• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

H a s i l

Perkembangan Stadia dan Laju Metamorfosis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan stadia dan laju metamorfosis kecebong katak lembu yang mendapat perlakuan perendaman hormon tiroksin (T4) dengan 50 pg/l (Pl), 100 pgil (P2), 150 pgll (P3), 200 pgll (P4) dan 250 pgil (P5) dengan lama perendaman 2 hari (TI) dan 4 hari (T2) mengalami peningkatan stadia lebih tinggi dan metarnorfosis lebih cepat dibandingkan dengan dosis 0 pgll (Po) atau kontrol pada setiap pengamatan. Perkembangan stadia dapat dilihat pada Gambar 1, Lampiran 3, 4 dan laju rr~etamorfosis pada Gambar 2, Lampiran 9, 10.

Analisis statistik menunjukkan bahwa pada akhir penelitiarl, perbedaan dosis dan lama perendaman berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap perkembangan stadia kecebong. Perkembangan stadia tertinggi dicapai pada perlakuan T2P5 yaitu stadia 24.7

+

0.14, sedangkan perkembangan stadia terendah pada perlakuan kontrol yaitu stadia 17.3 f 0.10 (Gambar 3 dan Lampiran 16).

(2)

6 12 18 24 30 waktu pengamatau (hari)

-D- TlPl -&-

TIP2

0 6 12 18 24 30

waktu pengarnixtan (hari)

Gambar 1. Perkembangan stadia kecebong

katak

lembu selama penelitian, (a) perendarnan 2 hari dan (b) perendaman 4

hari

(3)

Gambar 2. Laju metarnorfosis kecebong katak lembu selarna penelitian,

(4)

Grafik respon hubungan antara perkembangan stadia dengan perlakuan dosis tiroksin menghasilkan persamaan Y = -0,0002x2 + 0 , 0 7 9 2 ~ + 18,451 dengan R~ = 0,8092

untuk perlakuan perendaman 2 hari dan Y = -0,0002x2

+

0 , 0 7 2 ~ + 18,183 R2 =

0,8754 untuk perlakuan perendaman 4 hari (Lampiran 8). Dosis tiroksin optimal yang didapat adalah 198.0 pgll untuk perendaman 2 hari dan 180.0 pg/l untuk perendaman 4 hari.

Analisis statistik menuiljukkan bahwa perbedaan dosis dar, lama perendaman berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap laju netamorfosis kecebong. Laju metamorfosis tertinggi didapatkan pada perlakuan T2P5 yaitu 0.49 k 0.005 (stadiahari), sedangkan laju metamorfosis terendah pada perlakuan kontrol yaitu 0.24

+

0.006 (stadidhari) (Gambar 4, Lampiran 16). Grafik respon hubungan antara laju metamorfosa dengan perlakuan dosis menghasilkan persamaan Y = -0,000008x2

+

0 , 0 0 2 7 ~

+

0,2754 dengan R~ = 0,8096 untuk per!akuan dengan perendaman 2 hari

dan Y = -0,000006x2

+

0 , 0 0 2 4 ~

+

0,2663 dengan R2 = 0,8744 ~ n t u k perlakuan dengan perendaman 4 hari (Lampiran 14). Dosis optimal yang didapat pada masing- masing perlakuan perendaman adalah 200.0 pgll untuk perendaman 2 hari dan 168,8 1.1811 untuk perendaman 4 hari.

(5)

dosis tiroksin (pg/l)

+

perendaman 2 hari

+

perendaman 4 hari

Gambar 3. Perkembangan stadia kecebong katak lembu pada akinir penelitian. (notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata)

dosis tiroksin (pg/l)

+

perendaman 2 hari perendaman 4 hari

Gambar. 4. Laju metamorfosis kecebong katak lembu pada akhir penelitian. (notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata)

(6)

Pertumbuhan

Perkembangan bobot dan laju pertumbuhan kecebong katak yang direndam di dalarn larutan honnon tiroksin 50 pg/l (PI), 100 pgll (P2), 150 pg/l (P3), 200 pg/l (P4) dan 250 pg/l (P5) selama 2 hari (TI) dan 4 hari (T2) dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Pada Gambar 5 kecebong yang mendapat perlakuan mengalami penurunan bobot hingga akhir penelitian. Khusus pada perendaman 2 hari masih terlihat penambahan bobot pada periode hari ke 6-8 tetapi kemudian turun, sedangkan pada kontrol terjadi penambahan bobot.

Analisis statistik menunjukkan bahwa dosis tiroksin dan lama perendaman berpengaruh nyaia (P>0.05) terhadap bobot kecebong pada akhir pengamatan, tetapi tidak ada interaksi antar kedua faktor perlakuan tersebut (Lampiran 18). Pada hari ke-30 didapatkan bobot terendah pada perlakuan T2P5 yaitu 6.0 f 0.37 g dan bobot tertinggi pada ToPo yaitu 12.3 f 1.9 1 g (Gambar 7).

Pada gambar 6 tampak bahwa pada kecebong yang mendapat perlakuan, laju perturnbuhan menjadi negatif walaupun bervariasi, kecuali pada perldcuan kontrol. Eosis tiroksin dan lama perendaman berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap laju pertumbuhan pada akhir penelitian (Gambar 8, Lampiran 23). Laju pertumbuhan tertinggi didapatkan pada kontrol adalah 0.2 f 0.53 (%/hari) dan terendah pada T2P5 adalah -2.1

+

0.1 0 (%/hari) (Lampiran 24).

(7)

Gambar 5. Perkembangan bobot kecebong

katak

lembu selama penelitian, (a) perendaman 2 hari dan (b) perendaman 4 hari

(8)

Gambar 6. Laju pertumbuhan kecebong

katak lembu

selama penelitian, (a) perendaman 2 hari

dan

(b) perendaman 4

hati

(9)

0 Y' I M 4 cn

-

250 Dosis tiroksin (1-1611)

-4- perendarm 2 hari

+

perendarman 4 hari

Gambar 7. Perkembangan bobot kecebong katak lembu pada akhir penelitian. (notasi huruf yang saina menunjukkan tidak berbeda nyata)

1

a Dosis tiroksin (pdl)

- 2 . 5

-1

d d

+ p e r e n d a m a n 2 h a r i p e r e n d a n i a n 4 h a r i

Gambar. 8. Laju pereturnbuhan kecebong katak lembu pada akhir penelitian. (notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata)

(10)

Kelulusan Hidup

Analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan dosis tiroksin dan lama waktu perendaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kelangsungan hidup kecebong (Lampiran 35). Kelulusan hidup kecebong tertinggi didapatkan pada kontrol yaitu 86.3 _+ 2.50% dan kelangsung hidup terendah pada perlakuan TIP5

yaitu 52.5

+

6.45% (Gambar 10, Lampiran 36)

dosis tiroksin (pgll)

+-

perendarnan 2 hari

I t

perendaman 4 hari

Gambar.9. Kelulusan hidup kecebong katak lembu pada akhir penelitian (notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata).

Produksi Percil

Analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan dosis tiroksin dan lama waktu perendarnan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi percil (Lampiran 29). Produksi percil tertinggi didapatkan pada perlakuan T2P5 yaitu pemberian dosis 250 pgll dengan lama waktu perendaman selama 2 hari yaitu 71.0

+

9.00 %,

(11)

sedangkan pada perlakuan kontrol belum mengl~asilkan percil (0 %) (Gambar 9, Lampiran 30).

0 50 100 150 200 250

dosis tiroksin (pgll)

+

perendaman 2 hari

+

perendaman 4 hari

Gsunbar 10. Produksi percil katak lembu pada akhir penelitian (notasi huruf yang s m a menunjukkan tidak berbeda nyata).

Konsentrasi Hormon Tiroksin Darah

Hasil analisis kandungan hormon tiroksin darah menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan dosis 50 pgll (PI), 100 pgll (P2), 150 pgll (P3), 200 pgll (P4) dan 250 pgll (P5) selama 2 hari (Tl) dan 4 hari (T2) meningkatan kandungan tiroksin darah lebih tinggi dibanding dengan kontrol, terutama pada periode pengarnatan hari ke-6 (Gambar 11 dail Lampiran 39). Analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan dosis dan lama perendaman pada pengamatan hari ke-30 memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kandungan tiroksin dalam darah kecebong (Lampiran 41), tetapi tidak ada interaksi antara dosis dengan

(12)

lama perendaman. Kandungan tiroksin dalam

darsh

tertinggi pada T2P4 yliou 0.98

*

0.013 fldl dan terendah pada ToPo yaitu 0.67 f 0.028

pVdl

(Gambar 12 dm

Lampiran 42).

0.0

!

I I I I u 1

0 6 12 18 24 30

waktu pengamatan ( hari )

4 T o P o --I--TlPl -+TlP2

-+TIP3

-+--TIP4

4 T l P S

Gambar 11. Perkembangan konsentrasi tiroksin darah kecebong katak lembu selama

(13)

dosis tiroksin (pgl!)

+

perendaman 2 hari

+

perendaman 4 hari

Garnbar 12. Konsentrasi tiroksin darah kecebong katak lembu pada akhir penelitian (notasi huruf yang sarna menunjukkan tidak berbeda nyata).

(14)

Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa dosis tiroksin dan lama perendarnan berpengaruh terhadap perkembangan stadia dan laju metamorfosis, serta bobot dan laju pertumbuhan kecebong katak lembu. Peningkatan stadia dan laju metamorfosis pada kecebong yang diberi perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 0 pgll (ToPo, kontrol). Semakin tinggi dosis dan lama perendaman maka perkembangan stadia dan laju metamorfosis akan semakin cepat. Perkembangan stadia dan laju metamorfosis tercepat terjadi pada periode awal atau hari ke 6 pada setiap perlakuan, sebagai akibat langsung pemberian tiroksin pada media hidup kecebong. Kondisi yang sama tidak dijumpai pada kontrol. Seperti dikemukakan Djojosoebagio (1 999), apabila kecebong direndam dalam media yang diberi tiroksin rnaka metamorfosis akan berlangsung cepat, karena di dalanl tubuh kecebong tersebut rerjadi kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme) yang berarti akan mempercepat metamorfosis. Selanjutnya juga dikatakan pada kecebong yang menderita kekurangan hormon tiroid (hypotiroidisme), proses metamorfosis akan terharnbat. Bilamana kondisi tersebut berkepdjangan kemungkin dapat terjadi gaga1 inetarnorfosis dan kecebong tetap turnbuh sebagai hewan akuatik.

Pengamatan hari ke-30 menunjukkan bahwa perbedaan dosis tiroksin dan lama perendaman masih berpengaruh terhadap perkembangan stadia dan laju metamorfosis kecebong. Beberapa dosis dan lama perendaman tidak berpengaruh

(15)

perendaman 4 hari dosis 200 pgll, 250 pgll dar perendaman 2 hari dosis 250 pgll; perendaman 4 hari dosis 150 pgll, 200 pgll, dan perendaman 2 hari dosis 200 pgll; perendaman 4 hari dosis 50 pgll, 100 pgll, 150 \ig/l dan perendaman 2 hari dosis 100 pgll dan 150 pgll. Dari data tersebut dapat dikemukakan bahwa perkembangan stadia dan laju metamorfosis dipengaruhi faktor pemberian tiroksin dan faktor internal dalam ha1 ini tiroksin yang disintesis oleh tubuh. Hal tersebut didukung oleh grafik respon dosis tiroksin terhadap perkembangan stadia, dimana pada perendaman 2 hari dosis tiroksin optimum adalah 198.0 pgll (R2 = 0,8754) dan untuk perendaman 4 hari adalah 180 pgll (R2 = 0,8092) (Lampiran 8). Sedangkan

padr laju metamorfosis, dosis tiroksin optimum adalah 200 pgll (R2 = 0,8744 )

untuk perendaman 2 hari dan 168,75 pgll (R2 = 0,8096) untuk perendaman 4 hari Secara umum dapat dikemukakan bahwa kecebong yang mendapat perlakuan perendaman dalam media yang diberi tiroksin dengan dosis antara 50pgll - 250 pgll memperlihatkan penurunan bobot dan laju perturnbuhannya negatif. Tetapi pada perlakuan kontrol (ToPo, dosis 0 pgll), dimana sampai pengamatan hari ke- 30 masih terjadi peningkatan bobot. Pada pengamatan hari ke-30 tampak bahwa perbedaan dosis tiroksin dan lama perendaman masih berpengaruh terhadap bobot dan laju pertumbuhan kecebong, tetapi tidak ada interaksi antara ke dua faktor perlakuan tersebut. Apabila dibanding dengan kontrol, semua perlakuan memperlihatkan pengaruh yang nyata. Bobot terbesar yaitu 12.3 f 1.91 g diperoleh pada kontrol, dan bobot terkecil yaitu 6.0 k 0.37 g diperoleh pada T2P5. Dari

(16)

gambar tersebut terlihat bahwa perbedaan dosis tiroksin pada lama perendaman 4 hari tidak berpengaruh terhadap bobot kecebong, masing-masing 6.9

+

0.67 (50 pgll), 6.2

+

0.25 (100 pgll), 6.7

+

0.67 (150 pgll), 6.2 f 0.43 (200 pgll) dan 6.0

+

0.48 (250 pgll).

Gambar 6 memperlihatkan laju pertumbuhan negatif pada kecebong yang inendapat perlakuan, kecuali pada perlakuan kontrol. Penurunan bobot dan atau laju pertumbuhan negatif pada kecebong dapat disebabkan karena pengaruh adaptasi seperti yang diperlihatkan pada periode awal sampai dengan hari ke-6, karena pada perlakuan kontrol pun juga mengalami penurunan bobot tersebut. Penurunan bobot pada kecebong yang mendapat perlakuan lebih banyak, karens pengaruh dari pemberian hormon tiroksin membuat kecebong kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme), sehingga kondisi tersebut menyebabkan metabolisme berbalik menjadi katabolisme yang berakibat pada penurunan bobot. Menurut Djojosoebagio (1 999), tiroksin pada dosis berlebihan dapat menyebabkan terjadinya katabolisme protein. Penurunan bobot kecebong yang lain yaitu karena proses metamorfosis. Penurunan bobot secara tajam terjadi pada saat kecebong menjelang metamorfosis sempurna, yaitu pada saat kecebong dalam kondisi puasa sementara kebutuhan energi tinggi. Sebagai konsekwensinya maka terjadi pemanfaatan energi cadangan yang tersimpan dalam bentuk jaringan ekor.

Percil merupakan tahap akhir dari perkembangan stadia kecebong, atau kecebong telah mengalami metamorfosis sempurna. Dengan kata lain percil merupakan tujuan akhir dalam usaha pembenihan katak lembu. Karena hormon

(17)

tiroksin berperan penting dalam perkembangan stadia/metamorfosis kecebong maka dengan pemberian hormon tersebut pada media pemeliharaan diharapkan dapat meningkatkan produksi percil. Pada tingkat perendaman 2 hari terlihat bahwa perbedaan dosis cenderung memberikan hasil linier dalam produksi percil, walaupun pada dosis 100 pgll , 150 pgll, 200 pgll tidak berbeda. Sedangkan perendarnan selama 4 hari pada dosis 150 pgll memberikan produksi percil yang lebih rendah dibanding dengan dosis lainnya, tetapi tidak berbeda dengan dosis 50 pgll dan LOO pgll. Hal ini diduga terjadi karena perkembangan stadia yang relatif seragan sebab bila dilihat dari tingkzt perkembangan stadia, reratanya cukup tinggi yaitu 24.2

+

0.15. Bila ditinjau dari perbedaan lama perendaman, produksi percil pada perendaman 2 hari relatif lebih rendah bila dibanding dengan perendaman 4 h x i , walaupun pada dosis 250 pgll produksi percil lebih tinggi pada dosis yang sama pada perendarnan 2 hasi. Produksi percil tertinggi diperoleh pada dosis 250 pgll dengan lama perendaman 4 hari yaitu 7i f 9.00%. Berdasarkan dari uji respon pada perendaman 4 hari, produksi percil optimum dicapai pada dosis 206.29 pgll (R2 = 0.7773), sedangkan pada perendaman 2 hari respon dosis terhadap produksi

percil bersifat linier (R2 = 0.9457)

Horrnon tiroksin yang diberikan pada media hidup kecebong selain dapat mempengaruhi perkembangan stadia dan pertumbuhan, ternyata juga berpengaruh terhadap kelulusan hidup kecebong katak lembu. Kelangsungan hidup kecebong tertinggi diperoleh pada kontrol (86.2 f 2.50%) dan kelangsung hidup terendah (52.5

+

6.45%) pada perlakuan dosis 250 pgll perendaman 2 hari. Berdasarkan

(18)

nilai rerata kelangsungan hidup terlihat bahwa tiroksin dosis 250 pg/l merupakan dosis kritis bagi kelangsung hidup kecebong. Sedar-gkan lama perendaman cenderung berkorelasi negatif terhadap kelangsungan hidup dimana semakin lama perendaman akan semakin rendah tingkat kelangsungan hidup kecebong. Dalam kondisi hipertiroid, perkembangan stadia/metamorfosis yang berlangsung cepat perlu didukung dengan energi yang besar sehingga proses degradasi protein (penyusutan ekor) akan berlangsung cepat pula. Apabila cadangan energi sudah habis sebelum kecebong mencapai metamorfosis sempurna maka akan terjadi kematian kecebong tersebut. Hasil uji respon illenunjukkan bahwa dosis optimal

untuk kelulusan hidup kecebong adalah 6 1.13 pg/l pada perendaman 2 hari.

Hasil analisis tiroksin darah menunjukkan bahwa kecebong yang mendapat perlakuan lama perendaman dan dosis tiroksin yang berbeda didapatkan kandungan holmon tiroksin darah yang berbeda. Gambar 11 memperlihatkan bahwa pada kecebong yang mendapat perlakuan pada pengamatan hari ke-6 terjadi peningkatan kandungan tiroksin darah yang tinggi, tetapi pada pengamatan hari ke- 12 terjadi p e n m a n secara drastis. Peningkatan kandungan tiroksin tersebut diduga karena pengaruh penyerapan hormon tiroksin dari media hidup kecebong, karena kondisi tersebut tidak terjadi pada perlakuan kontrol. Sedangkan penurunan kandungan tiroksin darah diduga karena hormon tersebut sebagian telah dimanfaatkan untuk memacu perkembangan stadia kecebong, terbukti kecebong yang mendapat perlakuan tiroksin bermetamorfosis lebih cepat dibanding dengan kontrol. Selanjutnya pada pengamatan hari ke-18 sampai hari ke-30 terjadi peningkatan

(19)

kandungan tiroksin darah walaupun tidak ada kenaikan yang drastis seperti pada periode awal. Sedangkan untuk perlakuan kontrol dari awal sampai hari ke-30 memperlihatkan peningkatan kandungan tiroksin darah secara kontinyu. Peningkatan hormon tersebut diduga meningkatkan kemampuan proses biokimia selama berlangsung metamorfosis hingga mencapai metamorfosis sempurna (Galton 1985). Gambar 12 memperlihatkan bahwa pada hari ke-30, kecebong yang mendapat perlakuan lama perendaman dan dosis tiroksin yang berbeda kandungan tiroksin darah cenderung tidak berbeda nyata dan tidak ada interaksi antara dosis dan lama perendaman.

Konsentrasi tiroksin tertinggi didapatkan pada perlakuan dosis 200 pgll pada perendaman 4 hari yaitu 0.98

+

0.013 plldl dan terendah pada dosis 0 pg/l yaitu 0.67

+

0.28 plldl. Hal ini diduga karena perkeinbangan stadia kecebong sudah mendekati sempurna, sehingga kebutuhan hormon tiroksin sudah mendekati maksimum. Disamping itu dapat dikemukakan bahwa pengaruh pemberian tiroksin dalam media hidup kecebong terhadap konsentrasi tiroksin darah hanya sampai pada pengamatan hari ke-6. Selanjutnya hormon tiroksin yang ada merupakan aktifitas dari sintesis tiroksin kecebong sendiri (endogenous), terbukti kandungan hormon tiroksin antar perlakuan perbedaannya sangat rendah. Sehubungan dengan ha1 tersebut, alternatif lain yang diduga dapat meningkatkan kandungan horrnon tiroksin darah yaitu pemberian tiroksin melalui pakan. Dengan pemberian hormon tiroksin melalui pakan, diduga peningkatan hormon tiroksin darah dapat secara

(20)

kontinyu, sehingga perkembangan stadia kecebong tidak terjadi secara mendadak seperti pada perlakuan perendaman.

. Berdasarkan dari hasil analisis statistik, dosis tiroksin dan lama perendaman menunjukkan adanya interaksi terhadap perkembangan stadia, produksi percil dan kelulusan hidup. Hal ini diduga berkaitan dengan penyerapan tiroksin dalam tubuh kecebong. Semakin tinggi dosis dan semakin lama perendaman akan semakin banyak tiroksin yang terserap. Dampak positif dari tingginya penyerapan tiroksin tersebut adalah percepatan perkernbangan stadia. Sedangkan dampak negatifnya yaitu penururlan bobot secara drastis dan nlenurunkan tingkat kelulusan hidup kecebong.

Dalam kaitannya dengan pengembangan usaha budidaya katak lembu, khususnya untuk mempercepat penyediaan percil maka penggunaan horrnon tiroksin menjadi salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Hal ini terbukti derigan pemberian tiroksin dosis 50 pgll terjadi perkembangan stadia yang cukup besar dibanding dengan yang tanpa perlakuan. Untuk mendapatkan produksi yang optimai sebaiknya disamping perkembangan stadia, tingkat kelulusan hidup perlu menjadi pertimbangan, dimana tingkat kelulusan hidup yang optimal yaitu pada dosis 6 1.1 pgll.

Gambar

Gambar  1.  Perkembangan  stadia  kecebong  katak  lembu  selama  penelitian,  (a)  perendarnan  2  hari dan  (b)  perendaman  4  hari
Gambar  2.  Laju metarnorfosis kecebong katak lembu selarna penelitian,  (a)  perendaman  2  hari  dan  @)  perendaman  4  hari
Gambar 3. Perkembangan stadia kecebong katak lembu pada akinir penelitian.
Gambar  5.  Perkembangan  bobot  kecebong  katak  lembu  selama  penelitian,  (a) perendaman  2  hari dan  (b)  perendaman 4 hari
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini mem- perlihatkan bahwa penggunaan konjugat protein A/G- HRP pada ELISA Surra berpotensi menyebabkan tingginya variasi dari nilai absorbansi serum positif dan

Tampak retraksi dinding dada kanan lebih rendah dari kiri Tampak pernapasan cuping hidung Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan Suara napas tambahan whezing

Dalam kegiatan inti, para siswa ditugaskan membaca komik secara bertahap dan diberi pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan mereka untuk menyimpulkan beberapa konsep fisika

Hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan terdapat perbedaan dan pengaruh penggunaan metode diskusi kelompok dan metode ceramah terhadap hasil belajar siswa mata

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha meminjam metodologi pemikiran An-Naim dalam bukunya Dekontruski Syariah dalam melakukan reinterpretasi nash-nash Al-Qur’an yang sering

Hubungan rata-rata penurunan edema terhadap waktu setelah perlakuan Pada kelompok perlakuan dengan variasi dosis ekstrak etanolik kulit terong belanda memiliki

Etanol merupakan pelarut yang bersifat semi polar dan dapat melarutkan senyawa yang polar dan semi polar, sehingga quercetin dalam daun kenikir juga dapat

Model sistem diagnosis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 untuk proses feature selection dengan information gain menghasilkan atribut yang diranking