• Tidak ada hasil yang ditemukan

Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang, Bandung Jawa Barat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang, Bandung Jawa Barat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bandung, 2 Maret 2019 243

KAJIAN BEBERAPA VARIETAS DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT TANAMAN CABAI

STUDY OF SOME VARIETIES AND ORGANIC FERTILIZER ON GROWTH AND

DEVELOPMENT PEST DISEASE ON CHILI

Eli Korlina1), Sugiono dan Sri Zunaini Saadah2) 1) Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang, Bandung Jawa Barat 40391 2. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Jl. Raya Karangplosos Km.4 Malang Email : korlinae@yahoo.co.id

ABSTRAK

Cabai merupakan komoditas yang memiliki peran penting dalam perencanaan pembangunan nasional, karena mempunyai andil yang besar sebagai penyumbang inflasi. Banyak varietas cabai yang ditanam petani, baik hibrida maupun lokal. Kendala utama dalam peningkatan produksi adanya serangan hama penyakit. Pengkajian dilaksanakan di Kec. Jombang Kab. Jember Jawa Timur, pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2016, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh varietas dan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama penyakit tanaman cabai. Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok dengan duabelas perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan yang diuji yaitu 1. Tanjung+Petroganik, 2. Kencana+Petroganik, 3. Lingga+Petroganik, 4. Ciko+Petroganik 5. Emerald+Petroganik, 6 Horison+Petroganik, 7 Tanjung+Bokhasi Plus, 8. Kencana+Bokhasi Plus, 9. Lingga+Bpkhasi Plus, 10. Ciko+Bokhasi Plus, 11. Emerald + Bokhasi Plus, 12. Horison + Bokhasi Plus . Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tinggi tanaman cabai dari varietas berbeda menghasilkan tinggi tanaman yang sama, sedangkan lebar kanopi tertinggi dihasilkan varietas Ciko + Bokhasi plus (55,83 cm). Perlakuan tersebut juga dapat menekan serangan layu dan virus lebih rendah daripada perlakuan lainnya, dengan jumlah dan berat buah pertanaman tertinggi masing-masing 47 buah dan 602,31 gr.

Kata Kunci : Capsicum annuum, varietas, pupuk organik, pertumbuhan tanaman, hama penyakit

ABSTRACT

Chili is a commodity that has an important role in national development planning, because it has a large contribution as a contributor to inflation. Many chili varieties planted by farmers, both hybrid and local. The main obstacle in increasing production is the attack of pest disease. The assessment was carried out in Jember East Java, from August to December 2016, with the aim to

(2)

Bandung, 2 Maret 2019 244 determine the effect of varieties and organic fertilizers on the growth and development of chilli pests disease. The study used a randomized block design with twelve treatments which were repeated three times. The treatments tested were 1. Tanjung + Petroganik, 2. Kencana + Petroganik, 3. Lingga + Petroganik, 4. Ciko + Petroganik 5. Emerald + Petroganik, 6 Horison + Petroganik, 7 Tanjung + Bokhasi Plus, 8. Kencana + Bokhasi Plus , 9. Lingga + Bpkhasi Plus, 10. Ciko + Bokhasi Plus, 11. Emerald + Bokhasi Plus, 12. Horizon + Bokhasi Plus. The results of the study showed that the height of chili plants of different varieties produced the same plant height, while the highest canopy width was produced by the Ciko + Bokhasi plus (55.83 cm) variety. The treatment can also suppress wilt and virus attacks lower than other treatments, with the highest number and weight of fruit trees each with 47 and 602.31 gr.

Key words : Capsicum annuum, varieties, organic fertilizers, plant growth, pest diseases

PENDAHULUAN

Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan juga termasuk salah satu komoditas yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Kebutuhan cabai semakin hari semakin meningkat seiring banyaknya konsumen yang memanfaatkan produk ini sebagai pelengkap makan, sehingga menarik minat petani untuk mengusahakannya secara komersial. Hal ini tercermin dari pola pengusahaannya yang dilakukan secara intensif dan berorientasi untuk memenuhi permintaan pasar (Soetiarso et al. 1998, 1999). Selain itu juga komoditas tersebut dapat mempengaruhi terhadap laju inflasi dan merupakan komoditas penyumbang terbesar secara nasional. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019, cabai dimasukkan sebagai salah satu dari delapan komoditas pangan utama bersama beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi, bawang merah dan kelapa sawit (BPS, 2015). Hal tersebut menunjukkan bahwa cabai merupakan komoditas yang memiliki peran penting dalam perencanaan pembangunan nasional.

Jenis cabai yang dikonsumsi masyarakat di Indonesia bervariasi seperti, cabai besar, cabai keriting, dan cabai rawit. Jenis-jenis cabai tersebut masih terbagi lagi menjadi beberapa varietas yang memiliki keunggulan seperti, cabai keriting varietas Kencana merupakan varietas yang toleran terhadap genangan air dan toleran terhadap ekstrim kering ( Setiawati, et al. 2019) dengan hasil 15,46 t/ha (Setiawati et al., 2013). Pada umumnya jenis cabai yang ditanam petani masih didominasi jenis hibrida dengan harga relative tinggi, yang hanya dapat digunakan sekali tanam, dalam arti apabila akan tanam lagi untuk tanam berikutnya harus membeli kembali dari kios pertanian. Oleh sebab itu Balai Penelitian Tanaman Sayuran sebagai penghasil dan penyedia varietas, berkewajiban mensosialisasikan varietas yang sudah dilepas untuk dapat dikenal dan diperbanyak kembali oleh kelompok tani sebagai sumber benih. Adapun jenis cabai yang sudah dilepas antara lain varietas Ciko, Lingga, Tanjung (cabai besar) dan Kencana (cabai keriting).

Didalam usaha budidaya tanaman cabai, penggunaan pupuk organik mutlak digunakan untuk meningkatkan kesuburan

(3)

Bandung, 2 Maret 2019 245 tanah, diantaranya yang berasal dari pupuk

kandang, kompos daun, kompos rumah tangga dan bokhasi. Pupuk kandang asal kotoran ayam memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Virgundari et al, 2013; Koshale et al, 2018). Sedangkan bokhasi plus (yang diperkaya dengan Trichoderma), selain dapat menyuburkan tanah juga dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, yang pada akhirnya dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman, sehingga kualitas dan kuantitas produksi meningkat. Selama ini petani di desa Jombang Kec. Jombang Kab. Jember lebih memilih pupuk organik yang berasal dari pabrik, padahal pupuk kandang sebagai bahan baku untuk pembuatan bokhasi tersedia. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian yang lebih komprehensif mengenai penggunaan varietas dan pupuk organik pabrikan dibandingkan dengan bokhasi yang dibuat sendiri. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui pengaruh varietas dan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama penyakit tanaman cabai.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilaksanakan di Desa Jombang, Kec. Jombang, Kabupaten Jember, mulai bulan Juli sampai Desember 2016. Pengkajian disusun berdasarkan rancangan acak kelompok yang terdiri atas duabelas perlakuan dengan tiga ulangan. Adapun perlakuan yang dikaji sebagai berikut : 1. Tanjung+Petroganik, 2. Kencana+Petroganik, 3. Lingga+Petroganik, 4. Ciko+Petroganik 5.

Emerald+Petroganik, 6 Horison+Petroganik, 7 Tanjung+Bokhasi Plus, 8. Kencana+Bokhasi Plus, 9. Lingga+Bpkhasi Plus, 10. Ciko+Bokhasi Plus, 11. Emerald + Bokhasi Plus, 12. Horison + Bokhasi Plus.

Luas satuan petak percobaan yang digunakan yaitu berupa bedengan dengan lebar 1 m dan panjang 8 m. Setiap perlakuan terdiri atas tiga bedengan. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh yang ditetapkkan berdasarkan acak sistematis. Peubah yang diamati meliputi : Pertumbuhan tanaman (tinggi dan lebar kanopi), serangan hama dan penyakit dan hasil panen. Pengamatan gejala virus dan layu dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang terserang dibagi dengan jumlah tanaman yang diamati menggunakan rumus sebagai berikut :

a

P = --- x 100 %, dimana : b

P = Persentase kerusakan tanaman a = Jumlah tanaman yang terserang b = Jumlah tanaman yang diamati

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, bila berbeda nyata diuji lanjut dengan DMRT pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanaman cabai dilakukan di lahan sawah pada bulan September, yang menurut perkiraan cuaca sudah memasuki musim kemarau, namun kenyataannya terjadi iklim La Nina (kondisi kemarau yang basah), sehingga tanaman cabai produksinya kurang optimal. Pada awalnya kondisi tanaman pertumbuhan relative baik, namun dengan

(4)

Bandung, 2 Maret 2019 246 kondisi cuaca yang tidak menentu yaitu

kadang panas berkepanjangan, namun tiba-tiba hujan setiap hari mempengaruhi terhadap perkembangan tanaman cabai.

Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan lebar kanopi)

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan cabai merah selama pengkajian berlangsung disajikan pada Tabel 1 dan 2. Pada pengamatan awal pertumbuhan (21 hari setelah tanam) cabai merah varietas Kencana mempunyai perrtumbuhan yang lebih cepat dibandingkan semua varietas

yang dicoba, namun pada akhir pengamatan (49 HST) semua pertumbuhan varietas cabai merah memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang seragam. Sedangkan untuk parameter lebar kanopi nampak bahwa perlakuan varietas Ciko + Bokhasi plus menghasilkan rata-rata lebar kanopi tertinggi, yang tidak berbeda dengan varietas Horison + Bokhasi plus yang merupakan cabai hibrida yang biasa ditanam petani setempat.

Tabel 1 Rata-rata tinggi tanaman cabai pada umur 3, 5 dan 7 minggu setelah tanam

Perlakuan Tinggi tanaman cabai (cm)

21 HST*) 35 HST 49 HST Tanjung + Petroganik 26,00 a**) 33,00 a 51,00 a Kencana + Petroganik 31,33 ab 39,93 ab 46,33 a Lingga + Petroganik 28,67 a 40,33 ab 46,00 a Ciko + Petroganik 31,33 ab 46,57 bc 50,67 a Emerald + Petroganik 28,00 a 40,33 ab 51,00 a Horison + Petroganik 30,67 ab 42,83 abc 53,00 a Tanjung + Bokhasi 31,00 ab 49,83 bc 50,33 a Kencana + Bokhasi 38,00 b 49,33 bc 46,33 a Lingga + Bokhasi 33,67 ab 53,50 c 51,33 a Ciko + Bokhasi 25,67 a 42,50 abc 45,67 a Emerald + Bokhasi 29,00 a 46,33 bc 57,33 a Horison + Bokhasi 30,33 ab 53,83 c 58,00 a Keterangan :

*) HST = Hari setelah tanam

**) angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji jarak berganda Duncan

(5)

Bandung, 2 Maret 2019 247 Tabel 2. Rata-rata lebar kanopi tanaman cabai pada umur 3, 5 dan 7 minggu setelah tanam

Perlakuan Lebar kanopi (cm)

21 HST*) 35 HST 49 HST

Tanjung + Petroganik 17.40 ab**) 25,75 a 36,83 ab Kencana + Petroganik 17,67 ab 30,83 abc 39,00 ab Lingga + Petroganik 22,17 abcd 37,67 abcd 36,67 ab Ciko + Petroganik 21,17 abcd 43,50 cde 42,67 abc Emerald + Petroganik 15,17 a 28,53 ab 39,67 ab Horison + Petroganik 26,33 de 35,13 abc 42,83 abc Tanjung + Bokhasi 19,00 abcd 43,08 cde 47,67 bcd Kencana + Bokhasi 24,33 bcd 29,50 abc 33,50 a Lingga + Bokhasi 18,00 abc 41,08 bcde 44,00 abc Ciko + Bokhasi 32,17 e 52,83 e 55,83 d Emerald + Bokhasi 19,00 abcd 34,17 abc 39,83 ab Horison + Bokhasi 25,17 cd 49,25 de 52,17 cd Keterangan :

*) HST = Hari setelah tanam

**) angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji jarak berganda Duncan

Hama Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai Merah

Keberadaan penyakit tanaman selama pertumbuhan vegetative sangat mengganggu terhadap perkembangan generative tanaman cabai selanjutnya. Apalagi kondisi iklim sangat mendukung terjadinya perkembangan hama maupun penyakit, akibat iklim La. Nina yang menjadi pemicu tumbuh kembangnya penyakit. Pada saat tanaman cabai berumur 35 HST kondisi hujan terus menerus selama tiga hari berturut-turut mulai tgl 10 sampai dengan 12 Oktober 2016 menyebabkan lahan yang ditanami cabai terendam air, sehingga air tersebut perlu dikeluarkan dari lahan dengan cara memasang pompa air. Dengan dikeluarkan air dari lahan diharapkan tanaman cabai dapat tumbuh dengan optimal dan terhindar

dari serangan penyakit layu serta penyakit antraknos yang biasanya berkembang baik pada kondisi yang lembab dan tergenang. Namun penyakit layu, virus dan busuk buah yang disebabkan penyakit antraknos dan lalat buah masih saja terjadi.

Berdasarkan hasil pengamatan yang tercantum pada tabel 3, nampak bahwa hampir semua varietas terserang penyakit layu, kecuali perlakuan varietas Ciko + bokhasi plus Trichoderma serangan layunya hampir tidak ada, kemudian diurutan selanjutnya perrlakuan varietas Lingga +bokhasi dengan luas serangan layu sekitar 2%. Berdasarkan pengamatan serangan penyakit layu pada semua perlakuan, nampak bahwa perlakuan varietas yang menggunakan Bokhasi plus memperlihatkan serangan penyakit layu rendah, kecuali

(6)

Bandung, 2 Maret 2019 248 varietas Emerald dan Horison. Hal ini diduga

kedua varietas cabai hibrida tersebut peka terhadap penyakit layu, karena walaupun sudah ditambahkan agens hayati Trichoderma masih saja terserang penyakit layu. Menurut Al-Taie et al (2016)

Trichoderma harzianum dapat menekan

penyakit layu Fusarium oxysporum sampai 77,77% pada tanaman gandum. Fatima et al (2015) menyatakan bahwa penyakit

Phytophthora infestans pada tanaman

kentang dapat dihambat dengan T.

harzianum sampai 86%. Sedangkan Korlina et

al (2016) mengemukakan bahwa apabila Trichoderma diaplikasikan bersama dengan PGPR pada persemaian bibit cabai didalam kerodong kasa dapat mengurangi serangan penyakit virus, antraknos dan Phythopthora.

Selain penyakit layu yang menyerang tanaman cabai merah selama fase vegetative yaitu penyakit virus. Penyakit virus yang muncul memperlihatkan daun dengan gejala kuning keriting. Menurut Gunaeni et al (2014) Penyakit virus kuning keriting disebabkan oleh virus Gemini yang

merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman cabai.

Dalam percobaan ini yang memperlihatkan insiden gejala virus kuning dengan presentasi rendah dihasilkan pada perlakuan varietas Lingga, Ciko dan Tanjung yang diaplikasi bokhasi plus Trichoderma. Rendahnya insiden virus pada perlakuan varietas yang diaplikasi bokhasi plus Trichoderma kemungkinan ada hubungannya dengan kemampuan Trichoderma dalam menginduksi ketahanan, seperti hasil penelitian Elsharkawy et al (2013) dan Vitti et al (2016) dimana Trichoderma dapat menyebabkan peningkatan mekanisme pertahanan terhadap infeksi CMV. Menurut Faizah et al (2012) pada tanaman yang terinfeksi virus akan terjadi peningkatan akumulasi asam salisilat dan konsentrasi enzim peroksidase.

Tabel 3. Persentase insiden serangan penyakit layu dan penyakit virus pada umur 35 hari setelah tanam

Perlakuan Insiden serangan penyakit layu (%)

Insiden serangan penyakit virus (%) 1. Tanjung + Petroganik 2. Kencana + Petroganik 3. Lingga + Petroganik 4. Ciko + Petroganik 5. Emerald + Petroganik 6. Horison + Petroganik 7. Tanjung + Bokhasi plus 8. Kencana + Bokhasi plus 9. Lingga + Bokhasi plus 10. Ciko + Bokhasi plus 11. Emerald + Bokhasi plus 12. Horison + Bokhasi plus

48.00 bc*) 64.09 cd 50,00 bc 70,00 d 48,00 cd 76,59 d 16.00 a 36.00 b 2.00 a 0.00 a 68.00 d 76.00 d 32.00 bcd 36.00 cd 12.00 ab 40.00 cd 46.00 d 20.00 abc 4.00 a 12.00 ab 2.00 a 6.00 a 34.00 bcd 36.00 cd

(7)

Bandung, 2 Maret 2019 249 *) angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

pada taraf 5% uji jarak berganda Duncan Hasil pengamatan insiden serangan busuk buah yang disebabkan oleh antraknos

(Colletotrichum acutatum) dan hama lalat

buah ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan rekapitulasi pengamatan dari tujuh kali panen terhadap buah yang busuk akibat penyakit antraknos yang serangannya paling rendah yaitu perlakuan varietas Emerald + Bhokasi plus yang diikuti perlakuan varietas Ciko + bokhasi plus , sedangkan insiden serangan yang tinggi terdapat pada perlakuan Horison + Petroganik. Kalau melihat kondisi lahan selama pengamatan nampak bahwa semua pertanaman hampir terendam air, namun adanya perlakuan perbedaan varietas dan pupuk organik menghasilkan insiden serangan yang berbeda-beda, hal ini terutama hubungannya dengan kondisi ketahanan varietas masing-masing. Menurut Palupi et al (2015) tanaman yang tahan terhadap penyakit adalah tanaman yang mempunyai kemampuan menghambat perkembangan pathogen, sehingga tidak dapat berkembang dan menyebar. sedangkan, tanaman yang rentan yaitu tanaman yang tidak mampu menghambat perkembangan patogen penyebab penyakit. Selain itu adanya tambahan Trichoderma pada perlakuan bokhasi membuat tanaman tersebut menjadi lebih kuat dan survive, karena jaringan akar sudah dikolonisasi Trichoderma terlebih dahulu, yang menyebabkan patogen tidak dapat masuk dan berkembang. Rahman, MA

et al (2012) mengemukakan bahwa filtrate

Trichoderma dapat digunakan sebagai agen

biokontrol yang efektif dalam mengendalikan penyakit busuk buah antraknosa cabai.

Selain busuk buah yang disebabkan cendawan C. acutatum, busuk buah juga disebabkan oleh serangan hama lalat buah. Pada pengamatan ini serangan lalat buah persentase kerusakannya beragam, serangan terendah terjadi pada perlakuan Tanjung + bokhasi plus (3,03%), sedangkan serangan tertinggi terjadi pada perlakuan varietas Horison + Petroganik (30,46 %). Hal yang sama juga dilaporkan Soetiarso dan Setiawati (2010) bahwa varietas Tanjung yang di tumpangsari dengan kubis menghasilkan serangan lalat buah terendah (12,35%). Menurut Hasyim et al (2010) lalat buah akan banyak terperangkap pada perangkap warna kuning (39 ekor per hari) dibandingkan warna perangkap merah, hijau, oranye, dan transparan.

(8)

Bandung, 2 Maret 2019 250 Tabel 4. Persentase insiden serangan busuk buah yang disebabkan penyakit antraknos

(Colletotrichum acutatum) dan hama lalat buah

Perlakuan Insiden serangan busuk buah

Antraknos (%) Lalat buah (%) 1. Tanjung + Petroganik 2. Kencana + Petroganik 3. Lingga + Petroganik 4. Ciko + Petroganik 5. Emerald + Petroganik 6. Horison + Petroganik 7. Tanjung + Bokhasi plus 8. Kencana + Bokhasi plus 9. Lingga + Bokhasi plus 10. Ciko + Bokhasi plus 11. Emerald + Bokhasi plus 12. Horison + Bokhasi plus

26,75 abc*) 30,83 bc 20,94 abc 18,02 abc 32,83 bcd 57,37 d 25,78 abc 40,93 cd 31,44 bc 9,11 ab 2,90 a 21,46 abc 5,75 a 16,25 ab 6,00 a 13,22 ab 16,31 ab 30,46 b 3,03 a 17,16 ab 4,13 a 8,05 a 13,53 ab 5,21 a

*) angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji jarak berganda Duncan

Tabel 5. Jumlah dan berat buah cabai per tanaman

Perlakuan Jumlah buah Berat buah/tan (gr) 1. Tanjung + Petroganik 17,33 ab*) 159,33 abc 2. Kencana +Petroganik 14,33 a 72,53 a 3. Lingga + Petroganik 27,33 bc 327,53 d 4. Ciko + Petroganik 29,33 bc 322,50 d 5. Emerald + Petroganik 24,67 abc 151,82 abc 6. Horison + Petroganik 24,00 ab 238,63 cd 7. Tanjung + Bokhasi 22,00 ab 244,67 cd 8. Kencana + Bokhasi 14,50 a 73,37 a 9. Lingga + Bokhasi 36,00 c 266,99 cd 10. Ciko + Bokhasi 47,00 d 602,31 e 11. Emerald + Bokhasi 22,00 ab 117,61 ab 12. Horison + Bokhasi 28,00 bc 231,01 bcd

*) angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji jarak berganda Duncan

Hasil Panen Cabai Merah

Berdasarkan pengamatan terhadap komponen hasil buah cabai (jumlah dan berat buah) yang ditanam pada saat kondisi

iklim yang ekstrim, nampak bahwa jumlah dan berat buah tertinggi diperoleh dari varietas Ciko yang diberi pupuk dasar Bokhasi plus Trichoderma (Tabel 5) dengan jumlah dan berat buah cabai per tanaman

(9)

Bandung, 2 Maret 2019 251 masing-masing sebesar 47 buah dan 602,31

g. Sedangkan yang produksinya rendah adalah varietas Kencana, baik yang diperlakukan dengan Petroganik maupun bokhasi plus. Penyebab rendahnya hasil pada varietas Kencana disebabkan karena banyak buah busuk terserang penyakit antraknos.

KESIMPULAN

1. Varietas Ciko + bokhasi plus dapat menekan serangan penyakit layu, antraknos dan virus, dengan hasil panen tinggi yaitu dengan jumlah buah per pohon 47 dan berat buah 602,31 gram (rekapitulasi tujuh kali panen)

2. Penggunaan bokhasi plus Trichoderma dapat direkomendasikan pada budidaya tanaman cabai merah

DAFTAR PUSTAKA

Al Taie, AH, Matrood, AAA & Al Asadyi, M. (2016). The influence of some fungi bio-genic on promoting grow and yield of wheat var. Ibaa99.

Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci 5 (11):

757-764

BPS. (2015). Distribusi Perdagangan Komoditas Cabai Merah Indonesia . Badan Pusat Statistik, Jakarta. Elsharkwy, MM, Shimizu, M, Takahashi, H,

Ozaki, K & Hyakumachi, M. (2013). Induction of systemic resistance against Cucumber mosaic virus in

Arabidopsis thaliana by Trichoderma

asperellum SKT-1. Plant Pathol J. 29 (2): 193-200

Faizah, R, Sujiprihati, Syukur, M & Hidayat, SH. (2012). Ketahanan biokimia tanaman cabai terhadap Begomovirus penyebab penyakit daun keriting kuning. J. Fitopatologi Indonesia Vol 8 (5): 138 – 144

Fatima, K, Noureddine, K, Henni, JE & Mabrouk, K. (2015). Antaghonistic effect of Trichoderma harzianum against Phytopthora infestans in the North West of Algeria. Int.J.Agr.Agrc.Rsc 6 (4): 44-53

Gunaeni, N, Setiawati, W & Kusandriani, Y. (2014). Pengaruh perangkap likat kuning, ekstrak Tagetes erecta dan imidacloprid terhadap perkembangan vector kutu kebul dan virus kuning keriting pada tanaman cabai merah (Capsicum annuum L). J. Hort. 24 (4): 346-354

Hasyim, A, Boy, A & Hilman, Y. (2010). Respon hama lalat buah jantan terhadap beberapa jenis atraktan dan warna perangkap di kebun petani. J. Hort. 20 (2) : 164-170.

Korlina, E, Adri, K.B, Latifah, E, & Mariyono, J. 2016. Integrated pest and disease management on chili. Proceedings International Conference on Agriculture .Sustainable Agriculture Driving Through Developing Green Growth Strategies. UPN " Veteran" East Java, Philippine Society for the Study Nature, Indonesian Society for the Study of Nature" : 218 - 225 Koshale, C, Kurrey, D.K & Banjare, L.D. 2018.

Effect of organic manure and inorganic fertilizer on growth, yield and physiological parameter of chilli

(Capsicum annum L.). IJCS 2018; 6(4):

(10)

Bandung, 2 Maret 2019 252 Palupi, H, Yulianah, I & Respatijarti. (2015).

Uji ketahanan 14 galur cabai besar

(Capsicum annuum L) terhadap

penyakit antraknos (Colletotrichum spp) dan layu bakteri (Ralstonia

solanacearum). Jurnal Produksi

Tanaman, Vol 3 (8) : 640 – 648

Rahman, MA, Rahman, MM, Kamruzzaman, Md, Begum, MF & Alam, MF. (2012). Use of culture filtrates of Trichoderma strains as a biological control agent against Colletotrichum capsici causing anthracnose fruit rot disease of chili. J. Biodiversity and Environmental Sci Vol 2 (1): 9 – 18

Setiawati, W, Sumarni, N, Koesandriani, Y, Hasyim, A, Uhan, T & Sutarya, R. (2013). Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman cabai merah untuk mitigasi dampak perubahan iklim. J. Hort. 23 (2): 174-183

__________, Koesandriani, Y & Hasyim, A. (2019). Sumbangsih Cabai Keriting Varietas Kencana dalam Menghadapi Kebijakan Swasembada Cabai. http://hortikultura.litbang.pertanian. go.id/ Buku_Inovasi/45-57.Wiwin%20S%20sumbangsih%20ca bai%20keriting.pdf. Diakses tgl 17 Peb 2019.

Soetiarso, T.A., M. Ameriana & W. Adiyoga. (1998). Keunggulan kompratif dan insentif ekonomi usahatani cabai merah berdasarkan regionalisasi sentra produksi. J. Hort. 8 (2): 1137-1144

_________, Purwanto & A. Hidayat. (1999). Identifikasi usahatani tumpanggilir bawang merah dan cabai merah guna menunjang

pengendalian hama terpadu di Brebes. J. Hort. 8 (4): 1312-1329.

_______ & Setiawati, W. (2010). Kajian teknis dan ekonomis system tanam dua varietas cabai merah di dataran tinggi. J. Hort. 20 (3) : 284-298

Virgundari, S , Hadi , M.S & Koeshendarto. 2013. Pengaruh tiga jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Capssicum

annum L.) yang dipupuk KCl dengan

berbagai dosis. J. Agrotek Tropika Vol 1 (2): 159-165

Vitti, A, Pellegrini, E, Nali, C, Lovelli, S, Sofo, A, Valerio, M, Scopa, A & Nuzzaci, M. (2016). Trichoderma harzianum T-22 induces systemic resistance in tomato infected by Cucumber mosaic virus. Front.Plant.Sci 7: 1-11

Gambar

Tabel 1 Rata-rata tinggi tanaman cabai pada umur 3, 5 dan 7 minggu setelah tanam
Tabel 3. Persentase insiden serangan penyakit layu dan penyakit virus pada umur 35 hari setelah  tanam
Tabel  5. Jumlah dan berat buah cabai per tanaman

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah ikan disuntik dengan Inhibitor Aromatase (IA) dengan dosis perlakuan maka telah terjadi perubahan kandungan protein dalam gonad

Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah seorang yang sangat.. luar biasa dalam berdakwah, untuk mengajak seluruh umat muslim

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian,

Kutipan yng paling sering diutarakan :”seperti nitrat oksida dalam operasi yang liuas muncul dengan kemampuan untuk menghilangkan rasa nyeri, benda itu mungkin

Banyaknya Pencari Kerja yang Terdaftar Pada Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Per Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan sampai dengan Agustus 2008.. Number of Registered Job Seekers

Jumlah unit usaha UKM pada tahun 2004 adalah sebesar 43,22 juta naik 1,61 persen terhadap tahun sebelumnya, sementara jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor UKM pada tahun yang

Magnesium diserap dalam bentuk Mg ++ ++ dan merupakan bagian dari hijau daun yang tidak dapat digantikan dan merupakan bagian dari hijau daun yang tidak dapat digantikan oleh unsur

Hasil pengamatan terhadap warna dedak padi selama penyimpanan 8 minggu dengan perlakuan tanpa arang, dan penambahan arang kayu serta arang batok kelapa