MANAJEMEN ASFIKSIA
BAYI BARU LAHIR
UNTUK BIDAN
ACUAN
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI
618.920 1
Ind
Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI
618.920 1
Ind
Indonesia. Departemen Kesehatan RI
m
Manajemen asfiksia bayi baru lahir untuk bidan :
buku panduan. - - Jakarta : Departemen Kesehatan, 2005.
KATA PENGANTAR
Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi yaitu 34/1.000
kelahiran hidup, sekitar 56% kematian terjadi pada periode sangat dini yaitu
masa neonatal. Target MDGs tahun 2015 untuk menurunkan Angka
Kematian Bayi (AKB) menjadi 23/1.000 kelahiran hidup memerlukan
rangkaian upaya dan strategi khususnya peningkatan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan pada masa neonatal.
Penyebab utama kematian neonatal tersebut adalah asfiksia bayi baru
lahir,prematurita/bayi berat lahir rendah dan infeksi. Data SDKI 2007
menunjukkan 52,7% persalinan terjadi di rumah, dan bidan sebagai penolong
persalinan di lini terdepan akan sering menjumpai kasus asfiksia atau
masalah bayi baru lahir lainnya. Sehingga bidan harus memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang memadai tentang resusitasi bayi baru lahir dan
penanganan neonates sakit, yang sangat penting dalam upaya penurunan
Angka Kematian Bayi.
Terkait dengan hal tersebut, pada tahun 2005 Kementerian Kesehatan RI dan
Unit Kerja Koordinasi Perinatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK
Perinatologi IDAI) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi telah
mengembangkan pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, dan modul
pelatihan ini telah mengalami beberapa kali revisi sesuai perkembangan ilmu.
Kepada semua pihak yang telah mendukung penyusunan dan revisi buku ini,
kami ucapkan terima kasih. Harapan kami buku ini dapat digunakan dan
dimanfaatkan tidak hanya sebagai pedoman atau bahan belajar bagi
fasilitator dan peserta selama penyelenggaraan pelatihan, tetapi juga sebagai
bahan rujukan/kepustakaan ketika bertugas memberikan pelayanan
kesehatan terhadap bayi baru lahir.
Jakarta, Mei 2010
Direktur Bina Kesehatan Anak
BUKU INI DISUSUN OLEH :
Penanggung Jawab
: dr. Sri Hermiyanti, MSc , Direktur Kesehatan Keluarga,
Ditjen Bina Kesmas Depkes RI
Tim Penyusun
Ketua
: dr. M. Sholeh Kosim, SpA(K)
Anggota
: Prof. DR. dr. Anna Alisyahbana, SpA(K)
dr. Fatimah Indarso, SpA(K)
dr. Nani D. Walandouw, SpA
dr. Ekawati Luthfia Haksari, SpA(K)
dr. Ferdy Harahap, SpA
dr. Rudi Firmansyah, SpA
Tim Editor
Ketua
: dr. Ina Hernawati, MPH
Anggota
: dr. Aris Primadi, SpA
dr. Eddy Fadlyana, SpA(K), MKes
dr. Betty Bursjah, SpA
dr. Wawan Hermawan S, SpA
dr. Kirana Pritasari, MQIH
dr. Nida Rohmawati
dr. Triyani Yudawinata
dr. Gayatri Suryaningsih, MPH
Mardayetti, SKM
Hasnerita, S.SiT, MKes
Tim Revisi 2007
Koordinator
: dr. Aris Primadi,SpA(K)
Anggota
: dr. Fatimah Indarso,SpA(K)
dr. Nani D Walandouw,SpA(K)
dr. Sri Rahayu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...
i
DAFTAR PENYUSUN ...
ii
DAFTAR ISI ... iii
1. Pendahuluan ...
1
2. Asfiksia Bayi Baru Lahir ...
2
2.1.
Penyebab Asfiksia ...
2
2.2.
Gawat Janin...
3
3. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir ...
4
3.1.
Persiapan Keluarga ...
4
3.2.
Persiapan Tempat Resusitasi...
4
3.3.
Persiapan Alat Resusitasi...
4
3.4.
Persiapan Diri ...
7
4. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir ...
8
5. Penatalaksanaan Resusitasi Bayi Baru Lahir ... 12
5.1.
Tindakan Resusitasi Bayi Baru Lahir (Bagan Alur B) ... 15
5.2.
Tindakan Resusitasi BBL Jika Air Ketuban Bercampur Mekonium... 17
6. Asuhan Pasca Resusitasi ... 19
6.1.
Resusitasi Berhasil ... 19
6.2.
Bayi Perlu Rujukan ... 23
6.3.
Resusitasi Tidak Berhasil ... 26
7. Asuhan Pasca Lahir ... 28
8. Pencegahan Infeksi ... 30
8.1.
Cuci Tangan ... 30
8.2.
Pencegahan Infeksi untuk Alat dan Bahan Habis Pakai... 30
Lampiran 1: Asuhan Pasca Lahir ... 35
1.1 Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir ... 35
1.2 Menyusui ... 36
1.3 Menjaga Bayi Tetap Hangat ... 37
1.4 Melindungi Bayi Dari Infeksi... 38
Lampiran 2: Pencegahan Infeksi ... 39
2.1 Cuci Tangan ... 39
1.
PENDAHULUAN.
Menurut WHO, setiap tahunnya, sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal.
Di Indonesia, dari seluruh kematian balita, sebanyak 38 % meninggal pada masa BBL (IACMEG, 2005). Kematian BBL di Indonesia terutama disebabkan oleh prematuritas (32%), asfiksia (30%), infeksi (22%), kelainan kongenital (7%), lain-lain (9%) (WHO, 2007).
Upaya-upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan kematian BBL karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan keterampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan. Buku acuan ini berisi materi pelatihan Manajemen Asfiksia pada BBL yang difokuskan pada: menyiapkan resusitasi, mengambil keputusan perlunya dilakukan resusitasi, tindakan resusitasi, asuhan pasca resusitasi dan pencegahan infeksi. Langkah- langkah dalam Manajemen Asfiksia pada buku acuan ini ditujukan untuk bidan yang pada umumnya bekerja secara mandiri dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Tujuan Umum:
Peserta mampu melakukan manajemen asfiksia bayi baru lahir pada model.
Tujuan khusus:
1. Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin. 2. Demonstrasi menyiapkan resusitasi bayi baru lahir.
3. Menilai dan memutuskan resusitasi bayi baru lahir. 4. Demonstrasi resusitasi bayi baru lahir pada model.
5. Menjelaskan asuhan bayi pasca resusitasi, demonstrasi konseling kepada keluarga dan membuat pencatatan.
6. Menjelaskan asuhan tindak lanjut bayi baru lahir pasca resusitasi pada kunjungan neonatal.
2. ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.
2.1. Penyebab Asfiksia.
Beberapa keadaan pada Ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia BBL.
Keadaan berikut ini berakibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia:
Pada keadaan berikut, bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa didahului tanda gawat janin:
Pada pertolongan persalinan, Bidan perlu mengetahui sebelum dan sesudah bayi lahir:
apakah bayi ini mempunyai risiko asfiksia? Pada keadaan tersebut, bicarakan dengan
ibu dan keluarganya tentang kemungkinan diperlukan tindakan resusitasi. Akan tetapi, pada keadaan tanpa faktor risiko pun beberapa bayi dapat mengalami asfiksia.
KEADAANIBU
• Preeklampsia dan eklampsia
• Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
• Partus lama atau partus macet
• Demam selama persalinan
• Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
• Kehamilan Post Matur (sesudah 42 minggu kehamilan)
KEADAAN TALIPUSAT
• Lilitan tali pusat
• Tali pusat pendek
• Simpul tali pusat
• Prolapsus tali pusat
KEADAAN BAYI
• Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
• Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep)
• Kelainan kongenital
Oleh karena itu bidan harus siap melakukan resusitasi bayi SETIAP menolong
persalinan.
2. 2. Gawat Janin
Banyak penyebab kenapa bayi mungkin tidak bernapas saat lahir. Sering kali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin. Akibat gawat janin bayi tidak
menerima oksigen yang cukup.
*Catatan:
Anjurkan ibu hamil in-partu berbaring ke sisi kiri untuk meningkatkan aliran oksigen ke janinnya. Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu, coba posisi yang lain (miring ke kanan, posisi
GAWAT JANIN
APAKAH GAWAT
JANIN? Reaksi ketika janin TIDAK memperoleh oksigen yang cukup.
BAGAIMANA MENGETAHUI GAWAT JANIN?
Gawat janin dapat diketahui dengan :
Frekuensi bunyi jantung janin kurang 100 atau lebih
180 X / menit
Berkurangnya gerakan janin. (Janin normal bergerak lebih dari 10 X / hari).
Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan (jika bayi keluar dengan letak kepala).
BAGAIMANA
MENCEGAH GAWAT JANIN?
Gunakan partograf untuk memantau persalinan.
Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan, ibu hamil yang berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke rahimnya.
BAGAIMANA
MENGIDENTIFIKASI
GAWAT JANIN
DALAM
PERSALINAN?
Periksa frekuensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan setiap 15 menit sesudah pembukaan lengkap.
Periksa ada / tidaknya air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
BAGAIMANA MENANGANI GAWAT JANIN?
Jika terdapat tanda gawat janin :
Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara berikut:
o Mintalah si ibu merubah posisi tidurnya *
o Berikan cairan kepada ibu secara oral dan atau IV
o Berikan oksigen (bila tersedia)
Periksa kembali denyut jantung janin setelah 10-15 menit tindakan di atas
Jika frekuensi bunyi jantung masih tidak normal:
RUJUK.
Bila merujuk tidak mungkin, siaplah untuk menolong BBL
3. PERSIAPAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR
Bidan harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada SETIAP menolong persalinan. Tanpa persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga.
Walau hanya beberapa menit bila BBL tidak segera bernapas, bayi dapat menderita kerusakan otak atau meninggal. Persiapan yang diperlukan adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk resusitasi dan persiapan diri (bidan).
3.1. Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan.
3.2. Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi :
• Gunakan ruangan yang hangat dan terang.
• Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, cukup keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang terbuka).
Keterangan:
Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
Tempat resusitasi yang datar dan rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala bayi.
Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak dengan jarak 60 cm dari meja resusitasi. Nyalakan lampu menjelang persalinan.
3.3. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
Kain ke-1: untuk mengeringkan bayi. Kain ke-2: untuk menyelimuti bayi. Kain ke-3: untuk ganjal bahu bayi.
Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet. Alat ventilasi
Tabung dan Sungkup atau Balon dan Sungkup.
Jika mungkin sungkup dengan bantalan udara untuk bayi cukup bulan dan prematur.
Kotak Alat Resusitasi. Sarung Tangan.
Jam atau pencatat waktu. Keterangan:
• Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan misalnya handuk, kain flanel dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau sarung.
• Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos, selendang, handuk kecil), digulung setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk
Gambar:
Bola Karet Pengisap
Alat Pengisap Lendir DeLee
Balon dan Sungkup
Bagian-bagian balon dan sungkup:
1. Pintu masuk udara & tempat memasang reservoar O2 2. Pintu masuk O2
3. Katup pelepas tekanan (pop-off valve) 4. Susunan katup
5. Pintu keluar O2 6. Reservoar O2 Keterangan :
Alat pengisap lendir De Lee adalah alat yang digunakan untuk mengisap lendir khusus untuk BBL.
Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat penting dalam tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril/DTT.
Alat pengisap lendir DeLee dan sungkup dalam keadaan steril/DTT disimpan dalam kotak alat resusitasi.
1 3 4
6
Cara Menyiapkan:
• Kain ke-1:
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan bayi baru lahir yang basah oleh air ketuban segera setelah lahir.
Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih meletakkan bayi baru lahir di atas perut ibu, sebelum persalinan akan menyediakan sehelai kain di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi. Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia.
• Kain ke-2:
Fungsi kain kedua adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat. Kain ke-2 digelar di atas tempat resusitasi. Saat memulai resusitasi, bayi yang diselimuti kain ke-1 akan diletakkan di tempat resusitasi, di atas gelaran kain ke-2.
• Kain ke-3:
Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3 cm dan dapat disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit ekstensi (posisi menghidu). Kain ini diletakkan di bawah kain ke-2 pada sisi dekat penolong.
• Alat Resusitasi:
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lendir De Lee atau bola karet dan alat resusitasi tabung atau balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi. Maksudnya agar sewaktu-waktu mudah diambil saat dilakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.
• Sarung tangan.
• Jam atau pencatat waktu.
3.4. Persiapan diri
Pastikan penolong sudah menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi dari kemungkinan infeksi:
• memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik, masker, penutup kepala,kaca mata, sepatu tertutup).
• lepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan.
• cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliserin.
• Keringkan dengan kain / tisu bersih.
4. KEPUTUSAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR
Bidan harus mampu melakukan penilaian untuk mengambil keputusan guna menentukan tindakan resusitasi.
Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir. Segera setelah lahir, sambil meletakkan & menyelimuti bayi di atas perut ibu atau dekat perineum, lakukan penilaian cepat usaha napas dan tonus otot. Penilaian ini menjadi dasar keputusan apakah bayi perlu resusitasi.
Nilai (skor) APGAR tidak digunakan sebagai dasar keputusan untuk tindakan resusitasi Penilaian harus dilakukan segera sehingga keputusan resusitasi tidak didasarkan penilaian APGAR; tetapi cara APGAR tetap dipakai untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada saat 1 menit dan 5 menit setelah kelahiran.
Dalam Manajemen Asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali. Setiap tahapan manajemen asfiksia, senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa yang yang tepat dilakukan.
Dalam Bagan Alur Manajemen Bayi Baru Lahir dapat dilihat alur penatalaksanaan bayi baru lahir mulai dari persiapan, penilaian dan keputusan serta alternatif tindakan apa yang sesuai dengan hasil penilaian keadaan bayi baru lahir. Untuk bayi baru lahir yang langsung menangis atau bernapas spontan dan teratur dilakukan asuhan neonatal normal (lihat Buku APN Bab IV).
PENILAIAN
Sebelum bayi lahir:
Apakah kehamilan cukup bulan ?
Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium (warna kehijauan) ?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan):
Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap ?
Menilai apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif ?
KEPUTUSAN
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika:
Bayi tidak cukup bulan dan atau
Air ketuban bercampur mekonium dan atau
Bayi megap-megap/tidak bernapas dan atau
Tonus otot bayi tidak baik atau bayi lemas
TINDAKAN
Mulai lakukan resusitasi jika:
Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/tidak
bernapas dan atau tonus otot bayi tidak baik/bayi lemas
(lihat bagan alur)
Air ketuban tercampur mekonium: (lihat bagan alur)
BAGAN ALUR:
MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR
PERSIAPAN
Bayi cukup bulan
Ketuban jernih
Bayi menangis atau
bernapas
Tonus otot bayi baik/
bayi bergerak aktif
PENILAIAN:
Sebelum bayi lahir:
1. Apakah kehamilan cukup bulan ?
2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?
Segera setelah bayi lahir:
3. Apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap ?
4. Apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif ?
Bayi tidak cukup bulan dan atau
Air ketuban bercampur mekonium
dan atau
Bayi megap-megap atau tidak
bernapas dan atau
Tonus otot bayi tidak baik/ bayi
lemas
A
Manajemen
Bayi Baru
Lahir
Normal
B
Manajemen
Bayi Baru
Lahir
Dengan Asfiksia
DASAR ASUHAN BBL:
Dalam setiap persalinan, penataksanaan bayi baru lahir menganut beberapa prinsip yang penting untuk kelangsungan hidup bayi baru lahir diantaranya:
Kering, bersih dan hangat:
Sangat penting bagi semua bayi baru lahir untuk dijaga agar tetap kering, bersih dan hangat untuk mencegah bayi kedinginan (hipotermi) yang membahayakan. Prinsip ini tetap dianut dalam penatalaksanaan resusitasi Bayi Baru Lahir dan terlebih lagi bayi Asfiksia sangat rentan terhadap hipotermi.
Bebaskan dan Bersihkan Jalan Napas BBL:
Bersihkan jalan napas bayi dengan cara mengusap mukanya dengan kain atau kasa yang bersih dari darah dan lendir segera setelah kepala bayi lahir (masih di perineum ibu).
Apabila bayi baru lahir segera dapat bernapas secara spontan atau segera menangis, jangan lakukan pengisapan secara rutin pada jalan napasnya. Apabila bayi baru lahir tidak bernapas atau bernapas megap-megap, maka
penghisapan lendir amat penting sebagai bagian mutlak dari langkah awal resusitasi.
Apabila terdapat air ketuban bercampur mekonium, begitu bayi lahir tidak bernapas atau bernapas megap-megap maka penghisapan lendir sangat penting dilakukan segera sebelum melakukan pemotongan tali pusat dan kemudian dilakukan langkah awal
Posisi kepala bayi baru lahir juga amat penting untuk kelancaran jalan napas sehingga dapat membantu pernapasan bayi. Pada pola persalinan normal, setelah lahir bayi diletakkan di atas perut ibu yang telah dilapisi kain dan diusahakan agar letak kepala setengah tengadah lebih (sedikit ekstensi). Pengaturan posisi sangat penting pada resusitasi BBL.
Rangsangan Taktil:
Mengeringkan tubuh bayi pada dasarnya adalah tindakan rangsangan. Untuk bayi yang sehat, prosedur tersebut sudah cukup guna merangsang upaya napas. Akan tetapi untuk bayi dengan Asfiksia, mungkin belum cukup sehingga perlu dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan. Ada beberapa tindakan yang membahayakan bayi dan perlu dihindari, misalnya menekuk lutut kearah perut, menepuk bokong, meremas dan mengangkat dada, dilatasi spingter ani, mengguyur air dingin dan hangat bergantian.
ASI:
Penting sekali untuk melakukan inisiasi menyusu dini dalam satu jam setelah bayi lahir. Bila bayi sudah bernapas normal, lakukan kontak kulit bayi dan kulit ibu dengan cara meletakkan bayi di dada ibu dalam posisi bayi tengkurap, kepala bayi menghadap dada ibu, kepala bayi di tengah antara kedua payudara ibu, lalu selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan. Ibu dianjurkan bersabar selama sekitar 1 jam mengusap/membelai bayi sambil menunggu bayinya meraih puting susu secara mandiri. Biasanya bayi berhasil menyusu pada menit ke 30-60.
BAGAN ALUR A :
MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR NORMAL
PENILAIAN:
Sebelum bayi lahir:
1. Apakah kehamilan cukup bulan ?
2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?
Segera setelah bayi lahir:
3. Apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap ?
4. Apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif ?
Asuhan Bayi Baru Lahir
1. Jaga bayi tetap hangat
2. Isap lendir dari mulut dan hidung (bila perlu)
3. Keringkan
4. Pemantauan tanda bahaya
5. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi
apapun, kira-kira 2 menit* setelah lahir.
6. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini
7. Beri suntikan vitamin K
11 mg intramuskular, di paha
kiri anterolateral setelah Inisiasi Menyusu Dini
8. Beri salep mata antibiotika pada kedua mata.
9. Pemeriksaan
10. Beri imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuskular, di
paha kanan anteroleteral, kira-kira 1-2 jam setelah
pemberian vitamin K
15. PENATALAKSANAAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu resusitasi, tindakan harus segera dilakukan. Penundaan pertolongan membahayakan bayi. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan di atas perut ibu atau dekat perineum.
Pemotongan Tali Pusat:
a) Pola di atas perut ibu
Bidan yang sudah terbiasa dan terlatih meletakkan bayi di atas kain yang ada di perut ibu dengan posisi kepala sedikit ekstensi, lalu selimuti dengan kain, tetapi bagian dada dan perut tetap terbuka, kemudian klem dan potong tali pusat. Tali pusat tidak usah diikat dulu, tidak dibubuhkan apapun dan tidak dibungkus. b) Pola dekat perineum ibu
Jika tali pusat sangat pendek sehingga cara a) tidak memungkinkan, setelah BBL dinilai, letakkan bayi di atas kain yang ada di dekat perineum ibu. Kemudian segera klem dan potong tali pusat tanpa diikat dulu, tidak dibubuhi apapun dan tidak dibungkus.
5.1. Tindakan Resusitasi Bayi Baru Lahir (Bagan Alur B)
Bila Bayi tidak cukup bulan dan atau tidak bernapas atau bernapas megap-megap dan atau tonus otot tidak baik:
Sambil memulai melakukan langkah awal:
Beritahukan ibu dan keluarga, bayi mengalami kesulitan bernafas dan bahwa Anda akan menolongnya.
Mintalah salah seorang keluarga mendampingi Ibu untuk memberi dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan.
TAHAP I: LANGKAH AWAL
Langkah awal diselesaikan dalam waktu <30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5 langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi bernapas spontan dan teratur. Langkah tersebut meliputi:
1) Jaga bayi tetap hangat:
Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada diatas perut ibu atau sekitar 45 cm dari perineum.
Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat.
Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas kain ke-2 yang telah
digelar di tempat resusitasi
Jaga bayi tetap diselimuti dengan wajah dan dada terbuka dan di bawah
2) Atur posisi bayi
Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi
dengan mengganjal bahu.
Posisi kepala yang benar dengan sedikit ekstensi.
3) Isap lendir
Gunakan alat pengisap lendir DeLee dengan cara sbb : Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK pada waktu memasukkan.
Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung, jangan melewati cuping hidung. Jika dengan bola karet pengisap lakukan dengan cara sbb :
Tekan bola di luar mulut dan hidung
Masukkan ujung pengisap ke mulut dan lepaskan tekanan pada bola (lendir akan terisap)
Untuk hidung, masukkan ke dalam lubang hidung sampai cuping hidung dan lepaskan
4) Keringkan dan rangsang taktil
Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat merangsang bayi baru lahir mulai bernapas.
Rangsang taktil berikut dapat juga dilakukan untuk merangsang BBL mulai bernafas.
• Menepuk/ menyentil telapak kaki ATAU
• Menggosok punggung/perut/dada/tungkai bayi dengan telapak tangan
Benar Salah Kurang ekstensi Terlalu ekstensi
5) Atur kembali posisi kepala bayi
Atur kembali posisi kepala bayi menjadi posisi menghidu
Lakukan penilaian bayi.
Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau megap-megap.
• Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi.
• Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi bayi.
TAHAP II: VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
Langkah – langkah:
1) Pasang sungkup:
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.
Salah
Sungkup terlalu besar, tidak menutup rapat mulut dan hidung bayi, mungkin udara bocor.
Salah
Sungkup menutup
mulut saja.
Benar
Sungkup menutup mulut,
hidung dan dagu,
kemungkinan udara tidak bocor.
2) Ventilasi 2 kali:
Lakukan tiupan / pemompaan dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung dan sungkup atau remasan awal balon dan sungkup penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.
Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi mengembang,
Bila tidak mengembang:
Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.
Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan pengisapan.
Lakukan tiupan 2 kali atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm air,
3) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik:
Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali, dalam 30 detik, dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan atau menangis.
Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas.
Jika bayi mulai bernapas normal/tidak megap-megap dan atau menangis,
hentikan ventilasi bertahap.
Lihat dada bawah apakah ada retraksi
Hitung frekuensi napas per menit
Jika bernapas > 40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
Jangan ventilasi lagi
Letakkan bayi dengan kontak kulit bayi ke kulit ibu pada dada ibu dan lanjutkan asuhan BBL
Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan
Jangan tinggalkan bayi sendiri
Lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi
4) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas:
Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air).
Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap:
Jika bayi mulai bernapas normal/tidak megap-megap dan atau menangis,
hentikan ventilasi bertahap, kemudian lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap/ tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik, kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.
5) Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi:
Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang anda lakukan dan mengapa Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan
6) Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung.
Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air).
Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian nilai ulang napas dan nilai denyut jantung
Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, lanjutkan ventilasi selama 10
menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.
TAHAP III: ASUHAN PASCA RESUSITASI
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi yaitu:
• Jika Resusitasi Berhasil.
• Jika Perlu Rujukan.
• JIka Resusitasi Tidak Berhasil.
BAGAN ALUR B:
MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
PENILAIAN
Sebelum bayi lahir:
1. Apakah kehamilan cukup bulan ?
2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?
Segera setelah bayi lahir:
3. Apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap ? 4. Apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif ?
LANGKAH AWAL 1. Jaga bayi tetap hangat 2. Atur posisi bayi 3. Isap lendir
4. Keringkan dan rangsang taktil 5. Reposisi
Jika bayi tidak cukup bulan dan atau tidak bernapas atau megap-megap dan atau lemas
Jika bayi bernapas normal Jika bayi tidak bernapas / bernapas megap-megap
ASUHAN PASCA RESUSITASI 1. Pemantauan tanda bahaya 2. Perawatan tali pusat 3. Inisiasi menyusu dini 4. Pencegahan hipotermi 5. Pemberian vitamin K1 6. Pemberian salep/tetes mata 7. Pemeriksaan fisis
8. Pencatatan & Pelaporan
VENTILASI
1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan 2. Ventilasi 2 X dengan tekanan 30 cm air
3. Jika dada mengembang lakukan ventilasi 20 X dengan tekanan 20 cm air selama 30 detik
Jika bayi mulai bernapas normal Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap 1. Ulangi ventilasi sebanyak 20 X selama 30 detik
2. Hentikan ventilasi & nilai kembali napas tiap 30 detik 3. Jika bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit
resusitasi, siapkan rujukan, nilai denyut jantung
Jika bayi dirujuk Jika bayi tidak dirujuk dan atau tidak berhasil 1. Sesudah 10 menit bayi tidak bernapas spontan
dan tidak terdengar denyut jantung pertimbangkan menghentikan resusitasi 2. Konseling
3. Pencatatan & Pelaporan 1. Konseling
2. Lanjutkan Resusitasi 3. Pemantauan tanda bahaya 4. Perawatan tali pusat 5. Pencegahan hipotermi
6. Pemberian vitamin K1 *
7. Pemberian salep/tetes mata*
8. Pencatatan & Pelaporan 1. Hentikan Ventilasi
2. ASUHAN PASCA RESUSITASI
Jika air ketuban tercampur mekonium
Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap Jika bayi menangis
atau bernapas normal
Buka mulut lebar, usap dan isap lendir di mulut Potong Tali Pusat
Potong Tali Pusat
NILAI NAPAS
NILAI NAPAS
NILAI NAPAS
* Jika saat dirujuk keadaan bayi membaik dan tidak perlu resusitasi, berikan vitamin K1 dan salep/tetes BAYI LAHIR
5.2. Tindakan Resusitasi BBL Jika Air Ketuban Bercampur
Mekonium
Apakah mekonium itu?
Mekonium adalah feses pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan berwarna hijau kehitaman.
Kapan mekonium dikeluarkan?
• Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan (12-24 jam pertama).
• Kira-kira 15% kasus mekonium dikeluarkan sebelum persalinan dan bercampur dengan air ketuban. Hal ini menyebabkan cairan ketuban berwarna kehijauan. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium telah terlihat sebelum persalinan dan bayi pada posisi kepala, monitor bayi dengan seksama karena ini merupakan tanda bahaya.
Apa yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan? Tidak selalu jelas kenapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (gawat janin). Kekurangan oksigen dapat meningkatkan gerakan usus dan membuat relaksasi otot anus sehingga janin mengeluarkan mekonium. Bayi-bayi dengan resiko lebih tinggi untuk gawat janin memiliki lebih sering pewarnaan air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) lebih sering, misalnya bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau bayi post matur. Apakah bahaya air ketuban bercampur mekonium warna kehijauan?
Mekonium yang dikeluarkan dan bercampur air ketuban dapat masuk ke dalam paru-paru janin di dalam rahim, atau sewaktu bayi mulai bernapas saat lahir. Tersedak mekonium dapat menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian.
Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi bila terdapat air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) ?
Siap untuk melakukan resusitasi bayi dengan air ketuban bercampur mekonium.
Langkah-langkah tindakan resusitasi pada bayi baru lahir jika air ketuban bercampur mekonium sama dengan pada bayi yang air ketubannya tidak bercampur mekonium hanya berbeda pada:
Setelah seluruh badan bayi lahir: lakukan penilaian apakah bayi menangis / bernapas normal / megap-megap / tidak bernapas?.
Jika Menangis / Bernapas Normal, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dahulu dan tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan Langkah Awal.
Jika megap-megap atau tidak bernapas, buka mulut lebar, usap dan isap lendir di mulut, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dahulu & tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan Langkah Awal.
6. ASUHAN PASCA RESUSITASI
Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi, yang diberikan baik kepada bayi baru lahir ataupun ibu dan keluarga.
Bicaralah dengan ibu dan keluarga bayi tentang resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan.
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi baru lahir setelah menerima tindakan resusitasi dan dilakukan pada keadaan :
Resusitasi Berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi.
Resusitasi Belum / kurang berhasil: bayi perlu rujukan yaitu sesudah resusitasi 2 menit belum bernapas atau megap-megap atau pada pemantauan didapatkan kondisinya memburuk.
Resusitasi Tidak Berhasil: sesudah resusitasi dilanjutkan 10 menit dari bayi tidak bernapas dan tidak terdengardetak jantung.
6.1. Resusitasi Berhasil
Ajari ibu dan atau keluarga untuk membantu bidan menilai keadaan bayi. Jelaskan mengenai pemantauan bayi baru lahir dan bagaimana memperoleh
pertolongan segera bila bayi mengalami masalah.
Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi. Mengamati adanya napas megap-megap
Mengamati apakah bayi merintih
Mengamati adanya tarikan dinding dada
Mengamati apakah tubuh dan bibir biru
Mengamati apakah bayi teraba dingin/demam
Menghitung frekwensi napas, apakah <40X /menit atau > 60X /menit
Menghitung frekwensi jantung, apakah <120X /menit atau > 160X /menit
Mengamati apakah tubuh bayi pucat
Mengamati apakah tubuh bayi kuning
Mengamati apakah bayi lemas
Mengamati apakah bayi kejang
Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya di atas, sebelum dirujuk lakukan tindakan pra rujukan.
Pemantauan dan perawatan tali pusat
Memantau perdarahan tali pusat, jika ikatan lepas betulkan oleh bidan
Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu dan atau keluarga
Bila napas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit), menyelimuti keduanya
Pencegahan hipotermi
Membaringkan bayi dalam ruangan > 250C bersama ibunya
Mendekap bayi (kontak kulit bayi ke kulit ibu) sesering mungkin
Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam dan bayi stabil.
Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut.
Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian
Pemberian vitamin K1 (Phytomenadione)
Memberikan suntikan vitamin K1 di paha kiri anterolateral 1 mg intramuskular, untuk
mencegah perdarahan bayi baru lahir.
Pencegahan infeksi
Memberikan salep mata antibiotika
Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuskular di paha kanan, 1 jam setelah pemberian vitamin K1
Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.
Pemeriksaan fisik
Melihat dan meraba kepala bayi.
Melihat mata bayi.
Melihat mulut dan bibir bayi.
Melihat dan meraba tulang punggung bayi.
Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan tumit, menghitung jumlah jari.
Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan
Memastikan adakah lubang anus & uretra, adakah kelainan.
Memastikan adakah buang air besar & buang air kecil.
Pemeriksaan fisis bayi pasca resusitasi harus lebih hati-hati. Pemeriksaan awal diutamakan pada pemeriksaan pernapasan dan jantung dilanjutkan dengan monitoring tanda bahaya. Pemeriksaan lengkap sebaiknya dilakukan dalam 24 jam dan setelah bayi stabil.
Pencatatan dan pelaporan
Melakukan pencatatan dan pelaporan kasus
Sebagaimana pada setiap persalinan, isilah partograf secara lengkap yang mencakup identitas ibu, riwayat kehamilan, jalannya persalinan, kondisi ibu, kondisi janin dan kondisi Bayi Baru Lahir. Penting sekali dicatat denyut jantung janin, oleh karena seringkali Asfiksia bermula dari keadaan gawat janin pada persalinan. Apabila didapatkan gawat janin tuliskan apa yang dilakukan. Saat ketuban pecah perlu dicatat pada partograf dan berikan penjelasan apakah air ketuban bercampur mekonium ?
Kondisi Bayi Baru Lahir diisi pula pada partograf. Bila Bayi mengalami Asfiksia selain dicatat pada partograf perlu dibuat catatan khusus di formulir bayi baru lahir/ Buku Harian / Buku Catatan, cukup ditulis tangan.
Usahakan agar mencatat secara lengkap dan jelas:
• Nama Ibu, tempat , tanggal melahirkan dan waktunya.
• Kondisi Janin / Bayi:
Apakah ada gawat janin sebelumnya ?
Apakah bayi menangis spontan, atau bernapas ?
Apakah tonus otot baik ?
• Waktu mulai resusitasi.
• Langkah Resusitasi yang dilakukan.
• Hasil Resusitasi.
Jika persalinan di rumah, sebaiknya Bidan tinggal bersama keluarga bayi untuk memantau bayi minimal dua jam pertama pasca lahir.
Pencatatan juga dilakukan pada Buku KIA sebagai sumber informasi bagi keluarga.
Contoh Pencatatan :
RESUSITASI BERHASIL.
Nama Ibu: Ny Siti Maryam, 23 tahun.
Melahirkan dirumah tanggal 21 Maret 2004 pukul 05.15 WIB.
Ketuban pecah jam 05.00 tidak bercampur mekonium, tidak ada tanda gawat janin sebelumnya.
Keadaan bayi waktu lahir: bayi megap-megap. Waktu mulai tindakan resusitasi: pukul 05.15 WIB. Langkah resusitasi yang telah dilakukan :
Setelah memotong tali pusat dan menjelaskan kepada ibu dilakukan langkah awal selama 30 detik, napas bayi masih megap-megap. Kemudian dilakukan ventilasi 2 kali dan dinilai, dada bayi mengembang. Dilanjutkan ventilasi 20 kali selama 30 detik, bayi mulai bernapas spontan, ventilasi dihentikan bertahap. Waktu bayi bernapas spontan: pukul 05.16 WIB
Hasil resusitasi: resusitasi berhasil. Asuhan pasca resusitasi:
Memantau selama 2 jam. Frekuensi pernapasan 40–48 kali/menit, tidak ada tarikan dinding dada bawah, frekuensi jantung 130-140 kali/menit, warna kulit kemerahan, suhu tubuh 36,5-36,9 oC.
Bayi diserahkan kepada ibu dan dilakukan IMD, berhasil dalam 45 menit, dilanjutkan menyusu sekitar 10 menit.
Dilakukan pemberian suntikan vitamin K1 di paha kiri 1 mg intramuskular, lalu
pemberian tetrasiklin salep mata pada kedua mata.
Dilakukan pemeriksaaan bayi dihadapan ibu & ayahnya. Bayi tampak normal. Diberikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan 0,5 mL intramuskular, sekitar 11/2 jam setelah pemberian vitamin K1
Selama 2 jam pertama bayi menetek 2 kali sekitar 10 menit, payudara kanan dan kiri bergantian.
Konseling:
Menasihati ibu dan keluarga cara menilai bayi, pemantauan setelah resusitasi, bagaimana mendapatkan pertolongan bila ada masalah, pencegahan hipotermi,
6.2. Bayi Perlu Rujukan
Konseling:
o Jelaskan kepada ibu dan keluarga, bahwa bayinya memerlukan rujukan. Sebaiknya bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan.
o Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga perlu menemani selama rujukan.
Beritahukan kepada tempat rujukan yang dituju (bila mungkin) tentang keadaan bayi dan perkiraan waktu tiba. Beritahukan juga bila ibu baru saja melahirkan.
Bawa alat resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama rujukan.
Melanjutkan resusitasi bila diperlukan
Memantau tanda bahaya
Memantau dan merawat tali pusat
Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, kenakan tutup kepala bayi dan bila mungkin lakukan perawatan bayi lekat.
Memberikan vitamin K1 jka keadaan bayi membaik, tidak diresusitasi
Mencegah Infeksi yaitu memberikan salep mata antibiotika, jika tidak diresusitasi
Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya menyusui segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas dan kontraindikasi lainnya
Membuat surat rujukan
Melakukan pencatatan pada formulir bayi baru lahir, dan buku KIA dan pelaporan kasus
.
Contoh Pencatatan:
RESUSITASI, PERLU RUJUKAN
Ny Khodijah, 42 tahun.
Melahirkan tanggal 7 Mei 2004 pukul 20.15 WIB di rumah. Bayi laki-laki.
Ketuban pecah pukul 20.05, tidak bercampur mekonium.
Keadaan bayi waktu lahir : tidak menangis, tidak bernapas. Waktu mulai tindakan resusitasi : pukul 20.15 WIB.
Setelah tali pusat dipotong dan diberikan penjelasan kepada ibu, dilakukan langkah awal selama 35 detik. Bayi belum bernapas. Dilanjutkan ventilasi 2 kali, dinilai dan ternyata dada tidak mengembang. Setelah diperiksa dan dibetulkan posisi kepala dan lendir diisap lagi, diulangi ventilasi 2 kali. Dinilai, dada bayi mengembang. Dilakukan ventilasi 20 kali dalam 30 detik. Bayi belum bernapas, diulangi lagi ventilasi 20 kali dalam 30 detik lalu dihentikan dan dinilai, bayi mulai bernapas megap-megap. Ventilasi dilanjutkan 30 detik kemudian nilai ulang napas. Bayi mulai bernapas spontan dan makin teratur.
Waktu bayi bernapas spontan: pukul 20.17 WIB Asuhan pasca resusitasi:
Pemantauan selama 5 menit, frekuensi pernapasan 42–50 kali/menit, warna kulit pucat dan suhu tubuh bayi 36,9oC. Bayi belum bisa menetek. Setelah 25 menit frekuensi pernapasan 62–70 kali/menit, ada tarikan dinding dada, warna kulit kebiruan, suhu tubuh 36,4 oC dan tonus otot kurang.
Konseling: Dijelaskan bahwa bayi perlu dirujuk ke rumah sakit Hasil Resusitasi: Bayi Perlu Rujukan.
Desa Sumbersari Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon pukul 21.05 Bidan Endah Lestari
SURAT RUJUKAN Kepada Yth.
Bagian Anak. RS. Arjawinangun.
Bersama ini kami rujuk bayi Ny Khodijah lahir tanggal 7 Mei 2004 pukul 20.15 WIB di rumah, laki-laki.
Keadaan bayi waktu lahir: tidak menangis, tidak bernapas. Waktu mulai tindakan resusitasi : pukul 20.15 WIB. Langkah Resusitasi yang dilakukan:
Setelah tali pusat dipotong dan dijelaskan kepada ibu, dilakukan langkah awal selama 35 detik. Bayi belum bernapas. Dilanjutkan ventilasi 2 kali, dinilai dada tidak berkembang. Setelah diperiksa letak sungkup dan dibetulkan posisi kepala dan lendir diisap lagi, diulangi ventilasi 2 kali. Dinilai, dada bayi mengembang. Dilakukan ventilasi 20 kali dalam 30 detik. Bayi belum bernapas, diulangi lagi ventilasi 20 kali dalam 30 detik lalu dihentikan dan dinilai, bayi mulai bernapas megap-megap. Ventilasi dilanjutkan 30 detik kemudian nilai ulang napas. Bayi mulai bernapas spontan dan makin teratur. Waktu bayi bernapas spontan: pukul 20.17 WIB
Asuhan perawatan lanjutan:
Pemantauan selama 5 menit, frekuensi pernapasan 42–50 kali/menit, warna kulit pucat dan suhu tubuh bayi 36,9oC. Bayi belum bisa menetek. Setelah 25 menit frekuensi pernapasan 62–70 kali/menit, ada tarikan dinding dada, warna kulit kebiruan, suhu tubuh 36,4 oC dan tonus otot kurang.
Mohon bantuan penanganan selanjutnya. Terima kasih Desa Sumbersari Kecamatan Sumber
Kabupaten Cirebon pukul 20.30. Bidan Endah Lestari
6.3. Resusitasi Tidak Berhasil
Bila bayi tidak bernapas setelah resusitasi dilanjutkan selama 10 menit dari denyut jantung 0, pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi. Biasanya bayi tersebut tidak tertolong dan meninggal. Ibu maupun keluarga memerlukan banyak dukungan moral. Bicaralah dengan keluarga secara hati-hati/bijaksana dan berikan dukungan moral sesuai budaya setempat.
Konseling: Dukungan Moral:
• Bicaralah dengan ibu bayi dan keluarganya tentang tindakan resusitasi dan kematian bayinya. Jawablah setiap pertanyaan yang diajukan. Berikan asuhan terhadap ibu bayi dan keluarganya dengan tetap memperhatikan nilai budaya/kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang mereka inginkan terhadap bayi yang telah meninggal.
• Ibu bayi mungkin merasa sedih bahkan menangis. Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu sangat sensitif, terlebih karena bayi meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkan perasaannya, ajak bicara dengan orang terdekat atau Bidan.
• Jelaskan kepada ibu dan keluarganya bahwa Ibu memerlukan istirahat, dukungan moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali dalam waktu terlalu cepat.
Asuhan Ibu:
Payudara ibu akan bengkak sekitar 2-3 hari. Mungkin ibu juga mengalami demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi masalah pembengkakan payudara dengan melakukan hal berikut:
Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan dengan menggunakan selendang/kemben/kain sehingga ASI tidak keluar.
Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.
Pencatatan dan pelaporan:
Buatlah pencatatan selengkapnya mengenai identitas ibu, kondisi bayi, semua tindakan yang dilakukan secara rinci dan waktunya. Kemudian laporkan pula bahwa resusitasi tidak berhasil dan sebab tidak berhasil. Laporkan kematian bayi melalui RT/RW ke Kelurahan dan Puskesmas untuk dilakukan otopsi verbal. Simpanlah catatan baik-baik sebagai dokumen untuk pertanggung jawaban.
Contoh pencatatan
Contoh Pencatatan:
RESUSITASI TIDAK BERHASIL.
Pada contoh di atas, kemungkinan penyebab resusitasi tidak berhasil adalah karena terlambat memulai resusitasi, langkah awal yang terlampau lama dan kelalaian petugas dalam manajemen air ketuban bercampur mekonium yaitu tidak mengusap mulut dan menghisap lendir dari mulut yang dibuka lebar terlebih dahulu saat langkah awal. Mungkin saat bayi bernapas megap-megap atau saat dilakukan ventilasi masih banyak lendir dan mekoneum di jalan napas, akibatnya bayi mengalami aspirasi
PENCATATAN YANG LENGKAP MEMBERIKAN INFORMASI YANG PENTING.
Nama Ibu: Ny Rukayah, 45 tahun.
Melahirkan di rumah, tanggal 18 Januari 2004, pukul 01.05
Ketika ketuban pecah, terdapat mekonium pada air ketuban berwarna kehijauan.
Keadaan Bayi Waktu Lahir: Tidak bernapas, biru, lemas. Waktu mulai tindakan resusitasi : 01.06
Langkah resusitasi yang telah dilakukan :
Setelah tali pusat dipotong dan dijelaskan kepada ibu, dilakukan langkah awal selama 1 menit. Bayi tidak bernapas dan dilanjutkan ventilasi 2 kali, dinilai dada mengembang lalu dilanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik, dihentikan dan dinilai bayi megap-megap. Diulangi ventilasi 20 kali dalam 30 detik, dinilai, bayi tidak bernapas. (Resusitasi telah dilakukan 2 menit). Dilakukan penilaian denyut jantung dan disiapkan rujukan. Frekuensi denyut jantung 0. Resusitasi dilanjutkan sampai 10 menit. Denyut jantung tetap 0 dan bayi tetap tidak bernapas. Resusitasi dihentikan.
Hasil Resusitasi: Resusitasi tidak berhasil.
Rujukan tidak dapat dilakukan. Keluarga tidak siap untuk rujukan, suami tidak ada dirumah.
Bayi dinyatakan meninggal pada pukul 01.16. Konseling:
Penjelasan kepada ibu dan keluarga tentang tindakan resusitasi dan kematian bayinya. Ibu dan keluarga dapat memahami bahwa kematian bayinya kemungkinan akibat persalinan yang berlangsung lebih dari 20 jam. Bayi akan dimakamkan besok siang pukul 11.00.
Ibu diberi penjelasan tentang perawatan payudara dan untuk kontrol ulang dan sebaiknya ikut KB dulu.
Desa Rejoasri Kecamatan Sumber Bidan Salaharti.
7. ASUHAN PASCA LAHIR (USIA 2-24 JAM SETELAH LAHIR)
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut. Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah (kunjungan neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.
UNTUK ASUHAN PASCA LAHIR SETELAH 24 JAM GUNAKANLAH ALGORITMA MANAJEMEN
TERPADU BAYI MUDA (MTBM).
Algoritma MTBM untuk melakukan penilaian, membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan pengobatan serta tindak lanjut. Catat seluruh langkah ke dalam formulir tata laksana bayi muda.
Bila pada penilaian menunjukkan klasifikasi merah, bayi harus segera dirujuk. Bila klasifikasi kuning, bayi harus dikunjungi kembali dalam 2 hari.
Bila klasifikasi hijau, berikan nasihat untuk perawatan bayi baru lahir di rumah.
Ajari ibu dan atau keluarga untuk menilai keadaan bayi. Jelaskan mengenai pemantauan bayi baru lahir dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila bayi mengalami masalah.
Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi. Mengamati adanya napas megap-megap
Mengamati apakah bayi merintih
Mengamati adanya tarikan dinding dada
Mengamati apakah tubuh dan bibir biru
Mengamati apakah bayi teraba dingin/demam
Menghitung frekwensi napas, apakah <40X /menit atau ≥ 60X /menit
Menghitung frekwensi jantung, apakah <120X /menit atau > 160X /menit
Mengamati apakah tubuh bayi pucat
Mengamati apakah tubuh bayi kuning
Mengamati apakah bayi lemas
Mengamati apakah bayi kejang
Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya di atas, sebelum dirujuk lakukan tindakan pra rujukan.
Pemantauan dan perawatan tali pusat
Memantau perdarahan tali pusat, beritahu bidan (jika ikatan lepas betulkan)
Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu dan atau keluarga
Jika keluar nanah dan berbau, beritahu bidan (bersihkan tali pusat dengan kasa bersih & air hangat, oleskan gentian violet 0,5%/ povidon iodin 2,5%, kemudian rujuk)
Pencegahan hipotermi
Membaringkan bayi dalam ruangan > 25 C bersama ibunya.
Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sesering mungkin.
Konseling menyusui
Memberi konseling ASI eksklusif.
Melanjutkan menyusui.
Memastikan posisi menyusui yang benar.
Memastikan perlekatan mulut bayi ke payudara ibu benar.
Pencatatan dan pelaporan
Melakukan pencatatan pada formulir bayi muda, buku KIA dan pelaporan kasus
Lihat Lampiran 1:
Pada lampiran 1 Buku Acuan ini didapatkan lembar informasi yang perlu disampaikan kepada ibu dan keluarga mengenai:
1. Tanda- Tanda Bahaya. 2. Menyusui/meneteki bayi 3. Menjaga bayi tetap hangat 4. Melindungi bayi dari infeksi
8. PENCEGAHAN INFEKSI
Tujuan pencegahan infeksi adalah melindungi bayi dan tenaga kesehatan dari infeksi. Bayi baru lahir yang mengalami asfiksia sangat rentan terhadap infeksi. Dua hal yang dapat dilakukan tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi adalah:
1. Cuci tangan.
2. Pencegahan infeksi untuk alat dan bahan habis pakai.
8.1. Cuci Tangan
Tangan adalah penyebar infeksi yang paling sering. Cuci tangan adalah cara terpenting untuk mengurangi penyebaran infeksi
Ada dua cara cuci tangan dalam merawat bayi, yaitu: (lihat Lampiran 2.1.) 1. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
2. Mencuci tangan dengan menggunakan campuran alkohol dan propylene glikol
SELALU LAKUKAN CUCI TANGAN KAPAN SAJA TERDAPAT KEMUNGKINAN TERKONTAMINASI:
• Segera sesudah sampai di fasilitas kesehatan atau di rumah pasien.
• Sebelum meninggalkan fasilitas kesehatan atau rumah pasien.
• Sebelum dan sesudah memeriksa ibu atau bayi.
• Sebelum dan sesudah memakai sarung tangan untuk tindakan (tangan sering terkontaminasi bila sarung tangan berlubang kecil atau robek).
• Sebelum dan sesudah menyentuh instrumen/alat atau barang yang mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh lain, atau sesudah menyentuh jaringan mukosa.
• Sesudah memeriksa darah, urin atau feses.
• Sesudah ke kamar mandi/WC.
8.2. Pencegahan Infeksi Untuk Alat Dan Bahan Habis Pakai
Alat dan bahan habis pakai yang digunakan untuk resusitasi bayi baru lahir perlu dilakukan proses pencegahan infeksi. Ada 4 langkah pencegahan infeksi untuk alat dan bahan habis pakai, yaitu:
I. DEKONTAMINASI. II. PENCUCIAN.
III. DISINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT). IV. PENYIMPANAN.
LANGKAH I: DEKONTAMINASI
(lihat lampiran 1.2.)
Dekontaminasi dilakukan dengan cara merendam dengan larutan dekontaminasi. Langkah ini perlu dilakukan terlebih dulu agar alat atau barang aman bila tersentuh/terpegang.
Tujuan Dekontaminasi:
Membunuh berbagai jenis virus (misalnya virus hepatitis B, hepatitis C dan HIV) serta berbagai jenis kuman.
Membuat alat atau barang tersebut aman sewaktu pencucian.
Membuat alat atau barang tersebut lebih mudah dicuci karena mencegah cemaran darah, cairan tubuh lain dan jaringan mengering pada alat atau barang tersebut.
LANGKAH II: PENCUCIAN
(lihat lampiran 2.2.).
Pencucian dilakukan dengan deterjen dan air. Langkah ini perlu dilakukan untuk menghilangkan kotoran seperti darah dan feses yang menghalangi proses sterilisasi atau DTT.
Pencucian alat dan bahan habis pakai yang digunakan saat resusitasi dilakukan setelah proses dekontaminasi. Pencucian dilakukan dengan cara menyikat dengan sikat, deterjen dan air.
Tujuan Pencucian:
Menghilangkan darah, cairan tubuh lain, jaringan dan kotoran yang menempel pada alat dan bahan habis pakai.
Mengurangi jumlah kuman.
Membuat sterilisasi atau DTT menjadi efektif.
Catatan: Bila bercak darah tertinggal dalam sebuah alat, kuman dalam bercak tersebut mungkin tidak terbunuh secara sempurna oleh sterilisasi maupun DTT. LANGKAH III: DISINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT)
(lihat lampiran 2.2.)
DTT atau sterilisasi dilakukan dengan cara merebus atau mengukus (memanasi dengan uap).
Tujuan DTT:
Endosprora adalah bakteri yang membentuk lapisan luar yang keras, membungkus kuman sehingga sulit dibunuh. Kuman tetanus atau gas gangren dapat membentuk endospora.
DTT dapat digunakan untuk alat atau barang yang akan kontak dengan kulit maupun mukosa membran yang tidak utuh. Bila sterilisasi tidak tersedia, DTT merupakan satu-satunya pilihan.
DTT dapat dilakukan dengan merebus atau mengukus.
1) Merebus
Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan merebus dilakukan dengan cara merebus alat yang digunakan untuk resusitasi seperti tabung resusitasi dan pipa pengisap lendir.
2) Mengukus
Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan mengukus dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan uap air panas. Untuk pencegahan infeksi alat resusitasi seperti tabung resusitasi dan pipa pengisap lendir dapat dilakukan dengan dikukus.
Keuntungan mengukus dibanding merebus:
• Kerusakan lebih sedikit pada sarung tangan dan barang plastik atau barang-barang dari karet
• Menggunakan lebih sedikit air
• Menggunakan lebih sedikit bahan bakar karena air yang direbus lebih sedikit
• Tidak terbentuk garam soda dalam alat-alat logam
LANGKAH IV: PENYIMPANAN
Setelah tindakan pencegahan infeksi, alat/barang sebaiknya digunakan atau disimpan secepatnya sehingga tidak terkontaminasi. Penyimpanan secara benar sama pentingnya seperti dekontaminasi, pencucian, atau DTT.
Tujuan Penyimpanan:
Penyimpanan alat dilakukan sesudah DTT atau sterilisasi sehingga tidak terjadi kontaminasi alat tersebut.
Pencegahan Infeksi Menurut Jenis Alat Resusitasi:
Berikut ini adalah beberapa contoh alat dan bahan habis pakai yang digunakan dalam resusitasi dan cara pencegahan infeksinya:
Meja resusitasi:
Basuh dengan larutan dekontaminasi dan kemudian cuci dengan sabun dan air, dikeringkan dengan udara/angin.
Tabung resusitasi:
Lakukan dekontaminasi, pencucian secara teratur misalnya setiap minggu, tiap 2 minggu, atau setiap bulan tergantung frekwensi resusitasi. Selalu lakukan ke 3
langkah pencegahan infeksi jika alat digunakan pada bayi dengan infeksi. Pencegahan infeksi tabung resusitasi juga dilakukan setiap habis digunakan. Pisahkan masing-masing bagian sebelum melakukan pencegahan infeksi.
Sungkup silikon dan katup karet - Sungkup silikon dapat direbus.
- Lakukan ke 3 langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian dan DTT) Alat pengisap atau sarung tangan yang dipakai ulang:
Lakukan ke 3 langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian dan DTT)
• Kain dan selimut:
Lakukan dekontaminasi dan pencucian kemudian dikeringkan dengan angin/ udara atau sinar matahari kemudian simpan di tempat yang bersih dan kering.
• Bahan/alat habis pakai:
Lakukan dekontaminasi untuk bahan/alat habis pakai seperti kasa, sarung tangan, pipa kateter, jarum dan sebagainya selama 10 menit, sebelum membuangnya ke tempat yang aman.
LAMPIRAN 1:
I. ASUHAN PASCA LAHIR
I. 1. PEMANTAUAN TANDA-TANDA BAHAYA BAYI BARU LAHIR
KEMUNGKINAN PENYAKIT SANGAT BERAT ATAU INFEKSI BAKTERI• Bayi tidak mau minum atau memuntahkan semuanya.
• Ada riwayat kejang
• Bayi bergerak hanya jika dirangsang
• Hitung napas dalam 1 menit ____ kali / menit
o Ulangi jika ≥ 60 kali / menit, hitung napas kedua ____ kali/ menit. Napas cepat o Napas lambat ( < 30 kali / menit )
• Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
• Bayi merintih
• Suhu tubuh ≥ 37,5 ° C
• Suhu tubuh < 35,5 ° C
• Nanah yang banyak di mata
• Pusar kemerahan meluas sampai dinding perut
• Pusar kemerahan atau bernanah
• Ada pustul di kulit
DIARE
• Bayi diare yang ditandai perubahan bentuk feses, lebih banyak dan lebih cair
• Gelisah/ rewel
• Letargis atau tidak sadar
• Mata cekung
• Cubitan kulit perut kembalinya lambat
IKTERUS.
• Timbul kuning pada hari pertama setelah lahir ( < 24 jam )
• Kuning ditemukan pada umur ≥ 24 jam sampai < 14 hari.
• Kuning ditemukan pada umur 14 hari atau lebih.
• Kuning sampai lutut atau siku.
• Tinja berwarna pucat
KEMUNGKINAN BERAT BADAN RENDAH DAN/ ATAU MASALAH PEMBERIAN ASI.
• Berat badan menurut umur rendah
• Ada kesulitan pemberian ASI
• ASI kurang dari 8 kali/hari
• Mendapat makan/minum selain ASI
• Posisi menyusu, perlekatan salah
• Terdapat luka atau bercak putih di mulut (trush)
I.2. MENYUSUI
Menyusui/meneteki bayi adalah salah satu hal terpenting seorang ibu dapat membantu bayinya. Hal ini akan membantu bayi sakit lebih sehat dan bayi sehat tetap sehat. Agar dapat menyusui/meneteki bayi dengan berhasil seorang ibu perlu mengetahui hal berikut:
Kolostrum sangat penting, akan keluar pada hari-hari pertama setelah lahir.
Posisi ibu dan bayi waktu menyusui/meneteki, cara melekat yang baik, menghisap dengan efektif
Biarkan bayi mengisap sampai kenyang (tidak ada batas waktu)
Tetekan bayi kapan saja dia mau
Minum dan makan lebih banyak dari biasanya
Berikan ASI saja selama 6 bulan
Setelah 6 bulan bayi diberikan makanan lain ditambah ASI
Minum kapsul vitamin A (200,000 IU) segera
sesudah melahirkan untuk membantu ibu dan bayi mencegah infeksi
Bagaimana caranya memeras ASI kalau ibu dan bayi terpisah atau bayi terlalu sakit atau terlalu capai untuk menetek
Caranya memberi ASI dengan cangkir atau cawan
Perlekatan yang benar
Mulut bayi terbuka lebar, bibir bawah terbuka keluar , areola bagian atas terlihat lebih
banyak, dagu menyentuh
I.3. MENJAGA BAYI TETAP HANGAT
Seorang BBL memerlukan kehangatan. Tubuh seorang BBL kecil dan tak dapat menjaga dirinya tetap hangat. Bila BBL menjadi terlalu dingin, bayi tersebut dapat meninggal.
Menjaga bayi tetap hangat
Bagaimana Keluarga Sebaiknya Menjaga Bayi Tetap
Hangat
Mendorong ibu dan keluarganya untuk lakukan metode Kanguru
Jagalah agar kamar dimana bayi berada tetap hangat dan bebas dari angin baik siang maupun malam
Bila tidak lakukan metode Kanguru, gunakan pakaian hangat untuk bayi (Bila perlu dapat memakai 2 lapis kain)
Jangan pakai pakaian dan selimut terlalu ketat dan tertutup Dengan menutupi bayi dengan pakaian dan selimut terlalu ketat tidak akan membuat bayi menjadi hangat
Tutup kepala bayi (pakai topi)