• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 2 AGUSTUS 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 2 AGUSTUS 2015"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 2 AGUSTUS 2015

ANALISIS PROKSIMAT DAN NILAI KALOR BRIKET HIBRID (BROWN COAL –

SEKAM PADI) DENGAN PEREKAT LIQUID VOLATILE MATTER (LVM) YANG

DIPREPARASI DENGAN METODE PIROLISIS

Rahmat,

H. M. Jahiding,

E. S. Hasan

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu oleo Kendari

Email: rahmatfisikamurni@gmail.com

ABSTRACT

Research on quality testing of briquettes hybrid (lignite - rice husk) using proximate analysis, calorific value and flame test. The purpose of this study was to determine the characteristics of proximate, calorific value and flame test using pyrolysis method, with adhesive Liquid Volatile Matter (LVM) the results of pyrolysis of rice husk. Lignite is heated in an oven with a temperature of 105 ° C and in the pyrolysis of rice husk with a variation of temperatures of 400 ° C, 500 ° C to 600 ° C and 700 ° C. Hybrid powder briquettes (coal blend of young and rice husk) made using Liquid Volatile Matter (LVM) as the glue that varied with the composition of 5% to 10% and 15% of the total sample period. Young coal and grain size of 100 mesh rice husks. Samples were molded by using a mold cylinder with a diameter of 1.92 cm with no restriction compacting of briquettes. Briquettes hybrid quality testing include determination of the parameters: water content, substance evaporates, ash content, bound carbon and calorific value. Quality testing and lignite briquettes hybrid rice husk covering sulut time and burning time. The results showed that the increase in the pyrolysis temperature can lower water content and volatile matter content and ash content and tends to increase carbon dependent. Briquettes optimum hybrid has a calorific value of 6255 cal / g at the pyrolysis temperature of 400 ° C adhesive 5%. Temperature increases are likely to affect the time sulut and briquettes burning time hybrid, where the higher the temperature, the higher the time is getting short time sulut and flames.

Keywords: Lignite, rice husks, pyrolysis, volatile matter, briquettes, hybrid, proximate

(2)

JAF Vol 11 No. 2 (2015) 1-12 I. PENDAHULUAN

Pemanfaatan limbah sekam padi sebagai biobriket sudah banyak digunakan, namun memiliki kekurangan dimana briket dari limbah pertanian (biobriket) memiliki fixed carbon yang rendah, tetapi mempunyai volatile matter tinggi sehingga masa pakainya sangat singkat dan kurang efisien dalam penggunaannya [1], demikian juga dengan briket batubara muda dimana diketahui memiliki fixed carbon yang tinggi, tetapi volatile matter rendah sehingga terdapat kesulitan terutama masa pakai dan pemicu nyalanya yang sangat lama serta kurang efisien dalam penggunaannya [2]. Briket biomassa yang sudah diteliti dan dikembangkan saat ini belum mencapai sifat-sifat yang diharapkan sehingga untuk mendapatkan briket dengan karakteristik yang lebih baik perlu dilakukan beberapa perlakuan dalam proses pembuatannya. Pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat, disamping meningkatkan nilai bakar dari briket, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik atau tidak mudah pecah. Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan meggunakan pemanasan tanpa adanya oksigen.

Proses ini disebut juga proses karbonisasi, yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang. Selama pirolisis akan terbentuk berbagai macam senyawa. Umumnya, Liquid volatile matter (LVM) yang dihasilkan dari proses pirolisis ini diaplikasikan sebagai pengawet makanan. Selain itu, dalam Liquid Volatille Matter (LVM) sekam padi terdapat salah satu senyawa yaitu fenol yang dapat dimanfaatkan sebagai lem kayu, karena fenol mempunyai daya rekat yang kuat jika fenol telah direduksi menjadi resin, dan lainnya [3] Metode ini digunakan dalam penelitian ini.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Sekam Padi

Sekam padi merupakan lapisan keras yang menutupi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang saling bertautan yang disebut lemma dan palea. Berbeda dengan dedak atau bekatul yang masih mempunyai nilai ekonomis dan umumnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau ikan, sekam dianggap sebagai limbah penggilingan padi. Sekam dihasilkan dari sekitar 16% - 26% padi dari proses penggilingan bergantung pada model atau tipe penggilingan padi yang digunakan. Sedangkan menurut Deptan dihasilkan sekitar 20 - 30% sekam, dedak 8 - 12% 2

(3)

Analisis Proksimat……….………..……….(Rahmat, dkk) ….

dan beras giling sekitar 50 – 63.5%. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar.

Gambar 1. Sekam padi

B.

Batubara

Batubara adalah bahan bakar yang terbentuk dari fosil yang sudah dikenal dimana-mana, yaitu dari tanaman yang telah membusuk dan kemudian tertekan ke bawah oleh pertumbuhan lapisan-lapisan baru dan tanah yang terbentuk diatasnya. Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama mencapai puluhan sampai ratusan juta tahun dibawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Batubara merupakan salah satu batuan sedimen organik yang dapat terbakar karena berasal dari sisa-sisa kehidupan dan menjadi padat setelah tertimbun oleh lapisan diatasnya [4]. Lapisan batubara terletak di bawah permukaan tanah, pasir, padas, cadas dan lempung biru.

Ada kalanya beberapa meter bahkan mencapai lebih dari sepuluh meter di bawah permukaan bumi. Batubara terdapat berlapis-lapis di dalam tanah. Lapisan yang teratas merupakan tanah yang terdiri dari berbagai campuran. Sedangkan di bawahnya terdapat lapisan batubara dengan ketebalan lapisan teratas batubara sekitar 3 sampai 12 meter. Di bawah lapisan batubara tersebut terdapat lagi lapisan tanah bercampur pasir, kerikil, lempung biru, tanah liat dan sisa-sisa letusan gunung berapi, kemudian di bawahnya terdapat lagi lapisan batubara, dan seterusnya hingga 6 lapisan. Bagian paling atas tertutup tanah dan diantara lapisan-lapisan batubara tersebut terdapat lapisan tanah bercampur pasir yang membatu. Jadi, lapisan batubara itu diapit oleh lapisan batuan sedimen bercampur batuan amorf dalam bentuk pasir, lempung dan tanah yang membatu. Batubara pada dasarnya adalah karbon (C) yang didapat dari tambang dengan kualitas berbeda-beda karena tercampur dengan bahan-bahan lain yang tergantung pada kondisi tambangnya. Hal-hal yang menentukan mutu batubara antara lain adalah nilai kalorinya. Karena batubara berasal dari fosil tumbuhan yang tertimbun di dalam tanah, maka semakin tua umurnya semakin tinggi nilai kalorinya.

3

(4)

JAF Vol 11 No. 2 (2015) 1-12 C. Pirolisis

Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dan cangkang dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas [5]

D. Liquid Volatile Matter

Liquid Volatile Matter (LVM) atau asap cairmerupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Asap didefinisikan sebagai suspensi partikel padat dan cair dalam medium gas. Asap yang dihasilkan oleh proses pirolisis dengan cara pembakaran tidak sempurna di mana melibatkan reaksi polimer konstituen

dekomposisi menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena efek panas yang meliputi reaksi oksidasi, dekomposisi, polimerisasi, dan kondensasi.

III.

Metodologi Penelitian

1.

Preparasi Bahan Biobriket Sekam Padi

Proses preparasi bahan biobriket berupa sekam padi diawali dengan pengeringan sekam padi dibawa sinar matahari sampai kelihatan kering, kemudian menimbang sekam padi sebanyak 0,3 kg untuk dimasukan kedalam reaktor pirolisis. Mengatur temperatur pirolisis 4000C dan menimbang arang sekam padi hasil pirolisis selama 8 jam. Kemudian mengulangi langkah yang sama untuk temperatur pirolisis 5000C, 6000C dan 700°C. kemudian arang hasil pirolisis diayakan dengan ukuran 60 mesh dan 100 mesh. Arang sekam padi siap untuk dibuat briket.

2.

Preparasi Bahan Briket Batubara Muda Bahan yang diambil dari alam berupa bongkahan batubara muda kemudian dihancurkan menggunakan palu, setelah terbentuk bongkahan-bongkahan yang lebih kecil kemudian dijemur dibawa sinar matahari dengan tujuan untuk menghilangkan kadar air batubara, kemudian digerus menjadi serbuk halus dengan menggunakan mortar dan blender,

(5)

Analisis Proksimat……….……….……….(Rahmat, dkk) Setelah itu batubara di masukan dalam oven

dengan suhu 105 oC selama 15 menit lalu diayak dengan ayakan ukuran 60 mesh dan ayakan 100 mesh. Arang batubara muda siap untuk dibuat briket.

3.

Pembuatan Briket Hybrid (Brown Coal – Sekam Padi)

Untuk mencampur bahan batubara muda, sekam padi dengan perekat yaitu dengan menghitung komposisi bahan brown coal dan sekam padi, kemudian dicampur dengan perekat Liquid Volatile Matter (LVM). Banyaknya perekat adalah 5% 10% dan 15% sedangkan komposisi bahan batubara muda dan sekam padi adalah 7:3. Setelah kedua bahan dan perekat tercampur merata (homogen), selanjutnya dilakukan pengujian pencetakan dan pengompaksian briket.

4.

Proses Pencetakan dan Pengompaksian Serbuk batubara muda dn sekam padi yang telah dicampur bahan perekat kemudian dimasukan ke dalam cetakan briket berbentuk silinder, sampel lalu diletakan pada bagian atas alat kompaksi kemudian ditekan hingga padat berbentuk briket. Kemudian membuka briket dari cetakannya, selanjutnya briket yang masih basah dikeringkan ke dalam oven dengan

Suhu 105°C selama 2 jam dan dilakukan analisis proximate, nilai kalor dan uji nyala briket.

5.

Analisis Kualitas Briket Hybrid

Analisis dilakukan adalah : kadar air, volatile matter, kadar abu, fixed karbon,nilai kalor dan uji nyala.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan batubara muda dan sekam padi yang sudah sudah melalui proses pirolisis pada temperatur 400 ⁰C, 500⁰C, 600⁰C, dan 700⁰C dengan jenis perekat Liquid Volatile Matter (LVM) selanjutnya dilakukan analisis proksimat. Proses Analisis proksimat ini bertujuan untuk mengetahui kualitas briket hybrid yang akan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif. Proses ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Analisis kadar air

Pada hasil analisis kadar air yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa kadar air yang dihasilkan paling rendah yaitu pada temperatur pirolisis 700⁰C dengan presentase yaitu 4,39% pada perekat 15%. Hal tersebut disebabkan karena pada temperatur pirolisis yang tinggi maka akan terjadi perubahan sifat fisis arang aktif jadi

(6)

JAF Vol 11 No. 2 (2015) 1-12

Gambar 1. Grafik hubungan antara temperatur (°C) dengan kadar air (%) ukuran pori arang jauh lebih kecil pada

temperatur 700⁰C sehingga menyebabkan penurunan kadar air. Sedangkan untuk nilai kadar air yang tertinggi yaitu pada temperatur pirolisis 400⁰C dengan presentasi yaitu 4,73% pada perekat 5%, pengaruh tinggi dan rendahnya yang terkandung didalamnya menguap sehingga dapat menurunkan kadar air. Kadar ini akan mempengaruhi proses pembakaran jika kadar air tinggi maka laju pembakaran dan

nilai kalor yang dihasilkan akan rendah begitu juga sebaliknya jika kadar air rendah maka laju pembakaran dan nilai kalor yang dihasilkan akan tinggi. Jadi, kadar air terendah pada penelitian ini yaitu pada temperatur pirolisis 700⁰C dengan presentase yaitu 4,39% perekat 15%, sedangkan unuk nilai kadar air yang tertinggi yaitu pada temperatur pirolisis 400⁰C dengan presentasi yaitu 4,73% perekat 5% yang dihasilkan.

Gambar 2.Grafik hubungan antara temperatur (°C) dengan Volatille Matter (%) 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 350 400 450 500 550 600 650 700

K

ad

ar

air

(

%

)

Temperatur Pirolisis (

°

C)

5% 10% 15% 17 18 19 20 21 22 23 300 400 500 600 700

Volatil

le

Matte

r (

%

)

Temperatur pirolisis (

°

C)

5% 10% 15%

(7)

6

Analisis Proksimat……….……….……….(Rahmat, dkk) 2. Analisis volatile matter

Analisis volatile matter pada temperatur pirolisis 400°C yang dihasilkan adalah tinggi yaitu 22,26% perekat 15%. pada temperatur pirolisis 500⁰C dan 600⁰C kandungan volatile matter menurun yaitu 19,62% perekat 10% dan 18,45% dan pada temperatur pirolisis 700°C yang dihasilkan semakin menurun yaitu 17.92% bertambahnya temperatur pirolisis maka berkurang pula kandungan volatile matter. 3. Analisis Kadar Abu

Kadar abu yang dihasilkan menunjukkan bahwa kadar abu terendah yaitu 11,127% dihasilkan oleh bahan dengan temperatur pirolisis 400oC perekat 10% sedangkan kadar abu tertinggi yaitu 18,74% dihasilkan oleh bahan pada temperatur pirolisis 700oC perekat 5%.

Nilai kadar abu akan semakin tinggi dengan bertambah tingginya temperatur pirolisis. Hasil pengujian kadar abu yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar abu dapat menurunkan nilai kalor briket dimana semakin tinggi kadar abu dalam briket maka nilai kalornya akan semakin rendah.Kualitas briket yang baik dapat dilihat pada kadar abu yang rendah setelah terjadinya pembakaran dan kadar karbon yang tinggi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terlihat bahwa nilai kadar abu tertinggi pada temperatur pirolisis 700⁰C yaitu 18,74% perekat 5% hal ini disebabkan karena jumlah karbon batubara muda lebih banyak dibandingkan dengan jumlah karbon sekam padi sehingga pada saat diaktivasi lebih banyak menghasilkan kadar abu.

Gambar 3. Grafik hubungan antara temperatur (°C) dengan kadar abu (%)

7 9 11 13 15 17 19 300 400 500 600 700 800

K

ad

ar

ab

u

(%

)

Temperatur Pirolisis (

°

C)

5% 10% 15%

(8)

JAF Vol 11 No. 2 (2015) 1-12

4. Analisis fixed carbon

Kadar fixed carbon yang dihasilkan berkisar dari 58,37% - 63,08%. Nilai kadar fixed carbon yang tertinggi terdapat pada suhu 400°C perekat 10% sedangkan kadar fixed carbon yang terendah terdapat pada suhu 700°C pada perekat 5%. Hal ini dipengaruhi oleh kadar abu yang semakin tinggi dengan menyisakan kadar fixed carbon yang lebih rendah.

Penambahan perekat juga mempengaruhi kadar fixed carbon dimana ditemukan bahwa penambahan perekat dapat menurunkan kadar fixed carbon dan mempengaruhi kualitas briket Sedangkan perbandingan hasil fixed carbon yang dilakukan oleh Risna (2014) adalah meningkat. Hal ini terjadi karena pengaruh dari hasil kadar abu dan kadar air yang rendah serta volatile matter yang semakin meningkat sehingga akan mempengaruhi kadar fixed carbonnya. 5. Analisis fixed carbon

Kadar fixed carbon yang dihasilkan berkisar dari 58,37% - 63,08%. Nilai kadar fixed carbon yang tertinggi terdapat pada suhu 400°C perekat 10% sedangkan kadar fixed carbon yang terendah terdapat pada suhu 700°C pada perekat 5%. Hal ini dipengaruhi oleh kadar abu yang semakin tinggi

dengan menyisakan kadar fixed carbon yang lebih rendah. Penambahan perekat juga mempengaruhi kadar fixed carbon dimana ditemukan bahwa penambahan perekat dapat menurunkan kadar fixed carbon dan mempengaruhi kualitas briket Sedangkan perbandingan hasil fixed carbon yang dilakukan oleh Risna (2014) adalah meningkat.

Gambar 4. Grafik hubungan antara temperatur (°C) dengan fixed carbon (%) 8 58 60 62 64 300 500 700 900

F

ixed

carbon

(

%

)

Temperatur Pirolisis (°C) 5% 10% 15%

(9)

Analisis Proksimat……….……….……….(Rahmat, dkk) Hal ini terjadi karena

pengaruh dari hasil kadar abu dan kadar air yang rendah serta volatile matter yang semakin meningkat sehingga akan mempengaruhi kadar fixed carbonnya. Kadar fixed carbon yang dihasilkan berkisar dari 58,37% - 63,08%. Nilai kadar fixed carbon yang tertinggi terdapat pada suhu 400°C perekat 10% sedangkan kadar fixed carbon yang terendah terdapat pada suhu 700°C pada perekat 5%. Hal ini dipengaruhi oleh kadar abu yang semakin tinggi dengan menyisakan kadar fixed carbon yang lebih rendah.

Penambahan perekat juga mempengaruhi kadar fixed carbon dimana ditemukan bahwa penambahan perekat dapat menurunkan kadar fixed carbon dan mempengaruhi kualitas briket. Dari hasil pengujian nilai kalor briket yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh nilai kalori yang tinggi pada briket perpaduan antara batubara muda biobriket sekam padi adalah sebesar 6255,240 kal/gram pada temperatur pirolisis 400°C perekat 5% komposisi tersebut dipengaruhi oleh rendahnya kadar air dan kadar abu briket.

Gambar 5. Grafik hubungan antara nilai kalor (kal/g) dan temperatur (oC) Pada suhu pirolisis ini penambahan

komposisi perekat masih mempengaruhi nilai kalornya. Pada grafik terlihat nilai kalor pada perekat 15% sangat rendah dibandingkan perekat lainnya karena kadar abu pada perekat ini yang sangat tinggi. Tingginya kadar abu dapat mempengaruhi nilai kalor.

untuk tiap jenis bahan baku briket arang. Bahan baku yang memiliki kadar karbon terikat yang tinggi akan menghasilkan nilai kalor bakar briket arang yang tinggi pula. Menurut Hendra dan Winarni [6] semakin tinggi kadar karbon terikat akan semakin tinggi pula nilai 9 4000 4500 5000 5500 6000 6500 300 400 500 600 700 800 Ni lai K al or ( kal /g) Temperatur Pirolisis (°C) 5% 10% 15%

(10)

JAF Vol 11 No. 2 (2015) 1-12

Penambahan jumlah perekat memberikan pengaruh yang berarti pada kalori pembakaran. Semakin tinggi jumlah perekat maka nilai kalor memperlihatkan trend yang semakin menurun. Hal ini selain dipengaruhi oleh kadar air, kadar abu dan nilai volatile matter, Faktor jenis bahan baku juga sangat mempengaruhi besarnya nilai kalor bakar briket arang yang dihasilkan. Kadar karbon terikat yang tinggi akan menyebabkan tingginya nilai kalor bakar briket arang. Tiap bahan baku memiliki kadar karbon terikat yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan nilai kalor bakar yang berbeda-beda pula

kalornya, karena setiap ada reaksi oksidasi akan menghasilkan kalori. Sedangkan dari hasil penelitian ini, nilai kalor yang paling tinggi diperoleh adalah sebesar 6255,240 kal/gram, hal ini disebabkan rendahnya kadar air dan kadar abu yang dihasilkan. 6. Waktu sulut

. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa waktu sulut yang digunakan semakin singkat dengan pertambahan temperatur aktivasi. Terlihat bahwa semakin besar temperatur aktivasi, maka semakin cepat pula waktu sulut briket.

Gambar 6. Grafik hubungan waktu sulut (menit) dan temperatur (°C)

Gambar 7. Grafik hubungan lama nyala dan temperatur (°C) 10 1.5 2 2.5 3 3.5 300 400 500 600 700 800 Wak tu Sulut ( m eni t) Temperatur Pirolisis (°C) 5% 10% 15% 35 40 45 50 55 60 65 70 300 400 500 600 700 800 L am a N yal a (Meni t) Temperatur Pirolisis (°C) 5% 10% 15%

(11)

Analisis Proksimat……….……….……….(Rahmat, dkk) Hal ini dipengaruhi karena

briket dengan perekat 5% mempunyai bentuk yang cukup kuat dan tidak terlalu rapuh. Selain itu disebabkan rendahnya kadar air yang diperoleh, sehingga waktu penyalaan cepat, dan laju pembakarannya lama. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada suhu aktivasi 400oC, waktu nyala yang berkisar antara 65,02 menit sampai dengan 50,12 menit. Pada suhu ini terlihat bahwa penambahan perekat dapat menurunkan waktu nyala pada briket batubara muda dan

diketahui laju pengurangan massa briket, dimana semakin cepat perubahan temperatur menunjukkan semakin cepatnya laju pengurangan massa briket. Kecepatan dari masing-masing briket untuk mencapai temperatur tertinggi juga berbeda, hal ini dipengaruhi oleh kandungan volatile matter dan nilai kalor briket. Semakin tinggi nilai kalornya maka semakin tinggi pula suhu pembakarannya. selain itu semakin sedikit kandungan volatile matter maka laju pembakaran akan bertahan lebih lama. sekam padi. Karena adanya

penambahan perekat mengurangi kadar karbon pada briket. Pada perekat 5% waktu nyala terlihat lebih lama dibandingkan pada perekat 10% ini disebabkan oleh kerapatan partikel-partikel dalam briket. Penentuan temperatur pembakaran juga dilakukan dengan menembakkan thermometer infra-red pada briket selama proses pembakaran sedang berlangsung, diperoleh temperatur pemanasan maksimum pada perekat 5% sebesar 419,8°C pada briket dengan temperatur pirolisis sebesar 700°C. Dengan memperlihatkan perubahan temperatur pembakaran maka dapat

IV. KESIMPULAN

1. Hasil analisis proximate briket hybrid (Brown Coal – Sekam Padi) dengan Peningkatan suhu pirolisis dan penambahan komposisi perekat Liquid Volatille Matter (LVM) umumnya dapat meningkatkan kadar abu, volatile matter dan fixed carbon lama sulut serta menurunkan kadar air, volatile matter dan nilai kalor serta lama nyala.

2. Nilai kalor yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 6255 Kal/g, peningkatan suhu pirolisis dan Penambahan jumlah perekat tidak memberikan pengaruh yang berarti pada kalori pembakaran. Semakin tinggi temperatur pirolisis maka nilai kalor memperlihatkan trend yang semakin menurun.

3. Kualitas nyala briket Hybrid (Brown Coal – sekam Padi) menunjukan bahwa semakin semakin tinggi temperatur pirolisis maka lama penyalaan briket akan semakin cepat.

(12)

JAF Vol 11 No. 2 (2015) 1-12 REFERENSI

[1] Jahiding, M. L.O. Ngkoimani, E.S. Erzam dan S. Maymanah, 2011. “Analisis Proksimasi dan Nilai Kalor Bioarang Sekam Padi sebagai Bahan Baku Briket Hybrid. Jurnal aplikasi Fisika. Vol 7 Nomor 2, 2011: 77 – 83. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Haluoleo.

[2] Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hendra dan Darmawan. 2000. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perkat dan Tekanan Kempa terhadap Kualitas Briket Arang. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.Girard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. New York: Clermont Ferrand, Ellis Horwood.

.

[3] Demirbas, A. 2005. Pyrolysis of ground beech wood in irregular heating rate conditions. Journal of Analytical Applied and Pyrolysis 73:39-43

[4] Nakai, T., S. N. Kartal, T. Hata, and Y. Imamura. 2006. Chemical characteriza-tion of pyrolysis liquids of wood-based composites and evaluation of their bio-efficiency. Building Environmental. In press. [5] Subroto, 2006. Karakterisasi

pembakaran biobriket campuran batubara, ampas tebu dan jerami. Jurnal Media Mesin vol. 7, Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

[6] Novietrie, A. 2009. Pabrik Fenol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Proses Pirolisis. Teknik Kimia: Surabaya.Husada, TI. 2008. Laporan Penelitian/Artikel Ilmiah Program Penelitian Inovasi Mahasiswa Provinsi Jawa Tengah “Arang briket tongkol jagung

sebagai Energi Alternatif”.

Universitas Negeri Semarang. Semarang. Marsudi, Djiteng. 2005. Pembangkit Energi Listrik. Erlangga. Jakarta

[7] Sutarti, Risna. 2014. analisis proksimat dan nilai kalor briket hybrid (Brown Coal – Sekam Padi) sebagai bahan bakar alternatif .UHO, Kendari. 2014

[8] Syafi’i, W., 2003. Hutan Sumber Energi Masa Depan. www.kompas.co.id. Harian kompas 15 april 2003.

[9] Tilman, D., Wood Combution : Principles,Processes and Economics, Academics Press Inc., New York, (1981) 74-93

[10] Tranggono, S., B. Setiadji, P. Darmadji, Supranto, dan Sudarmanto. 1997. Iden-tifikasi asap cair dari berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2):15-24.

Gambar

Gambar 1. Sekam padi  B. Batubara
Gambar 1. Grafik hubungan antara temperatur (°C) dengan kadar air (%)  ukuran  pori  arang  jauh  lebih  kecil  pada
Gambar 3. Grafik hubungan antara temperatur (°C) dengan kadar abu (%)
Gambar 4. Grafik hubungan antara temperatur (°C) dengan fixed carbon (%)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara prestasi belajar Pkn dengan tingkat kesadaran moral siswa, yaitu kesadaran siswa untuk mematuhi norma yang

Arya Damar atau Swang Liong merupakan putera Raja Wikramawardhana, dari istri Cina pula (1389-1427 M). Jadi Arya Damar, adalah kerabat Raden Patah. Perlu di mengerti pula

Tren perubahan iklim dalam periode 2014-2019 di DI Yogyakarta sebagai berikut: a) tren curah hujan pada periode 2014-2019 berkisar antara 1.546 mm/ tahun pada tahun 2019 dan

Kebijakan mutasi jabatan struktural di lingkup pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi atau kebutuhan pelayanan

Histogram multi tekston merupakan fitur turunan dari tekston [1]. Histogram multi texton sebenarnya lebih cocok untuk citra pemandangan yang memiliki fitur dominan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas V SD 2 Pasuruhan Lor dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran (TGT) berbantuan media puzzle vispa

Dalam penelitian ini, peneliti menguji asumsi sebelum menguji hipotesis. Uji asumsi adalah uji normalitas, uji homogenitas, uji linieritas. Asumsi atau hipotesis uji

Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa karang batu genus Montipora seperti juga pada kedalaman 5 meter dan 10 meter, merupakan jenis yang dominan di kedalaman