• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan. - BAB II ELI KASWONO PBSI'13

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan. - BAB II ELI KASWONO PBSI'13"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan.

Penelitan tentang metafora yang penulis lakukan pernah juga dilakukan oleh peneliti lain.Penelitian tersebut dilakukan oleh Warsiati 2001 dan Akhmad Munarso 2004. Meskipun penelitian tentang metafora pernah dilakukan, penulis meyakini bahwa penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah ada, terutama pada skripsi-skripsi yang ada di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).

Penelitian yang dilakukan oleh Warsiati 2001 berjudul Metafora dalam Tabloid Olahraga. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk metafora yang terdapat dalam tabloid olahraga “Bola” dan “Go” dilihat dari segi

sintaksisnya, mendeskripsikan tipe-tipe metafora yang terdapat dalam tabloid olagraga “Bola” dan “Go” berdasarkan ruang persepsi manusia dan hubungan antara tenor dan

wahana. Dalam penelitiannya mengunakan metode deskriptif yaitu memaparkan data yang diperoleh sesuai dengan fenomena yang berkembang, dan teknik pengumpulan datanya mengunakan data simak dan catat.

Penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Munarso 2004 berjudul Metafora pada Syair Lagu-Lagu Pop Indonesia (Kajian pada Urutan Tangga Lagu-Lagu Pop

(2)

mengunakan teknik simak, teknik catat, dan teknik rekam. (2) tahap penganalisan data mengunakan metode deskriptif kualitatif dengan pengajian data informal.

Sedangkan penelitian yang penulis lakukan berjudul Verba Metaforis dalam Rubrik “Olahraga” pada Harian Suara Merdeka (Analisis Pembeda Makna).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis verba metaforis, mendeskrifsikan faktor penentu kemetaforisan, dan mendeskripsikan pembeda makna verba nonmetaforis dengan verba metaforis dalam rubrik “Olahraga” pada harian

Suara Merdeka Edisi April 2012. Dalam penelitian ini mengunakan metode deskriptif kualitatif yang berupaya meneliti, menggali dan mendeskripsikan fakta kebahasaan kemetaforisan.

Dengan adanya keadaan demikian, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa penelitian Verba Metaforis dalam Rubrik “Olahraga” pada Harian Suara Merdeka, memang perlu dilakukan. Selain berbeda dengan penelitian yang sudah ada, penelitian verba metaforis dalam rubrik “Olahraga” pada Harian Suara Merdeka belum pernah

dilakukan.

B. Verba

Menurut Keraf (1994: 25) berdasarkan morfologisnya kata-kata dapat dibagi menjadi empat jenis kata yaitu: (1) kata benda (nomina subtantiva), (2) kata kerja (verba), (3) kata sifat (adjectiva),dan (4)kata tugas (funtion words). Dari jenis-jenis kata tersebut, peneliti membatasi pada kata kerja (verba).

1. Batasan dan Ciri Verba

(3)

Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari ajektiva. Ciri-ciri verba sebagai berikut.

a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga memiliki fungsi lain.

Contoh:

(1) Pencuri itu lari.

(2) Mereka sedangbelajar di kamar.

Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagi yang lain dari kalimat itu. Katalari, sedang belajar

berfungsi sebagai inti predikat.

b. Verba mengandung makna inheren perbuatan(aksi), prosesatau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Misalnya pada verba lari dan belajar pada contoh (1) dan (2) di atas.

c. Verba khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat dilekati prefikster yang berarti paling. Verba mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati* atau *tersuka*.

d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar*, *sangat pergi*, dan *berkerja sekali* meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan.

2. Verba dari Segi Perilaku Semantiknya

Tiap verba memiliki makna inheren yang terkandung di dalamnya. Verba lari

(4)

inherenperbuatan. Verba seperti itu biasanya dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan: “Apa yang dilakukan oleh subjek?” Verba lari, misalnya, dapat menjadi jawaban atas pertanyaan: “ Apa yang dilakukan oleh pencuri itu?”

Semua verba perbuatan dapat dipakai dalam kalimat perintah, tetapi tidak semua verba proses dapat dipakai dalam kalimat seperti ini. Misalnya, dari verba lari

dapat dibentuk kalimat perintah lari! atau larilah!. Namun dari verba meledaktidak dapat dibentuk kalimat perintah meledak (lah), kecuali dalam kasus-kasus khusus seperti dalam pertunjukan sulap ketika penyulap, misalnya, memerintahkan topinya untuk meledak.

Perbedaan makna inheren antara verba perbuatan dan verba proses itu perlu diperhatikan. Tidak ada pertanyaan: Apa yang terjadi pada pencuri itu? dan mendapat jawaban Dia lari. Demikian pula tidak dapat bertanya Apa yang dilakukan oleh bom itu? dengan jawaban Bom itu meledak.

3. Verba dari Segi Perilaku Sintaktisnya

Verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut. Verba mendekat, misalnya, mengharuskan adanya subjek sebagai pelaku, tetapi melarang munculnya nomina dibelakangnya. Sebaliknya, verba mendekati mengharuskan adanya nomina di belakangnya. Perilaku sintaktis seperti ini berkaitan erat dengan makna dan sifat ketransitifan verba.

(5)

pasif. Dengan demikian, pada dasarnya verba terdiri atas verba transitif dan verba taktransitif.

a. Verba Transitif

Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.

Contoh:

(3) Ibu sedang membersihkan kamar itu

(4) Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur.

Verba yang dicetak miring dalam contoh (3-4) adalah verba transitif. Masing-masing diikuti oleh nomina atau frasa nominal, yaitu kamar itu, pemimpin yang jujur.

Nomina atau frasa nominal itu berfungsi sebagai objek yang dapat juga dijadikan subjek pada kalimat pasif seperti.

(3a) Kamar itu dibersihkan oleh ibu.

(4a) Pemimpin yang jujur pasti dicintai oleh rakyat.

b. Verba Taktransitif

Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.

(5) Maaf, Pak, Ayah sedang mandi.

(6) Kami harus berkerja keras untuk membangun negara. (7) Petani di pegunungan bertanam jagung.

Verba mandi dan berkerja pada (5-6) adalah verba taktransitif karena tidak dapat diikuti nomina. Verba bertanam pada (7) memang diikuti oleh nomina jagung, tetapi nomina itu bukanlah objek dan karenanya tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. karena itu bertanam disebut verba taktransitif, sedangkan jagung

(6)

Peneliti membatasi pada verba transitif karena verba metaforis ditentukan oleh kata/frasa yang menduduki objek (O).

4. Verba dari Segi Bentuknya

Ada dua macam dasar yang dipakai dalam pembentukan verba yaitu:

a. dasar yang tanpa afiks apa pun telah memiliki kategori sintaksis dan mempunyai makna yang mandiri, dan

b. dasar yang kategori sintaksis atau pun maknanya baru dapat ditentukan setelah diberi afiks. Dasar dari kelompok pertama itu dinamakan dasar bebas, sedangkan dari kelompok kedua dinamakan dasar terikat.

Berdasarkan kedua macam dasar di atas, bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, yaitu: (a) verba asal ialah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan (b) verba turunan ialah verba yang harus atau dapat memakai afiks, tergantung pada tingkat keformalan bahas/pada posisi sintaktisnya.

C. Metafora

1. Pengertian Metafora

Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang berati „memindah’ dari

meta: „di atas‟atau „melebihi‟ dan pheren: „membawa‟. Metafora membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suasana atau kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara ekspresit dengan mengunakan kata

(7)

gagasan, yang satu adalah suatu kenyataan, suatu hal yang dipikirkan, yang menjadi objek, dan satunya lagi merupakan perbandingan terhadap kenyataan tadi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia (Pusat Bahasa Depdiknas, 2007: 739), metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dalam arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan misal “tulang pungung

negara” (seseorang atau sesuatu yang menjadi pusat kekuatan). Metafora dipandang

sebagai peroses pemindahan (process of transperence) antara dua entiti atau dua kualitas atau dua keadaan atau dua referen atas sosiasi atribut lain (Subroto, 2011: 121).

Metafora adalah suatu perbandingan antara dua hal yang bersifat menyatu (luluh) atau perbandingan yang bersifat langsung karena kemiripan/kesamaan yang bersifat konkret/nyata atau bersifat intuitif/perceptualUlaman (dalam Subroto, 2011: 121). Metafora adalah pemahaman dan pengalaman akan sesuatu (dipadankan) dengan sesuatu yang lain.Lakoff dan Mark Johnson (dalam Subroto, 2011:121).

Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (Poerwadaminta, 2003: 766). Metafora merupakan pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan (Kridalaksana, 2008: 152).

(8)

Dari pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian metafora, maka penulis menyimpulkan bahwa: metafora adalah perbandingan antara dua hal atau benda yang berupa kata/kelompok kata atau ungkapan kata yang singkat, padat, dan tersusun rapi bukan dalam arti sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan, kias/perbandingan yang bersifat langsung atau konkret/nyata sehingga tidak ditandai kata-kata: seperti, ibarat, bak, laksana, umpama, serupa, bagai, bagaikan dan sebagainya.

2. Struktur Metafora

Struktur metafora terdiri atas: (a) tenor, yaitu hal yang dibicarakan, diperbincangkan atau yang hendak kita ungkapkan dalam tuturan, (b) wahana, yaitu sesuatu tempat kita memperbandingkan sesuatu yang pertama tadi, dan (c) ground, yaitu penyesuaian antara hal yang dibicarakan dan hal yang dipakai sebagai pembanding. (Ulman dalam Subroto, 2011: 120).

Proses penciptaan metafora mengandalkan sesuatu yang kita perbincangkan atau yang hendak kita ungkapkan dalam tuturan (the thing we are talking about) dan sesuatu tempat kita memeperbandingkan sesuatu yang pertama tadi (that to which we ar comparing it). Jadi, pasti ada kemiripan antara sesuatu yang pertama (sebut saja

referen 1) dengan sesuatu yang kemudian (atau referen 2) kemiripan objektif maupun perseptual atau kultural. Sesuatu yang pertama itu kita sebut tenor dan sesuatu yang kedua itu kita sebut wahana (vehicle). Misalnya, kalau terdapat tuturan-tuturan metaforis konvensiaonal seperti: punggung bukit, kaki bukit, kaki gunung, kaki meja

(9)

yang kita perbincangkan atau yang hendak kita ungkapkan, tetapi belum terdapat lambang lingual sebagai alat pengungkapnya. Pemakain bahasa berdasarkan pengalaman kognitifnya memeperbandingkan sesuatu yang pertama tadi dengan sesuatu yang ada kemiripan wujudnya dengannya dan telah memiliki lambang lingual, yaitu bagian belakang tubuh manusia (disebut punggung), anggota tubuh manusia yang menyanggah tubuh (disebut kaki). Berdasarkan kemiripan objektif atau kemiripan wujud yang demikian dan berdasarkan lambang-lambang lingual punggung dan kaki sebagai wahana, pemakai bahasa menyebut sesuatu yang pertama dengan punggung bukit, kaki gunung, kaki meja (Subroto, 1998: 16).

Katakepala dengan arti „bagian tubuh di atas leher‟ dipakai sebaga

pembanding (vehicle). Hal yang dibicarakan (tenor) misalnya kepala karangan yang mengadung arti „bagian karangan yang paling atas,‟ kedua arti itu mengandung persamaan pengertian „atas,‟dan persamaan itulah yang menjadi dasar persesuaian

(ground).

D. Jenis-Jenis Metafora

1. Berdasarkan Tenor dan Wahana

Metafora ini banyak jenisnya. Ullaman dalam Subroto (2011: 131) membagi metafora menjadi: metafora antropomorfis, metafora kehewanan, metafora yang timbul karena pemindahan pengalaman dari konkret ke abstrak atau sebaliknya, dan metafora sinestesis.

a. Metafora Antropomorfis

(10)

mengacu pada alat indra manusia yang berfungsi untuk melihat, berbentuk agak kecil, bulat. Lewat alat indra itu, cahaya dipancarkan (atau ditangkap) untuk melihat sesuatu. Berdasarkan nama alat indra itu, objek-objek tersebut diberi nama: matahari, mata air, mata bisul, mata jarum semuanya memperlihatkan ciri: bulat, kecil, tempat keluar/memasukan sesuatu. Sebaliknya di dalam mata itu terdapat bagian yang bulat yang disebut bola mata. Penamaan bola mata itu justru didasarkan atas nama suatu benda mati, yaitu bola. Penamaan lain seperti: kaki gunung, kaki bukit, kaki meja, kaki kursi, yang semuanya mempunya ciri: bagian bawah dari sesuatu, berfungsi menyanggah sesuatu, juga didasarkan atas nama bagian tubuh manusia yang disebut

kaki. Demikian pula penamaan mulut guadidasarkan atas bagian tubuh manusia yang disebut mulut. Terdapat kesamaan ciri semantik antara mulut gua, mulut botol yang didasarkan atas mulut(manusia).

Sebaliknya, nama bagian tubuh manusia tertentu didasarkan atas nama benda-benda tertentu. Misalnya, bola mata, kendang telinga, biji mata, bulu mata. Bagian telinga disebut kendang karena menyerupai perangkat gamelan yang disebut

gendang/kendang. Demikian pula, penamaan bagian tubuh lainnya didasarkan atas kesamaan atau keserupaan dengan benda-benda tertentu.

b. Metafora Kehewanan

(11)

kuda karena mempunyai kekuatan dan dayatahan seperti kuda, contoh lain ialah ekor kuda, leher angsa. Sebutan ekor kuda dipakai untuk rambut seseorang gadis atau seseorang wanita yang panjang bagaikan ekor kuda. Sebutan leher angsa dipakai untuk pembuangan (sepiteng) yang wujudnya bagian leher angsa.

c. Metafora yang Timbul karena Pemindahan Pengalaman dari Konkret ke Abstrak, atau Sebaliknya.

Misalnya dalam bahasa latin terdapat kata finis yang berarti „akhir, atau batas.‟ Jadi sesuatu yang sifatnya konkret. Dari kata itu kemudian diciptakan sebuah kata yang abstrak definisi (definition) yang berarti rumusan atau batasan. Contoh lain dalam bahasa Indonesia ialah kata bintang yang mengacu „benda angkasa yang bersinar cemerlang.‟ Berdasarkan kata itu kemudian terdapat bentukan bintang

pelajar, bintang radio, bintang lapangan yang semuanya menunjukan kecemerlangan seseorang.

d. Metafora Sinestesis

Metafora sinestesis yaitu metafora yang diciptakan berdasarkan pengalihan tanggapan, dari indra yang satu ke indra yang lain. Dari indra penglihatan ke indra pendengaran atau sebaliknya, atau dari indra perasaan ke indra pendengaran atau sebaliknya. Misalnya, kata hangat dipakai untuk indra perasaan. Kata itu kemudian dipakai untuk tanggapan berdasarkan pendengaran. Misalnya “Ia menyambut

kedatangan saya dengan suara hangat.” Kata pahit biasa dipakai untuk menyatakan indra perasa (obat itu pahit). Kehidupan yang tidak menyenangkan, penuh penderitaan juga dinyatakan “Kehidupan yang pahit” atau merupakan pahit getirnya kehidupan.

(12)

2. Metafora Berdasarkan Struktur Kebahasaan

Dirven dalam Subroto (1991: 18) menggolongkan metafora atas metafora tataran fonologi (disebut metafora bunyi), metafora pada tataran leksis (disebut metafora kata), metafora pada tataran wacana disebut metafora wacana, dan metafora dalam tataran sintaksis (metafora frasa dan metafora kalimat). Dalam penelitian ini dibatasi pada metafora dalam tataran sintaksis (metafora frasa dan metafora kalimat).

Metafora pada tataran sintaksis berupa metafora frasa dan metafora kalimat. frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 2001: 139). Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, dkk. 2003: 311).Hubungan unsur kaki dan gunung pada kaki gunung

sebagai frasa menandai bahwa susunan yang dihasilkan berupa metafora. Hal ini dua satuan linguistik tersebut mudah dapat dibedakan dengan hubungan (semantik) kaki

dengan kerbau pada kaki kerbau yang bersifat referensial. Dalam tataran kalimat unsur-unsur pengisi fungsi menentukan suatu bentuk sebagai metafora. Dengan kata lain pengisi suatu fungsi menjadi metaforis karena pengisi fungsi lainnya.

E. Faktor Penentu Kemetaforisan

(13)

326-330).Adapun yang akan dibicarakan pada tulisan ini terbatas pada fungsi sintaksis utama, yaitu subjek, predikat, objek, dan keterangan.

1. Subjek

Dalam bahasa Indonesia letak subjek biasanya di depan predikat. Subjek dapat berbentuk nominal/frasa nominal, tetapi pada keadaan tertentu kategori kata lain dapat menduduki fungsi subjek.

Contoh:

(8) Sri mengusir jerawat.

(9) Membangun gedung makan biaya.

Pada kalimat (8) Sri subjek (S), mengusir predikat (P), jerawat objek (O), dan kalimat (9) membangun subjek (S), gedung objek (O), makan biaya pelengkap (Pel). 2. Predikat

Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai kontsituen subjek di sebelah kiri dan, jika ada,konstituen objek, pelengkap, dan keterangan wajib di sebelah kanan. Predikat kalimat biasanya berupa frasa verbal atau adjektival. Dalam bahasa Indonesia predikat dapat berujud frasa verbal, adjektival, dan preposional.

Contoh:

(10) Pak Camat sedang mengusir pengemis. (11) Ayah saya pedagang.

Pada kalimat (10) Pak camat subjek (S), sedang mengusir predikat (P), pengemis objek (O), dan kalimat (11) Ayah saya subjek (S), pedagangpredikat (P). 3. Objek

(14)

Contoh:

(12) Hal ini merupakan masalah besar.

(13) Masalah besar dilupakan hal ini.

Pada kalimat (12) hal ini subjek (S), merupakan predikat (P), masalah besar objek (O), dan kalimat (13) masalah besar subjek (S), dilupakan predikat (P), hal ini objek (O).

4. Keterangan

Keterangan mirip dengan pelengkap. perbedaannya adalah pelengkap pada umumnya wajib hadir untuk melengkapi konstruksinya, sedanngkan keterangan tidak. Tempat keterangan biasanya bebas, sedangkan pelengkap selalu di belakang verba (berserta objeknya).

Contoh:

(14) Pak Lurah mengusir pengemis dengan tongkat. (15) Dengan tongkat Pak Lurah mengusir pengemis.

Pada kalimat (14) Pak Lurah subjek (S), mengusir predikat (P), pengemis objek (O), dengan tongkat keterangan (Ket), dan kalimat (15) dengan tongkat keterangan (Ket), Pak Lurah subjek (S), mengusir predikat (P), pengemisobjek (O).

Berdasarkan uraian di atas akan memudahkan untuk merumuskan faktor penentu kemetaforisan.

a. Penentu Subjek Contoh:

(16) Pak polisi mengusir pengemis. (17) Orang-orangan mengusir burung.

(15)

sesuai dengan referen yang ditunjuk. Pak polisi (S) berciri semantis manusia kuat/besar, sedang pengemis adalah manusia yang kecil dan lemah, sangat wajar manusia seperti Pak polisi mengusir manusia kecil dan lemah seperti pengemis.

(17) Orang-orangan mengusir burung;

Termasuk kalimat metaforis kerena maknanya tidak sesuai dengan referen yang ditunjuk. Orang-orangan mempunyai ciri semantis benda tak bernyawa tidak mungkin melakukan tindakan mengusir benda bernyawa (hewan). Lazimnya yang melakukan tindakan mengusir itu makhluk bernyawa (manusia, hewan)

b. Penentu Predikat

(18) Andi menang pada pertandingan itu. (19) Andi berjaya pada pertandingan itu.

Kalimat (18) Andi menang pada pertandingan itu; bermakna literal karean memiliki makna yang sesuai dengan referen. Kata menang berciri semantis dapat mengalahkan lawan, musuh.

Kalimat (19) Andi berjaya pada pertandingan itu; bermakna metaforis karena memiliki makna yang tidak sesuai dengan referen yang ditunjuk. Berjayaberciri semantis mencapai kemegahan. Kata menang dan berjaya memiliki medan makna ada keunggulan.

c. Penentu Objek

(20)Polisi menembakkan pistol ke kepala penjahat. (21) Ia menembakkan kamera ke pengantin.

(16)

Pada kalimat (21) Ia menembakkan kamera ke pengantin; bermakna metaforis karena kamera sebagai alat memotret itu diperbandingkan dengan pistol sebagai alat tembak. Kalimat (21) akan menjadi literal apabila pada konteks.

(21a) Ia memotretkan kamera ke pengantin. d. Penentu Pelengkap

(22) Budi terpeleset karena menginjak sabun.

(22.a) Andik terpeleset dengan kata-kata.

Kalimat (22) Budi terpeleset karena mengijak sabun; bermakna literal karena memiliki makna yang sesuai dengan referen yang ditunjuk. Sedangkan kalimat (22.a)

Andik terpeleset dengan kata-kata; bermakna metaforis karena memiliki ciri semantis yang tidak sesuai dengan referen. Sabun dan kata-kata keduanya memiliki perbedaan makna alat.

e. Penentu Subjek dan Objek secara Bersama (23) Cinta rangkul lah cinta.

(23a) Rasti rangkul lah Jihan agar tidak terpeleset.

S / cinta S / Rasti - bernyawa + bernyawa - manusia + manusia

- wanita + wanita

+ kuat + kuat

Pada kalimat (23) Cinta rangkullah cinta; adalah termasuk metaforis yang menentukan kemetaforisannya N, cinta yang berfungsi S menyebabkan V rangkullah

memerlukan pendamping N agentifcinta berciri semantis – bernyawa, manusia, -wanita, +kuat, diperlakukan seperti Rasti berciri semantis, +bernyawa, +manusia, +wanita, +kuat,‟ yang dapat melakukan aktivitas rangkullah cinta. Demikian juga N,

(17)

semantis –bernyawa, -manusia, -wanita, +kuat, diperlakukan seperti Jihanberciri semantis-bernyawa, -manusia,-pria,+kuat.

f. Penentu Keterangan

(24) Para siswa sedang membaca buku dengan cepat. (24a) Para siswa sedang membaca buku dengan enak.

Kalimat (24) Para siswa sedang membaca buku dengan cepat; bermakna literal karena makna yang ditunjuk sesuai dengan referen. Sedangkan dengan kalimat (24a) Para siswa sedang membaca buku dengan enak; bermakna metaforis karena kata enak(Ket) memiliki ciri semantis yang tidak sesuai dengan referen. Kata cepat

dan enak keduanya memiliki makna „mudah‟.

F. Komponen Makna

Komponen makna itu disebut juga ciri makna (semantic feature) atau pemarkah makna (marker) (Subroto, 2011: 98). Kempson memberi contoh: kata

spinster „perawan tua‟ adalah suatu kompleksitas makna yang terdiri dari komponen

(female) (Subroto, 2011: 98). Dengan demikian, arti leksikal sebuah leksem itu dapat diuraikan fitur-fitur/ciri-cirinya atau komponen artinya itu dapat dipandang sebagai ekstrapolasi (perluasan) dari metode analisis fonem ke dalam fitur-fitur atau ke dalam ciri-ciri pembedanya.

Dicontohkan adanya kata-kata (baca leksem) man, woman, boy, girl. Kata man

(18)

terdapat komponen itu pada boy. Kata boy dibandingkan dengan girl memiliki komponen makna (-adult atau -dewasa), namun keduanya dibedakan berdasarkan komponen makna yang membedakan yaitu terdapat komponen makna (+male) pada

boydan terdapat komponen (-male) padagirl. Keempat kata dalam bahasa Inggris tersebut (man, woman, boy, girl) dapat digolongkan termasuk dalam sebuah medan leksikal atau ranah leksikal (lexical field) yang sama karena sama-sama memiliki komponen makna umum bersama, yaitu: benda, bernyawa (animate), manusia (human). Jadi, kata man dapat diurai/dianalisis komponen maknanya:

(1) Benda

(2) Bernyawa (animate) (3) Manusia (human) (4) Laki-laki (+male) (5) Dewasa (+adult)

Kata woman memiliki komponen: (1) Benda

(2) Bernyawa (animate) (3) Manusia (human)

(4) Perempuan (-male atau +female) (5) Dewasa (adult).

Kata boy (anak laki-laki) memiliki komponen makana arti: (1) Benda

(19)

(5) Belum dewasa (-adult).

Kata girl (gadis) memiliki komponen arti: (1) Benda

(2) Bernyawa (animate) (3) Manusia (human)

(4) Perempuan (-male atau +female) (5) Belum dewasa (-adult).

Berdasarkan analisis komponen makna itu dapat dibuat sebuah definisi logis sebuah kata. Misalnya man dapat didefinisikan dalam bahasa Indonesia „seorang

manusia berjenis kelamin laki-laki, dewasa,‟ sedangkan woman adalah „seorang

manusia berjenis kelamin perempuan, dewasa,‟boy adalah „seorang manusia berjenis

kelamin laki-laki, belum dewasa, girl adalah „seorang manusia berjenis kelamin

perempuan, belum dewasa.‟

(20)

bunga jantan); sedangkan kelompok laki-laki,pria dipakai untuk manusia (anak laki-laki, guru pria). Selanjutnya, laki-laki dibedakan dari pria karena kata pria memiliki komponen makna (+dewasa), sedangkan laki-laki memiliki komponen makna (+/- dewasa) (anak laki-laki, orang laki-laki). Pemberian yang lebih kurang sama juga berlaku untuk: wanita, perempuan, betina. Kata betinadipakai untuk bintang, bunga (kambing betina, bunga betina; tidak ada guru betina). Jadi, kata betina dapat diberi komponen makna (-manusia). Perbedaan komponen makna antara perempuan dan

wanita. Kata perempuan berkomponen makna (+/- dewasa) (bayi perempuan, anak perempuan, guru perempuan) sedangkan wanita memiliki komponen makna (+dewasa) (guru wanita, dokter wanita, *bayi wanita). Pemberian yang sama juga berlaku untuk laki x bini. Kata laki memiliki komponen makna(+manusia, +lakilaki, -perempuan, +dewasa, +suami seseorang, -istri seseorang), sedangkan bini memiliki komponen makna (+manusia, -laki-laki, +perempuan, +dewasa, -suami seseorang, +istri seseorang).

G. Jenis-Jenis Makna

Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Palmer. (dalam Pateda, 2001: 96) mengemukakan jenis-jenis makna: (1) makna kognitif (cognitive meaning), (2) makna ideasional (ideational meaning), (3) makna denotasi (denotasionalmening), (4)makna proposisi (propositional meaning). Boomfield (dalam Pateda, 2001: 96) mengemukakan istilah makna sempit (narrowed meaning), dan makna luas (widened meaning).

(21)

makna tuturan (untterance meaning, (4) makna wacana, (5) makna cultural dan, (6) makna literal dan non-literal. Dari para pendapat di atas mengenai jenis-jenis makna, maka peneliti membatasi pada jenis makna leksikal dan makna gramatikal saja.

1. Makna Leksikal

Makna leksikal (lexical meaning) atau makna semantik (semantic meaning), atau makna eksternal (external meaning) adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dibaca di dalam kamus bahasa tertentu (Pateda, 2001: 119). Makna leksikal ini punya unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Harimurti, 2008: 123).

Subroto (2011: 31-32) menjelaskan arti leksikal adalah arti yang terkandung dalam kata-kata sebuah bahasa yang lebih kurang bersifat tetap. Makna leksikal di sini biasanya berkaitan dengan arti leksikal kata-kata tunggal (monomorphemic word).Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata gawang. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Depdiknas, 2007: 339) kata gawang diartikan: (a) dua tiang yang dihubungkan dengan kayu palang pada bagian ujung atas; (b) dua tiang yang berpalang sebagai tempat sasaran memasukan bola dalam permainan sepak bola.

2. Makna Gramatikal

(22)

satuan gramatikal baik dalam konstruksi morfologi, frasa, klausa/kalimat (Subroto, 2011: 33).

Kata mata mengandung makna leksikal alat atau indra yang terdapat di kepala yang berfungsi untuk melihat. Namun setelah katamata ditempatkan dalam kalimat mislnya:“Hei, mana matamu?” kata mata tidak mengacu lagi pada makna alat untuk

melihat atau tidak menunjuk pada indra untuk melihat, tetapi menunjuk pada cara berkerja, cara mengerjakan yang hasilnya kotor, tidak baik.

(23)

Kerangka Pikir

Tataran bahasa

Wacana Sintaksis Semantik

Makna wacanaMakna gramatikalKomponen makna Jenis-jenis makna

Suara merdeka

Verba transitif dan intransitif Meneliti verba metaforis

Metafora berdasarkan hubungan Berdasarkan struktur kebahasaan tenor dan wahananya

Tujuan analisis

Bentuk verba metaforisPembeda makna verba nonmetaforis Faktor penentu

Referensi

Dokumen terkait

Perpustakaan sebagai pusat sumber ilmu, karena di perpustakaan guru dan siswa serta masyarakat dapat mencari berbagai ilmu dan pengetahuan yang diperlukan, baik

In vocational schools, teachers need the autonomy to respond to the dynamics of the classroom, to teach using various strategies during the process of students’ learning and

Menurut saya, jika selalu menggunakan barang yang berbeda dapat menambah percaya diri dihadapan orang

Setelah dilakukan penelitian, diperoleh keluaran daya maksimum untuk laser CO 2 sealed-off pada arus listrik 10,75 mA dengan jumlah garis radiasi laser yang dihasilkan sebanyak

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerah dan kasih karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisikokimia

Tingkat kedisiplinan para siswa kelas VIII SMP Joanness Bosco Yogyakarta dalam mengikuti kegiatan akademik di sekolah dalam tiap aspek, adalah sebagai berikut: (1) Aspek

First Characterization of Bioactive Components in Soybean Tempe that Protect Human and Animal Intestinal Cells against Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)

penambahan asam sitrat, nilai pH selai mangga lembaran akan menjadi rendah karena. asam sitrat berfungsi untuk menurunkan atau mengatur pH selai (Winarno et al