LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI II
IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI
DARI KUNCUP BUNGA CENGKEH (
Eugenia
caryophyllus)
DISUSUN OLEH :
1. HANIFAH NURAINI
(1248025)
2. HERLINA WIBAWANTI
(1248026)
3. KARTINI KHASANAH
(1248028)
4. LIANA RESTIANA DEWI
(1248029)
PROGRAM STUDI D3 FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI SETYA INDONESIA
YOGYAKARTA
PERCOBAAN IV
IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI KUNCUP BUNGA CENGKEH
A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum, diharapkan mahasiswa dapat melakukan teknik pemisahan minyak atsiri dengan metode destilasi, serta dapat memahami dan mengerjakan analisis kromatografi lapis tipis terhadap minyak atsiri.
B. Dasar Teori
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang berdasarkan perbedaan titik didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Terdapat dua tahap pada proses destilasi yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengembunan kembali uap menjadi cair atau padatan, berdasarkan hal ini maka perangkat peralatan distilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin. Istilah destilasi sederhana umumnya berkaitan dengan pemisahan suatu campuran yang terdiri dua atau lebih cairan melalui pemanasan. Pemanasan digunakan untuk menguapkan komponen-komponen yang lebih mudah menguap (titik didih lebih rendah) dan kemudian uap yang diperoleh dikondensasikan kembali menjadi cair dan kemudian ditampung dalam suatu bejana penerima. Proses destilasi ini diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondensor yaitu pendingin, proses pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar kondenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut.
Minyak atsiri terdapat dalam seluruh bagian tanaman, namun umumnya dalam batang, daun, bunga dan biji-bijian. Minyak atsiri merupakan salah satu produk yang dibutuhkan pada berbagai industri seperti industri kosmetik,
obat-obatan, makanan dan minuman. Minyak atsiri juga dapat digunakan sebagai aromaterapi (Nurdjannah, 2004).
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada temperatur kamar tanpa mengalami dekomposisi tetapi minyak atsiri dapat rusak karena penyimpanan jika minyak atsiri dibiarkan lama. Minyak atsiri akan mengabsorpsi oksigen dari udara sehingga akan berubah warna, aroma, dan kekentalan sehingga sifat kimia minyak atsiri tersebut akan berubah Minyak atsiri tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik, dan berbau harum sesuai dengan tanaman penghasilnya (Ketaren, 1985).
Minyak cengkeh adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan air atau penyulingan uap kuncup yang telah dikeringkan dari :
Tanaman asal : Eugenia caryophyllus Bullock et Herrison Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae
Genus : Eugenia
Pemerian : Minyak cair, baru didestilasi tidak berwarna atau kuning pucat, jika disimpan atau kena udara makin tua dan makin kental
Tempat Tumbuh : Indonesia (terutama Maluku)
Isi : eugenol 85-90%, asetil eugenol, kariofilen, vanilin, furfurol, dan metil-amil keton
Pemakaian : obat sakit gigi, obat mulas dan kadang bisa digunakan sebagai obat batuk
Kandungan minyak cengkeh yang paling utama adalah eugenol (90%). Eugenol inilah yang memberikan aroma khas yang banyak dibutuhkan oleh
berbagai industry, antara lain industry kosmetik, farmasi, dan pestisida nabati. Isolasi minyak bunga cengkeh umum dilakukan menggunakan metode destilasi uap dan distilasi air. Kedua metode tersebut mudah dan aman bagi lingkungan karena tidak menggunakan pelarut organik berbahaya. Isolasi dengan distilasi uap menghasilkan minyak cengkeh dengan kandungan eugenol lebih tinggi daripada isolasi dengan destilasi air.
Struktur Kimia Eugenol
Kromatografi lapis tipis (KLT) atau Thin layer Chromatography (TLC) adalah metode pemisahan fisikokimia dimana komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara 2 fase yaitu fase diam (Stationer Phase) dan fase gerak (Mobile Phase). Metode ini adalah salah satu teknik kromatografi yang paling awal, tersedia sangat banyak uji berbasis KLT dan monografi farmakope yang mencerminkan sejauh mana teknik ini telah dikembangkan sebagai teknik pengendalian mutu dasar untuk pengotor minor. Alasan keunggulannya dalam hal ini dikarenakan fleksibilitasnya untuk dapat mendeteksi hampir semua senyawa, bahkan beberapa senyawa anorganik. Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fase gerak, komponen-komponen suatu campuran dapat dipisahkan. Komponen yang kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih kuat terserap atau terabsorbsi pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang terserap atau terabsorbsi pada fase diam akan bergerak lebih cepat.
Fase Diam KLT ( Stationer Phase )
Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang baik, lembab, dan bebas dari uap laboratorium. Penjerap yang umum digunakan ialah silica gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya,
poliamida, dan lain-lain. Silica gel adalah yang paling banyak digunakan. Partikel silika gel mengandung gugus hidroksin pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air fase diam, pada KLT sering kali juga mengandung substansi yang dapat berpendarflour dalam sinar untuk fase gerak yang merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Baik silika maupun alumiisa merupakan suatu adsomen yang bersifat polar, dengan demikian cuplikan akan ditahan berdasarkan perbedaan kepolaraanya. Oleh karena itu dapat digunakan untuk memisahkan senyawa atau ion yang sifatnya polar. Silica gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya sehingga silica gel G Merck, menurut spesifikasi Stahl, yang diperkenalkan tahun 1958, telah diterima sebagai bahan standar. Selain itu harus diingat bahwa penjerap seperti aluminium oksida dan silica gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya.
Fase Gerak KLT (Mobile Phase)
Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metal benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
4. Untuk solute-solut ionic dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam
etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam.
Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Untuk menotolkan pada dasarnya digunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ini mirip dengan kromatograafi kertas, hanya bedanya kertas digantikan dengan lembaran kaca tau plastik yang dilapisi dengan lapisan tipis adsorben seperti alumina, silike gel, selulosa atau materi lainnya. Dasar pemisahan pada KLT adalah perbedaan kecepatan migrasi di antara fasa diam yang berupa padatan dan fasa gerak yang merupakan campuran solven (eluen) yang juga dikenal dengan istilah pelarut pengembang campur. Jenis eluen yang digunakan tergantung jenis sampel yang akan dipisahkan. Eluen yang menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada pelat naik sampai batas atas pelat tanpa mengalami pemisahan, dikatakan terlalu polar. Sebaliknya, apabila noda yang ditotolkan sama sekali tidak bergerak, berarti eluen tersebut kurang polar. Sampel yang biasanya berupa campuran senyawa organik diteteskan di dekat salah satu sisi lempengan dalam bentuk larutan dengan jumlah kecil, biasanya beberapa mikroliter berisi sejumlah mikrogram senyawa. Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan. KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fasa diam berupa padatan dan fasa geraknya dapat berupa cairan atau gas. Zat terlarut diadsorpsi oleh permukaan partikel padat. Pelarut akan bergerak lambat dalam lempeng / plat, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak perbedaan warna berbentu bercak-bercak. Seringkali pengukuran diperoleh
dari lempengan/plat untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang ditempuh oleh bercak warna masing –masing komponen.
Ketika Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi pelarut telah mencapai batas atas maka lempeng / plat dipindahkan dan dapat di amati di bawah sinar UV dan ditentukan harga faktor retensi (Rf).
Analisis dengan KLT yaitu :
a. Persiapan pelat `Untuk pengujian cincin terkonsentrasi, pelat diberi tanda titik dengan pensil untuk tempat menotolkan noda dan tiap titik memiliki jarak yang sama panjangnya satu sama lain. Dan untuk penentuan Rf, pelat diberi tanda garis sebagai dengan pensil yang berjarak 1 cm dari bagian bawah dan 0,5 cm dari bagian atas. Pada pemberian tanda dan garis ini tidak menggunakan tinta melainkan menggunkan pensil karena jika menggunakan tinta nanti tintanya bisa ikut berpendar atau memancarkan warna sebab tinta terdiri dari berbagai macam warna. Selain itu dalam pemberian tanda juga harus hati-hati, jangan sampai silica yang ada pada pelat ikut terbawa oleh pensil tersebut.
b. Pemilihan pelarut pengembang (eluen) Pemilihan eluen tergantung pada jenis analit yang akan dipisahkan. Eluen yang menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada pelat naik sampai batas atas pelat (solvent front) tanpa mengalami pemisahan berarti eluen terlalu polar. Sebaliknya jika noda yang ditotolkan sama sekali tidak bergerak berarti eluen kurang polar.
c. Persiapan Chamber Chamber yang digunakan dapat berupa bejana, gelas, atau botol dari kaca dengan dasar rata. Kemudian eluen yang digunakan dimasukkan kedalam chamber sebanyak 5 mL untuk menjenuhi kertas saring dengan uap eluen tersebut. Selama proses penjenuhan chamber harus ditutup dengan pelat kaca sampai kertas saring basah seluruhnya. Kertas saring tidak boleh melebihi tinggi gelas karena uapnya dapat keluar melalui kertas saring yang berada di luar gelas sehingga chamber tidak jenuh lagi dan noda tidak naik. Jika kertas saring terlalu kecil maka chamber tidak akan jenuh semuanya sehingga
noda sulit naik atau berkembang. Bila digunakan campuran pelarut pengembang, persyaratan kemurnian campuran ini harus sesuai dengan Farmakope Jerman kecuali etanol yang tercemar oleh eter minyak bumi. Campuran pelarut pengembang hanya boleh digunakan untuk sekali pengembangan karena berubah selama proses pengembangan. Bejana ditutup selama 30 menit pada suhu kamar; selanjutnya lempeng yang telah siap untuk digunakan ditempatkan vertikal dalam bejana yang sudah jenuh itu dan segera ditutup kembali. Penutup jangan berlemak. Selama pengembangan, bejana tidak boleh dibuka; bejana diletakkan di tempat yang bebas angin dan terlindung dari panas serta sinar matahari. Perubahan suhu sedikit tidaklah mempengaruhi hasil pemisahan. Bila pelarut pengembang telah merambat setinggi 15 cm dari titik awal penotolan, lempeng dikeluarkan dan kemudian bejana dikeringkan di udara dalam lemari asam.
d. Tahap penotolan dan tahap pengembangan Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi
Larutan contoh yang akan diaplikasikan (larutan cuplikan) hendaknya berisi antara 0,1 dan 10 mg kation per cm3 dan dapat bersifat netral dan asam encer sekitar 1 μl larutan ditotolkan dengan sebuah apuit mikro (micro syringe) atau mikropipet didekat salah satu ujung lempeng kromatografi (chromatoplate) (sekitar 1,5-2,0 cm dari pinggir lempeng) dan kemudian dibiarkan kering diudara. Untuk pengujian cincin terkonsentrasi, pada sebuah pelat ditotolkan beberapa noda sampel yang sama kemudian setiap noda ditotolkan eluen yang berbeda. Sedangkan untuk penentuan Rf, pada sebuah pelat ditotolkan beberapa noda yang sama di batas bawah pelat. Kemudian pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan. Penempatan pelat dilakukan dengan hati-hati sehingga lapisan tipis fasa diam pelat tidak bersentuhan dengan kertas saring di dalam chamber dan noda yang ditotolkan tidak terkena pelarut. Setelah pelat diletakkan dengan benar, chamber ditutup dan dibiarkan eluen merambat naik secara kapiler. Setelah eluen mencapai batas atas pelat, maka pelat segera diangkat dan noda yang terbentuk
ditandai dengan pensil, kemudian diukur Rf-nya. Jika tidak ada noda yang terlihat maka pelat disemprot dengan pereaksi penimbul warna seperti ditizon, ninhidrin, kalium kromat, amonium sulfida, dan sebagainya. Atau dengan cara menyinari pelat dengan lampu ultra violet atau menjenuhkan pelat dengan uap iodium.
e. Larutan Pembanding (campuran uji atau baku) Disamping larutan cuplikan, selalu ada suatu suatu cairan pembanding yang dikromatografi pada waktu yang bersamaan. Campuran ini terdiri atas 1-5 senyawa yang diketahui, dengan konsentrasi yang telah diketahui pula. Bila mungkin, senyawa pembanding ini sama denga senyawa yang terdapat di dalam larutan cuplikan. Tetapi, boleh juga senyawa lain yang berbeda, yang mempunya sifat rambat serupa dengan senyawa cuplikan.
f. Deteksi Bercak Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi.
g. Penilaian kromatogram
 Angka pada Rf pada KLT
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.
Rf = Jarak titk pusat bercak dari titik awalJarak garis depan dari titik awal
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100.
 Penilaian visual Pada penilaian visual suatu kromatogram, hal berikut harus diamati.
1. Jarak pengembangan komponen larutan cuplikan dibandingkan dengan jarak pengembangan larutan pembanding.
2. Beberapa sifat dan terutama warna hasil reaksi warna. Informasi mengenai identitas sering kali dapat juga diperoleh dengan membandingkan perubahan warna pada pemanasan, dan selanjutnya pada penyimpanan pelet.
3. Perbandingan luas bercak memberi informasi mengenai angka banding kuantitatif. Ukuran bercak juga tergantung pada kepekaan reaksi deteksi. Pada deteksi yang tidak peka, ukuran bercak kecil dan seluruh batasnya tampak tajam, sedangkan pada deteksi fluorosensi yang sangat peka, bercak sering kali terlalu besar dan menyatu.
KLT diperlukan untuk menunjukkan kekhasan minyak atsiri. Metode yang diuraikan di sini telah dibuat sedemikian rupa sehingga praktis hanya kandungan utama terdeteksi. Jika kandungan sekunder harus terdeteksi, maka harus digunakan larutan dengan konsentrasi 5-10 % dan ditotolkan sebanyak 10 μl dalam bentuk pita.
C. Prinsip Kerja
Alat destilasi Stahl dirakit sedemikian rupa sehingga dengan alat ini dapat dilakukan penyulingan dengan air dari simplisia. Hasil destilasi (destilat) terdiri dari campuran minyak atsiri dan air, yang tertampung dalam penampung yang memiliki skala. Volume minyak atsiri yang dihasilkan dapat terbaca dengan melihat skala tersebut.
Untuk mengidentifikasi, hasil destilasi tadi diseparasi dengan kromatografi lapis tipis. Kromatografi dari destilat dibandingkan dengan kromatogram larutan minyak atsiri dalam pelarut yang sesuai.
D. Bahan dan Alat Bahan
 Kuncup bunga cengkeh
 Minyak cengkeh
 Larutan eluasi kromatografi GF 254 untuk lima totolan
 Larutan pewarna FeCl3
Alat
 Perangkat Stahl destilator
 Bejana KLT
 Pipa kapiler
 Corong pisah kecil dan besar
Gambar Alat Destilasi Stahl
E. Cara Kerja
 Penyulingan dengan cara destilasi
Siapkan perangkat alat Stahl sesuai petunjuk
Masukkan 100 gram simplisia, kemudian lakukan destilasi selama 2 jam
Ukur minyak yang diperoleh untuk mengetahui randemen
Pisahkan minyak atsiri kuncup bunga cengkeh dari air, kemudian larutkan sebagian dengan etanol untuk diseparasi dengan KLT
Totolkan larutan minyak atsiri kuncup bunga cengkeh pada lempeng KLT dengan pipa kapiler
Di samping totolan tadi totolkan minyak atsiri sebagai pembanding
Eluasi lempeng KLT sampel dengan kondisi sbb: Fase diam : Silika gel F 254
Fase gerak : Heksana : etil asetat (8:2 v/v)
Penampak bercak : anisaldehida- H2SO4 atau larutan FeCl3
Amati kromatogram dari kedua totolan sebelum dan setelah penyemprotan dalam :
Sinar tampak Sinar UV 254 Sinar UV 366
Setelah disemprot dengan anisaldehid-asam sulfat dan dipanaskan 110
° C selama 10 menit, Hitung harga Rf bercak
Kromatogram
F. Perhitungan
Penghitungan randemen
Berat bunga cengkeh = 100 g
1 cm 1 cm 8 cm Keterangan :
: Minyak atsiri kuncup bunga cengkeh / S
: Minyak atsiri (pembanding)/ B
Berat vial + minyak cengkeh = g Berat vial = 19,07 g Berat minyak yang diperoleh = g
Randemen ekstrak
= Berat ekstrak yang diperolehBerat simplisia awal(minyak yang diperoleh)x100
=
1002,2ggx100= %
G. Hasil Pengamatan
Sebelum disemprot Anisaldehid
Sample Cengkeh Jarak Totolan (cm) Rf Warna Visible UV 254 S1 5,7 0,7125 Tidak tampak Ungu B1 0,2 0,025 Tidak tampak Ungu B2 0,8 0,1 Tidak tampak Ungu B3 1,1 0,1375 Tidak tampak Ungu B4 5,2 0,65 Tidak tampak Ungu
Sesudah disemprot Anisaldehida
Sample Cengkeh Jarak Totolan (cm) Rf Warna Visible UV 254 S1 5,6 0,7 Hijau Hijau S2 7,3 0,9125 Ungu Ungu S3 7,8 0,975 Ungu Ungu B1 1 0,125 Ungu Ungu B2 5,5 0,6875 Hijau Hijau B3 7,2 0,9 Ungu Ungu B4 7,8 0,975 Ungu Ungu
G. Pembahasan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan dapat mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.
Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi–pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Pelat kromatografi yang digunakan berupa silica gel F 254 sebagai fase diam dan heksana : etil asetat (8:2 v/v) sebagai fase gerak. Pelarut yang digunakan adalah hexan-etilasetat karena kepolarannya sama dengan senyawa yang di uji. Hexan-etilasetat bersifat non polar.
Langkah pertama yang kita lakukan yaitu menjenuhkan bejana kromatografi dengan larutan fase gerak yang akan digunakan dengan menggunakan sehelai kertas saring. Penjenuhan ini dilakukan agar proses elusi berjalan dengan baik dan juga dimaksudkan untuk memperkecil penguapan pelarut dan menghasilkan bercak (noda) yang lebih baik. Jangan membuka bejana kromatografi selama penjenuhan berlangsung. Karena apabila bejana kromatografi terbuka larutan yang di dalamnya akan menguap karena sifatnya mudah menguap bila terkena udara. Cara kita mengetahui apakah larutan telah jenuh yaitu dengan melihat naiknya larutan pada kertas saring, apabila sudah naik sempurna berarti larutan sudah jenuh.
Pada percobaan larutan pembanding yang digunakan adalah minyak atsiri standar. Larutan pembanding adalah larutan yang dikromatografi pada waktu bersamaan untuk membandingkan. Kemudian totolkan larutan percobaan masing-masing sebanyak 5 totolan pada fase diam silica gel F254 dengan menggunakan pipa kapiler. Buatlah totolan sekecil mungkin dengan jalan menotolkan larutan sedikit demi sedikit. Pada pemberian totolan setiap memberi satu totolan ditunggu kering dahulu untuk menghindari meluasnya
resapan totolan yang dapat berakibat tidak efektifnya hasil. Jarak antara totolan yang satu dengan yang lain minimal 1cm, agar hasil tidak bertabrakan sehingga kita bisa melihat bagaimana jarak elusi yang terbentuk. Pada saat penotolan jangan terlalu banyak karena jika cairan yang ditotolkan terlalu banyak dan menjadi melebar akan mempersempit ruang gerak senyawa untuk berelusi sehingga terjadi tabrakan satu dengan yang lain.
Masukkan fase diam silica gel yang sudah ditotoli ke dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase gerak, tunggu sampai fase gerak mencapai jarak yang sudah ditentukan. Dalam mengambil dan meletakkan plat kromatografi harus hati-hati karena silica gel mudah terkelupas sehingga apabila ada bagian yang terkelupas membuat naiknya cairan tidak merata. Lalu angkat fase diam dari bejana kromatografi, keringkan kemudian lihat pada sinar UV 254 dan sinar UV 366. Lalu lakukan penyemprotan bercak pada fase diam dengan pereaksi penampak bercak
anisaldehid asam sulfat atau larutan FeCl3 . Penyemprotan ini dilakukan
untuk menghasilkan warna atau memperjelas warna. Penyemprotan dilakukan dilemari asam karena pereaksi dapat merusak. Setelah itu
keringkan dengan pemanasan pada suhu 110 ° C selama 10 menit.
Pada praktikum ini didapat hasil Rf dari masing-masing minyak atsiri adalah :
Sebelum disemprot Anisaldehid, S1 = 0,7125, B1 = 0,025, B2 = 0,1, B3 = 1,1 B4 = 5,2.Sesudah disemprot Anisaldehida, S1= 0,7, S2 = 0,9125, S3 = 0,9975, B1 = 0,125, B2 = 0,6875, B3 = 0,9, B4 = 0,975
Pada plat KTL noda yang terbentuk pada praktikum tidak lurus dan bergabung antara sampel dengan baku. Noda yang terbentuk akan mempengaruhi harga Rf yang didapat. Hal ini bisa terjadi karena beberapa factor, diantaranya, fase diam (kualitas, keberadaan pengotor, ketidakseragaman ketebalan, aktivasi pelat), fase gerak (kemurnian pelarut), bejana pengembang (ukuran bejana, kuantitas pelarut).
I. KESIMPULAN
1. Kuncup bunga cengkeh dapat diisolasi dengan metode destilasi uap
2. Hasil Rf Sebelum disemprot Anisaldehid, S1 = 0,7125, B1 = 0,025, B2 = 0,1, B3 = 1,1 B4 = 5,2.
3. Hasil Rf Sesudah disemprot Anisaldehida, S1= 0,7, S2 = 0,9125, S3 = 0,9975, B1 = 0,125, B2 = 0,6875, B3 = 0,9, B4 = 0,975
4. Sebelum disemprot Anisaldehid pada cahaya visible/tampak menunjukkan tidak nampak, dan pada UV 254 berwarna ungu.
5. Sebelum disemprot Anisaldehid pada cahaya visible/tampak menunjukkan warna ungu hijau, dan pada UV 254 berwarna ungu hijau.
DAFTAR PUSTAKA
http://majalah1000guru.net/2014/11/antibakteri-eugenol-minyak-cengkeh/
http://jurnalilmiahfarmasi.blogspot.com/2010/10/laporan-praktikum-farmakognosi-farmasi.html
http://ag1992.blogspot.com/2011/06/kromatografi-lapis-tipis.html
Mardiyaningsih,Ana dkk .2014. Petunjuk Praktikum FARMAKOGNOSI II. Laboratorium farmakognosi Program studi D3 Farmasi Poltekkes Bhakti Setya Indonesia. Yogyakarta