• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA

(Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI

RENDY EKA SAPUTRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Alometrik Biomassa Puspa (Schima wallichii Korth.) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Rendy Eka Saputra

(4)

ABSTRAK

RENDY EKA SAPUTRA. Model Alometrik Biomassa Puspa (Schima wallichii Korth.) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Dibimbing oleh TATANG TIRYANA.

Salah satu jenis pohon di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah puspa (Schima wallichii Korth.). Puspa dapat diolah menjadi hasil hutan kayu dan dapat menyerap emisi karbon dioksida di atmosfer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor perluasan biomassa (BEF), faktor konversi dan perluasan biomassa (BCEF), dan menyusun model alometrik biomassa puspa berdiameter kecil. Penelitian ini menggunakan metode destructive sampling untuk mengukur biomassa dari 30 pohon contoh. Rata-rata biomassa puspa pada bagian batang, cabang, dan daun berturut-turut adalah sebesar 76.13%, 14.34%, dan 9.53%. Nilai rata-rata BEF puspa adalah 1.36, sedangkan nilai rata-rata BCEF adalah 626.03 kg/m3. Model alometrik biomassa untuk batang, cabang, daun dan total pohon di atas permukaan tanah adalah Wbatang = 0.128DBH2.244, Wcabang =

0.021DBH2.342, Wdaun = 0.032DBH1.928, dan Wtotal = 0.178DBH2.222.

Kata kunci: BEF, BCEF, biomassa puspa, diameter kecil, model alometrik

ABSTRACT

RENDY EKA SAPUTRA. Allometric Biomass Model for Small Diameter of Schima (Schima wallichii Korth) at Gunung Walat University Forest, Sukabumi. Supervised by TATANG TIRYANA.

One of tree species in Gunung Walat University Forest (GWUF) is schima (Schima wallichii Korth.). Schima can produce timber and absorb carbon dioxide emission from the atmosfer. The objective of this study was to determine biomass expansion factor (BEF) and biomass conversion and expansion factor (BCEF) and to develop allometric biomass model for small diameter of schima. This study used destructive sampling method to measure biomass of 30 sample trees. The biomass content of stem, branch, and leaves of schima was 76.13%, 14.34%, and 9.53% respectively. The average BEF value of schima was 1.36, while the average BCEF value was 626.03 kg/m3. Allometric biomass models for stem, branch, leaves, and total aboveground biomass of schima were Wstem =

0.128DBH2.244, Wbranch= 0.021DBH2.342, Wleaves = 0.032DBH1.928, and Wtotal =

0.178DBH2.222 respectively.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA

(Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI

RENDY EKA SAPUTRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Model Alometrik Biomassa Puspa (Schima wallichii Korth.) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Nama : Rendy Eka Saputra

NIM : E14090126

Disetujui oleh

Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc, F.Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah model alometrik, dengan judul Model Alometrik Biomassa Puspa (Schima wallichii Korth.) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan banyak pembelajaran dan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat. Di samping itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi yang telah menyediakan tempat dan banyak membantu dalam pengambilan data. Selanjutnya, terima kasih untuk keluarga Manajemen Hutan 46 atas dukungan, bantuan, dan motivasi. Skripsi ini dipersembahkan kepada ayah, ibu, adik, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa, inspirasi, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Puspa (Schima wallichii Korth.) 2

Pendugaan Biomassa 2

METODE 3

Lokasi dan Waktu 3

Alat dan Bahan 3

Batasan Penelitian 3

Pengumpulan Data 4

Pengukuran Sampel di Laboratorium 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Karakteristik Biomassa Puspa Berdiameter Kecil 8

Korelasi Antara Peubah Dimensi Puspa dengan Biomassa 10 Faktor Perluasan Biomassa (BEF) dan Faktor Konversi dan Perluasan

Biomassa (BCEF) Puspa 11

Model Alometrik Biomassa Puspa 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Berat jenis dan kelas kuat pohon puspa 2

2 Jumlah pohon pada masing-masing kelas diameter 4 3 Rata-rata biomassa puspa berdasarkan kelas diameter 9 4 Matriks koefisien korelasi Pearson antar peubah 10

5 Nilai BEF dan BCEF puspa 11

6 Model alometrik biomassa pada tiap fraksi puspa dengan peubah DBH,

Dp, serta DBH dan T 12

DAFTAR GAMBAR

1 Pemisahan cabang dan daun 4

2 Pemisahan batang 1 meter 4

3 Penimbangan BBt cabang 5

4 Penimbangan BBs cabang 5

5 Sampel BBs dalam plastik 5

6 Sampel BBs dalam koran 5

7 Pengovenan sampel uji 5

8 Penimbangan sampel uji 6

9 Persentase kandungan biomassa setiap fraksi pohon pada (a) KD 1, (b)

KD 2, (c) KD 3, (d) KD 4, dan (e) KD 5 9

10 Kurva hubungan antara (a) DBH dan BEF, (b) Dp dan BEF, (c) DBH

dan BCEF, serta (d) Dp dan BCEF 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis Regresi Model WB1 16

2 Analisis Regresi Model WC1 17

3 Analisis Regresi Model WD1 18

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang terletak di Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 460-715 mdpl merupakan hutan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Salah satu jenis pohon yang ditanam di HPGW adalah puspa (Schima wallichii Korth.) dengan potensi sekitar 284.19 m3/ha (Selviana 2012). Pohon puspa tidak hanya memberikan hasil kayu melainkan juga jasa serapan emisi karbon dioksida (CO2) melalui akumulasi

biomassa dan karbon yang tersimpan dalam setiap komponen pohon.

Pohon-pohon dalam hutan melakukan proses fotosintesis yang melibatkan air (H2O), karbon dioksida (CO2), dan sinar matahari. H2O dan CO2 diikat dan

diubah menjadi gugus gula/glukosa untuk membentuk biomassa setiap komponen pohon. Menurut Houghton (2003) yang diacu dalam Singh et al. (2011), biomassa pada setiap pohon berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain umur tegakan, spesies, dan topografi. Pendugaan biomassa pada lokasi yang berbeda tetapi menggunakan model penduga biomassa yang sama akan mengurangi ketepatan dan keakuratan pendugaan. Oleh karena itu pengukuran biomassa perlu dilakukan secara spesifik, baik jenis maupun lokasi.

Pendugaan biomassa pohon di atas permukaan tanah (batang, cabang, ranting, dan daun) dapat dilakukan melalui konversi volume batang pohon dan penggunaan faktor biomassa, baik faktor perluasan biomassa (Biomass Expansion

Factor, BEF) maupun faktor konversi dan perluasan biomassa (Biomass Conversion and Expansion Factor, BCEF). Penelitian untuk menentukan nilai

BEF dan BCEF serta menyusun model alometrik biomassa pohon puspa di HPGW perlu dilakukan karena selama ini belum ada informasi mengenai hal tersebut, khususnya untuk pohon-pohon puspa berdiameter kecil.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor perluasan biomassa (Biomass Expansion Factor, BEF), faktor konversi dan perluasan biomassa (Biomass Conversion and Expansion Factor, BCEF), dan menyusun model alometrik biomassa pohon puspa berdiameter kecil (≤10 cm) di HPGW.

Manfaat Penelitian

Faktor perluasan biomassa (Biomass Expansion Factor, BEF), faktor konversi dan perluasan biomassa (Biomass Conversion and Expansion Factor, BCEF), dan model alometrik biomassa pohon puspa dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menduga potensi biomassa dan serapan CO2 pada tegakan puspa

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Puspa (Schima wallichii Korth.)

Puspa dengan nama botani Schima wallichii Korth. tergolong kedalam family theaceae. Jenis ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah kering. Puspa memerlukan iklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A - C, pada dataran rendah sampai di daerah pegunungan dengan ketinggian sampai 1000 meter diatas permukaan laut. Penyebarannya dapat dijumpai di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Seluruh Jawa, Kalimatan tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur (Buharman et al. 2011).

Puspa memiliki tinggi pohon mencapai 40 m dengan panjang bebas cabang sampai 25 m, diameter sampai 250 cm, dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna merah muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas, kulit hidup tebalnya sampai 15 mm berwarna merah dan di dalamnya terdapat miang yang gatal. Ciri umum dari puspa adalah pada kayu teras berwarna coklat-merah atau coklat-kelabu. Kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras (Martawijaya et al. 1989). Puspa memiliki berat jenis dan kelas kuat seperti tercantum pada Tabel 1:

Tabel 1 Berat jenis dan kelas kuat pohon puspa

Jenis Berat jenis Kelas kuat

Schima wallichii ssp. bancana 0,69 (0,62-0,79) II

Schima wallichii ssp. crenata 0,66 (0,56-0,83) II

Schima wallichii ssp. noronhae 0,62 (0,45-0,72) II

Schima wallichii ssp. oblata 0,71 (0,61-0,92) II

Secara umum puspa tergolong ke dalam kelas awet III. Pengeringan dalam dapur pengering harus dilakukan dengan hati-hati, karena mudah mengalami cacat dan cenderung untuk “collapse” (Martawijaya et al. 1989).

Pendugaan Biomassa

Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah permukaan tanah dan dinyatakan dalam ton per unit area. Biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik. Kusmana (1992) menyebutkan beberapa faktor yang dapat memengaruhi besarnya stok biomassa dalam hutan, antara lain perbedaan iklim, umur, kerapaan tegakan, komposisi, dan struktur tegakan juga kualitas tumbuh.

Untuk menduga besarnya stok biomassa suatu pohon ataupun tegakan dapat digunakan berbagai macam metode baik secara langsung maupun tidak langsung. Ojo (2003) menyebutkan bahwa metode langsung dapat dilakukan melalui pemanenan (destruktif) berdasarkan individu tanaman, pemanenan kuadrat, dan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata. Metode pemanenan

(13)

3 individu tanaman biasanya digunakan pada tingkat kerapatan tumbuhan yang cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. Metode pemanenan kuadrat mengharuskan memanen semua individu pohon dalam satu unit contoh. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata biasa diterapkan pada tegakan seragam.

Sedangkan metode pendugaan secara tidak langsung seperti yang disebutkan dalam Tiryana (2005) dapat melalui beberapa metode sebagai berikut:

1. Penggunaan faktor konversi biomassa, atau yang dikenal sebagai Biomass

Expansion Factor (BEF). Dalam metode ini, biomassa pohon diperoleh dari

hasil konversi volume pohon ke dalam beratnya dengan menggunakan nilai kerapatan kayu dan mengalikannya dengan nilai BEF.

2. Penerapan persamaan alometrik, yang memungkinkan biomassa pohon diduga secara langsung dari dimensi pohon yang mudah diukur seperti diameter batang dan tinggi pohon.

Metode lain untuk mengestimasi besarnya biomassa dalam suatu tegakan hutan juga dapat menggunakan faktor konversi dan perluasan biomassa (biomass

conversion and expansion factor, BCEF).

METODE

Lokasi dan Waktu

Pengumpulan data dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sedangkan pengolahan data dilakukan di Fakultas Kehutanan IPB. Pengumpulan dan pengolahan data tersebut dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2013.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, meteran, tambang (20 m), golok, cangkul, gergaji, tally sheet, alat tulis (pensil, penghapus, spidol), stapler, kalkulator, kantong plastik (ukuran sedang dan besar), terpal,

trash bag, GPS (Global Position System), timbangan gantung 100 kg, timbangan

duduk 5 kg, dan kertas koran. Pengolahan data menggunakan Software Microsoft

Word, Microsoft Excel, dan Minitab14. Sedangkan bahan yang digunakan adalah

pohon puspa sebanyak 30 pohon di HPGW.

Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada jenis puspa berdiameter ≤10 cm. Hal ini sesuai dengan kebijakan zero cutting policy yang diterapkan pengelola HPGW untuk meminimalisir kerusakan ekosistem. Selain itu, pengukuran biomassa hanya dilakukan di bagian atas permukaan tanah berupa batang, cabang, dan daun pada masing-masing pohon contoh.

(14)

4

Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk memperoleh data biomassa puspa berdiameter kecil adalah destructive sampling, yaitu dengan memanen 30 pohon puspa contoh di HPGW. Pohon contoh dibagi menjadi 5 kelas diameter, yang terdiri dari 5-7 pohon contoh untuk setiap kelas diameter. MacDicken (1997) menjelaskan bahwa tabel biomassa dapat disusun minimal menggunakan 30 pohon contoh terpilih untuk tiap spesies, bahkan untuk tujuan tertentu 12 pohon saja sudah memadai. Sebaran jumlah pohon contoh pada tiap kelas diameter dapat dilihat di dalam Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah pohon pada masing-masing kelas diameter Kelas diameter (cm) Jumlah pohon

0.1 – 2.0 6 2.1 – 4.0 5 4.1 – 6.0 8 6.1 – 8.0 6 8.1 – 10.0 5 Jumlah 30

Pohon-pohon contoh dipilih secara purpossive (terarah) dengan kriteria: berdiameter kecil (≤10 cm), tumbuh normal dan bebas dari cacat, serta mewakili ketersebaran kelas diameter. Pada setiap pohon contoh dilakukan pengukuran diameter setinggi dada (diameter at breast height, DBH) pada ketinggian 1.3 m dan diameter pangkal batang (Dp) di atas permukaan tanah. Tinggi total (T) diukur

setelah pohon tersebut rebah, dengan asumsi pohon tersebut berdiri tegak, untuk memperoleh data tinggi pohon yang lebih teliti.

Gambar 1 Pemisahan cabang dan daun Gambar 2 Pemisahan batang 1 meter Penebangan dilakukan pada pangkal batang di atas pemukaan tanah hingga pohon tersebut rebah. Untuk mempermudah pengukuran biomassa, cabang dan daun dipisahkan terlebih dahulu (Gambar 1). Pengukuran volume batang utama dilakukan dengan cara membagi batang utama ke dalam beberapa seksi batang dengan interval 1 meter, kemudian mengukur diameter pangkal (Dsp), diameter

(15)

5

Gambar 3 Penimbangan BBt cabang Gambar 4 Penimbangan BBs cabang Sampel uji untuk analisis di laboratorium diambil dari fraksi-fraksi pohon yang telah ditimbang berat basah totalnya (BBt), yaitu fraksi batang, fraksi cabang, dan fraksi daun (Gambar 3). Untuk fraksi ranting digabung dengan fraksi cabang karena beberapa pohon sampel belum memiliki ranting. Sampel batang dan cabang masing-masing diambil sebanyak ±300 gram bersih tanpa tercampur fraksi lainnya. Sampel daun diambil secara acak sebanyak ±300 gram bersih tanpa kotoran. Hal ini dilakukan agar ada keterwakilan antar bagian, baik daun yang tua maupun yang muda. Semua sampel ditimbang dalam satuan gram sebagai berat basah sampel (BBs) (Gambar 4). Sampel yang telah ditimbang kemudian disimpan dalam plastik yang telah diberi lubang untuk mempercepat penguapan (Gambar 5). Kegiatan penimbangan dilakukan sesegera mungkin agar berat basah pohon contoh tidak berubah dari yang seharusnya.

Gambar 5 Sampel BBs dalam plastik Gambar 6 Sampel BBs dalam koran

Pengukuran Sampel di Laboratorium

Pengukuran berat kering diawali dengan membungkus sampel uji dengan kertas koran yang telah diberi lubang (Gambar 6). Lubang tersebut berguna untuk memberi sirkulasi udara panas pada saat pengovenan berlangsung. Berbeda dengan daun, pada fraksi batang dan cabang dilakukan pencacahan menjadi ukuran yang lebih kecil agar air dalam rongga kayu dapat keluar dengan mudah.

Untuk mengetahui berat kering sampel (BKs), sampel 300 gram yang telah diambil dari masing-masing fraksi (batang, cabang, dan daun) dioven selama 2 x 24 jam dengan suhu 103°C ± 2°C hingga mencapai berat kering tanur (Gambar 7). Sampel disusun menumpuk dengan memberi ruang longgar agar pengeringan

(16)

6

dapat maksimal. Sampel yang telah kering diistirahatkan terlebih dahulu untuk mengurangi panas yang dapat mempengaruhi hasil penimbangan. Sampel yang sudah dingin ditimbang untuk mendapatkan berat kering sampel (Gambar 8).

Gambar 7 Pengovenan sampel uji Gambar 8 Penimbangan sampel uji

Analisis Data

Hasil pengukuran di lapangan dan laboratorium selanjutnya diolah untuk menentukan volume pohon, biomassa dari masing-masing pohon contoh, BEF, BCEF, serta untuk menyusun model alometrik biomassa. Tahapan analisis data tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Perhitungan Volume Pohon

Volume pohon dihitung dengan menjumlahkan volume masing-masing seksi batang, sedangkan volume tiap seksi dihitung dengan rumus Smalian (Tiryana dan Muhdin 2012):

V = V1 + V2 + V3 + ... + Vs (1)

Vs = 1⁄2 (Bp + Bu) x Ps (2)

Keterangan:

V = volume pohon (m3) B

p = luas bidang dasar pangkal batang (m2)

Vs = volume pohon (m3) Bu = luas bidang dasar ujung batang (m2)

Ps = panjang seksi batang (m) 2. Perhitungan Biomassa Pohon

Biomassa di atas permukaan tanah dihitung dengan menjumlahkan biomassa keseluruhan fraksi, yaitu biomassa batang (WB), biomassa cabang (WC), dan biomassa daun (WD). Biomassa di atas permukaan tanah dihitung dengan rumus (Tiryana dan Muhdin 2012):

Wj = BKt = BKs

BBs x BBt (3)

Keterangan:

Wj = biomassa setiap fraksi atau total pohon (kg)

BKt = berat kering total (kg) BBs = berat basah sampel (kg) BKs = berat kering sampel (kg) BBt = berat basah total (kg)

(17)

7

3. Penentuan Faktor Perluasan Biomassa (BEF)

Pendugaan biomassa dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya dengan menggunakan faktor perluasan biomassa (Biomass Expansion Factor, BEF). Faktor perluasan biomassa (BEF) didefinisikan sebagai rasio/perbandingan antara biomassa total di atas permukaan tanah dengan biomassa batang pohon (Sanquetta 2011). Mengacu pada Sanquetta et al. (2011), BEF dihitung dengan rumus:

BEFi = WBWTi

i (4)

Keterangan:

BEFi = biomass expansion factor pada pohon ke-i

WTi = biomassa total di atas permukaan tanah pada pohon ke-i (kg)

WBi = biomassa batang pada pohon ke-i (kg)

4. Penentuan Faktor Konversi dan Perluasan Biomassa (BCEF)

Faktor konversi dan perluasan Biomassa (BCEF) adalah faktor yang mengkonversi volume batang menjadi berat kering batang (faktor konversi) dan selanjutnya memperluas biomassa batang tersebut menjadi biomassa keseluruhan pohon. Dengan kata lain, BCEF merupakan faktor yang mengkonversi volume menjadi biomassa keseluruhan pohon (Dutca et al. 2010). BCEF dihitung dengan rumus sebagai berikut (Dutca et al. 2010):

BCEFi = WTi

Vi (5)

Keterangan:

BCEFi = biomass conversion and expansion factor pada pohon ke-i (kg/m3)

Wi = biomassa total di atas permukaan tanah pada pohon ke-i (kg)

Vi = volume pada pohon ke-i (m3) 5. Penyusunan Model Alometrik Biomassa

Model alometrik biomassa puspa disusun untuk setiap fraksi biomassa pohon, yaitu biomassa batang, biomassa cabang, biomassa daun, dan total biomassa di atas permukaan tanah. Penyusunan model alometrik dilakukan dengan menggunakan satu peubah bebas (diameter pohon) dan dua peubah bebas (diameter dan tinggi total) dengan rumus sebagai berikut (Brown 1997):

Wj1 = aDBHb (6)

Wj2 = aDpb (7)

Wj3 = aDBHb𝑇𝑐 (8)

Keterangan:

Wj = biomassa setiap fraksi atau total pohon (kg)

DBH = diameter setinggi dada (cm) Dp = diameter pangkal (cm)

T = tinggi total (m) a, b, c = koefisien regresi

(18)

8

Nilai koefisien (a, b, dan c) ditentukan melalui analisis regresi menggunakan software Minitab14, dimana model-model non-linear tersebut ditransformasi terlebih dahulu ke dalam bentuk linear sebagai berikut:

ln(Wj1)= ln(a) + b ln(DBH) (9)

ln(Wj2)= ln(a) + b ln(Dp) (10)

ln(Wj3)= ln(a) + b ln(DBH) + c ln(T) (11)

Model-model tersebut perlu dikoreksi terlebih dahulu agar tidak terjadi bias dan kesalahan sistematis akibat transformasi balik nilai-nilai logaritma dari model non-linear menjadi model linear. Oleh karena itu, nilai dugaan biomassa (Wj) dari

model yang telah disusun harus dikalikan dengan faktor koreksi (Correction

Factor, CF) yang dihitung menggunakan rumus (Tiryana dan Muhdin 2012): CF= exp ( SEE2⁄ 2) (12) Keterangan:

CF = faktor koreksi

SEE = standard error of estimate

Pemilihan model alometrik dilakukan berdasarkan uji keberartian model, nilai simpangan baku (s), koefisien determinasi (R2), dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj). Model alometrik yang yang baik harus memiliki peubah bebas

yang berperan nyata (P-value <0.05) atau sangat nyata (P-value <0.01), nilai s terkecil, R2 terbesar, dan R2adj terbesar (Draper dan Smith 1992). Selain itu,

model alometrik harus memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan kehomogenan ragam sisaan. Analisis regresi untuk penyusunan dan pemilihan model alometrik dilakukan dengan menggunakan program statistik Minitab14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Biomassa Puspa Berdiameter Kecil

Biomassa pohon puspa (Schima wallichii Korth.) dinyatakan dalam berat kering tanur yang dihitung berdasarkan perbandingan BBt, BBs, dan BKs (Persamaan 3). Kandungan biomassa setiap pohon dapat berbeda tergantung diameter pohon tersebut. Semakin besar diameter pohon maka biomassa yang dihasilkan juga semakin besar. Sedangkan ukuran diameter pohon dipengaruhi oleh kerapatan tegakan. Semakin rapat suatu tegakan maka diameter pohon cenderung semakin kecil dan semakin jarang suatu tegakan maka diameter pohon cenderung semakin besar. Rata-rata biomassa puspa disajikan pada Tabel 3.

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa fraksi batang memiliki proporsi lebih dari setengah biomassa total, yaitu sekitar 75.84%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mustofa (2013), dimana kandungan biomassa yang paling banyak untuk jenis agathis berada pada fraksi batang sebesar 74% diikuti dengan biomassa cabang (16%) dan daun (10%). Besarnya proporsi biomassa batang

(19)

9 tersebut diduga berkaitan erat dengan hasil fotosintesis yang sebagian besar disimpan dalam batang. Fraksi cabang dan daun memiliki biomassa yang lebih rendah jika dibandingkan dengan fraksi batang yaitu berturut-turut hanya 14.34% dan 9.83%. Daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang diduga memengaruhi struktur daun menjadi kurang padat dan berat, sehingga fraksi daun memiliki kandungan biomassa yang paling rendah.

Tabel 3 Rata-rata biomassa puspa berdasarkan kelas diameter Kelas diameter (cm) Biomassa (kg/pohon)

Batang Cabang Daun Total

0.1 – 2.0 0.19 0.03 0.04 0.26 2.1 – 4.0 1.41 0.20 0.23 1.83 4.1 – 6.0 4.48 0.95 0.70 6.13 6.1 – 8.0 11.69 2.13 1.88 15.70 8.1 – 10.0 20.18 3.82 1.91 25.91 Rata-rata 7.59 1.43 0.95 9.97

Gambar 9 Persentase kandungan biomassa setiap fraksi pohon pada (a) KD 1, (b) KD 2, (c) KD 3, (d) KD 4, dan (e) KD 5 WB 73.50% WC 10.79% WD 15.71%

(a)

WB 76.83% WC 10.82% WD 12.34%

(b)

WB 73.00% WC 15.51% WD 11.48%

(c)

WB 74.44% WC 13.59% WD 11.97%

(d)

WB 77.89% WC 14.73% WD 7.39%

(e)

(20)

10

Gambar 9 menunjukkan perbedaan persentase biomassa untuk setiap fraksi pohon seperti biomassa batang (WB), biomassa cabang (WC), dan biomassa daun (WD) berdasarkan kelas diameter (KD). Untuk KD 1 (0.1–2.0 cm) memiliki persentase WB, WD, dan WC berturut-turut sebesar 73.50%, 15.17%, dan 10.79%. Hal serupa ditunjukan pada KD 2 (2.1–4.0 cm) dimana persentase WB lebih banyak diikuti dengan WD dan WC. Berbeda dengan KD 1 dan KD 2, pada KD 3, 4, dan 5 persentase WC lebih besar dibandingkan WD. Diduga hal ini terjadi akibat penambahan massa pada cabang lebih besar dibandingan dengan penambahan massa pada daun.

Korelasi Antara Peubah Dimensi Puspa dengan Biomassa

Korelasi merupakan suatu hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Analisis korelasi merupakan cara untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antar peubah kuantitatif (Irianto 2004). Peubah yang digunakan dalam penyusunan model alometrik perlu dianalisis tingkat keeratan hubungannya terlebih dahulu, seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Matriks koefisien korelasi Pearson antar peubah

DBH Dp T V WB WC WD Dp 0.986** T 0.939** 0.930** V 0.950** 0.948** 0.879** WB 0.933** 0.932** 0.864** 0.996** WC 0.844** 0.877** 0.741** 0.872** 0.864** WD 0.804** 0.824** 0.686** 0.777** 0.744** 0.846** WT 0.942** 0.948** 0.860** 0.992** 0.991** 0.917** 0.814**

Keterangan: ** Sangat signifikan pada P < 0.01

Analisis korelasi (Tabel 4) memperlihatkan bahwa terdapat hubungan linear yang kuat diantara variabel-variabel yang diuji, yang diindikasikan oleh koefisien korelasi Pearson, r. Hubungan yang memiliki keeratan paling tinggi adalah hubungan antara volume (V) dengan biomassa batang (WB) sebesar 0.996. Angka tersebut mendekati korelasi positif kuat dimana r mendekati +1, yang berarti setiap kenaikan nilai pada V akan diikuti dengan kenaikan nilai pada WB. Hal ini diperkuat dengan adanya pengujian signifikansi korelasi yang mendukung pernyataan tersebut, dimana P-value <0.01 yang berarti terdapat hubungan yang sangat signifikan antara V dan WB.

Hubungan yang memiliki keeratan paling rendah adalah hubungan antara tinggi total (T) dengan biomassa daun (WD) sebesar 0.686. Angka tersebut tergolong ke dalam korelasi positif cukup kuat, yang berarti setiap kenaikan nilai pada T akan diikuti dengan kenaikan nilai pada WD. Melalui pengujian

(21)

11 signifikansi korelasi dihasilkan P-value <0.01 yang berarti masih terdapat hubungan yang sangat signifikan antara T dan WD.

Faktor Perluasan Biomassa (BEF) dan Faktor Konversi dan Perluasan Biomassa (BCEF) Puspa

Tabel 5 menunjukkan nilai statistik dari BEF dan BCEF hasil perhitungan 30 pohon contoh. Nilai BEF puspa berkisar antara 1.15 hingga 1.76. Variasi tersebut disebabkan oleh perbedaan biomassa pada setiap fraksi pohon sampel yang diambil. Nilai tengah BEF puspa adalah 1.36 dengan simpangan baku sebesar 0.14. Nilai BCEF dari hasil perhitungan cukup beragam berkisar antara 268.29 kg/m3 sampai 758.20 kg/m3 dengan simpangan baku sebesar 93.89. Rata-rata nilai BCEF puspa adalah 626.03 kg/m3.

Tabel 5 Nilai BEF dan BCEF puspa

Statistik DBH (cm) Dp BEF BCEF (kg/m3)

Rata-rata 5.04 7.17 1.36 626.03 Minimum 0.51 1.37 1.15 268.29 Maksimum 9.68 13.66 1.76 758.20 Simpangan baku 2.84 3.72 0.14 93.89 (a) (b) (c) (d)

Gambar 10 Kurva hubungan antara (a) DBH dan BEF, (b) Dp dan BEF, (c) DBH dan BCEF, serta (d) Dp dan BCEF

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0 2 4 6 8 10 12 14 B EF 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0 2 4 6 8 10 12 14 0 200 400 600 800 0 2 4 6 8 10 12 14 B C EF (k g /m 3) DBH (cm) 0 200 400 600 800 0 2 4 6 8 10 12 14 Dp(cm)

(22)

12

Hubungan antara diameter (DBH atau Dp) dengan BEF dan BCEF dapat

dijelaskan melalui Gambar 10. Nilai-nilai BEF berkisar antara 1.32 hingga 1.40 (Gambar 10a dan 10b), sedangkan nilai-nilai BCEF berkisar antara 625.97 hingga 626.08 kg/m3 (Gambar 10c dan 10d). Nilai-nilai BCEF cenderung lebih bervariasi dibanding nilai-nilai BEF.

Model Alometrik Biomassa Puspa

Model alometrik biomassa disusun menggunakan satu peubah bebas dan dua peubah bebas. Model yang menggunakan satu peubah bebas diduga oleh diameter setinggi dada (DBH) atau diameter pangkal (Dp). Sedangkan untuk

model yang menggunakan dua peubah bebas diduga oleh DBH dan tinggi total (T). Penduga bebas tersebut digunakan untuk menduga biomassa batang (WB), biomassa cabang (WC), biomassa daun (WD), dan biomassa di atas permukaan tanah (WT) yang hasilnya disajikan pada Tabel 6.

Peubah bebas DBH pada model WB1 mampu menjelaskan perubahan

biomassa sebesar 98.4% (Tabel 6). Penambahan peubah bebas T dari model WB1

menjadi WB3 hanya meningkatkan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj)

sebesar 0.2% dan memperkecil simpangan baku sebesar 0.012, tetapi peranan peubah T dalam WB3 tidak nyata (P-value = 0.05). Nilai R2adj yang ditunjukan

pada model WC1 adalah 95.8%. Penambahan peubah bebas T dari model WC1

menjadi WC3 tidak nyata (P-value >0.05) dan bahkan memperkecil R2adj sebesar

0.1% dan memperbesar nilai simpangan baku sebesar 0.007. Pada model WD1,

peubah bebas DBH mampu menjelaskan keragaman biomassa sebesar 94.6%. Sedangkan peubah bebas DBH dan T dapat menjelaskan keragaman sebesar 94.4%, namun peranan perubah T tidak nyata (P-value >0.05). Total biomassa di atas permukaan tanah (WT) dapat diduga dari model WT1 dan WT3, karena

memiliki nilai R2adj yang sama sebesar 98.7%, tetapi peranan peubah T dalam

WT3 tidak nyata (P-value >0.05). Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa model

WB1, WC1, WD1, dan WT1 tersebut memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan

kehomogenan ragam sisaan (Lampiran 1-4).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model alometrik biomassa pohon untuk setiap fraksi cukup menggunakan satu peubah bebas, yaitu DBH, karena peranan peubah tinggi (T) tidak nyata pada setiap fraksi pohon tersebut. Selain itu, model-model alometrik yang menggunakan peubah diameter pangkal (Dp) pada berbagai fraksi pohon hanya dapat menjelaskan keragaman biomassa

yang lebih rendah dibandingkan model-model alometrik yang menggunakan peubah bebas DBH dan/atau T (Tabel 6). Pendugaan biomassa dengan menggunakan model alometrik yang hanya menggunakan peubah DBH memberi keuntungan karena pengukuran DBH lebih mudah dibanding pengukuran tinggi pohon.

(23)

13 Tabel 6 Hasil analisis model alometrik biomassa puspa

Model Parameter SE (%) P-value R2 (%) R2adj (%) s

WB1 a 0.128 0.084 0.000** 98.5 98.4 0.228 b 2.244 0.053 0.000** WB2 a 0.022 0.201 0.000** 96.0 95.9 0.369 b 2.729 0.105 0.000** WB3 a 0.075 0.269 0.000** 98.7 98.6 0.216 b 1.878 0.184 0.000** c 0.551 0.266 0.048* WC1 a 0.021 0.144 0.000** 96.0 95.8 0.392 b 2.342 0.091 0.000** WC2 a 0.003 0.279 0.000** 93.1 92.9 0.512 b 2.841 0.146 0.000** WC3 a 0.020 0.497 0.000** 96.0 95.7 0.399 b 2.315 0.340 0.000** c 0.040 0.492 0.936 WD1 a 0.032 0.136 0.000** 94.8 94.6 0.369 b 1.928 0.085 0.000** WD2 a 0.007 0.266 0.000** 90.9 90.6 0.487 b 2.325 0.139 0.000** WD3 a 0.026 0.466 0.000** 94.8 94.4 0.374 b 1.786 0.318 0.000** c 0.214 0.461 0.646 WT1 a 0.178 0.076 0.000** 98.7 98.7 0.206 b 2.222 0.048 0.000** WT2 a 0.031 0.199 0.000** 96.0 95.8 0.366 b 2.698 0.104 0.000** WT3 a 0.120 0.250 0.000** 98.8 98.7 0.200 b 1.956 0.171 0.000** c 0.401 0.247 0.116

Keterangan: ** Sangat signifikan pada P < 0.01, * Signifikan pada P < 0.05

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Faktor perluasan biomassa (BEF) pohon puspa rata-rata sebesar 1.36 dengan simpangan baku sebesar 0.14. Faktor konversi dan perluasan biomassa (BCEF) pohon puspa rata-rata adalah 626.03 kg/m3 dengan simpangan baku 93.89 kg/m3.

(24)

14

Model WB1 = 0.128DBH2.244 (R2adj = 98.4%), WC1 = 0.021DBH2.342 (R2adj =

95.8%), WD1 = 0.032DBH1.928 (R2adj = 94.6%), dan WT1 = 0.178DBH2.222 (R2adj

= 98.7%) dapat digunakan untuk menduga biomassa batang, cabang, daun, dan total biomassa di atas permukaan tanah pohon puspa berdiameter kecil (≤10 cm) di HPGW.

Saran

Penelitian serupa untuk menentukan BEF, BCEF, dan model alometrik biomassa perlu dilakukan untuk jenis pohon lainnya, baik di HPGW maupun tempat lain. Validasi model diperlukan untuk menguji keakuratan pendugaan biomassa dari model-model yang dihasilkan dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest; a primer. FAO Forestry Paper. 134.

Buharman, Djam’an DF, Widyani N, Sudradjat S. 2011. Atlas Benih Tanaman

Indonesia Jilid II. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Departemen Kehutanan.

Draper NR, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dutca I, Abrudan IV, Stancioiu PT, Blujdea V. 2010. Biomass conversion and expansion factors for young norway spruce (Picea abies (L.) Karst.) trees planted on non-forest lands in Eastern Carpathians. Not. Bot. Hort. Agrobot.

Cluj. 38(3):286-292.

Irianto A. 2004. Statistik: Konsep Dasar, Aplikasi, dan Pengembangannya. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group.

MacDicken KG. 1997. A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and

Agroforestry Projects. Amerika Serikat (US): Winrock International Institute

for Agriculture Development.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas

Kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan Departemen Kehutanan.

Mustofa. 2013. Model penduga biomassa pohon agathis (Agathis loranthifolia) berdiameter kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ojo. 2003. Potensi simpanan karbon di atas permukaan tanah pada hutan tanaman jati di KPH Madiun [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanquetta CR, Corte APD, Silva FD. 2011. Biomass expansion factor and root-to-shoot ratio for pinus in Brazil. Carbon Balance and Management. 6:6.

Selviana V. 2012. Pendugaan potensi volume, biomassa, dan cadangan karbon tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(25)

15 Singh V, Tewari A, Kuswaha SPS, Dadhwal VK. 2011. Formulating allometric equations for estimating biomass and carbon stock in small diameter trees.

Forest Ecology and Management. 261:1945-1949.

Supratman I. 1994. Model persamaan penduga biomassa bagian pohon berkayu jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. di hutan mangrove Kalimatan Timur (studi kasus di kawasan KPK PT. Karyasa Kencana) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tiryana T. 2005. Pengembangan metode pendugaan sebaran potensi biomassa dan karbon pada hutan tanaman mangium (Acacia mangium Willd.). Laporan Hasil

Penelitian Dosen Muda IPB.

Tiryana T, Muhdin. 2012. Teknik Pendugaan Potensi Serapan Karbon Dioksida

(CO2) pada Areal Revegetasi. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan

(26)

16

Lampiran 1 Analisis Regresi Model WB1

Model alometrik: WB1 = 0.128DBH2.244

The regression equation is ln WB = - 2.08 + 2.24 ln DBH

Predictor Coef SE Coef T P Constant -2.08448 0.08414 -24.77 0.000 ln DBH 2.24419 0.05293 42.40 0.000 S = 0.228394 R-Sq = 98.5% R-Sq(adj) = 98.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 93.770 93.770 1797.60 0.000 Residual Error 28 1.461 0.052 Total 29 95.230 Unusual Observations

Obs ln DBH ln WB Fit SE Fit Residual St Resid 1 -0.67 -2.8200 -3.5881 0.1163 0.7681 3.91RX R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Residual P er ce nt 0.6 0.3 0.0 -0.3 -0.6 99 90 50 10 1 Fitted Value R es id ua l 2 0 -2 -4 0.5 0.0 -0.5 Residual Fr eq ue nc y 0.75 0.60 0.45 0.30 0.15 0.00 -0.15 -0.30 8 6 4 2 0 Observation Order R es id ua l 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0.5 0.0 -0.5

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

(27)

17 Lampiran 2 Analisis Regresi Model WC1

Model alometrik: WC1 = 0.021DBH2.342

The regression equation is ln WC = - 3.96 + 2.34 ln DBH

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.9592 0.1443 -27.43 0.000 ln DBH 2.34203 0.09079 25.80 0.000 S = 0.391735 R-Sq = 96.0% R-Sq(adj) = 95.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 102.12 102.12 665.49 0.000 Residual Error 28 4.30 0.15 Total 29 106.42 Unusual Observations

Obs ln DBH ln WC Fit SE Fit Residual St Resid 1 -0.67 -4.9200 -5.5284 0.1994 0.6084 1.80 X 4 0.34 -4.0500 -3.1629 0.1185 -0.8871 -2.38R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Residual P er ce nt 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 99 90 50 10 1 Fitted Value R es id ua l 0 -2 -4 -6 0.5 0.0 -0.5 -1.0 Residual Fr eq ue nc y 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 8 6 4 2 0 Observation Order R es id ua l 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0.5 0.0 -0.5 -1.0

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

(28)

18

Lampiran 3 Analisis Regresi Model WD1

Model alometrik: WD1 = 0.032DBH1.928

The regression equation is ln WD = - 3.51 + 1.93 ln DBH

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.5094 0.1359 -25.83 0.000 ln DBH 1.92813 0.08546 22.56 0.000 S = 0.368772 R-Sq = 94.8% R-Sq(adj) = 94.6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 69.218 69.218 508.98 0.000 Residual Error 28 3.808 0.136 Total 29 73.025 Unusual Observations

Obs ln DBH ln WD Fit SE Fit Residual St Resid 1 -0.67 -4.4800 -4.8013 0.1877 0.3213 1.01 X 23 2.03 1.3800 0.4047 0.0873 0.9753 2.72R 28 2.22 -0.0100 0.7710 0.0984 -0.7810 -2.20R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Residual P er ce nt 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 99 90 50 10 1 Fitted Value R es id ua l 0.0 -1.5 -3.0 -4.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 Residual Fr eq ue nc y 1.00 0.75 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 -0.75 10.0 7.5 5.0 2.5 0.0 Observation Order R es id ua l 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

(29)

19 Lampiran 4 Analisis Regresi Model WT1

Model alometrik: WT1 = 0.178DBH2.222

The regression equation is ln WT = - 1.75 + 2.22 ln DBH

Predictor Coef SE Coef T P Constant -1.75034 0.07600 -23.03 0.000 ln DBH 2.22212 0.04781 46.48 0.000 S = 0.206305 R-Sq = 98.7% R-Sq(adj) = 98.7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 91.934 91.934 2160.00 0.000 Residual Error 28 1.192 0.043 Total 29 93.126 Unusual Observations

Obs ln DBH ln WT Fit SE Fit Residual St Resid 1 -0.67 -2.5500 -3.2392 0.1050 0.6892 3.88RX 3 -0.12 -2.4100 -2.0170 0.0810 -0.3930 -2.07R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Residual P er ce nt 0.5 0.0 -0.5 99 90 50 10 1 Fitted Value R es id ua l 4 2 0 -2 -4 0.5 0.0 -0.5 Residual Fr eq ue nc y 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 8 6 4 2 0 Observation Order R es id ua l 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0.5 0.0 -0.5

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 November 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Ria Bintoro dan Ibu Evi Suryanah. Pada tahun 2009 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 24 Bandung dan pada tahun yang sama lulus seleksi di IPB melalui jalur SNMPTN dan menempuh pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun (2009-2010) dan selanjutnya menempuh program studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2010. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam PC Sylva Indonesia dan organisasi kemahasiswaan sebagai anggota Forest

Management Student Club (FMSC).

Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2011 di Sancang timur dan Gunung Papandayan, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) pada tahun 2012 di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Cianjur, dan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat serta Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di IUPHHK-HT PT. ITCI Hutani Manunggal, Provinsi Kalimantan Timur.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul Model Alometrik Biomassa Puspa (Schima wallichii Korth.) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi di bawah bimbingan Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc

Gambar

Tabel 3 Rata-rata biomassa puspa berdasarkan kelas diameter  Kelas diameter (cm)  Biomassa (kg/pohon)
Gambar 9 menunjukkan perbedaan persentase biomassa untuk setiap fraksi  pohon seperti biomassa batang (WB), biomassa cabang (WC), dan biomassa daun  (WD)  berdasarkan  kelas  diameter  (KD)
Tabel  5  menunjukkan  nilai  statistik  dari  BEF  dan  BCEF  hasil  perhitungan  30  pohon  contoh

Referensi

Dokumen terkait

Biomassa pohon agathis berdiameter kecil ( ≤ 10 cm) dapat diduga dengan menggunakan Biomass Expansion Factor (BEF) dan model alometrik biomassa, baik untuk

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ketelitian pendugaan potensi biomassa tegakan di areal rehabilitasi Hutan Pendidikan Gunung Walat menggunakan metode tree

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pola sebaran dari tegakan seumur jenis pohon puspa ( Schima wallichii ) di Hutan Pendidikan Gunung Walat berdasarkan ukuran

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Indeks dan Tingkat Bahaya Erosi Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi adalah benar-benar hasil karya

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Cadangan Karbon pada Tegakan Rehabilitasi TOSO di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Serapan Karbon Dioksida Pada Blok Rehabilitasi ConocoPhillips di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ‘‘Potensi Burung untuk Pengembangan Wisata Birdwatching di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat’’

Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui potensi pohon Puspa (Schima wallichii Korth) di plot penelitian di Kebun Raya UNMUL Samarinda (KRUS) dan Mengetahui