• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kuliah Inaugurasi. Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. Judul: REKAYASA PROSES UNTUK NILAI TAMBAH DAN KEAMANAN PANGAN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kuliah Inaugurasi. Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. Judul: REKAYASA PROSES UNTUK NILAI TAMBAH DAN KEAMANAN PANGAN:"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Kuliah Inaugurasi

Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc

Judul:

REKAYASA PROSES UNTUK

NILAI TAMBAH DAN KEAMANAN PANGAN:

(2)

REKAYASA PROSES UNTUK NILAI TAMBAH DAN

KEAMANAN PANGAN:

Menuju ketahanan pangan mandiri dan berdaulat

Purwiyatno Hariyadi1

"Whether one speaks of human rights or basic human needs, the right to food is the most basic of all. Unless that right is first fulfilled, the protection of the other human rights becomes a mockery for those who must spend all their energy

merely to maintain life tiself...

(Presidential Commission on World Hunger, 1980).

Pendahuluan

PANGAN adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar; untuk pemenuhan hak asasi manusia yang paling dasar.

UU Republik Indonesia No 18 Tahun 2012 tentang Pangan secara tegas menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan ini dinyatakan sebagai ketahanan pangan; yang pada UU No 18/2012 tersebut dinyatakan sebagai "kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Tujuan ketahanan pangan ini adalah kecukupan bagi negara sampai perseorangan; sehingga setiap individu warga negara untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Dengan hanya menggunakan konsep ketahanan pangan tersebut; suatu negara bisa saja mencapai tujuan tingkat ketahanan pangan yang baik; walaupun tingkat

1 Guru Besar Rekayasa Proses Pangan, Departemen llmu dan Teknolog! Pangan, Fakultas

Teknologi Pertanian, IPB, dan Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, IPPM, IPB, BOGOR.

(3)

kemandirian pangannya sangat rendah; karena adanya ketergantungan pada impor. Karena itulah maka, UU No 18/2012 tersebut juga mensyaratkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi pangan masyarakat sampai pada tingkat perseorangan tersebut, negara mempunyai kebebasan untuk menentukan kebijakan pangannya secara mandiri, tidak dapat didikte oleh pihak mana pun, dan para pelaku usaha pangan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan melaksanakan usahanya sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Pemenuhan konsumsi pangan tersebut harus mengutamakan produksi dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya dan kearifan lokal secara optimal. Dengan kata lain; ketahanan pangan yang ingin dicapai adalah ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Dalam hal ini, kemandirian menitik beratkan pada pentingnya pangan yang berbasis pada sumber daya lokal, dan kedaulatan pangan menitik beratkan pada pentingnya peran serta masyarakat lokal; sehingga aspek lingkungan, sosial budaya dan politik pangan masyarakat lokal akan mendapatkan tempat untuk berkembang.

(4)

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Ketahanan Pangan yang Mundiri dan

Berdaulat*)

Dimensi Indikator Tujuan

Ketahanan Ketersediaan pangan • Kecukupan jumlah (kuantitas) • Kecukupan gizi • Keamanan • Kecukupan mutu Kehidupan individu (warga negara) dengan sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan Keterjangkauan pangan • Keterjangkauan fisik • Keterjangkauan ekonomi, dan • Keterjangkauan sosial: • Kesesuaian terhadap preferensi, • Kesesuaian terhadap

kebiasaan & budaya, • Kesesuaian terhadap

agama

Kecukupan konsumsi . pangan

• Kecukupan asupan (intake), • Kualitas pengolahan, • Kualitas sanitasi/higiene, • Kualitas air (minum) • Kualitas pengasuhan anak Kemandirian • Tingkat ketergantungan impor pangan • Tingkat ketergantungan impor sarana produksi pangan (benih, pupuk, ingredient, pengemas, mesin- mesin, dll)

• Tingkat keaneka-ragaman sumberdaya pangan lokal

Kedaulatan

• Tingkat partisipasi

masyarakat dalam sistem pangan

• Tingkat degradasi mutu lingkungan

• Tingkat kesejahteraan masyarakat petani, nelayan dan peternak

'* Disarikan dari Hariyadi 2007; 2009; 2010.

(5)

Menuju Ketahanan Pangan yang Mandiri dan Berdaulat

Upaya pembangunan pangan menuju ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat perlu secara sadar; sistematis dan terstruktur diupayakan; baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Hal ini bisa dimulai dengan upaya sosialiasi tentang pentingnya ketahanan; kemandirian dan kedaulatan pangan itu sendiri; terutama tentang arti strategis bagi kemandirian dan kedaulatan bangsa. Paper ini tidak akan membahas mengenai hal itu; tetapi akan menititik-beratkan pada peranan rekayasa proses pangan2 dalam

memberikan nilai tambah dan keamanan pangan; untuk mendorong tercapainya ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Dengan memperhatikan indikator-indikator (Tabel 1) tersebut maka bisa dilihat bahwa rekayasa proses pangan mempunyai peranan sangat penting untuk meningkatkan kekokohan dimensi ketersediaan, keterjangkauan, konsumsi, kemandirian maupun kedaulatan.

Umumnya produk-produk pangan dan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan usaha farming lainnya’ bersifat mudah rusak (perishable). Dalam hal ini, teknologi dan rekayasa proses pengolahan pangan mempunyai peran penting, karena dengan aplikasi yang tepat; maka produk yang mudah rusak tersebut bisa diolah menjadi aneka produk olahan yang aman, awet, layak dikonsumsi manusia, sehingga tidak akan terjadi kehilangan (losses) yang mubazir. Tidak hanya itu, pengolahan pangan juga akan mempermudah penanganan dan distribusi (sehingga lebih murah), memberikan variasi jenis olahan pangan (makanan/minuman), meningkatkan dan/atau mempertahankan mutu dan gizi pangan, serta secara kelurahan mampu meningkatkan nilai ekonomis produk pertanian. Jadi dalam hal ini, rekayasa proses pangan mempunyai potensi peran strategis dalam meningkatkan baik ketersediaan, akses, maupun kualitas konsumsi pangan bagi individu warga negara.

Peranan rekayasa proses pangan ini akan semakin dirasakan penting; mengingat selain mudah rusak, produk pangan dan hasil pertanian umumnya juga bersifat musiman, mempunyai mutu beragam, dan mempunyai kekhasan lokal (spesifik lokasi) yang bisa menjadikan keunggulan. Karena itu diperlukan penanganan yang sesuai dengan jenis produk dan karekteristik khas yang sesuai, dan untuk itu diperlukan pengetahuan teknologi pangan yang sesuai pula. Dalam hal ini, penggalian, pemahaman, penguasaan dan pengembangan pengetahuan dan teknologi pangan yang

2 Food process engineering is a broadfield that is concerned with the application of engineering

principles and concepts to the handling, manufacturing, processing and distribution of foods

(Singh, R P. Professor of Food Engineering, University of California at Davis). Food process

engineering is concerned with feasibility and practicality, that is, will something work and how much will it cost? (Valentas, Levine and Clark, 1991).

(6)

sesuai ini memerlukan pemahaman mengenai pengetahuan indigenus yang dimiliki masyarakat setempat. Produk pangan yang dikembangkan dengan basis potensi lokal bisanya mempunyai tingkat kesesuaian yang baik dengan preferensi konsumen, dan berpotensi untuk menjadi unggulan ciri khas daerah/lokal.

Perkembangan Teknologi Pangan

Menurut ahli Antropologi Biologi dari Universitas Harvard, Richard Wrangham, teknologi pangan ditemukan dan mulai diaplikasikan sekitar 2 juta tahun yang lalu; yaitu ketika orang mulai melakukan pemasakan

(cooking) terhadap bahan pangan (Wrangham 2009). Kemudian berkembang teknologi lain yang melengkapi teknologi pemasakan ini; antara lain fermentasi, pengeringan, pengawetan dengan garam, dan berbagai teknologi tradisional sederhana lainnya, yang memungkinkan terbentuk dan bertahannya suatu kelompok atau masyarakat. Manusia pertama kali mempelajari dan memahami bagaimana memasak pangan, kemudian melakukan pengolahan, mengawetkan, dan menyimpan pangan dengan aman. Teknologi empiris ini terus diaplikasikan -bahkan sampai sekarang- dan merupakan dasar dari berbagai perkembangan teknologi pengolahan pangan modem sampat saat ini (Hall 1989; Floras 2008).

Selanjutnya, hasil review oleh (Floros, 2004) menyatakan bahwa sepanjang sejarah peradabannya, manusia mampu mengatasi berbagai permasalahan tentang kelaparan dan penyakit, tidak hanya dengan menghandalkan pada proses perburuan dan akhimya pemanenan; tetapi juga pada pengolahan pangan. Hal ini bisa dilihat dari adanya tiga contoh produk pangan dari Yunani Kuno; yaitu roti, minyak olive, dan anggur—yang ketiganya merupakan produk olahan pangan yang cukup kompleks; yang mampu mengubah bahan mentah yang mudah rusak, tidak "enak"

(unpalatable), dan sulit atau bahkan tidak bisa dimakan menjadi produk pangan yang aman, bergizi, flavorful, awet, dan nikmat untuk dikonsumsi. Henry (1997) menyatakan bahwa seiring dengan pertumbuhan penduduk; peranan teknologi pangan semakin penting; terutama dalam proses transformasi dari masyarakat pemburu-pengumpul, pertanian dan teknologi pangan (Gambar 1).

(7)

Gambar 1 Dari pemburu-pengumpul ke pertanian ke teknologi pangan (Henry 1997). Jumlah penduduk dunia saat ini telah mencapai 7,02 miliar

(http://geography.about.eom/od/obtainpopulationdata/a/worldpopu lation.htm)

Perkembangan teknologi pangan terakselerasi dengan ditemukannya pengalengan pangan sebagai teknik pengawetan pangan. Teknologi pengalengan pangan ini dimulai dengan penelitian oleh Nicolas Appert di Perancis dan dilanjutkan pengembangannya oleh Peter Durand di Inggris di awai abad ke-19. Dalam hal ini, Nicholas Appert memperkenalkan penggunaan botol gelas bersumbat yang dipanaskan untuk mengawetkan pangan; sedangkan Peter Durand memperkenalkan konsep kaleng sebagai bahan pengemasnya. Penemuan ini memicu berbagai penelitian untuk mempelajari pengaruh proses "pengalengan" ini terhadap mutu pangan yang dikalengkan, walaupun penjelasan ilmiah tentang mengapa proses pengalengan ini bisa memperpanjang masa awet produk pangan belum diketahui dengan pasti. Penjelasan ilmiah ini baru diperoleh setelah 50 tahun kemudian, yaitu ketika Louis Pasteur melaporkan kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis (French Academy of Sciences) pada tahun 1864 tentang perlakuan panas yang bersifat letal terhadap mikroorganisme. Dengan pengetahuan ini, W. Russel dari Universitas Wisconsin dan Samuel Cate Prescott and William Lyman Underwood dari Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1895 sampai 1896 menekankan pentingnya pengendalian waktu dan suhu pemanasan untuk memastikan keamanan pangan kalengan (Labuza dan Sloan 1981).

(8)

Sejak itu, teknologi pangan terus berkembang pesat sampai saat ini; dimana sistem produksi pangan global telah menjadi sangat kompleks. Perkembangan sistem pangan yang mampu mendukung perkembangan peradaban manusia ini, tidak lepas dari peranan ilmu dan teknologi pangan. Ilmu dan teknologi pangan mengintegrasikan ilmu-ilmu biologi, kimia, fisika, engineering, ilmu bahan, mikrobiologi, gizi, toksikologi, bioteknologi, genomik, ilmu komputer, dan masih banyak disiplin lain dalam memecahkan permasalahan tentang pangan; khususnya yang berkenaan dengan permasalahan kurang gizi dan keamanan pangan. Perkembangan teknologi pangan penting yang terjadi sejak tahun 1930an bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa milestone perkembangan teknologi pangan setelah tahun 1930s *)

Tahun Perkembangan teknologi pangan 1930s

• Fiber crates • Cellulose packaging • Gable-top, waxed milk

cartons

• Sliced bread • Jell-0

• Regulations e.g. Food. Drug, and Cosmetic Act

1940s • Automation• Mass production • Frozen foods• Vending machines 1950s • Frozen dinners• Foreign foods

• Food for'bomb shelters

• Frozen, ready-to-eat bakery goods • Targeted markets • Controlled-atmosphere packaging 1960s • Diet foods Process control computers • Clean-in-place • Aseptic canning • Drying improvements

1970s • Energy efficiency• Water/waste utilization

• Membrane processing

• Health/organic foods

• Environmentally robust computers

1980s • Dechemicalization• Automation

• Aseptic processing

• Irradiation • Packaging

1990s • Intelligent Packaging• Low Carb

• Sachet Packaging

• High Pressure Processing • Functional Foods 2000s • RFID • Nanoscale Engineering and Technology • Packaging • Non-thermal Processes • Fresh-Like • Chef-Like Lund (2012)

(9)

Penekanan pada Nilai Pangan : Mutu dan Keamanan Pangan

Pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hubungan antara pangan (jenis, mutu, gizi dan keamanan) yang dikonsumsi dengan kesehatan dan kebugaran terus meningkat. Secara umum; nilai produk pangan, berbagai kriteria telah dikaitkan oleh masyarakat dengan nilai produk pangan (value of foods). Dalam hal ini, nilai pangan bisa diformulasikan menjadi model sederhana, sebagaimana dinyatakan pada Garnbar 2.

Gambar 2. Formula sederhana nilai pangan.

A, B. X dan Y adalah kelompok karakteristik khas produk pangan yang erat kaitannya dengan nilai pangan. X adalah karakteristik produk pangan yang bersifat positif terhadap nilai pangan; dan karena itu perlu perlu ditingkatkan (dimaksimalkan), Y adalah karakteristik produk pangan yang bersifat negatif terhadap nilai pangan; sehingga perlu diminimalkan; sedangkan A dan B adalah konstanta-konstanta faktor keamananan. Karakteristik produk pangan yang berkaitan erat dengan kepuasan konsumen (X dan Y) bisa diidentifikasi secara detail; sesuai dengan konsep mengenai produk pangan yang diinginkan (Gambar 3).

Untuk faktor X; pada awainya masyarakat konsumen sangat menentukan penilaiannya tehrdap produk pangan berdasarkan pada ukuran (porsi)nya; sedangkan untuk faktor Y konsumen sangat memperhatikan aspek harga. Dengan harga (faktor Y) yang sama; maka semakin besar ukuran (faktor X) akan memberikan hasil pembagian X/Y yang lebih besar. Namun, dengan berkembangnya status sosial ekonomi konsumen, maka faktor X ini kemudian berkembang; dimana konsumen tidak hanya memperhatikan ukuran, tetapi mempunyai tuntutan yang tinggi terhadap aspek citarasa, gizi, sensori, dan adanya berbagai pilihan.

(10)

Gambar 3. Berbagai faktor X dan Y yang erat kaitannya dengan nilai pangan.

Dengan semakin meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat konsumen atas hubungan antara pangan, gizi dan kesehatan; maka konsumen tidak sekedar menuntut adanya karakteristik gizi yang baik; tetapi juga adanya fungsi-fungsi lain yang bisa diperoleh dari suatu produk pangan; diluar fungsi gizi. Tuntutan ini telah melahirkan karakteristik mutu lain yaitu fungsionalitas; terutama yang berkaitan dengan kesehatan. Karakter produk pangan yang bisa meningkatkan sistem ketahanan tubuh; mengurangi risiko terkena kanker; mengurangi risiko terkena serangan jantung -misalnya- merupakan karakteristik lain yang dicari kosnumen. Tidak hanya itu; dengan perkembangan ilmu dan teknologi pangan dan gizi; masyarakat konsumen juga menuntut produk pangan yang bisa membantu kinerja fisik; misalnya meningkatkan ketahanan fisik; membantu terbentuknya otot, memperkuat tulang, atau mampu mengganti cairan tubuh yang hilang karena aktifitas fisik seperti olah raga.

Tidak kalah pentingnya; dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat konsumen atas pentingnya pelestarian lingkungan hidup; maka karakteristik produk yang mengindikasikan keramahan terhadap lingkungan juga semakin penting. Konsumen menjadi tertarik untuk mengetahui; apakah proses produksi suatu produk pangan tersebut telah dilakukan berdasarkan pada kaidah-kaidah yang ramah lingkungan. Pertanyaan mengenai apakah bahan kemasan pangan merupakan bahan kemasan yang bisa terdegradasi secara biologis, atau apakah produk pangan diproduksi dengan melakukan pembakaran lahan hutan, apakah proses produksi pangan yang dilakukan oleh industri menyebabkan pencemaran lingkungan, - misalnya- merupakan hal penting dijawab bagi konsumen ‘hijau” ini.

Karakteristik -faktor X- ini bisa dieksplorasi lebih jauh sesuai dengan konsep nilai yang ingin ditonjolkan. Karena itulah ada aspek lain-lain; yang bisa diungkap dan dikembangkan; untuk memberikan nilai lebih bagi produk pangan yang dikembangkannya.

Sedangkan untuk faktor Y, selain faktor harga, faktor penting yang semakin dikehendaki oleh masyarakat konsumen adalah faktor waktu persiapan. Dengan semakin meningkatkan kesibukan konsumen; semakin

(11)

banyaknya wanita bekerja; maka kebutuhan masyarakat konsumen tentang kepraktisan dan kemudahan akan semakin tinggi pula. Hal ini dimanifestasikan dengan produk pangan "instant" dengan waktu persiapan yang semakin singkat. Kemudahan dan kecepatan yang dituntut konsumen ini juga semakin meluas; mencakup kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkannya, kemudahan dan kecepatan dalam membawa, membuka, mempersiapkan/memasak, mengonsumsi, kemudahan dan kecepatan dalam membersihkan dan membuang sampahnya.

Teknologi dan rekayasa proses pangan berkembang untuk memenuhi kebutuhan tersebut; memberikan nilai tambah bagi produk pangan yang dihasilkan. Dengan kreativitas dan inovasi; perlu didefinisikan dengan teliti dan tepat faktor-faktor X dan Y; sehingga diperoleh hasil bagi X/Y yang paling kompetitif bagi produknya.

Keamanan adalah Prasyarat Pangan Bermutu

Untuk pengembangan produk pangan, eksplorasi faktor-faktor X dan Y saja tidaklah cukup. Prasyarat bagi pangan bermutu adalah keamanan; yaitu faktor keamanan secara psikologis atau secara rohani (A) dan keamanan secara fisiologis atau secara jasmani (B), lihat Gambar 4.

Gambar 4. Faktor keamanan merupakan prasyarat pangan bermutu.

Keamanan pangan secara psikologis atau rohani ini adalah rasa aman yang secara psikologis diterima oleh masyarakat konsumen karena produk pangan yang dikonsumsinya sesuai dengan latar belakang budaya, sosial, kepercayaan, agama; atau pun gaya hidup yang lain. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam, maka faktor kehalalan menjadi suatu prasyarat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini sesuai dengan UU No. 18/2012; yang menyatakan bahwa " Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak

(12)

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi".

Bagi masyarakat muslim, maka produk pangan yang mengandung komponen haram (tidak halal) tentu akan menjadikan produk pangan tersebut tidak bernilai. Demikian juga bagi konsumen dari kelompok masyarakat lainnya; yang karena kepercayaan atau gaya hidup yang dipilihnya tidak mengonsumsi bahan hewani (kelompok vegetarian) - misalnya-, maka adanya komponen hewani pada produk pangan akan menyebabkan produk tersebut menjadi tidak sesuai untuk dikonsumsi; yang artinya menjadi tidak bernilai. Faktor keamanan secara psikologis/jasmani (A) ini sifatnya mutlak; cocok atau tidak cocok; sehingga sebagai konstanta pada formula nilai pangan; nilai A ini adalah 0 atau 1. Tidak peduli betapa bagusnya nilai gizi suatu produk pangan; betapa murahnya produk tersebut; maka jika nilai A=0; maka secara keseluruhan produk pangan tersebut mempunyai nilai 0 bagi masyarakat tertentu itu.

Faktor keamanan kedua adalah keamanan secara fisiologis atau secara jasmani (B); yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan (jasmani) manusia. Dalam hal ini; keamanan secara fisiologis adalah rasa aman yang diperoleh konsumen karena produk pangan yang dikonsumsinya tidak tercemar oleh bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Bahan-bahan berbahaya itu adalah cemaran kimia (seperti toksin, residu (pestisida, herbisida, insektisida, antibiotik & hormon pertumbuhan), sisa pupuk, logam berat, dioksin, dll), fisik (potongan gelas, kayu, batu/kerikil, logam (potongan paku, biji stapler), bagian serangga, tulang, plastik, dll), maupun mikrobiologi (virus, bakteri, protozoa, parasit, prion dan allergen). Beberapa contoh bahan-bahan berbahaya itu misalnya mikroba patogen yang menyebabkan orang menjadi sakit atau keracunan, cemaran kimia yang dapat menimbulkan penyakit akut maupun kronis, serta bahan-bahan asing yang secara fisik dapat mencelakakan konsumennya.

Cemaran-cemaran kimia, fisik dan mikrobiologi ini biasanya diatur dalam bentuk standar keamanan pangan; yang disusun berdasarkan pada prinsip analisis risiko. Kembali kepada model pada Gambar 4, maka faktor keamanan secara jasmani (B) ini mempunyai nilai diantara 0 sampai 1. B=1 jika produk pangan tersebut tidak mengandung cemaran; dan B=0 jika produk tersebut mengandung cemaran melewati batas yang ditentukan oleh standar, dan 0<B<1 jika produk mengandung cemaran dalam jumlah yang diperbolehkan.

Teknologi dan rekayasa proses pangan mempunyai peran untuk menghasilkan produk pangan yang tidak tercemar dengan bahan-bahan berbahaya sampai pada tingkat yang membahayakan kesehatan manusia; sebagaimana ditetapkan oleh standar keamanan pangan yang berlaku.

(13)

Industri yang bertanggung jawab akan memastikan bahwa bahan baku dan ingredien pangan yang digunakan mempunyai persyaratan keamanan pangan ini; serta mengelola proses produksi; proses penyimpanan dan distribusi secara baik dan bertanggung jawab; sehingga masyarakat konsumen akan mendapatkan produk yang aman; sehingga memungkinkan dia menjadi individu yang sehat, aktif dan produktif.

Peranan Rekayasa Proses Pangan

Peranan rekayasa proses pangan untuk meningkatkan nilai tambah dan menjamin keamanan pangan sangat signifikan. Pada "kuliah" ini akan dikemukakan beberapa contoh yang relevan mengenai peranan rekayasa proses pangan untuk meningkatkan nilai tambah dan sekaligus menjamin keamanan pangan.

Rekayasa proses pangan dengan pemanfaatan suhu rendah juga sangat berkembang, seperti pendinginan, pembekuan, dan pengeringan beku merupakan contoh-contoh populer yang diaplikasaikan di industri pangan modern. Aplikasi suhu rendah; khususnya suhu beku, dikenal mampu memberikan keawetan dan kesegaran produk pangan dengan baik; sekaligus meminimalkan kehilangan atau kerusakan mutu; terutama mutu flavor. Berbagai teknik pembekuan telah dikembangkan untuk tujuan tersebut; sehingga dikenal quick freezing, rapidfreezing, atau pun ultra rapidfreezing.

Sebagaimana praktek memasak (cooking) yang sudah dilakukan oleh masyarakat sejak lama (sejak diketemukannya api) maka aplikasi suhu tinggi; proses panas (thermal processing), termasuk teknologi yang paling banyak diaplikasikan di industri pangan. Pengolahan suhu tinggi ini antara lain pengolahan dan pengemasan aseptis, pemanggangan, penggorengan, pengeringan, dan ekstrusi. Belakangan berkembang pula teknik pemanasan yang lain; yaitu pemanasan gelombang mikro (microwave heating) dan ohmik (ohmic heating) yang memberikan proses pamanasan yang lebih cepat; sehingga memungkinkan dilakukan proses pemansan dengan sistem

high temperature short time (HTST). Pemanasan dengan sistem HTST ini

diketahui mampu menginaktivasi mikroba patogen (pembentuk spora) dengan efektif tetapi sekaligus mampu meminimalkan terjadinya kerusakan gizi dan mutu pangan lainnya.

Selain memberikan berbagai keuntungan, aplikasi suhu tinggi juga berpotensi untuk menyebabkan kehilangan atau perubahan flavor, cita rasa, kenampakan (appearance), warna, nilai gizi dan fungsionalitas lainnya. Karena itulah maka berkembang berbagai proses baru, yang disebut sebagai proses non-termal, Proses non-termal mempunyai tujuan utama (i) membuat produk pangan yang aman (bebas dari mikroba patogen) dan awet (bebas dari mikroba pembusuk), sekaligus (ii) mempertahankan warna, flavor, zat gizi, dan parameter mutu lainnya dan (iii) meningkatkan masa aman produk

(14)

pangan yang dihasilkan. Berbagai proses non-termal yang berkembang antara lain adalah high hydrostatic pressure (HHP), pulsed electric field (PEF), irradiasi, mesin pancaran elektron (electron beam machine), dan lain-lain.

Pada kesempatan "kuliah inaugurasi" ini akan disajikan berbagai beberapa contoh yang relavan untuk menekankan peranan rekayasa proses pangan untuk meningkatkan nilai tambah dan sekaligus menjamin keamanan pangan. Rekayasa proses pangan non-termal ini kebanyakan masih dalam tahap pengembangan. Namun demikian; beberapa proses non-termal terlihat mempunyai potensi yang lebih baik daripada yang lainnya. Pada umumnya, biaya peralatan masih merupakan faktor pembatas utama.

Menuju Individu Sehat, Aktif dan Produktif

Seperti telah disebutkan diatas, salah satu tujuan akhir dari ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat adalah meningkatnya tingkat kesehatan, keaktifan dan produktivitas individu. Dalam hal ini, teknologi dan rekayasa proses pangan mempunyai peranan yang unik; karena hubungan yang langsung dan erat antara pangan, gizi dan kesehatan individu. Pengembangan dan aplikasi teknologi dan rekayasa proses pangan perlu dilakukan dengan misi dalam rangka peningkatan status kesehatan dan gizi populasi penduduk (Gambar 5). Gambar 5A; menunjukkan kondisi hipotetik status kesehataji dan gizi populasi penduduk; dimana ada bagian populasi yang tidak sehat (sakit) dan ada juga bagian populasi yang sehat, bugar dan produktif. Pengembangan dan aplikasi teknologi dan rekayasa proses pangan yang tepat akan menghasilkan produk pangan yang diperlukan oleh masyarakat menuju sehat, semaksimal mungkin mengurangi jumlah penduduk yang sakit dan meningkatkan jumlah penduduk yang sehat, bugar dan produktif (Gambar 5 B). Namun demikian; jika arah pengembangan teknologi dan rekayasa proses pangan dilakukan dengan tidak benar; maka akibatnya justru akan menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk yang tidak sehat; dan memperkecil jumlah penduduk yang sehat dan produktif (Gambar 5C); sehingga justru membebani negara dan menurunkan daya saing bangsa.

Penutup

Peran strategis pangan dalam pembangunan nasional secara formal sudah diakui oleh pemerintah dengan terbitnya Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Namun demikian, dalam tataran operasional yang menyangkut pengembangan dan aplikasi teknologi pangan, serta pengembangan industri pangan nasional, peran penting pangan ini perlu mendapatkan perhatian lebih serius. Pemerintah, konsumen dan pelaku

(15)

industri perlu menyadari hal ini, sehingga semua pihak bisa menjalankan perannya dengan penuh tanggungjawab dalam membangun ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Peneliti dan perekayasa proses pangan juga perlu menyadari peran strategis ini; untuk bisa memberikan sumbangan maksimum bagi terciptanya ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat.

Gambar 5. Pengembangan teknologi pangan dan pengaruhnya pada tingkat kesehatan masyarakat (Modifikasi dari Knorr 2008).

(16)

Pustaka

Floras J. 2004. Food and diet in Greece from ancient to present times. Proceedings of the Indigenous Knowledge Conference. May 27-29, 2004. PennStater Conference Center, Pennsylvania State University, University Park, PA. p 5. Tersedia di: http://www.ed.psu.edu/ICIK/2004Proceedings/section2-floros.pdf.

Diakses April 22,2013.

Floras, J.D. 2008. Food science: feeding the world. Food Technol 62(5):11.

Floras, J.D. et al. 2010. Feeding the World Today and Tomorrow: The Importance of Food Science and Technology. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. Volume 9, Issue

5, pages 572-599.

Hall, R.L. 1989. Pioneers in food science and technology: giants in the earth. Food Technol 43(9):186—95.

Hariyadi, P. 2007. Pangan dan Daya Saing Bangsa. Di dalam Upaya peningkatan Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Melalui Ilmu dan Teknologi. ISBN 978-979-16216-0-1. Hal. 1-23.

Hariyadi, P. 2009. Menuju Kemandirian Pangan Ketahanan Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Prosiding Seminar Menuju Ketahanan Pangan yang Kokoh Buffer Krisis dan Ketahanan Nasional Dalam rangka Persiapan Sidang Tahunan Asian Development Bank. ISBN 978- 979-16216-5-6. Hal. 4-18, Bali, 2 - 5 Mei 2009.

Hariyadi, P. 2010. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal: Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian Pangan. PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010:295-301.

Henry, C. J. K. 1997. New food processing technologies: from foraging to farming to food technology; Proceedings of the Nutrition Society (1997), 56, 855-863

Knorr, D, 2008. New Developments in Industrial Food Processing. http://www. tekno.dk/subpage.php3?article= 1499&survev= 15&lang uage=uk. Diakses Juni 2011.

Labuza, T. and Sloan, A.E. 1981. Force of change: from Osiris to open dating. Food Technol 35(7):34-43.

Lund, D. 2012. The Role of the Food Technologist in Assuring Better, Safer and Healthier Food for All. Presentasi disampaikan di Institut

Pertanian Bogor. Tersedia di

http://seafast.ipb.ac.id/publication/presentation/indonesia-4-9- I2.pdf. Diakses April 2013.

Wrangham R. 2009. Catching fire: how cooking made us human. New York: Basic Books.

(17)

Ucapan Terima Kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sangkot Marzuki, AM, Ketua Akademi llmu Pengetahuan Indonesia

2. Prof. Dr. F.G. Winamo, Ketua Komisi llmu Rekayasa, Akademi Umu Pengetahuan Indonesia

3. Seluruh anggota Akadsmi llmu Pengetahuan Indonesia 4. Rektor Institut Pertanian Bogor

5. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

6. Ketua, staff pengajar dan pegawai Departemen llmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB

7. Staff dan kolega peneliti di SEAFAST Center, IPB 8. Panitia Pelaksana Inaugurasi AIPI

(18)

Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc.

Lahir di Pati, Tanggal 9 Maret 1962, Prof. Dr Purwiyatno Hariyadi menikah dengan Dr Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan dikaruniai 3 orang anak; yaitu Laksmita Rahadianti Hariyadi, S.Kom, MSc, Pandu Adisasmita Hariyadi, dan Indira Sekarini Hariyadi.

Dr Puwiyatno adalah Profesor pada bidang rekaysa proses pangan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian, Bogor. Saat ini Dr Purwiyatno Hariyadi adalah Direktur pusat penelitian Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, LPPM, IPB.

Dr Purwiyatno menyelesaikan pendidikan sarjana teknologi pangan di IPB dengan predikat Cum Laude pada tahun 1984. Kemudian menyelesaikan gelar Master (1990) di bidang Ilmu Pangan dan PhD (1995) di bidang Kimia Pangan dengan Minor Teknik Kimia dari University of Wisconsin, Madison, USA.

Prof Hariyadi pernah menjadi Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), Fateta, IPB (2001-2004) serta Pembantu Dekan III pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Pada saat sebagai Ketua Departemen, Dr Purwiyatno mengkoordinasikan dengan baik program Quality

Undergraduate Education (QUE); the Higher Education Support Project

yang dibiayai oleh Bank Dunia melalui Diretoktar Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional. Setelah itu, Departemen ITP yang dipimpinnya juga berhasil mendapatkan hibah Program B dari direktorat pendidikan tinggi; yang bertujuan untuk mengakselesari program intemasionalisasi Departemen ITP. Saat ini, Departemen ITP adalah departemen bisang ilmu dan teknologi pangan pertama di luar North Amerika yang mendapatkan pengakuan dari Institute of Food Technologists (IFT) yang berpusat di Amerika Serikat.

Semasa menjadi Ketua Departemen ITP juga, Dr Purwiyatno juga menjalin kerjasama dengan Texas A&M University (TAMU) mendisain dan melaksanakan proyek pengembangan pusat penelitian; yang bernama Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center; yang sampai sekarang menjadi center of excellence di bidang Mutu, Gizi dan Keamanan Pangan yang ada di IPB, Bogor. Saat ini;

(19)

Dr Purwiyatno juga masih mengkoordinasikan proyek kerjasama University-Partnership antara IPB, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Udayana dan Texas A&M University, untuk pengembangan tanaman tropika, yang dibiayai oleh USAID.

Sebagai ahli teknologi pangan, Dr Purwiyatno sangat aktif dalam dalam berbagai himpunan profesi, antara lain pernah menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) untuk dua periode (2006-208; dan 2008-2010), juga sebgai Ketua Umum Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia (MAKSI) pada periode tahun 2005-2008. Pada saat memimpin MAKSI, Dr Purwiyatno adalah Koordinator Program Riset Unggulan Nasional (RUSNAS) tentang Industri Hilir kelapa Sawit selama tiga (3) tahun dari 2004 sampai 2007, yang dibiayai oleh Kementerian Riset dan Teknologi, Republik Indonesia.

Dr Purwiyatno menjadi anggota aktif Institute of Food Technologists (IFT), USA sejak tahun 1990 dan juga anggota Institute for Thermal Process Specialists (IFTPS), USA sejak tahun 2000. Dr Purwiyatno juga aktif sebagai narasumber nasional dan regional; antara lain sebagai anggota Panitia Nasional CODEX Indonesia (sejak Maret 2011), tim ahli pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, serta sebagai scientific advisor pada the International Life Sience Institute (ILSI).

Sejak tahun 2012; Dr Purwiyatno Hariyadi aktif sebagai anggota Dewan Editor pada publikasi online journal "The World of Food Science" yang dikelola oleh International Union of Food Science and Technology (IUFoST). Dan sejak tahun 2005, Dr Purwiyatno Hariyadi juga berperan sebagai Editor in Chief pada majalah FOODREVIEW Indonesia. Dari kegiatan penelitiannya; Dr Purwiyatno mempunyai 3 paten.

Gambar

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Ketahanan Pangan yang Mundiri dan Berdaulat* )
Gambar 1 Dari pemburu-pengumpul ke pertanian ke teknologi pangan  (Henry 1997). Jumlah penduduk dunia saat ini telah mencapai  7,02 miliar
Tabel  2.  Beberapa  milestone   perkembangan  teknologi  pangan  setelah  tahun  1930s * )
Gambar 2. Formula sederhana nilai pangan.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kendala yang dihadapi dalam penyimpanan arsip elektronik di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Kantor Cabang Surakarta ini yaitu tidak adanya jadwal retensi arsip dalam aplikasi

Kegiatan lain yang juga direncanakan dalam program ini adalah perluasan basisi pajak dan retribusi, peningkatan penerimaan dari pajak dan retribusi, serta sosialisasi

Setelah nanti didapatkan kapasitas aksial tiang tersebut, maka akan dibandingkan dengan beban terbesar yang terjadi pada tiang sesuai dengan analisis pembebanan yang telah

Sedangkan untuk teknik analisis best practice green supply chain pada konstruksi bangunan gedung dilakukan dengan melihat frekuensi dari tolak ukur greenship

terhadap fenomena kehidupan dalam Mata Pelajaran IPA di SD akan dapat dijadikan pegangan bagi guru untuk mengukur hasil belajat yang berkaitan dengan pengembangan kreativitas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pengawasan intern, komitmen organisasi dan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada Kecamatan Kota Tasikmalaya telah

Upaya yang selalu dilakukan oleh AirNav Indonesia dalam melakukan kegiatan pelayanan navigasi penerbangan, adalah bagaimana mengelola kesinambungan usaha korporasi,

(Terjemahan bebas: Secara teori, program-program reformasi sektor keamanan (RSK) berasal dari ulasan pertahanan dan keamanan nasional yang komprehensif. Mereka melibatkan,