• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN STANDAR KARBON DARI GULA PASIR PUTIH DENGAN METODE RADIOKARBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN STANDAR KARBON DARI GULA PASIR PUTIH DENGAN METODE RADIOKARBON"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN STANDAR KARBON DARI GULA PASIR PUTIH

DENGAN METODE RADIOKARBON

Minda Nicelia*, Yusi Deawati

1

dan Darwin Alijasa Siregar

2

1Laboratorium Anorganik, Jurusan Kimia, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung, 45363 2Pusat Survey Geology Jalan Dr. Djundjunan 236 Bandung

*mindanicelia05@gmail.com

ABSTRAK

PEMBUATAN STANDAR KARBON DARI GULA PASIR PUTIH DENGAN METODE RADIOKARBON. Penentuan umur menggunakan teknik radiokarbon berguna untuk menentukan umur tumbuhan atau sisa hewan yang mati sekitar lima ratus hingga lima puluh ribu tahun lampau. Untuk penentuan umur suatu sampel diperlukan suatu standar radiokarbon. Standar modern karbon yang biasa dipakai adalah NIST Reference Material 4990C Oxalic Acid. Standar karbon tersebut sulit didapat dan harganya mahal, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk membuat suatu in house reference material, standar modern karbon untuk penentuan umur kayu dengan metode radiokarbon dan membandingkan standar karbon dari gula pasir putih dengan standar internasional. Penelitian ini dimulai dengan penentuan aktivitas karbon-14 dalam sampel, dead carbon dan standar radiokarbon (asam oksalat dan gula) dengan cara pembentukan gas asitilena (C2H2) dari hasil reaksi pembakaran

yang menghasilkan gas karbondioksida. Gas asitilena (C2H2) selanjutnya dicacah dengan menggunakan

detektor Multy Anode Anti-coincidence sehingga kecepatan pencacah dari aktivitas radioaktifnya dapat diukur yang selanjutnya diukur faktor koreksi dari gula dan umur dari sampel. Dari penelitian ini didapat hasil faktor standar radiokarbon gula sebesar 0,9433 yang menunjukkan hasil yang lebih besar dari nilai standar karbon asam oksalat yaitu 0,7459. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gula pasir putih kurang cocok digunakan sebagai standar karbon nasional (in house reference material). Hal ini juga ditunjukkan dari umur kayu yang berbeda yang diperoleh dari pengujian menggunakan terhadap pengujian dengan asam oksalat dan gula pasir putih.

Kata kunci: radiokarbon, Reference Material 4990C Oxalic Acid, gula pasir putih, kayu, dead carbon.

ABSTRACT.

STANDARD MANUFACTURING CARBON FROM WHITE SANDS WITH RADIOCARBON METHODS. Age determination using radiocarbon techniques is useful to determine the life of plant or animal remains that died about five hundred to fifty thousand years ago. To determine the age of a sample, we need a standard radiocarbon. Modern standard carbon is commonly used 4990C Reference Material NIST Oxalic Acid. To get that is difficult and expensive then research was conducted with aims to create a modern standard carbon in house reference material for determination the age of the wood with the radiocarbon method and compare the standard carbon from the white sands sugar with international standards. This research began with the determination the activity of carbon-14 in the sample, dead carbon and radiocarbon standard (oxalic acid and sugar) with formation of asetilene gas (C2H2) from the combustion reaction that produces carbon dioxide gas. Asetilena gas (C2H2) hereinafter

enumerated using Multy Anode Anti-detector coincidence that counting rate of radioactive activity can be measured which are subsequently measured the modern factor of the sugar and the age of the sample. Of this research results obtained radiocarbon standard sugar is 0.9433 which have a major impact on the value of the carbon standard oxalic acid is 0.7459. It can be concluded that the sugar white sand is less suitable for use as a national carbon standard (in house reference material). It’s also shown from a different age for testing wood with oxalic acid and sugar white sand.

(2)

1. PENDAHULUAN

Teknik radiokarbon telah menjadi metode riset sangat efektif dalam arkeologi, oceanografi, dan beberapa cabang ilmu lainnya. Agar teknik radiokarbon tersebut dapat menentukan umur sebuah objek, maka objek tersebut harus mengandung karbon. Ada tiga isotop alami karbon di bumi yaitu 99% dari karbon merupakan karbon-12, 1% merupakan karbon-13, dan karbon-14 terdapat dalam jumlah kecil, yaitu sebanyak 1 bagian-per triliun (0,0000000001%) dari karbon di atmosfer. Waktu paruh karbon-14 adalah 5.730±40 tahun [1].

Dalam prosedur laboratorium, standar modern karbon yang biasa dipakai adalah Reference Material 4990C Oxalic Acid yang diperlukan sebagai faktor korelasi untuk karbon aktif yang terkandung di dalam sampel selama waktu hidupnya. Pada saat sekarang, standar karbon diproduksi oleh perusahaan internasional yaitu National Institute of Standard and Technology (NIST). Standar modern karbon internasional tersebut sulit didapat dan juga harganya sangat mahal. Maka untuk menyiasatinya, dilakukan penelitian untuk membuat suatu standar modern karbon in house reference material (contoh standar) dari gula pasir putih produksi pabrik Indonesia. Pembuatan standar modern karbon lokal ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap Standard Reference Material 4990C NBS Oxalic Acid (standar modern karbon internasional untuk metode radiokarbon). Untuk membuat standar lokal tersebut diperlukan kegiatan penelitian laboratorium secara bertahap sampai suatu saat standar yang diproduksi di dalam negeri dapat dipakai untuk kegiatan rutin. Gula pasir atau sukrosa merupakan contoh senyawa karbon. Gula pasir memiliki rumus kimia C12H22O11. Jika dibakar, gula pasir akan

akan menghasilkan CO2 dan H2O.

Pada penelitian ini, akan dilakukan bagaimana membuat standar karbon dari gula pasir putih untuk penentuan umur kayu dengan metoda radiokarbon yang selanjutnya akan dibandingkan standar karbon dari gula pasir putih (in house reference material) dengan larutan standar internasional (Standar Reference Material 4990C NBS Oxalic Acid). Selain itu juga akan dilakukan perbandingan umur sampel kayu dengan menggunakan standar karbon dari gula pasir putih (in house reference material) dan standar internasional (Standar Reference Material 4990C NBS Oxalic Acid).

2. TEORI 2.1 Radiokarbon

Sejak ditemukan oleh guru besar kimia University of Chicago, Willard F. Libby (1908-1980) sekitar tahun 1950-an (ia menerima Hadiah Nobel untuk penemuan tersebut pada tahun 1960), teknik radiokarbon telah menjadi perkakas riset sangat ampuh dalam arkeologi, oseanografi, dan beberapa cabang ilmu lainnya. Agar teknik radiokarbon dapat memberitahu umur sebuah objek, objek tersebut harus mengandung carbon organic, yakni karbon yang pernah menjadi bagian dalam tubuh tumbuhan atau hewan. Metode radiocarbon dating memberitahu kita berapa lama yang lalu suatu tumbuhan atau hewan hidup, atau lebih tepat, berapa lama yang lalu tumbuhan atau hewan itu mati [1].

Penemu pertama 14C adalah Marie Curie

pada tahun 1934 dari Universitas Yale Chicago, USA. Percobaannya adalah penembakan atom nitrogen 14N oleh partikel neutron dan

dihasilkan isotop 14C dengan memancarkan

proton. Pada tahun 1939, Montgomery menduga bahwa kemungkinan isotop 14C terbentuk di

atmosfir melalui interaksi sinar kosmik dengan nitrogen. Asumsi tersebut muncul karena sebelumnya pada tahun 1936 Locker dan Rumbaugh menemukan neutron sinar kosmik. Dari angkasa luar, neutron sinar kosmik memborbardir nitrogen di atmosfer bumi paling atas. Interaksi ini akan mengubah 14N menjadi 14C dengan reaksi sebagai berikut [2]:

14N + 1n  14C + 1p (1)

Isotop 14C akan bereaksi dengan oksigen untuk

membentuk karbondioksida spesifik 14CO 2.

Selanjutnya karbondioksida tersebut akan bersirkulasi di atmosfer dan akan mencapai bumi. Tumbuhan yang mengkonsumsi karbondioksida akan mengandung isotop 14C

dalam jaringannya sesuai reaksi fotosintesis berikut [2]:

6 14CO

2 + H2O + energi matahari  14C

6H12O6 + 6 O2 (2)

Pada organisme hidup kandungan 14C relatif

konstan karena terjadi kesetimbangan antara yang hilang dengan yang masuk. Namun, setelah organisme tersebut mati maka 14C yang

masuk terhenti dan akibatnya jumlah 14C akan

berkurang dikarenakan 14C akan meluruh

(3)

berikut [3]:

14C  14N + + Q (3)

Peluruhan langsung membentuk 14N inti stabil

tanpa memancarkan sinar gamma (γ) dan energi akhir Q sebesar 0,156 MeV [3].

Penentuan umur dengan metode 14C

(karbon-14) ini merupakan metode yang telah ada sejak tahun 1951. Metode ini didasarkan atas alasan bahwa proporsi 14C terhadap karbon

di udara relatif tidak berubah semenjak zaman purba, sehingga sisa aktivitas radioakif suatu percontoh berkolerasi dengan umur ketika percontoh tersebut mati. Umur dihitung berdasarkan pemakaian angka waktu paruh peluruhan 14C. Sebelumnya penentuan umur

dilakukan dalam bentuk gas asetilen (C2H2)

dengan tahapan-tahapan reaksi sebagai berikut [4]:

1. Senyawa organik + O2  CO2(g)

Senyawa anorganik + O2  CO2(g)

2. CO2(g) + 2 NH4OH(aq)  (NH4)2CO3(aq)

+ H2O

3. (NH4)2CO3(aq) + CaCl2(aq)  CaCO3(s) +

2 NH4Cl(aq)

4. CaCO3(s) + HCl(l)  CO2(g) + CaCl2(aq) +

H2O

5. CO2(g) + 2 NH4OH(aq)  (NH4)2CO3(aq)

+ H2O

6. (NH4)2CO3(aq) + SrCl2(aq)  SrCO3(s) +

2NH4Cl(aq)

7. 2SrCO3(s) + 5 Mg(s)  SrC2(s) + 5

MgO(s) + SrO(s)

8. SrC2(s) + 2 H2O  C2H2(g) + Sr(OH)2

Waktu paruh peluruhan 14C adalah:

t =

Metode radiokarbon teknik pencacah fasa gas merupakan penerapan ilmu fisika, kimia dan geologi yang sering dipakai untuk menentukan umur suatu sampel mengingat interpretasi ketelitian dan efisiensinya yang baik, serta selektif terhadap pengaruh kontaminasi. Dengan mengubah aktivitas spesifik sampel karbon ke dalam bentuk gas asitilena maka akan diperoleh ketelitian dan efisiensi pengukuran yang lebih besar dibanding aktivitas spesifik dalam bentuk gas karbondioksidanya [5].

2.2 Kayu

Kayu merupakan produk alam yang dapat dimanfaatkan untuk bermacam-macam

peruntukan, antara lain menjadi perabot rumah tangga dan bahan panel seperti kayu lapis, papan partikel serta papan serat. Untuk dapat digunakan sesuai peruntukannya, pengetahuan tentang informasi sifat dasar kayu sangat diperlukan agar pemakaian memiliki nilai manfaat yang optimal. Misalnya, untuk tujuan memikul beban yang berat, dibutuhkan jenis kayu dengan berat jenis yang tinggi. Sedangkan untuk pemakaian di dalam dan atau di luar ruangan diperlukan informasi keawetan kayu tersebut. Untuk tujuan penggunaan pulp, rayon dan papan serat diperlukan sifat kimia kayu dipersyaratkan [6].

Kayu sebagai sumber serat sudah banyak dikebunkan dalam bentuk hutan tanaman industri (HTI). Jenis dominan yang ditanam adalah jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species) seperti akasia, ekaliptus dan gmelina. Akan tetapi seiring dengan meningkatnya kebutuhan kertas, permintaan akan bahan baku serat juga terus meningkat. Kebutuhan tersebut belum dapat terpenuhi oleh HTI dan masih mengandalkan hutan alam. Dalam rangka menambah jumlah (diversifikasi) jenis kayu yang diharapkan dapat digunakan sebagai sumber bahan baku industri dilakukan penelitian analisa komponen kimia dari kayu kurang dikenal. Informasi komponen kimia penting untuk menentukan suatu bahan cocok digunakan sebagai bahan penghasil serat dan turunannya [6].

Kayu sebagian besar tersusun atas tiga unsur yaitu unsur C, H dan O. Unsur-unsur tersebut berasal dari udara berupa CO2 dan dari

tanah berupa H2O. Namun, dalam kayu juga

terdapat unsur-unsur lain seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Al dan Na. Unsur-unsur tersebut tergabung dalam sejumlah senyawa organik, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu [7]:

1. Komponen lapisan luar yang terdiri atas fraksi-fraksi yang dihasilkan oleh kayu selama pertumbuhannya. Komponen ini sering disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif ini adalah senyawaan lemak, lilin, resin dan lain-lain.

2. Komponen lapisan dalam terbagi menjadi dua fraksi yaitu fraksi karbohidrat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, fraksi non karbohidrat yang terdiri dari lignin.

2.3 Standar Modern Karbon

Usia radiokarbon dari sampel diperoleh dari pengukuran sisa radioaktivitas. Pengukuran

(4)

dihitung dari aktivitas (per gram C) yang tersisa dalam sampel yang usianya diketahui, dibandingkan dengan aktivitas yang ada dalam sampel modern dan latar belakang [8].

Pengukuran radiokarbon biasa dilakukan relatif terhadap standar aktifitas yang telah diketahui. Karena peluruhan radiokarbon dari

14C merupakan aktifitas spesifik dari setiap

bahan standar 14C yang berkurang terhadap

waktu. Oleh karena standar mutlak radiokarbon ditetapkan. Aktivitas spesifik radiokarbon standar mutlak ini (Aabs) telah didefinisikan

sebagai:

Aabs = 226 Bq/kg C

Aabs dimaksudkan untuk hipotesis aktivitas

spesifik dari atmosfer karbon dari tahun 1950, diukur pada tahun 1950 membuat asumsi bahwa hipotetis ini bebas dari gangguan manusia dan dinormalkan ke δ13C = -25 ‰ [9].

Standar utama radiokarbon modern adalah NIST (Lembaga Nasional Standar dan Teknologi, Gaithersburg, Maryland, USA) yaitu Asam Oksalat I (C2H2O4). Asam oksalat I adalah

NIST SRM 4990B dan disebut HOx1. Standar asam oksalat dibuat dari tanaman gula bit pada tahun 1955. Ada 1000 lbs yang dibuat. Rasio isotop Hox I adalah -19,3 per mille sehubungan dengan (wrt) standar belemnite PBD. Standar asam oksalat yang dikembangkan tidak lagi tersedia secara komersial. Maka, standar asam oksalat II siap dibuat ketika stok dari Hox 1 mulai menyusut. Standar asam oksalat II (Hox 2, NIST SRM 4990 C) dibuat dari tanaman gula bit Perancis tahun 1977.

Tabel 1. Standar sekunder radiocarbon

2.4 Dead Carbon

Dead Carbon adalah suatu material yang dianggap tidak memberikan aktivitas radioaktif atau aktivitasnya mendekati nol dan digunakan sebagai koreksi terhadap sinar kosmik atmosfer yang terhitung oleh alat pencacah proporsional. Material yang dapat dijadikan sebagai dead carbon diantaranya adalah batu bara, lignit, karbonat tua, marmer, antrasit dan kayu rawa [5].

Marmer merupakan salah satu dari Dead Carbon, material ini terbentuk jutaan tahun yang lalu berasal dari proses fosilisasi organisme hidup yang tentunya mengandung pula isotop

14C pada jaringannya. Namun sejalan dengan

proses fosilisasi, peluruhan isotop 14C juga

berlangsung, sehingga dalam jangka waktu tersebut dapat diperhitungkan bahwa kandungan isotop 14C menjadi nol. Marmer atau batu

pualam adalah batuan karbonat yang pada umumnya tersusun atas kalsit (CaCO3),

magnesit (MgCO3), atau dolomit (CaMg(CO3)2).

Unsur atau mineral ini dapat pula terkandung pada marmer tapi dalam jumlah yang relatif sedikit, seperti besi karbonat, kalsium sulfat, dan mangan karbonat [1].

2.5 Metode Deteksi

Pada tahun 1928 Gieger dan Mueller membuat alat pencacah untuk menentukan radiasi α, β, dan γ. Kemudian dikembangkan suatu alat yang khusus untuk menentukan radioaktivitas isotop 14C (yang menghasilkan

partikel β) dalam bentuk gas asitilena yaitu Multi Anode Anticoicidence Proportional Gas Counter (Type S-185).

Detektor Multi Anode Anticoicidence Proportional Gas Counter (Type S-1859) terdiri dari dua buah tabung gas, yaitu inner counter tube (center counter tube) dan outer counter tube (external counter tube). Inner counter tube berguna untuk mendeteksi radioaktivitas isotop atom 14C yang berasal dari contoh, sedangkan

outer counter tube berguna untuk mendeteksi adanya penetrasi komponen-komponen sinar kosmik dari luar yang masuk ke dalam detektor. Ditengah masing-masing tabung dipasang kawat yang berfungsi sebagai anoda dan katoda. Aktivitas suatu unsur radioaktif dapat ditentukan dengan suatu sistem deteksi. Sistem deteksi pada dasarnya terdiri dari bagian pencacah (detektor) dan bagian pengukur. Tabung Geiger Muller telah lama digunakan secara luas sebagai pencacah.

3. TATAKERJA (BAHAN DAN METODE) 3.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel gula pasir putih, kayu (AN-02, AN-05, dan AN-06), marmer (dead carbon), asam oksalat, aquades (H2O), air

bebas tritium, asam klorida (HCl), kalium hidroksida (KOH), amonium hidroksida

(5)

(NH4OH), kalsium klorida (CaCl2), stronsium

klorida (SrCl2), serbuk magnesium, gas

nitrogen, glass wool, dan es. 3.2 Metode

3.2.1 Preparasi Sampel

Gula pasir putih ditimbang sebanyak 150 g dan dibakar di dalam cawan pembakar hingga terbentuk arang/karbon. Sesekali karbon ditumbuk agar terbentuk butiran struktur yang halus. Pembakaran dihentikan jika telah terbentuk karbon kering.

Sampel kayu (AN-02, AN-05, AN-06) masing-masing dimasukkan dalam gelas kimia dalam gelas piala ditambahkan air suling hingga terendam seluruhnya, kemudian dipanaskan, dan dihentikan setelah mendidih ± selama 10 menit. Pengerjaan ini dilakukan sebanyak 3 kali. Hal yang sama dilakukan berturut-turut dengan mengganti air suling dengan HC1 0,2 N dan KOH 0,2 N. Sampel dicuci kembali dengan air suling hingga sisa larutan pencuci hilang (pH netral), kemudian dikeringkan dan dipanaskan dalam oven dengan suhu 110°C selama 1 malam.

3.2.2 Proses Pembakaran

Sampel gula, kayu dan marmer yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam pipa tabung kuarsa yang bersih dan kering, ujung tabung kuarsa dihubungkan dengan tabung berisi larutan KOH 30 % dan NH4OH 1:1 dan

dipasang katalis Cu. Pembakaran dilakukan dengan temperature antara 600 – 900oC dalam

kondisi vakum. Karbon yang terbakar akan bereaksi dengan oksigen murni yang dialirkan dari tabung lain membentuk gas CO2. Gas CO2

ini dialirkan ke dalam tabung berisi NH4OH 1:1.

Proses pembakaran dihentikan setelah semua karbon habis tebakar yang ditandai dengan perubahan warna sampel dari hitam kecoklatan menjadi putih. Larutan (NH4)2CO3 yang

terbentuk siap untuk proses pembentukan kalsium karbonat.

Gambar 1. Proses pembakaran sampel

3.2.3 Pembentukan Kalsium Karbonat (CaCO3)

Larutan (NH4)2CO3 hasil pembakaran yang

terbentuk dari gula, dimasukan ke dalam labu Erlemeyer 1L. Larutan dipanaskan hingga mendidih lalu ditambahkan CaCl2 panas sehinga

terbentuk endapan putih. Endapan disaring dan dicuci dengan air yang telah dididihkan sebanyak 2L. Endapan di pindahkan ke cawan porselen dan dipanaskan dalam oven 110oC

selama 1 malam. Begitu juga dengan prosedur pembentukan CaCO3 untuk kayu dan marmer.

3.2.4 Pembentukan Stronsium Karbonat (SrCO3)

Endapan CaCO3 dihubungkan dengan

corong pisah ukuran kecil yang berisi HCl pekat. Larutan HCl pekat diteteskan dari corong pisah secara perlahan sampai tidak terbentuk lagi gas CO2 yang ditandai dengan tidak

terbentuk lagi gelembung pada labu gelas yang berisi larutan NH4OH 1:1. Larutan (NH4)2CO3

yang terbentuk pada labu gelas dikumpulkan dan dimasukkan dalam labu erlemeyer 1000 ml lalu dipanaskan sampai hampir mendidih. Selanjutnya, ditambahkan larutan SrCl2 (125 g).

Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan air yang telah didihkan sebanyak 2 L.

Gambar 2. Proses pembentukan stronsium karbonat (SrCO3)

3.2.5 Pembentukan Stronsium Karbida (SrC2)

Kedalam cawan porselen berisi endapan SrCO3 yang terbentuk pada proses sebelumnya,

dimasukkan serbuk Mg sebanyak 2/3 dari berat endapannya. Campuran tersebut digerus sampai homogen, lalu dimasukkan ke dalam reaktor baja stainless yang bersih dan kering. Sebelum digunakan, sistem peralatan di atas divakumkan terlebih dahulu selama lebih kurang 90 menit. Kemudian dibakar dengan menaikkan tegangan secara bertahap sesuai dengan suhu yang dicapai.

(6)

Gambar 3. Proses pembentukan stronsium karbida (SrC2)

3.2.6 Pembentukan gas asitilena (C2H2)

Stronsium Karbida (SrC2) yang terbentuk pada

proses sebelumnya dimasukkan kedalam reaktor baja kecil yang bersih dan kering dan divakumkan dalam sistem peralatan pembentukan gas asitilena. Setelah kevakuman sistem benar-benar tercapai, air bebas tritium pada corong pisah diteteskan ke dalam reaktor baja sehingga gas asitilena (C2H2) yang

terbentuk mengalir ke masing-masing tabung TR yang ditunjukkan dengan menurunnya air raksa (Hg) pada manometer M1. Dengan

mengatur c18, c15, dan c13, gas C2H2 akan

tertampung pada TR2 dan TR3. Kemudian c13

dan c10 diatur agar gas C2H2 terbekukan dalam

TR4, sedangkan gas pengotor lain dibuang

dengan membuka c9. Penetasan air bebas tritium diulangi kembali sampai tidak terbentuk lagi gas C2H2 yang dapat diketahui dari

perubahan M1. Semua gas C2H2 dalam TR4

dipindahkan melalui TR5 (berisi karbon aktif) ke

TR6 . Dari TR6 ke RBF yang dialirkan dengan

mendinginkan gas dengan N2 cair. Proses ini

dihentikan dengan dengan menutup c5 dan c4 setelah semua gas C2H2 dibekukan dalam RBF

yang ditunjukkan dengan tidak turunnya Hg dalam M3.

Gambar 4. Proses pembentukan gas asitilena 3.2.5 Pengukuran Radioaktivitas

Gas asitilena (C2H2) yang ada dalam RBF

disimpan selama 3 minggu untuk menghilangkan radon (t1/2 = 3.501 hari) yang mungkin tercampur. Setelah itu gas asitilena dimasukkan ke dalam alata pencacah detektor Multy Anode Anti-coincidence dan diukur kecepatan pencacah dari aktivitas radioaktifnya dalam berbagai tegangan untuk menentukan tegangan plateau, yaitu tegangan yang akan dipakai dalam pengukuran aktivitas isotop 14C.

Tegangan yang digunakan kira-kira sepertiga dari awal kurva tegangan plateau. Waktu pencacahan diatur selama 50 menit untuk satu hitungan pencacahan. Untuk satu sampel dilakukan minimal sebanyak dua puluh cacahan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini standar radiokarbon dibuat dari gula pasir putih karena memiliki unsur karbon sehingga dapat dihitung kadar karbonnya. Gula pasir putih akan akan menghasilkan CO2 dan H2O ketika dibakar.

Selain itu, gula pasir putih ini mudah didapat sehingga dapat digunakan sebagai standar karbon lokal. Dengan hasil background counting/dead carbon sebesar 1,12 ± 0,03 cpm, aktivitas dan faktor koreksi dari gula dapat ditentukan. Untuk perhitungan faktor koreksi ini, maka sebelumnya dilakukan dulu penentuan aktivitas dengan mencacah hasil dari pembentukan gas asetilena dengan menggunakn Multy Anode Anti-Coincidence. Hasil pencacahan dan aktivitas dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 1. Aktivitas karbon dengan NIST 4990C Oxalic Acid Time (s) Anti-Coin (cpm) (±) Activity (cpm) (±) 100 2074 45,54 20,74 0,46 100 2007 44,80 20,07 0,45 100 2023 44,98 20,23 0,45 100 1986 44,56 19,86 0,45 100 1915 43,76 19,15 0,44 100 2021 44,96 20,21 0,45 100 2005 44,78 20,05 0,45 100 1971 44,40 19,71 0,44 100 1988 44,59 19,88 0,45 100 2003 44,75 20,03 0,45 Total 1000 19993 141,40 19,99 0,14 hasil cacahan awal asam oksalat sebesar 19,99 ±

(7)

0,14 cpm. Maka aktivitas dari asam oksalat dapat ditentukan.

Ct (A ± ΔA) = {(19,99 ± 0,14) - (1,12 ± 0,03)} = 18,87 ± 0,143

Aktivitas harus dikalikan dengan faktor koreksi yang telah diserifikasi yaitu sebesar 0,7459, sehingga:

= (18,87 ± 0,143) x 0,7459 = 14,07 ± 0,1 cpm

Tabel 2. Aktivitas karbon dengan gula pasir putih pengukuran I Time (s) Anti-Coin (cpm) (±) Activity (cpm) (±) 100 1714 41,40 17,14 0,41 100 1584 39,80 15,84 0,40 100 1610 40,12 16,10 0,40 100 1626 40,32 16,26 0,40 100 1647 40,58 16,47 0,41 100 1541 39,26 15,41 0,39 100 1543 39,28 15,43 0,39 100 1651 40,63 16,51 0,41 100 1556 39,45 15,56 0,39 100 1518 38,96 15,18 0,39 Total 1000 15990 126,45 15,99 0,13 A0 = 15,99 ± 0,13 cpm Ct (A ± ΔA) = {(15,99 ± 0,13) - (1,12 ± 0,03)} x 1 = 14,87 ± 0,13 cpm Faktor Modern = = 0,9462

Tabel 2. Aktivitas karbon dengan gula pasir putih pengukuran I Time (s) Anti-Coin (cpm) (±) Activity (cpm) (±) 100 1713 41,39 17,13 0,41 100 1599 39,99 15,99 0,40 100 1610 40,12 16,10 0,40 100 1614 40,17 16,14 0,40 100 1646 40,57 16,46 0,41 100 1559 39,48 15,59 0,39 100 1575 39,69 15,75 0,40 100 1642 40,52 16,42 0,41 100 1561 39,51 15,61 0,40 100 1562 39,52 15,62 0,40 Total 1000 16081 126,81 16,08 0,13 A0 = 16,08 ± 0,13 cpm Ct (A ± ΔA) = {(16,08 ± 0,13) - (1,12 ± 0,03)} x 1 = 14,96 ± 0,13 cpm Faktor Modern = = 0,9405

Dari dua kali pengukuran didapat faktor rata-rata dari gula pasir putih

Faktor rata-rata = = 0,9433 Dari hasil pengukuran faktor gula pasir putih, dapat disimpulkan bahwa nilai yang dihasilkan lebih besar dari nilai faktor koreksi standar NIST asam oksalat 4990C, yang berarti gula pasir putih ini kurang cocok digunakan sebagai standar karbon. Suatu standar dikatakan cocok digunakan sebagai standar karbon jika faktor koreksinya mendekati nilai faktor asam oksalat [5]. Jika nilai yang didapat lebih besar atau mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap nilai standar karbon internasional, maka akan berpengaruh pada hasil pengukuran umur suatu sampel. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengukuran umur kayu sebagai berikut:

Background counting (DC) = 1,12 ± 0,03 cpm Standar asam oksalat = 19,99 ± 0,14cpm Standar gula pasir putih = 16,03 ± 0,13 cpm

 Umur kayu AN-02

standar asam oksalat = 4.291,51 ± 141,46 BP standar gula pasir putih= 2.517,07 ± 147,09 BP

 Umur kayu AN-05

standar asam oksalat = 19.809,30 ± 279,7 BP standar gula pasir putih= 18.034,85±281,31 BP

 Umur kayu AN-06

standar asam oksalat = 37.859,96 ± 620,5 BP standar gula pasir putih= 36.082,52 ± 2236 BP Dari hasil perhitungan umur dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengukuran umur menggunakan asam oksalat dan gula pasir putih, dimana perbedaannya sekitar 1800an tahun.

5. KESIMPULAN.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gula pasir putih salah satu produksi pabrik Indonesia kurang cocok digunakan

(8)

sebagai standar modern karbon yang dapat dilihat dari nilai faktor koreksinya yang lebih besar dibandingkan dengan faktor modern internasional yaitu NIST Asam Oksalat 4990C, yaitu sebesar 0,7459. Hal ini juga dapat dilihat dari perbedaan umur sampel kayu, dimana umur kayu 4.291,51 ± 141,46 BP untuk AN-02, 19.809,30 ± 279,7 BP untuk AN-05, 37.859,96 ± 620,5 BP untuk AN-06 dengan menggunakan standar asam oksalat dan 2.517,07 ± 147,09 BP untuk 02, 18.034,85 ± 281,31 BP untuk AN-05, 36.082,52 ± 2236 BP untuk AN-06 dengan menggunakan standar gula pasir putih. Maka untuk itu perlu dilakukan lagi penelitian lebih lanjut dalam pembuatan standar modern karbon nasional.

6. UCAPAN TERIMAKASIH

Dosen-dosen pembimbing, dosen jurusan kimia FMIPA Universitas Padjadjaran khususnya laboratorium anorganik dan dosen/laboran Pusat Survey Geologi Bandung.

7. DAFTAR PUSTAKA

1. MELATI, S. Penentuan Umur Kayu dari Caldera Bajawa (NTT) Menggunakan Beberapa Standar Modern dengan Metode Pentakhiran Radiokarbon Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL)-UPI, Bandung.

2. YULIANTI, H & M. AKHADI. Radionuklida Kosmogenik untuk Penanggalan. Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir – BATAN. Jakarta.

3. MENDEZ, A.C. 1998. Radiometric Dating. Mendez Enterprises. USA (1998). 4. MULYANINGSIH, S., SAMPURNO.,

ZAIM, Y., PURADIMAJA, D. J., BRONTO, S., & SIREGAR, D.A. Perkembangan Geologi pada Kuarter Awal sampai Masa Sejarah di Dataran Yogyakarta. (Jurnal Geologi Indonesia,2006) (2), 103-113.

5. SIREGAR, D.A. Perbedaan Proses Pencucian Sampel Tulang Hewan dari Ciharuman, Jawa Barat untuk Menentukan Umur dengan Metode Radiokarbon. (Jurnal Geoaplika, 2008) (3), 119 – 131. 6. PASARIBU, G., SIPAYANG, B. & PARI,

G. Analisi Komponen Kimia Empat Jenis Kayu Asal Sumatera Utara (2012). 7. FENGEL, D & WEGENER, G. Wood:

Chemistry, Ultrastructure and Reactions. Walter de Gruyter. New York (1995). 8. STRENSTROM, K.E., SKOG, G.,

GEORGIADOU, E., GENBERG, J. & JOHANSSON, A. 2011. A Guide to Radiocarbon Units and Calculations. Department of Physics, Division of Nuclear Physics. Lund University (2011). 9. HIGHAM, T. 2002. Modern standard. 10. http://c14dating.com/agecalc.html

DISKUSI Nastia

Faktor lain dalam penggunaan gula pasir, adakah pengaruh kemurniannya? Minda Nicelia:

Gambar

Tabel 1. Standar sekunder radiocarbon
Gambar  2.  Proses  pembentukan  stronsium  karbonat (SrCO 3 )
Tabel  1.  Aktivitas  karbon  dengan  NIST  4990C  Oxalic Acid  Time  (s)  Anti-Coin (cpm)  (±)  Activity (cpm) (±)  100  2074  45,54  20,74  0,46  100  2007  44,80  20,07  0,45  100  2023  44,98  20,23  0,45  100  1986  44,56  19,86  0,45  100  1915  43,7
Tabel  2. Aktivitas karbon  dengan  gula pasir putih  pengukuran I  Time  (s)  Anti-Coin (cpm)  (±)  Activity (cpm) (±)  100  1713  41,39  17,13  0,41  100  1599  39,99  15,99  0,40  100  1610  40,12  16,10  0,40  100  1614  40,17  16,14  0,40  100  1646

Referensi

Dokumen terkait

Disini peneliti memilih mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadispada kelas X karena pada mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadissebagaimana hasil penelitian terdahulu tidak

Jumlah pin pada papan elelktronika Arduino Mega paling banyak dari semua jenis papan elektronik Arduino lainnya, pada i Arduino Mega n memiliki 54 9 buah digital i pin

Kebijakan formulasi peringanan pidana bagi saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator) dalam mengungkap tindak pidana korupsi di masa mendatang dapat

- Pada gagal ginjal yang kronis akan terjadi kerusakan sel yang mengsintesa eritropoietin dengan akibat terjadinya gangguan sintesa sel darah

Pajak Daerah adalah Iuran Wajib yang dilakukan oleh pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan

Sopacua, Peran Balai Permasyarakatan (BAPAS) ………. Pembimbing Kemasyarakatan mengadakan wawancara dengan klien dan orang lain yang berhubungan dengan klien dan

Penggunaan mulsa membantu dan mendukung proses budidaya tanaman karena dapat menekan pertumbuhan gulma hal ini dibuktikan dari data hasil pengamatan bahwa pada tanaman ubi jalar

Guru meminta siswa untuk mencari informasi tentang efek samping penggunaan bahan kimia rumah tangga yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan