• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Hipertensi - Eko Setyo Wibowo BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Hipertensi - Eko Setyo Wibowo BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Definisi Hipertensi

Seseorang dikatakan mengalami hipertensi apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg (Rachman, 2011). Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan / left ventricle,

hypertrophy (untuk otot jantung) dengan target organ diotak berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian (Bustan, 2007).

2. Klasifikasi Hipertensi

(2)

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun

Klasifikasi tekanan darah

Tek darah sistolik mm Hg

Tek darah diastolic mm Hg

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 90-99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≥ 100

3. Jenis jenis hipertensi

a. Hipertensi esensial / primer

Tekanan darah meningkat disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus seperti keturunan, perubahan pada jantung dan pembuluh darah, bertambahnya umur, juga stress psikologis (Martuti, A., 2009). Hipertensi primer atau yang dikenal dengan hipertensi essensial atau idiopatik merupakan kasus hipertensi terbanyak, yaitu sekitar 95% dari kejadian hipertensi secara keseluruhan (Adrogué & Madias, 2007 dalam Widyasari, D.F., & Candrasari, A., 2010).

b. Hipertensi sekunder

(3)

4. Pengendalian Hipertensi

Hipertensi adalah memang penyakit yang berbahaya. Namun penyakit hipertensi dapat dikontrol, untuk itu dibutuhkan pengendalian tekanan darah yang tepat, salah satunya yaitu dengan memodifikasi gaya hidup. Oleh sebab itu semua pasien hipertensi harus melakukan perubahan pola hidup (therapeutic lifestylechanges), seperti berolahraga teratur, menurunkan berat badan bagi yang kelebihan berat badan, berhenti merokok, mengurangi asupan garam, dan lain-lain (Tedjasukmana, P., 2012).

Sutomo, B. (2009) mengelompokan menjadi 2 faktor risiko hipertensi, yaitu faktor yang bisa diubah dan tidak bisa diubah.

a. Faktor risiko yang tidak bisa diubah 1. Ras

Suku berkulit hitam berisiko lebih tinggi terkena hipertensi (Sutomo, B., 2009).

2. Usia

(4)

dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik (Hardiman, A., 2006).

3. Riwayat keluarga

Hipertensi bisa diturunkan. Anak yang salah satu orangtuanya mengidap hipertensi, memiliki risiko 25% menderita hipertensi juga. Jika kedua orangtua hipertensi, 60% keturunannya mendapatkan hipertensi (Sutomo, B., 2009). Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial) (Hardiman, A., 2006).

4. Jenis kelamin

Hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan paruh baya. Sebaliknya, hipertensi sering terjadi pada sebagian besar wanita setelah berusia 55 tahun, atau yang mengalami menepouse (Sutomo, B., 2009).

b. Faktor risiko yang bisa dikendalikan dan di ubah (berupa pola hidup) 1. Status berat badan

(5)

kelebihan berat badan membuat frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah meningkat. Kondisi ini menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.

Lemak jenuh dan lemak trans yang masuk ke dalam tubuh patut diwaspadai. Konsumsi kedua lemak ini secara terus-menerus menyebabkan penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Akibatnya arteri menyempit dan perlu tekanan lebih besar untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh (Sutomo, B., 2009).

Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler, 1991 dalam Hardiman, A., 2006).

Nilai IMT dihitung menurut rumus :

Indeks Massa tubuh (IMT) = Berat badan (kg)

Tinggi badan (m2)

Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (II\/IT) Menurut WHO

Indeks Massa Tubuh (IMT) (Kg/cm2) Kategori <16 16,00 -16,99 17,00 -18,49 18,50 -24,99 25,00 -29,99 30,00 -39,99 >40

Kurus tingkat berat Kurus tingkat ringan Kurus ringan Normal

Kelebihan berat badan tingkat 1 Kelebihan berat badan tingkat 2 Kelebihan berat badan tingkat 3

(6)

Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Orang Indonesia IMT

(Kg/cm2) Kategori

Keadaan

< 17

17,0 - 18,5

Kekurangan berat badan tingkat berat

Kekurangan berat badan tingkat ringan

Kurus

18,5 -25,0 Normal

> 25,0 - <

27,0

> 27

Kelebihan berat badan tingkat rinqan

Kelebihan berat badan tingkat berat

Gemuk

Sumber: Oil. Gizi Oepkes RI Jakarta, 1994

2. Aktivitas fisik

Faktor ini merupakan salah satu langkah mengatasi faktor pertama dan kedua. Jika seseorang kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi lebih tinggi sehigga memaksa jantung bekerja lebih keras setiap kontraksi (Sutomo, B., 2009).

(7)

(hypokinetic), seperti penggunaan remote kontrol, komputer, lift dan tangga berjalan, tanpa dimbangi dengan aktifitas fisik yang akan menimbilkan penyakit akibat kurang gerak

b. Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Karim, F., 2002). Olahraga yang teratur adalah olahraga yang dilakukan dengan frekuensi 3 – 5 kali seminggu dengan selang waktu satu hari istirahat (Mukti, A. G., 2012).

3. Konsumsi garam a. Natrium

Beberapa orang lebih sensitive terhadap natrium. Tubuh mereka akan menahan natrium di dalam tubuh sehingga terjadi retensi air dan peningkatan tekanan darah. Usia pun mempengaruhi kemampuan tubuh menahan natrium. Semakin tua umur seseorang, tubuhnya semakin sensitif terhadap natrium (Sutomo, B., 2009).

(8)

penelitian ini disimpulkan bahwa penurunan asupan natrium dapat mencegah hipertensi (Janah, M., Sulastri, D., & Lestari, Y., 2013)

Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak (Hardiman, A., 2006).

b. Penyedap rasa

Budiarso (2003), menyatakan bahwa sumber utama natrium atau sodium di negara negara Barat adalah garam dapur. Akan tetapi di Indonesia, disamping garam dapur dan ikan asin, sumber lain yang lebih potensial adalah monosodium glutamate (MSG/Vetcin). Kadar Natrium/sodium dalam 1 gram garam dapur setara dengan kadar natrium/sodium yang terkandung dalam 3 gram (1 sendok teh) MSG/Vetcin. Satu gram garam dapur membuat 1 mangkok sop atau mie menjadi asin, Sebaliknya 3 gram MSG/Vetcin tidak terasa asin, malah terasa lezat dan gurih. Sehingga secara tidak sadar, bisa keracunan natrium atau sodium karena penambahan MSG/Vetcin yang berlebih.

4. Manajemen Stres

(9)

adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak bisa dihindari, stres atau ketegangan emosional dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler, khususnya hipertensi, dan stres dipercaya sebagai faktor psikologis yang dapat meningkatkan tekanan darah (Muhlisin, A., & Laksono, R.A., 2011). Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi dan lain lain (Sunaryo., 2002). Untuk itu dibutuhkan manajemen stress. Memanajemen stres berarti Membuat perubahan dalam cara berpikir dan mekanisme koping dalam menghadapi tekanan hidup dan cara berperilaku dalam lingkungan ( Margiati, L.,(1999)).

Menurut Ibnu, I.F., & Saleh, U., ( 2010) untuk mencegah mengalami stress, setidaknya ada 3 lapis.

a. Lapis pertama (primary prevention) dengan cara merubah cara kita melakukan sesuatu. Untuk keperluan ini kita perlu memiliki skills yang relevan, misalnya: skill mengatur waktu, skill menyalurkan, skill mendelegasikan, skillmengorganisasikan, menata, dst.

b. Lapis kedua (Secondary prevention), strateginya kita menyiapkandiri menghadapi stressor, dengan cara exercise, diet, rekreasi, istirahat , meditasi, dst.

(10)

5. Status merokok

Zat-zat kimia tembakau seperti nikotin dan karbonmonoksida dari asap rokok, membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah (Sutomo, B., 2009). Dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan

memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis

sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung

bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain

(Komalasari & Helmi, 2000 dalam Oroh, D.N., kandou, G.D.,& Malonda, N.S., 2013).

6. Sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik

(11)

7. Kalium rendah

Kalium membantu tubuh menjaga keseimbangan jumlah natrium di dalam cairan sel. Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium yang berlebihan di dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan sehingga risiko hipertensi meningkat (Sutomo, B., 2009).

8. Konsumsi minuman beralkohol

Sekitar 5-20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol. Hubungan alkohol dan hipertensi memang belum jelas. Tetapi penelitian menyebutkan, risiko hipertensi meningkat dua kali lipat jika mengonsumsi alkohol tiga gelas atau lebih (Sutomo, B., 2009).

Widyanto, F.C., (2013) penatalaksanaan hipertensi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu

1. Terapi Non farmakologis

Terapi non farmakologis dalam mengatasi hipertensi ditekankan pada berbagai upaya berikut :

a.Mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih b.Latihan fisik (olahraga) secara teratur

c.Pemberian kalium dalam bentuk makanan dengan konsumsi buah dan sayur

d.Mengurangi asupan garam dan lemak jenuh

(12)

2. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat anti hipertensi yang secara khusus diharapkan :

a. Mempunyai bioavailabilitas yang tinggi dan konsisten sehingga evektifitasnya dapat diperkirakan ( predictable)

b. Mempunyai waktu paruh (plasma elimination half-life) yang panjang sehingga diharapkan mempunyai efek pengendalian tekanan darah yang panjang pula

c. Smooth onset of action dengan kadar puncak plasma setelah 6 – 12 jam untuk mengurangi kemungkinan efek mendadak seperti takikardia

d. Mengingatkan survival dengan menurunkan risiko gagal jantung dan mengurangi recurrent (serangan balik) infark miokard

Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan hipertensi dengan farmakologis :

a. Diuretik thiazide

(13)

sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia,kegemukan, dan penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun.

b. Penghambat andrenergik

Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari a-blocker, b-bloker dan a-b-bloker labetalol. Obat ini menghambat efek system saraf simpatis yang merupakan sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Obat jenis ini yang paling sering digunakan adalah b-blocker, yang efektif diberikan pada klien usia muda, klien dengan riwayat serangan jantung, klien dengan denyut jantung yang cepat, angina pectoris (nyeri dada), dan sakit kepala migren.

c. ACE-inhibitor (angiotensin-converting enzyme)

ACE-inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Obat ini efektif diberikan pada orang kulit putih, usia muda, klien gagal jantung, klien proteinuria karena penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, dan klien dengan impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain.

d. Angiotensin-II-bloker

(14)

e. Antagonis kalsium

Penggunanaan antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang berbeda. Obat ini efektif diberikan pada orang kulit hitam, lansia, klienangina pectoris (nyeri dada), takikardi, dan sakit kepala migren. Contoh golongan obat antagonis kalsium adalah nifedipine dengan kerja yang cepat dan dapat diberikan per-oral (ditelan). Obat ini dapat menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat.

f. Vasodilator langsung

Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti-hipertensi lainnya.

5. Tekanan darah

(15)

dinding pembuluh darah tersebut, inilah yang disebut sebagai tekanan darah (Martuti, A., 2009)

Martuti, A. (2009) terjadinya peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :

a. Meningkatkan kerja jantung yang memompa lebih kuat sehingga volume cairan yang megalir setiap detik bertambah besar.

b. Arteri besar kaku, tidak lentur sehingga pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut ia tidak dapat mengembang. Darah kemudian akan mengalir melalui pembuluh yang lebih sempit sehingga tekanan naik. Menebal dan kakunya dinding arteri pada orang usia lanjut, dapat terjadi karena arteriosklerosis (penyumbatan pembuluh arteri). Peningkatan tekanan darah juga mungkin terjadi oleh adanya rangsang saraf atau hormone di dalam darah sehingga arteri kecil mengerut untuk sementara waktu.

(16)

B. Lansia

1. Definisi Lansia

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enampuluh) tahun ke atas”.

2. Batasan – batasan Lanjut Usia

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Efendi, F., & Makhfudli. (2009), lanjut usia antara lain :

a. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45 – 59 tahun b. Lanjut usia (erderly) adalah kelompok usia 60 – 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) adalah kelompok usia 75 – 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun. 3. Tipe Lansia

5 tipe kepribadian lansia menurut Kartinah, & Sudaryanto, A, (2008) sebagai berikut:

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (construction personalitiy)

Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri (independent personality)

(17)

c. Tipe Kepribadian Tergantung (dependent personalitiy)

Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (hostility personality)

Pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (self hate personalitiy)

Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

(18)

4. Tugas perkembangan lansia

Menurut Erikson dalam Maryam, R.S., et al, (2008), kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut di pengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada saat sebelumnya.

Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut mereka akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukakn pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.

Adapun tugas perkembangan pada lansia adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi menurun b. Mempersiapkan diri unttuk pensiun

c. Membentuk hubungan baik dengan seusianya d. Mempersiapkan kehidupan baru

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai

(19)

5. Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia

Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah (Tamher, S.,& Noorkasiani., 2009). Keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan antara lain dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan emosional (Kresnawati, I., & Kartinah., 2010).

6. Kesehatan Lanjut Usia

Menurut Bustan (2007) dalam Simanullang, P., Suska, F., & Asfriyati.

(2011), secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan: (1) perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit, (2) perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf: otak, isi perut: limpa,hati, (3) perubahan panca indra: penglihatan,pendengaran, penciuman, perasa, dan (4) perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan di dalam bergerak.

(20)

C. Kerangka Teori

Teori Hendrik L Blum (1974) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:

1.Lingkungan

2. perilaku

3. pelayanan kesehatan

(21)

Faktor risiko yang bisa dikendalikan dan di ubah :

1. Status berat badan 2. Aktivitas fisik 3. konsumsi garam 4. manajemen stres D. Kerangka Teori

Faktor risiko yang tidak bisa diubah:

1. Ras 2. Usia

3. Riwayat keluarga 4. Jenis kelamin

+

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Ket : Tidak diteliti--- (garis putus putus)

sumber : Sutomo, B. (2009), Hendrik L Blum dalam Siswanto, H. (2002).

status tekanan darah 5. status merokok

6. Sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik

7. Kalium rendah 8. Konsumsi minuman

beralkohol

status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor yaitu:

1.Lingkungan 2. perilaku

(22)

E. Kerangka Konsep

Faktor risiko yang bisa dikendalikan dan di ubah : 1.Status berat badan 2.Aktivitas fisik 3.konsumsi garam 4.Manajemen stres

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

F. Hipotesis

Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini penulis rumuskan dalam hipotesis sebagai berikut :

1. Ada hubungan status berat badan lansia dengan hipertensi terhadap status tekanan darah

2. Ada hubungan aktivitas fisik lansia dengan hipertensi terhadap status tekanan darah

3. Ada hubungan konsumsi garam lansia dengan hipertensi terhadap status tekanan darah

4. Ada hubungan manajemeng stres lansia dengan hipertensi terhadap status tekanan darah.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (II\/IT) Menurut WHO
Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Orang Indonesia
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

menyempitakn pembuluh darah sehingga terjadi tekanan yang lebih

hipertensi ringan hipertensi sedang dan hipertensi berat. Penyakit hipertensi dan atau darah tinggi di kenal dua tipe klasifikasi, diantaranya hipertensi primer dan

Ha : Ada pengaruh slow stroke back massage terhadap penurunan tekanan darah pada lansia

Stroke adalah gangguan suplai darah menuju otak, biasanya disebabkan oleh perdarahan atau sumbatan didalam pembuluh darah yang menghambat aliran oksigen dan nutrisi

Pada kondisi normal, pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi sebagai respon terhadap gravitasi saat perpindahan posisi, namun pada hipotensi ortostatik pembuluh darah

“Analisis faktor risiko hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia”.. InstituT

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang di sebebkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan

Pengertian Diabetes Melitus Diabetes melitus DM didefinisikan sebagai suatu penyakit metabolik dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan