T.E. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktifitas Pegawai. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Herman A. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Herdman, H.I dan Kamitsuru S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Hesti, O. (2015). Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Resiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta: Surakarta

Hidayat, A.A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hodge A.N dan Marshall A.P. (2007). Violence and aggression in the emergency department: A critical care perspective. Australia: College of Critical Care Nurses.

Ihsan, F. (2007). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan Psikiatrik. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kusumawati dan Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Kusumawati, F., dan Hartono, Y. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A, Akemat, Helena Novy, dan Nurhaeni Heni. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC.

____________. (2007). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

____________. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

____________. (2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.

(40)

Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika.

Kandar dan Pembudi P.S (2013). Efektivitas Tindakan Restrain pada Pasien Perilaku Kekerasan yang Menjalani Perawatan di Unit Pelayanan Intensif Psikiatri (UPIP) RSJ Daerah Dr. Amino Gondohutomo: Semarang

Kemenkes RI. (2014). Undang-Undang No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Diakses tanggal 03 Agustus 2016. < http://www.depkes.go.id> Marni. (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan jiwa. Yogyakarta:

Gosyen Publishing.

Maria, U dan Sarzuli T. (2016). Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Kateter di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II: Yogyakarta

Meliono, Irmayanti, dkk (2007). MPKT Modul I. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI

Miller, Joel E. (2012). National Association of State Mental Health Program Directors. Too significant to fail: the importance of state behavioral health agencies in the daily lives of Americans with mental illness, for their families, and for their communities

Mubarak, W. I. (2011). Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarok dan Wahit Iqbal. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Andi

Moradimajd, P., Noghabi, A.A., Zolfaghari, M., dan Mehran, A. (2015). Physical Restraint Patient Safety Intensive Care Units. International Journal of Nursing Studies, 2008:1-8.

Nurjanah. (2001). Psikologi Perkembangan untuk Keperawatan Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.

Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

(41)

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

____________. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

____________. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

____________. (2015). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Perry dan Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek. Edisi ke 4. Jakarta: EGC.

Permanasari, N. (2010). Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Keperawatan Teknik Restrain Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta: Surakarta

Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta: Pustaka Belajar.

Polit, D.F dan Beck, C.T. (2008). Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for Nursing Practice. Philadelphia: Lippincott company.

RISKESDAS. (2013). Kesehatan Jiwa. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Riyadi, S., dan Purwanto, T. (2009). Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Riyanto. (2011) Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Robbins, S.P dan Judge. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat

Sari, N.P dan Istichomah. (2015). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Resiko Perilaku Kekerasan (RPK) Terhadap Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien Di Poli Jiwa Rsjd Dr. Rm. Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu, Volume 6, Hal. 26.

Sastrohadiwiryo, B.S. (2005). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Saragih, J.H. (2009). Analisis Faktor

-

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi (Studi Komparatif: Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Langkat). (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Setiyajati, A. (2014). Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Perawat Terhadap Penerapan Standar Keselamatan Pasien di Instalansi Perawatan Intensif RSUD DR. Moewardi: Surakarta

(42)

Siregar, S.M.M. (2013). Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara.

Soekanto. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sofiana, N.A dan Purbadi, D. (2006). Analisis Faktor Lingkungan dan Individu yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kinerja Perawat (Studi Kasus Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Annisa Cikarang, (Tesis) Institusi Teknologi Bandung.

Stuart, G.W dan Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of psychiatric nursing. (7th edition). St Louis: Mosby.

Stuart, G.W. (2007). Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta: EGC.

____________. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (10 ed.). St Louis, Missouri: Mosby.

Sulistyowati, A.D dan Prihantini E. (2014). Keefektifan Penggunaan Restrain Terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 3, Hal. 106-214.

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Edisi I. Jakarta: EGC

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

____________. (2014). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Videbeck dan Sheila L (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Varcarolis. (2006). Fundamentalis of Psychiatric Nursing. Edisi 5. St.Louis: Elsevier.

Winkler D., Naderi-Heiden A., Strnad A., Pjrek E., Scharfetter J., Kasper S., Frey R. (2011). Intensive care in psychiatry.European Psychiatry26 : 260–264 elsiviere doi:10.1016/j.eurpsy.2010.10.008.

Wirnata, M. (2012). Kekambuhan pada Klien Skizofrenia. Dibuka pada website

http://www.Skizofrenia\ Keperawatan-kesehatan JIWA kekambuhan.htm

diakses pada tanggal 27 Agustus 2016

Wawan . A dan Dewi. (2010). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Prilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha medika.

Wati, F. K. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. jakarta: Salemba Medika.

(43)

____________. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama. Yusuf AH, Fitryasari R, Nihayati H.E (2015). Buku Ajar Keperawatan

(44)

Kuesioner Pengetahuan Perawat Tentang Tindakan Restrain

Berikut ini merupakan pernyataan mengenai restrain. Pilihlah pernyataan yang menurut anda Benar (B) dan pernyataan Salah (S) jika menurut anda salah. Berilah tanda (√) pada kolom yang sudah tersedia.

No. Aspek yang dinilai Benar Salah

1. Restrain merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien.

2. Tindakan langsung dengan menggunakan kekuatan fisik pada individu, untuk membatasi kebebasan geraknya yaitu restrain.

3. Restrain merupakan metode manual, fisik maupun mekanik digunakan untuk mengimobilisasi atau mengurangi kemampuan seseorang untuk menggerakkan tangan, kaki, badan, kepala secara bebas.

4. Menjaga pasien dari pergerakan dan saat teknik de-ekskalasi tidak berhasil merupakan tujuan restrain.

5. Tujuan restrain yaitu hanya digunakan untuk perawat saja sehingga perawat terlindungi dari perilaku kekerasan pasien.

6. Tujuan restrain khususnya apabila terapi lain seperti penggubahan lingkungan dan strategi perilaku sudah tidak mempan lagi.

7. Indikasi pengikatan tidak berisiko mencederai diri sendiri dan orang lain.

8. Indikasi pengikatan adalah hiperaktif, insomnia, penurunan intake makanan, dan cairan.

9. Indikasi restrain yaitu klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan pengendalian dirinya.

10. Meretensi gerakan pasien dengan melibatkan tubuh/fisik pasien dengan cara dipegang atau diikat merupakan restrain fisik

11. Memberikan obat-obatan jenis penenang merupakan restrain kimia

12. Menggunkan rompi “posey” yang diikatkan kebelakang tubuh pasien pada bagian lengan rompi merupakan restrain mekanik

13. Menggunakan alarm pada tempat tidur/pintu kamar pasien atau penggunaan kamera pengintai merupakan restrain jenis teknologi

14. Kesalahan saat melakukan tindakan restrain dapat menyebabkan fraktur, perubahan nutrisi, dan hidrasi

15. Aspirasi dan kesulitan bernapas, luka tekan dan kontraktur, bahaya suffucosi merupakan akibat dari restrain

16. Perubahan integeritas kulit, inkontensia, dan massa tulang serta otot berkurang merupakan efek samping dari restrain

(45)

Kunci JawabanKuesioner Pengetahuan Perawat Tentang Tindakan Restrain Soal Jawaban 1 Benar 2 Benar 3 Benar 4 Benar 5 Salah 6 Benar 7 Salah 8 Salah 9 Benar 10 Benar 11 Benar 12 Benar 13 Benar 14 Benar 15 Benar 16 Benar

(46)

LEMBAR OBSERVASI TINDAKAN PEMASANGAN RESTRAIN

No. Daftar Pernyataan

PEMASANGAN RESTRAIN

YA TIDAK

Preinteraksi

1. Mengkaji kondisi fisik, perilaku dan status mental 2. Menyiapkan tempat dan peralatan restrain 3. Melakukan identifikasi pasien meliputi: nama,

tanggal lahir, dan alamat

4. Memilih alat restrain sesuai dengan ukuran (yang sering dipakai di UPI RSJ Grhasia yaitu kain pengikat)

5. Mencuci tangan

Orientasi

6. Menjelaskan alasan dan tujuan dilakukan restrain kepada pasien dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik

Tahap Kerja

7. Mengatur posisi pasien di atas tempat tidur atau disesuaikan dengan jenis restrain dengan posisi satu tangan di atas, satu tangan di bawah dan kedua kaki direnggangkan (jika posisi fiksasi di tempat tidur)

8. Melakukan restrain pada pasien minimal 4

(empat) titik yaitu pada kedua pergelangan tangan dan kedua kaki

9. Apabila dengan tindakan no 7 keadaan pasien masih sulit diatasi, lakukan restrain tambahan pada kedua lengan atas dan kedua paha atas 10. Tarik tali secara hati-hati. Pastikan restrain tidak

(47)

11. Saat melakukan pemasangan restrain, pastikan 2 jari dapat dimasukkan diantara restrain dan bagian pasien yang terlihat, sehingga tidak mengganggu sirkulasi dan pernapasan pasien

Terminasi

12. Mengevaluasi perilaku pasien dan kebutuhan restrain pasien. Gunakan kembali restrain jika pasien masih agresif

13. Melakukan pemenuhan kebutuhan dasar pasien makan, minum, dan toiletting

14. Mengkaji integritas kulit yang terpasang restrain setiap jam atau sesuai order

15. Mengubah posisi pengikatan dan melakukan range of motion (mobilisasi) setiap 2 (dua) jam 16. Mengobservasi tanda-tanda vital TD, HR, T, dan

RR serta respon dan kondisi pengikatan pada kedua tangan dan kaki pasien dan melakukan evaluasi tentang kondisi pasien dan minimal tiap setengah jam

Dokumentasi

17. Mendokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan pada catatan medis paisen 18. Merapikan alat

19. Mencuci tangan

(48)
(49)

Gambar

Tabel 1.1 Bobot kejadian dari restrain (Kandar dan Pambudi, 2013)
Tabel 4.1. Karakteristik Responden di Unit Perawatan Intensif  (UPI) dan IGD Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa
Tabel 4.2. Pengetahuan perawat tentang restrain di UPI dan IGD  Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta (n=27)
Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Tindakan  Pemasangan Restrain di Unit Perawatan Intensif (UPI) Rumah
+3

Referensi

Dokumen terkait

Para ahli hukum Indonesia, umumnya berpendapat syarat subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak yang

Berdasarkan hasil wawancara di atas, proses penentuan strategi perencanaan dalam optimalisasi kegiatan keagamaan karyawan PTDI adalah dengan melaksanakan rapat rutin

Pada pengujian kedua di lokasi kedua yaitu di taman sampangan semarang, saat 30 menit pertama setelah alat dinyalakan, data yang didapat adalah sebagai berikut,

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penerima Tunjangan Profesi

Rangka divan diletakan pada meja yang telah disediakan kemudian hard pad direkatkan pada divan dengan menggunakan lem lateks selanjutnya busa yang dibutuhkan

Berdasarkan Keputusan Gubernur Bali Nomor 40 tahun 2008 tentang tugas pokok Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Bali, maka kedudukan, tugas pokok

Kepala SMP Negeri 1 Abung Barat ditetapkan sebagai informan kunci (key informant) karena memiliki pengetahuan dan informasi mengenai kebijakan-kebijakan dalam upaya

terutama bahan dokumen tercetak merupakan dasar dalam membangun suatu koleksi digital yang nantinya akan dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan akses informasi